Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan adalah suatu proses dimana janin berpindah dari intrauterin ke
lingkungan ekstra uterin. Ini merupakan diagnosis klinik yang didefinisikan
sebagai

permulaan

dan

menetapnya

kontraksi

yang

bertujuan

untuk

menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang berkesinambungan.


Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas proses ini saat ini belum
sepenuhnya dipahami.
Induksi persalinan merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara medis
maupun bedah sebelum terjadinya partus spontan. Berdasarkan studi-studi
terkini, rasionya bervariasi dari 9,5 33,7% dari semua kehamilan setiap
tahun. Pada keadaan serviks yang tidak matang, jarang terjadi keberhasilan
partus pervaginam. Dengan demikian, pematangan serviks atau persiapan
induksi harus dinilai sebelum pemilihan terapi.
Menurut British Columbia Reproductive Care Program, ada beberapa
indikasi induksi persalinan, antara lain kehamilan posterm, penyakit ibu
(diabetes, hipertensi), pecah ketuban sebelum waktunya (PROM), kematian
janin. Induksi persalinan ini merupakan suatu intervensi aktif dengan potensi
risiko baik pada ibu maupun janin. Risikonya meliputi peningkatan risiko
persalinan seksio sesaria, denyut jantung janin yang abnormal, hiperstimulasi
uterus, ruptur uteri, prolaps tali pusat, intoksikasi ibu, dan medikolegal
(oksitosin sering dipertimbangkan oleh pengadilan sebagai kofaktor yang
berhubungan dengan kondisi janin maupun neonatus yang abnormal).
Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering
dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999a)
berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak
mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah
parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial).

Luthy dkk

(2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka


kejadian tindakan sectio caesar.

BAB II
INDUKSI PERSALINAN

2. 1 Definisi
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan
akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan
tersebut untuk wanita hamil yang sudah inpartu.
Persalinan induksi merupakan tindakan yang banyak dilakukan untuk
mempercepat proses persalinan. Persalinan induksi dengan menambah
kekuatan dari luar tidak boleh merugikan ibu dan janinnya dalam usaha menuju
well born baby dan well health mother, sehingga diperlukan indikasi yang tepat,
waktu yang baik, dan disertai evaluasi yang cermat. Disamping itu, untuk
menanggapi atau menghadapi komplikasi dan tindakan lebih lanjut, induksi
persalinan harus dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas tindakan
operasi.
Tujuan tindakan tersebut ialah mencapai his 3 kali dalam 10 menit,
lamanya 40 detik.

2.2 Tujuan Induksi


Tujuan melakukan induksi antara lain :

Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan


kehamilan

Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan


serviks dan penurunan janin tanpa menyebabkan hiperstimulasi uterus
atau komplikasi janin

Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin


dan memaksimalkan kepuasan ibu.

2. 3 Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena :
Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari
sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi
waktu 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan
lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran
CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian janin
dalam rahim.
Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat
mengakibatkan :
1.
2.
3.
4.

pertumbuhan janin makin melambat.


Terjadi perubahan metabolisme janin.
Air ketuban berkurang dan makin kental.
Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Resiko kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan

kehamilan aterm.
Komplikasi kehamilan lewat waktu :
Letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan perdarahan post
partum. Pada kehamilan lewat waktu perlu diperhatikan dalam penanganan
sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well health mother dapat
tercapai.
Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu
terkena infeksi serius atau menderita diabetes. Wanita diabetes yang hamil
memiliki resiko mengalami resiko komplikasi. Tingkat kompliksai secara
langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama
kehamilan dan dipengaruhi oleh kompliksai diabetik sebelumnya, meliputi :
1. Aborsi spontan (berhubungan dengan kontrol glikemi yang buruk pada
saat konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan).

2. Hipertensi akibat kehamilan, mengakibatkan terjadinya preklampsi dan


eklampsi.
3. Hidramnion
4. Infeksi :
terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius, infeksi ini
bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi
insulin dan ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni satu
efek diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistensi
insulin meningkat. Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan
kematian bayi, mengakibatkan cacat bawaan. Ukuran janin terlalu kecil,
bila

dibiarkan

terlalu

lama

dalam

kandungan

diduga

akan

beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.


Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan
(ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari
vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir
vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini
infeksi setelah ketuban ruptur. Bawaan ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan
terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup
janin/kematian janin.
Mempunyai

riwayat

hipertensi.

Gangguan

hipertensi

pada

awal

kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan


darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan
janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit
hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced
hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada
sebelum hamil. Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan
dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki
tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasospastik,
yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda dan
gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat
setelah janin dan plasenta lahir. Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada
kehamilan yang pertama. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan

pembuluh darah otak, gangguan penglihatan (skotoma), perubahan kesadaran


mental dan tingkat kesadaran.
Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda
dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului
ganguan neurologis.
Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa
hamil atau 24 jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi
kronis lainnya.Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah
ada sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20
minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu pascapartum juga
diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.
2.4 Indikasi Induksi Persalinan
A. Indikasi Janin :
1. Kehamilan lewat waktu
2. Ketuban pecah dini
3. Janin mati
B. Indikasi Ibu:
1. Kehamila lewat waktu
2. Kehamilan dengan hipertensi
3. Kehamilan dengan diabetes
2.5 Kontra Indikasi
1. Disproporsi sefalopelvik
2. Insufisiensi plasenta
3. Malposisi dan malpresentasi
4. Plasenta previa
5. Gemelli
6. Distensi rahim yang berlebihan
7. Grande multipara
8. Cacat rahim
Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah
kondisi ekstrauterin akan lebih baik dari pada intrauterin, atau kondisi
intrauterin tidak lebih baik atau mungkin membahayakan.
Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi
rasa sakit atau masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.
Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas),
inkompatibilitas Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih
dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna,

yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta,


gangguan oksigenasi janin). Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin.
Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia berat.
2.6 Macam Induksi Persalinan
1. Medicinal
a. Infus Oksitosin
b. Prostaglandin
c. Cairan hipertonik intrauterin
2. Manipulatif / tindakan
a. Amniotomi
b. Stripping of the Membrane
c. Pemakaian rangsangan listrik
d. Rangsangan pada puting susu

2.7 Cara Induksi persalinan


Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara
1. Secara Medis
a. Infus oksitosin
Dewasa ini telah ada oksitosin sintesis (bebas dari faktor vasopresin )
yaitu sintosinon dan pitosin. Dalam pemberian oksitosin perlu diingat bahwa
enzim oksitosinase yang diproduksi di plasenta dapat menginaktifkan secara
cepat oksitosin yang diberikan itu. Oksitosinase diperkirakan bekerja
sebagai pelindung kehamilan. Kadar oksitosinase dalam plasma wanita
hamil meningkat dengan tuanya kehamilan oksitosinase dalam plasma
wanita hamil meningkat dengan tuanya kehamilan dengan kadar yang
bervariasi hingga menimbulkan keadaan kehamilan yang bervariasi pula
seperti abortus iminens, partus prematur dsb. Peranannya dalam klinik
masih tetap belum ditentukan.

Syarat syarat pemberian infuse oksitosin :


Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak
memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat
syarat sebagai berikut:
A. Kehamilan aterm
B. Ukuran panggul normal
C. Tak ada CPD
D. Janin dalam presentasi kepala
E. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai
membuka)
Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score Bishop, yaitu bila
nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan
berhasil.

