Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN LONG CASE STUDY

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


OSTEOARTHRITIS DAN HIPERTENSI

Disusun Oleh:
Yuni Hanifah

G4A013056

Preceptor fakultas : Dr. Nendyah Roestijawati, MKK


Preceptor lapangan : Dr. Indra Purwa

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS/


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
2014

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN LONG CASE STUDY


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU KEDOKTERAN KELUARGA
OSTEOARTHRITIS DAN HIPERTENSI

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jendral Soedirman

Disusun oleh:
Yuni Hanifah

G4A013056

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Tanggal Mei 2014
Preseptor Lapangan

Dr.Indra Purwa
NIP.19790602..201001.1.009

Perseptor Fakultas

Dr.Nendyah Roestijawati, MKK


NIP. 19701110.200801.2.026

BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga

: Bp. Basiran

Alamat lengkap

: Desa Plangkapan RT 03/ RW 03


Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas

Bentuk Keluarga

: Nuclear Family

Tabel 1.1.Daftar anggota keluarga


No

Nama

Keduduka

.
1.

Tn. B

n
KK

2.

Ny. A

3.

L/P

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Ket

63 tahun

Terakhir
SD

Tani

Responden

Istri

60 tahun

SD

Tani

Ny. M

Anak

31 tahun

SMA

Karyawan

4.

Nn. R

Anak

28 tahun

SMA

Karyawan

5.

Nn. N

Anak

25 tahun

SMA
TKW
Sumber : Data Primer, Mei 2014

Kesimpulan dari karakteristik demografi di atas adalah bentuk keluarga Tn. B


adalah nuclear family dengan Ny. A (60 tahun) sebagai istri. Tn. B dan Ny. A
memiliki 3 orang anak tetapi sudah meninggalkan rumah untuk bekerja di luar kota
dan luar negeri. Tn. B dan Ny. A bekerja sebagai petani.

BAB II
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang laki-laki berusia
63 tahun yang datang ke Puskesmas Tambak II. Pasien ini datang dengan keluhan
nyeri lutut kiri.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. B

Usia

: 63 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Jawa

Kewarganegaraan

: Indonesia

Pekerjaan

: Tani

Pendidikan

: SD

Penghasilan/bulan

: Rp 1.000.000 s.d. Rp 1.500.000

Alamat

: Desa Plangkapan RT 03/ RW 03


Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas

Pengantar (Pasien)

: Pasien datang sendiri

Tanggal Periksa

: 6 Mei 2014

C. ANAMNESIS (diambil melalui autoanamnesis)


1. Keluhan Utama

: nyeri lutut kiri

2. Keluhan Tambahan

: leher terasa cengeng, kencang

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien laki-laki, usia 63 tahun, datang ke Puskesmas Tambak II karena


mengeluh nyeri lutut kiri yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien
mengaku keluhan ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu dan
sering kambuh-kambuhan. Selain nyeri di lutut kiri, pasien juga mengeluh
kaku (tidak bisa digerakkan) di lutut kiri setiap saat bangun pagi selama
kurang lebih 20 menit. Keluhan dirasakan semakin memberat saat beraktivitas
dan berkurang saat beristirahat. Saat mencoba digerakkan misalnya saat
bangun dari sujudnya ketika sedang solat, pasien merasakan bunyi kretekkretek dari sendi lututnya yang sakit. Karena kaku dan nyeri yang dirasakan
membuat pasien merasa sulit untuk berjalan.
Pasien juga mengeluh lehernya terasa kencang dan pusing sejak 1
minggu yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat mengalami keluhan yang sama : ada

Riwayat mondok

: disangkal

Riwayat operasi

: disangkal

Riwayat kecelakaan

: disangkal

Riwayat darah tinggi

: ada

Riwayat jantung

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat alergi makanan/obat

: disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat mengalami keluhan yang sama : disangkal

Riwayat kencing manis

: disangkal

Riwayat darah tinggi

: disangkal

Riwayat jantung

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

6. Riwayat Sosial dan Exposure


-

Community

: Pasien dalam kesehariannya tinggal dalam lingkungan


keluarga yang di dalamnya hanya terdapat istrinya.
Ketiga anaknya sudah meninggalkan rumah untuk
bekerja. Mereka bekerja di Cikarang, Bekasi, dan
Hongkong.