Tabel 1. Skor Pelvik menurut Bishop


Skor

Pembukaan serviks

1-2

3-4

5-6

Pendataran serviks

0-30%

40-50%

60-70%

80%

-3

-2

-1,0

+1 +2

Keras

Sedang

Lunak

Ke

Searah

Ke arah

belakang

sumbu

depan

Penurunan

kepala

diukur dari Hodge III


(cm)
Konsistensi serviks
Posisi serviks

jalan lahir

Teknik infuse oksitosin berencana

1) Semalam sebelum infuse oksitosin, hendaknya klien sudah tidur dengan


nyenyak.
2) Pagi harinya penderita diberi pencahar (Kandung kemih dan rektum
dikosongkan)
3) Infuse oksitosin hedaknya dikerjakan pada pagi hari dengan observasi
yang baik.
4) Disiapkan cairan dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit oksitosin.
5) Cairan yang sudah disiapkan mengandung 5 U oksitosin ini dialirkan
secara intravena melalui saluran infuse dengan jarum no 20 G.
6) Jarum suntik intravena dipasangkan di vena bagian volar lengan bawah
7) Tetesan permulaan di buat agar kadar oksitosin berjumlah 2m U
permenit.
8) Timbulnya kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila dalam
waktu 15 menit ini HIS tetap lemah, tetesan dapat dinaikan. Umumnya
tetesan maksimal diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin 30-40
tetes/menit, maka berapapun kadar oksitosin yang dinaikan tidak akan
menimbulkan tambahan kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse
oksitosin dihentikan.
9) Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk
kemungkinan

timbulnya

tetania

uteri,

tanda-tanda

rupture

uteri

membakat, maupun tanda-tanda gawat janin.


10)Bila kontraksi timbul secara teratur dan adekuat , maka kadar tetesan
oksitosin dipertahankan. Sebaliknya bila tejadi kontraksi rahim yang
sangat kuat, jumlah tetesan dapat dikurangi atau sementara dihentikan.
11) Infuse oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan
selasai yaitu sampai satu jam sesudah lahirnya plasenta.
12)Evaluasi kemajuan janin pembukaan serviks dapat dilakukan dengan
periksa dalam bila HIS telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian
infuse oksitosin bila ternyata kemudian persalinan telah berlangsung,
maka infuse oksitosin dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segera
setelah kala II dimulai, maka tetesan infuse oksitosin dipertahankan dan
ibu di pimpin mengejan atau dipimpin dengan persalinan buatan sesuai
dengan indikasi yang ada pada waktu itu. Tetapi bila sepanjang
pemberiaan infuse oksitosin timbul penyulit pada ibu maupun janin.
Maka infuse oksitosin harus segera dihentikan dan kehamilan segera
diselesaikan dengan seksio sesarea.

Bahaya pemberian infus oksitosin :

Aktivitas miometrium yang sangat meningkat. Hiperkontraktilitas yang


timbul 5 menit atau lebih dapat menimbulkan tekanan intrauterin lebih

25 mmHg dan ini dapat mempengaruhi pengaliran oksigen ke janin.


Ruptur uterus terjadi pada grande multipara atau bekas seksio

saesarea, miomektomi atau bila ada disporporsi fetopelvik.


Intoksikasi air. Pemberian infus oksitosin dengan cairan bebas elektrolit
dalam waktu yang lama membuat penderita mengandung air lebih
banyak oleh karena oksitosin dalam dosis 50 m U/ menit bekerja

sebagai anti diuretik.


Seksio saesarea pada distosia disebabkan kelainan his dilakukan pada
:
-

Pembukaan tidak ada kemajuan.


Serviks yang sudah datar dan tipis menjadi tebal, bengkak dan

biru.
Tidak ada kemajuan dengan pemberian oksitosin secara hati

hati.
Air ketuban bercampur mekonium pada letak kepala dan denyut

jantung janin menjadi lambat.


Mulai adanya febris, takikardi, preeklampsia.

Relaksasi uterus
Merelaksasikan uterus adalah usaha yang sulit, misalnya pada
keadaan akan terjadi partus prematurus, abortus. Maka wajar pada
pemberian infus pitosin diadakan pengawasan yang ketat jangan sampai
terjadi hiperaktivitas miometrium. Retodrine yang berasal dari isoxsuprine
dan mempunyai sifat menimbulkan relaksasi uterus diberikan 50 200 g/
menit secar intravena. Jika telah berhasil maka dosis 40 g/ menit dengan
infus dapat dikurangi dan diterusakan dengan pemberian peroral. Pengaruh
kardiovaskuler terhadap ibu dalam bentuk sedikit peningkatan tekanan
sistolik dan sedikit sekali penurunan diastolik menimbulkan tekanan nadi
meningkat dan penderita mengalami takikardi yang masih dapat ditolelir.
Juga janin mengalami takikardi tapi tidak membahayakan. Menenangkan
uterus masih merupakan suatu usaha di bidang obstetri.

b. Prostaglandin
Prostagladin dapat merangsang otok otot polos termsuk juga otototot rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah
PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan dapat diberikan secara
intravena, oral. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan
prostagladin

cukup

efektif.