Home

: Rumah Tn. B luasnya berukuran 110 m2, memiliki


ventilasi udara seperti lubang angin, cahaya matahari
yang masuk ke rumah cukup, lantai rumah terbuat dari
keramik. Kebersihanya kurang dijaga dengan baik. Atap
rumah sebagian terbuat dari genteng dan seng dan
sebagian dari bambu, dinding terbuat dari tembok.
Tingkat kelembapan rumah dikatakan cukup. Rumah
pasien terdiri dari 2 tingkat terdiri dari ruang tamu,
ruang keluarga, 1 kamar tidur utama, 3 kamar tidur
lannya, 2 kamar mandi dan dapur, tingkat dua
sementara digunakan untuk tempat menjemur pakaian.
Sumber air bersih berasal dari air sumur dan berjarak
+ 10 m dari septic tank. Antara rumah pasien dan
rumah tetangga berjauhan. Lingkungan tempat tinggal
Tn. B dikelilingi oleh kebun yang cukup luas
ditumbuhi pepohonan.

Hobby

: Tidak memiliki hobi tertentu

Occupational

: Tani

Personal habit : Sering makan-makanan berbumbu, dan beraktivitas


sesuai pekerjaannya

Diet

: Makan nasi, lauk pauk dan sayuran, senang makanan


berbumbu dan bersantan

Drug

: Tidak ada. Pasien dan keluarganya menggunakan


biaya umum untuk mengakses pelayanan kesehatan.
6

Mereka tidak mempercayai mitos, apalagi menyangkut


masalah penyakit, lebih mempercayakan pemeriksaan
atau pengobatannya pada dokter atau

datang ke

Puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.


7. Riwayat Gizi :
Pasien setiap harinya selalu makan di rumah. Makanan sehari hari yaitu
nasi, lauk pauk dan sayur. Pasien sangat senang mengkonsumsi makanan
berbumbu (garam, penyedap makanan) dan bersantan. Pasien makan teratur 3
kali sehari, jarang sekali makan buah-buahan.
8. Riwayat Psikologi :
Sejak kecil pasien hidup dengan orang tua, pasien merupakan anak kelima
dari enam bersaudara. Pasien sudah berkeluarga dengan satu orang suami dan
tiga orang anak. Pasien sempat hidup terpisah dengan istri dan ketiga anaknya
untuk bekerja sebagai supir bajaj di Jakarta selama puluhan tahun hingga
akhirnya pada tahun 2004 pasien memutuskan untuk kembali ke Banyumas
tempat tinggalnya dengan istri dan ketiga anak.
9. Riwayat Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah. Pasien bekerja sebagai
tani (memiliki sawahnya sendiri). Anak pertama pasien sudah bekerja sebagai
karyawan di Cikarang, anak kedua bekerja sebagai karyawan di Bekasi, dan
anak ketiga bekerja sebagai TKW di Hongkong. Pasien dan keluarganya
merupakan menggunakan biaya umum untuk mengakses pelayanan kesehatan.
10. Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya cukup harmonis. Pasien sudah
berkeluarga memiliki seorang suami dan tiga orang anak.
11. Riwayat Sosial
Pasien masih dapat melakukan aktivitas, termasuk aktif di lingkungan sekitar
(kegiatan RT dan RW setempat).
12. Anamnesis Sistemik
a. Keluhan Utama

: nyeri lutut kiri


7

b. Kulit

: tidak ada keluhan

c. Kepala

: tidak ada keluhan

d. Leher

: terasa kencang

e. Mata

: kadang terasa berkunang-kunang

f. Hidung

: tidak ada keluhan

g. Telinga

: tidak ada keluhan

h. Mulut

: tidak ada keluhan

i. Tenggorokan

: tidak ada keluhan

j. Pernafasan

: tidak ada keluhan

k. Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan


l. Sistem Gastrointestinal : tidak ada keluhan
m. Sistem Saraf

: tidak ada keluhan

n. Sistem Muskuloskeletal : nyeri pegal dan kaku di lutut kiri


o. Sistem Genitourinaria

: tidak ada keluhan

p. Ekstremitas

: tidak ada keluhan

Atas

Bawah : nyeri dan kaku di lutut kiri


D. PEMERIKSAAN FISIK
1. KU/ KES
Sedang, kesadaran compos mentis.
2. Tanda Vital
a.

Tekanan darah

: 160/100 mmHg

b.