Pengaruh

sampingan

dari

pemberian

prostaglandin ialah mual, muntah, diare.

Induksi persalinan dengan Misoprostol


Mekanisme kerja molekuler prostaglandin dalam mematangkan serviks
sampai saat ini masih belum jelas.
Beberapa tahun berikutnya :
1. Memodulasi kegiatan fibroblast dan selanjutnya mengendalikan sifatsifat biofisik dan biokimia matriks ekstra seluler.
2. Menginduksi produksi asam hyaluronat oleh fibroblast serviks sehingga
meningkatkan hidrasi dan

mengibah komposisi glikoaminoglokan/

proteoglikan.
3. Sebagai bahan kemotaktik yang menyebabkan infiltrasi lekosit dan
makrofag kestroma serviks.

Karakteristik misoprostol
Mempunyai struktur kimia Methyester prostaglandin E1(methyl 11, 16dihygroxy-16 methyl-9 oxoprost-13-2n-i-oate), berikatan secara selektif
dengan reseptor prostaniol EP2 dan EP3, dan metabolitr aktifnya adalah
asam misoprostol.
Ada 2 macam kemasan yaitu :
1. 200 mcg (Indonesia)
2. 100 mcg

Di pasarkan untuk pencegahan/pengobatan tukak lambung.


Absobsi cepat dan efektif baik secar oral, vaginal maupun rektal. Pada

penggunaan pervaginam, terjadi peningkatan bertahap maksimum 60-120


menit dan pada menit ke 240 masih 60% kadar puncak, ada kemungkinan

akumulasi pada kadar lebih dari 400 mcg setiap 8-12 jam. Penelitian lain
menyatakan bahwa konsentrasi plasma maksimal dicapai 34 menit setelah
pemberian sedangkan pada pervaginam di capai 80 menit, yang berbeda
adalah pada pemberian pervaginam terjadi perpanjangan konsentrasi dalam
serum sehingga peningkatan tonus bertahan lebih lama.
Sangat murah atau bandingkan dengan prostin E2, mudah disimpan
dan dipindahkan tanpa pendingin sehingga cepat saji, merupakan obat untuk
pematangan serviks dan perangsang miometrium yang efektif.
Keamanan
Dibandingkan dengan kontrol, misoprostol menimbulkan takhisistole
dan hiperstimulasi 2 kali lebih banyak, meskipun hal ini juga tregantung dosis
25 mcg mengurangi hiperstimulasi. Tidak ada perbedaan jumlah bayi yang di
rawat di NICU dan mempunyai skor Apgar yang rendah, dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
Keberhasilan
Meningkatkan sklor pekvik secra bermakna pada pemberian oral
atupun perbaginam. Terdapat peningkatn yang bermakna jumlah pasien yang
melahirkan pervaginam dalam 12 jam dan jumlah pasien yang melahirkan
dalam 24 jam. Penggunaan misoprostol juga telah memperpendek waktu
antar pasang pertama sampai melahirkan dalam 5 jam dan interval mulai
induksi sampai melahirkan.
Dampak terhadap angka bedah sesar induksi misoprostol dengan amn
dapat menurunkan angka bedah sesar dibanding induksi obat lain. Angka
persalinan dengan bedah sesar secra bermakna lebih rendah pada
pemberian peroral.
Dampak terhadap angka bedah sesar
Induksi Misoprostol dengan aman dapat menurunkan angka sesar
dibanding induksi dengan obat lain. Angka persalinan dengan bedah sesar
secara bermakna lebih rendah pada pemberian peroral.
Oral atau vagina
Pemberian misoprostol secara efektif dapat mematangkan serviks dan
menginduksi persalinan pada ketuban pecah prematur. Bila dibandingkan
dengan pemberian pervaginam, maka jumlah pasien yang melahirkan dalam
waktu 12 dan 24 jam, lama pasang sampai persalinan, adanya takhistole dan
hiperstimulasi, rendahnya skor Apgar dan perawatan di NICU, tidak berbeda
secra bermakna. Pemberian pervaginam lebih efektif dibanding pemberian