Nadi

: 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

c.

Pernafasan

: 20 x/menit, reguler

d.

Suhu

: 36,3 oC

3. Status gizi
a. BB

: 75 kg

b. TB

: 160 cm

c. IMT

: 29,29

d. Kesan status gizi : Baik


4. Kulit
8

Kulit dalam batas normal.


5. Kepala
Kepala dalam batas normal.
6. Mata
Konjungtiva , sklera , kornea, pupil, iris, lensaa dalam batas normal.
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-), massa
(-)
8. Mulut
Bagian dalam mulut dalam batas normal.
9. Telinga
Telinga luar, tengah, dalam dalam batas normal
10. Tenggorokan
Tonsil , dan pharing dalam batas normal
11. Leher
Trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-),
JVP 5+2 cmH2O
12. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
a. Cor : Inspeksi

: ictus cordis tak tampak

Palpasi

: ictus cordis tak kuat angkat

Perkusi

: batas kiri atas

: SIC II LPSS

batas kiri bawah

: SIC V 1 jari lateral LMCS

batas kanan atas

: SIC II LPSD

batas kanan bawah

: SIC IV LPSD

batas jantung kesan tidak melebar


Auskultasi: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
b. Pulmo :
1) Statis (depan dan belakang)
I

: pengembangan dada kanan = kiri


9

Pal

: fremitus raba kanan = kiri

Per

: sonor/sonor

: suara dasar vesikuler (+/+)


suara tambahan RBH (-/-), wheezing (-/-)

2) Dinamis (depan dan belakang)


I

: pergerakan dada kanan = kiri

Pal

: fremitus raba kanan = kiri

Per

: sonor/sonor

: suara dasar vesikuler (+/+)


suara tambahan RBH (-/-), wheezing (-/-)

13. Abdomen
I

:dinding perut cembung

: bising usus (+) normal

Per

: timpani

Pal

: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

14. Sistem Collumna Vertebralis


I

: deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

Pal

: nyeri tekan (-)

15.

Ektremitas:

krepitasi

palmar eritema (-/-)


bengkak

Articulatio genu sinistra: bengkak (+), eritema (+), krepitasi (+), nyeri (+)
16. Sistem genetalia: dalam batas normal
17. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur

: dalam batas normal

Fungsi Vegetatif

: dalam batas normal

Fungsi Sensorik

: dalam batas normal

Fungsi Motorik :
K 5

5
5
18. Pemeriksaan Psikiatrik

RF

RP

10

Penampilan

sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran

kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek

appropriate

Psikomotor

normoaktif

Insight

baik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
Usulan pemeriksaan penunjang:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Foto Rontgen genu sinistra AP lateral


Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb, Ht, leukosit, trombosit, eritrosit, LED
Pemeriksaan darah (kimia klinik)
Pemeriksaan Kadar Elektrolit
Pemeriksaan EKG
Foto thorax PA

F. RESUME
Pasien laki-laki, usia 63 tahun, datang ke Puskesmas Tambak II karena
mengeluh nyeri lutut kiri yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku
keluhan ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu dan sering kambuhkambuhan. Selain nyeri di lutut kiri, pasien juga mengeluh kaku (tidak bisa
digerakkan) di lutut kiri setiap saat bangun pagi selama kurang lebih 20 menit.
Keluhan dirasakan semakin memberat saat beraktivitas dan berkurang saat
beristirahat. Saat mencoba digerakkan misalnya saat bangun dari sujudnya ketika
sedang solat, pasien merasakan bunyi kretek-kretek dari sendi lututnya yang
sakit. Karena kaku dan nyeri yang dirasakan membuat pasien merasa sulit untuk
berjalan. Pasien juga mengeluh lehernya terasa kencang dan pusing sejak 1
minggu yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis, status gizi baik. TD : 160/100 mmHg, N : 88 x/menit, irama
regular, RR : 20 x/menit, S : 36,3oC. Pemeriksaan fisik pada regio genu sinistra
ditemukan bengkak, kemerehan, krepitasi, dan nyeri.
11

G. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek Personal
Idea

: Pasien ingin memeriksakan dirinya dengan keluhan nyeri dan


kaku di lutu kiri

Concern

: Pasien merasakan penyakitnya sekarang sangat mengganggu


aktivitas sehari-hari dan pekerjaannya

Expectacy

: Pasien mempunyai harapan ingin segera sembuh dari nyeri


lututnya dan dapat bekerja seperti biasa.