oral atau kombinasi oral dan vaginam tetapi hiperstimulasi dan takhisistole
dilaporkan lebih banyak pada pemberian pervaginam.
Pematangan serviks secara poliklinis
Karena sebagian besar pasien mengalami persalinan dan kebutuhan
adanya pemantauan janin maka pematangan secara poliklinis tidak
direkomendasikan.
Dosis
Meskipun angka penyulit dengan dosis 25 mcg lebih rendah dan
efektivitasnya sama dengan penyulit yang lebih rendah tetapi secara teknis
sulit mendapatkan 25 mcg. Dosis 50 mcg, tiap 8 jam mungkin dapat
digunakan sebgai jalan tengah sambil menunggu masuknya misoprostol dosis
100 mcg.
Penggunaan untuk bekas bedah sesar
Mengigat datanya masih belum cukup, maka pembrian misoprostol
untuk kasus bekas bedah sesar sampai saat ini tidak dianjurkan.

Prosedur penggunaan misoprostol untuk induksi persalinan :


1. Buat prosedur tetap penggunaan misoprostol, termasuk prosedur bila
ada penyulit
2. Pertindik yang dimengerti dan disetujui, pertindik ini juga berisi
informasi mengenai status off-labelnya
3. Pemeriksaan kardiotopografi, sebelumnya harus normal
4. Harus dengan syarat, indikasi dan kontra indikasi yang jelas dan bukan
untuk akselerasi. Periksa sendiri hasil rekaman kardiotopografi dan
skor pelvis
5. Dosis 25-50 mcg tiap 6 sampai 8 jam pervaginam maksimal 4 x
pemberian. Pemberian oral dianjurkan dengan dosis yang sama.
6. Jangan melakukan manipulasilain misalnya pemberian uteritonika lain

ataupun kristeler
Indikasi pemberian misoprostol :
Semua keadaan yang memerlukan terminasi kehamilan, misalnya:
1. Kehamilan lewat waktu
2. Intra uterin fetal death (IUFD)
3. Preeklampsi/eklampsi
4. KPP
5. Kehamilan dengan penyakit tertentu misalnya diabetes militus, KP,
asma

c. Cairan hipertonik intra uteri

Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang


kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang
dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20% , urea dan lain-lain.
Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostagladin untuk
memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat menimbulkan
penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan
gangguan pembekuan darah.

2. Secara manipulatif
a. Amniotomi
Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban
baik di bagian bawah depan ( fore water ) maupun dibagian belakang ( hind
water ) dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter ). Sampai sekarang
belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam
merangsang timbulnya kontraksi rahim.

Beberapa teori mengemukakan bahwa :


- Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga
-

tenaga kontraksi
rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.
Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim
kira kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga
berkurangnnya oksigenesi otot- otot rahim dan keadaan ini

meningkatkan kepekaan otot rahim.


Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding
serviks dimana didalamnya terdapat banyak syaraf syaraf yang
merangsang kontraksi rahim.

Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda


tanda permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara cara lain
untuk merangsang persalinan, misalnya dengan inpus oksitosin.

Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit penyulit sebagai


berikut :
- Infeksi

Prolapsus funikuli
Gawat janin
- Tanda tanda solusio palsenta ( bila ketuban sangat banyak dan
dikeluarkan secara tepat).

Tehnik amniotomi :
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan

lahir sampai sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam
kanalis servikalis, maka posisi jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak
tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri kemudian memasukan pengait
khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada
didalam. Ujung pengait diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah
tangan yang didalam. Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait
khusus tersebut untuk dapat menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain
itu menusukkan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu tangan, yaitu
pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian
dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada waktu
tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam
pintu atas panggul. Setelah air ketuban mengalir keluar, pengait dikeluarkan
oleh tangan kiri, sedangkan jari tangan yang didalam melebar robekan
selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga
kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian bagian kecil janin, gawat
janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar
dari jalan lahir.
b. Melepas selaput ketuban dan bagian bawah rahim ( stripping of the
membrane)
1. Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan
ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh
setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif
dalam merangsang timbulnya his.
2. Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini,
ialah :

Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari.


Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh

dilakukan.
Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul.

c. Pemakaian rangsangan listrik


Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan
yang lain ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang
akan memberi rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi
rahim. Bentuk alat ini bermacam macam, bahkan ada yang ukurannya
cukup kecil sehingga dapat dibawa bawa dan ibu tidak perlu tinggal di
rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien.
d. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation )
Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu dapat mempengaruhi
hipofisis posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi
rahim. Dengan pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan
dengan merangsang puting susu. Pada salah satu puting susu, atau daerah
areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari si ibu. Untuk
menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah
dapat jam 1 jam, kemudian istirahat beberapa jam dan kemudian
dilakukan lagi, sehingga dalam 1 hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak
dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudara bersamaan,
karena ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut penelitian di
luar negeri cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara cara ini baik
sekali untuk melakukan pematangan serviks pada kasus kasus kehamilan
lewat waktu.

2.8 PATOFISIOLOGI
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya
penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes,
kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan
progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin
sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan

lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan,
karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam
menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan
kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38
minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan
dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.
2.9

Manifestasi Klinik
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat

induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga
mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya
induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani.
Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya
dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar.
2.10 Komplikasi
Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena
jika perlu memecahkan ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat syarat
di penuhi. Kematian perinatal agak lebih tinggi daripada persalinan spontan,
akan tetapi hal ini mungkin dipengaruhi pula oleh keadaan yang menjadi
indikasi untuk melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi
persalinan

gagal

diperhitungkan.

dan

perlu

dilakukan

seksio

sesarea,

harus

selalu

BAB III
PERSALINAN PER VAGINAM DENGAN VAKUM
3.1 Definisi Ekstraksi Vakum
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) pada kepalanya. Alat ini dinamakan
ekstraktor vakum atau ventouse.
3.2 Bagian-bagian Ekstraktor Vakum
1. Mangkuk (cup)
Bagian yang dipakai untuk membuat kaput suksedaneum artifisialis.
Dengan mangkuk ini kepala diekstraksi. Diameter mangkuk : 3,4,5,6 cm.
Pada dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan untuk tanda letak
denominator.

2. Botol
Tempat membuat tenaga negatif (vakum). Pada tutup botol terdapat
manometer, saluran menuju tempat penghisap, saluran menuju mangkuk yang
dilengkapi pentil.
3. Karet penghubung
4. Rantai penghubung antara mangkuk dan pemegang
5. Pemegang (extraction handle)
6. Pompa penghisap (vacuum pump)

3.3 Indikasi dan Kontraindikasi


1.3.1 Indikasi dari dilakukan vakum antara lain adalah :
1. Dari pihak ibu:
a. Untuk memperpendek kala II, misalnya pada penyakit jantung
kompensata atau penyakit paru fibrotik.
b. Kala II yang memanjang.
2. Dari pihak janin: gawat janin (masih kontroversi)
1.3.2 Kontraindikasi dilakukan vakum:
1. Dari pihak ibu:
a. Ruptur uteri membakat
b. Pada penyakit-penyakit dimana ibu secara mutlak tidak boleh
mengejan, misal penyakit payah jantung, pre eklampsia berat
2. Dari pihak janin
a. Letak muka
b. After coming head
c. Janin preterm
1.3.3 Syarat- syarat ekstraksi vakum sama dengan ekstrasi cunam :