Anxiety

: Pasien khawatir karena nyeri di lututnya tidak pernah sembuh,


selalu kambuh.

2. Aspek Klinis
Diagnosa

: Osteoarthritis genu sinistra

Gejala klinis yang muncul

: nyeri dan kaku di lutut kiri

Diagnosis penyerta

: hipertensi grade II

Diagnosis banding

: Rheumatoid arthritis, gout

3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu


a.

Usia pasien 63 tahun

b.

Pasien termasuk dalam


kategori obesitas (obesitas sentral).

c.

Aktivitas pasien sering


mengangkat benda-benda berat

d.

Pasien

senang

mengkonsumsi makanan berbumbu dan santan


e.

Pasien jarang berolahraga

4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu


a. Pendidikan Tn. B tergolong rendah yaitu tamatan SD
b. Pengetahuan Tn. B akan kesehatan saat lansia kurang.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial

12

Pasien mempunyai aspek skala penilaian 3, pasien dapat merawat diri dan
melakukan pekerjaan ringan.
H. PENATALAKSANAAN
1. Personal Care
a. Aspek kuratif
a)

Medikamentosa
p.o Piroxicam 20 mg cap 2x1
p.o ranitidin 150 mg tab 3x1
p.o captopril 25 mg tab 2x1
p.o amlodipin 5 mg tab 1x1
p.o vit B complex tab 1x1

b)

Non Medikamentosa
Dukungan psikologis keluarga agar pasien tidak stress

c)

KIE (konseling, informasi dan edukasi)


Edukasi pasien tentang penyakit-penyakit apa saja yang sering terjadi
pada lansia dan bagaimana pencegahannya.

b. Aspek Preventif
a) Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai osteoarthritis,
hipertensi, dan penyakit lain yang sering terjadi pada lansia (penyakit
degeneratif, penyakit metabolik, dll).
b) Kurangi berat badan
c) Pola diet sehat (kurangi makanan yang mengandung garam dan
kolesterol)
d) Pola hidup sehat (olah raga)
e)

Hindari stress

c. Aspek Promotif
a) Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai osteoarthritis,
hipertensi, dan penyakit lain yang sering terjadi pada lansia (penyakit
degeneratif, penyakit metabolik, dll).
13

b) Kurangi berat badan


c) Pola diet sehat (kurangi makanan yang mengandung garam dan
kolesterol)
d) Pola hidup sehat (olah raga)
e) Hindari stress
d. Aspek Rehabilitatif
Monitoring terhadap keadaan umum, tanda vital, kemajuan terapi
(berkurangnya rasa nyeri), kemajuan aktivitas fisik pasien. Selain itu,
berikan informasi diet yang sesuai, hindari stress dan olah raga teratur.
2. Keluarga
a. Memberikan

edukasi

pengetahuan

kepada

keluarga

mengenai

osteoarthritis, hipertensi, dan penyakit lain yang sering terjadi pada lansia.
b. Dukungan moral dari keluarga dalam pengendalian penyakit pasien.
3. Komunitas
a. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai osteoarthritis,
hipertensi, dan penyakit lain yang sering terjadi pada lansia melalui
penyuluhan
b. Memotivasi komunitas untuk memberikan dukungan psikologis terhadap
pasien mengenai penyakitnya.
I. FOLLOW UP
Selasa, 6 Mei 2014 pukul 10.00
S

: nyeri dan kaku di lutut kiri, dan leher terasa kencang.