1. Janin

harus

dapat

lahir

pervaginam

(tidak

ada

disproporsi

sefalopelvik)
2. Pembukaan serviks lengkap.
3. Kepala janin sudah cakap ( mencapai letak dan sudah terjadi
engagement).
4. Kepala janin harus dapat dipegang oleh cunam.
5. Janin hidup
6. Ketuban sudah pecah atau dipecah.
Tetapi pada ekstraksi vakum syaratnya lebih luas, yaitu:
7. Pembukaan lebih dari 7 cm (hanya pada multigravida).
8. Penurunan kepala janin boleh pada Hodge II.
9. Harus ada kontraksi rahim dan ada tenaga mengejan.
3.4 Prosedur Ekstraksi Vakum
1. Ibu tidur dalam posisi litotomi
2. Pada dasarnya tidak diperlukan

narkose

umum,

bila

waktu

pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, dapat diberikan anastesia


infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila cara ini tidak berhasil,
boleh diberikan anastesi inhalasi tapi hanya terbatas pada saat
pemasangan mangkok saja.
3. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka
dipilih mangkok yang sesuai dengan pembukaan serviks. Pada
pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomer 5.
Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan
dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar.
Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator.

4. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2


kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan
adalah: 0,7 0,8 kg/cm2. Ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8
menit. Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan
terbentuk kaput suksedaneum artifisialis (chignon).

5. Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang,


apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit.
6. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan
mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul. Pada waktu
melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan
kiri dan tangan kanan penolong.
7. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang
tangan

kanan

melakukan

tarikan

dengan

memegang

pada

pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk adalah agar


mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu
mangkuk lepas maka mangkuk tidak akan meloncat ke arah muka
penolong.
8. Traksi dilakukan terus selama ada his dan harus mengikuti putaran
paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis.
Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan
secara intermiten, bersama-sama dengan his.
9. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas,
sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput
sebagai hipomokhlion dan berturut-turut lahi bagian-bagian kepala
sebagaimana lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan
defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum.
Setelah kepala lahir, pentil dibuka, udara masuk kedalam botol,
tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk dilepas.

10. Bila diperlukan episiotomy, maka dilakukan sebelum pemasangan


mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva.

3.5 Kriteria Vakum Gagal


1. Waktu dilakukan traksi, mangkuk lepas tiga kali. Hal ini disebabkan oleh :
a. Tenaga vakum terlalu rendah.
b. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput
seksudaneum yang sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga
mangkuk tidak bisa mencengkeram dengan baik.
d. Bagian-bagian jalan lahir ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
e. Tangan kanan dan kiri penolong tidak bekerja sama dengan baik.
f. Traksi terlalu kuat.
g. Cacat pada alat misalnya ada kebocoran pada karet penghubung.
h. Adanya disproporsi sefalo pelvik.
2. Dalam setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.
3.6 Komplikasi Ekstraksi Vakum
1. Ibu
a. Perdarahan
b. Trauma jalan lahir
c. infeksi
2. Janin
a. Ekskoriasi kulit kepala
b. Sefalhematoma
c. Subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat diresorbsi tubuh janin.
Bagi

janin

yang

belum

punya

fungsi

hepar

baik,

dapat

menyebabkan ikterus neonatorum yang agak berat


d. Nekrosis kulit kepala yang dapat menimbulkan alopesia

3.7 Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum Dibandingkan Cunam

Keunggulan :
1. Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi).
2. Tidak perlu narkosis umum.
3. Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui
jalan lahir.
4. Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan
pembukaan serviks belum lengkap.
5. Trauma pada kepala janin lebih ringan.
Kerugian :
1. Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama.
2. Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam.
3. Pemeliharaan lebih sukar karena bagian-bagiannya terbuat dari
karet dan harus kedap udara.

BAB IV
PERSALINAN PER VAGINAM DENGAN FORCEPS
4.1 Definisi Ekstraksi Cunam atau Forceps
Ekstraksi cunam yaitu suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
dengan suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya.
4.2 Bentuk dan Bagian Cunam

Terdiri dari :
1. Sepasang cunam terdiri dari dua sendok, yaitu sendok kiri dan sendok
kanan.
Sendok kiri ialah sendok yang dipegang oleh tangan kiri dan diletakkan di
sebelah kiri panggul ibu. Sendok kanan ialah sendok yang dipegang oleh
tangan kanan dan diletakkan di sebelah kanan panggul ibu.
2. Sendok cunam mempunyai bagian-bagian sebagai berikut :
a. Daun cunam.
Bagian yang dipakai untuk mencengkam kepala janin. Umumnya
mempunyai 2 lengkungan, yaitu: lengkungan panggul (pelvic curve) ialah
lengkungan daun cunam yang disesuaikan dengan lengkungan panggul dan
lengkungan kepala (cephalic curve) ialah lengkungan daun cunam yang
disesuaikan dengan lengkungan kepala janin.
b. Tangkai cunam (shank)

Bagian antara daun dan kunci cunam. Terdiri dua macam : tangan
terbuka dan tangkai tertutup.
c. Kunci cunam (lock).
Terdiri dari :
- Kunci Prancis : Tangkai cunam dipersilangkan kemudian disekrup.
- Kunci Inggris : kedua tangkai cunam disilangkan dan dikunci dengan
-

cara kait mengkait (interlocking), misalnya cunam Naegele.


Kunci Jerman
: bentuk kunci cunam yang merupakan kombinasi
antara bentuk kunci Perancis dan kunci Inggris, misalnya cunam

Simpson.
Kunci Norwegia : bentuk kunci cunam yang dapat diluncurkan (sliding-

lock), misalnya cunam Kjelland.


d. Pemegang cunam (handle)
Bagian yang dipakai memegang pada waktu ekstraksi.
Jenis Cunam berdasarkan Bentuknya:
a. Tipe Simpson
Bentuk cunam ini mempunyai tangkai cunam yang terbuka, sehingga
lengkungan kepala lebih mendatar dan lebih besar. Bentuk cunam ini baik
untuk kepala janin yang sudah mengalami moulase.
b. Tipe Elliot
Bentuk cunam ini mempunyai tangkai yang tertutup, sehingga
lengkungan kepala lebih bundar dan lebih sempit. Cunam jenis ini baik
untuk kepala yang bundar dan belum mengalami moulase.
c. Tipe Khusus
Ada bentuk khusus cunam, misalnya cunam Piper yang dipakai untuk
melahirkan kepala janin pada letak sungsang.
4.3 Fungsi Cunam
1. Ekstraktor
2. Rotator
3. Ekstrator dan Rotator bersamaan
4.4 Pembagian Pemakaian Cunam
Berdasarkan penurunan kepala ke dalam panggul, maka ekstraksi
cunam dibagi menjadi:
1. Cunam Tinggi (High Forceps)
Ekstraksi cunam dimana kepala masih diatas pintu atas panggul
(floating head). Ekstraksi cunam tinggi dapat menimbulkan trauma yang
berat untuk ibu maupun janinnya oleh karena itu, cara ini sudah tidak
dipakai lagi dan diganti degan seksio sesarea.
2. Cunam Tengah (Mid Forceps)
Ekstraksi cunam yang tidak memenuhi kriteria cunam tinggi maupun
cunam rendah, tetapi kepala sudah cakap (mencapai letak = engaged).

Pada ekstraksi cunam tengah, fungsi cunam ialah ekstraksi dan rotasi,
karena harus mengikuti gerakan putaran paksi dalam. Sekarang ekstraksi
cunam tengah sudah jarang dipakai dan diganti dengan ekstraksi vakum
atau seksio sesarea.
3. Cunam Rendah (Low Forceps)
Ekstraksi cunam sudah mencapai pintu bawah panggul dan sutura
sagitalis sudah dalam anteroposterior. Sampai sekarang pemasangan
cunam jenis ini paling sering dipakai.
Syarat:
1. Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi sefalopelvik)
2. Pembukaan serviks lengkap.
3. Kepala janin sudah cakap (mencapai letak = sudah terjadi
engagement)
4. Kepala janin harus dapat di pegang oleh cunam
5. Janin hidup.
6. Ketuban sudah pecah atau dipecah

Anda mungkin juga menyukai