O :
KU/kesadaran

: sedang/komposmentis

Tekanan darah

:160/100 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Suhu

: 36,3 0 C

RR

: 20 x/menit

A : Osteoarthritis genu sinistra


Hipertensi grade II

14

P : terapi medikamentosa, non medikamentosa dan kontrol terapi serta kontrol


pemantauan tekanan darah secara berkala.
Rabu, 7 Mei 2014 pukul 15.30
S :O :
KU/kesadaran

: sedang/komposmentis

Tekanan darah

:130/90 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Suhu

: 36,5 0 C

RR

: 20 x/menit

A : Osteoarthritis genu sinistra


hipertensi
P : terapi medikamentosa, non medikamentosa, serta dilakukan dukungan
psikologis, penjelasan tentang penyakit osteoarthritis dan hipertensinya
J. Flow Sheet
Nama

: Tn. B

Usia

: 63 tahun

Tabel 2.2 Flow Sheet


No
Tanggal
Problem
1 6/5/2014
Nyeri lutut
Pukul 10.00 kiri dan
leher terasa
kencang

7/5/2014
Pukul 15.30

Nyeri di
lutut sudah
berkurang

Tanda Vital
TD:160/100
mmHg
Nadi:88
x/menit
Suhu:36,3 0 C
RR:20
x/menit

Planning
Pemeriksaan
tekanan darah secara
berkala
p.o Piroxicam 20 mg cap
2x1
p.o ranitidin 150 mg tab
3x1
p.o captopril 25 mg tab
2x1
p.o amlodipin 5 mg tab
1x1
p.o vit B complex tab
1x1

Target
Nyeri lutu
berkurang,
tekanan
darah turun,

TD=130/90
N=84x/mnt
RR=20x/mnt

Terapi lanjut
Terapi
nonmedikamentosa

tekanan
darah turun,

15

T=36,5oC
K. Master of Problem List
Tabel 2.3. Master Problem List
No
1.

Approx.
Date of
Onset
3 Mei 2014

MASTER PROBLEM LIST


Date
Active
Inactive/
Problem
Problems
Resolved
Recorded
Problems
6 Mei
Osteoarthriti Nyeri lutut kiri
2014
s dan
dan leher terasa
hipertensi
kencang

Date
Resolved
6 Mei
2014

16

BAB III.
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. Fungsi Holistik
1.

Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari pasien (Tn. B, 63 tahun), istri pasien (Ny. A, 60
tahun), dan 3 anak pasien masing-masing berusia 34 tahun, 28 tahun, dan
25 tahun. Pasien tinggal serumah dengan istrinya, sedangkan ketiga
anaknya sudah meninggalkan rumah untuk bekerja di Cikarang, Bekasi dan
Hongkong. Komunikasi dengan anak-anak tetap baik. Kedua anak yang
bekerja di luar kota pulang setahun sekali dengan tetap berkomunikasi
melalui telepon, juga komunikasi dengan anak yang berada di luar negeri
tetap terjalin baik setiap seminggu sekali melalui telepon. P asien dan
istrinya bekerja bekerja sebagai petani di sawahnya sendiri. Sebelumnya
pasien pernah bekerja sebagai supir bajaj di Jakarta dan hanya pulang ke
rumah setiap 2 bulan sekali. Kejadian ini berlangsung selama puluhan
tahun pernikahan pasien dan istrinya sampai akhirnya pada tahun 2004
pasien memutuskan untuk menetapdi Banyumas karena kenaikan harga
BBM.

2.

Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dan keluarga secara umum terjalin baik. Pasien tetap
berhubungan baik dengan anak-anaknya walaupun tidak berada dalam 1
rumah. Hubungan pasien dengan istrinya diakui tidak begitu baik karena
menurut pasien istrinya bersifat sangat pendiam, mereka sering beraktivitas
sendiri-sendiri. Waktu yang dihabiskan di rumah berdua juga sangat sedikit,
waktu istri pasien banyak dihabiskan di luar rumah. Sewaktu muda, sering
terjadi pertengkaran-perteangkaran di dalam rumah tangga walaupun
semuanya bisa teratasi. Istri pasien masih melayani segala kebutuhan dasar
pasien seperti memasak dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Istri pasien juga
17

mengetahui keadaan sakit pasien. Jika ada masalah, pasien berdiskusi dengan
istrinya untuk menemukan solusinya.
3.

Fungsi Sosial
Pasien sebagai kepala rumah tangga yang memimmpin keluarga. Pasien
sering mengikuti kegiatan di luar rumah seperti kerja bakti dan pengajian di
lingkungan tempat tinggal pasien. Hubungan pasien dengan tetangga
sekitarnya cukup baik dan harmonis.

4.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Penghasilan keluarga berasal dari pekerjaan pasien dan istrinya sebagai tani
(memiliki sawahnya sendiri) dan kiriman dari ketiga anaknya yang sudah
bekerja. Biaya pengobatan di sarana pelayanan kesehatan menggunakan umum.
Kesimpulan :
Bentuk keluarga Tn. B adalah nuclear family. Keluarga Tn. B adalah
keluarga

yang

cukup

harmonis,

dan

merupakan

keluarga

dengan

perekonomian menengah kebawah. Tn. B cukup aktif di kegiatan


kemasyarakatan.
B. Fungsi Fisiologis (A.P.G.A.R Score)
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita mendapatkan dukungan
berupa nasehat dari keluarganya. Jika penderita menghadapi suatu masalah pasien
menceritakan kepada istrinya. Terkadang pasien juga menceritakan masalahnya
kepada anak-anaknya.
PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain, meskipun waktu kebersamaan dirasa
singkat dan istri pasien yang sangat pendiam. Setiap ada permasalahan
didiskusikan bersama dengan anggota keluarga lainnya, komunikasi dengan istri
dan anggota keluarga lainnya yaitu anak-anaknya berjalan dengan baik.
GROWTH
Pasien merasa bersyukur masih dapat mengurusi kebutuhan rumah
tangganya. Antar anggota keluarga selalu mendukung pasien.
18

AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan istri dan anakanaknya berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya,
begitu pula sebaliknya.
Dalam hal mengekspresikan perasaan atau emosi, antar anggota keluarga
berusaha untuk selalu jujur. Apabila ada hal yang tidak berkenan di hati, maka
anggota keluarga akan mengutarakannya kepada yang lain sehingga permasalahan
dapat selesai tanpa ada yang salah pengertian. Rasa sayang antar anggota keluarga
juga dapat dilihat dari sikap penderita kepada anaknya dan cucunya.
RESOLVE
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga
maupun dari saudara-saudara.
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R Score
dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0. A.P.G.A.R
Score dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan kemudian dirata-rata
untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 14 = jelek, 4-6 = sedang, 7-10 = baik. Penilaian A.P.G.A.R.
Tabel 3.1. Nilai APGAR dari Tn. B (Pasien)
A.P.G.A.R Ny. M
Hampir Kadangselalu
kadang
A
P
G

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga saya bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama

Hampir
tidak
pernah

19

Total nilai skor APGAR Ny. M adalah 7


Tabel 3.2. Nilai APGAR dari Ny. A (Istri Pasien)
A.P.G.A.R Ny. M
Hampir Kadangselalu
kadang
A
P
G

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga saya bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total nilai skor APGAR Sdr. E adalah 7

A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien

Hampir
tidak
pernah

= (7+7)/2
=7

Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik


Dalam komunikasi sehari-hari, pasien dan istrinya termasuk jarang
berkomunikasi walaupun mereka berada dalam 1 rumah karena sifat istri pasien
yang pendiam dan waktu yang mereka habiskan berdua di rumah sangat sedikit,
sedangkan saat di sawah mereka fokus bekerja, untuk bekerja ke sawah pun
mereka berangkat dan pulang sendiri-sendiri. Jika ada masalah, pasien
mendiskusikannya dengan istri.
Secara keseluruhan total poin dari skor APGAR keluarga pasien adalah
14, sehingga rata-rata skor APGAR dari keluarga pasien adalah 7. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien berada dalam
keadaan baik.

20

C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)


Fungsi patologis dari keluarga Ny. M dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 3.4. Nilai SCREEM dari keluarga pasien
Sumber
Patologi
Social
Interaksi yang baik antara anggota keluarga serta
masyarakat sekitar. Keluarga pasien sering mengikuti
kegiatan yang dilakukan di lingkungan sekitar tempat
tinggal
Cultural
Dalam sehari-hari keluarga ini menggunakan budaya jawa,
hal ini terlihat pada pergaulan mereka sehari hari yang
menggunakan bahasa Jawa, tata krama Jawa dan
kesopanan.
Religion
Pemahaman agama baik. Penerapan ajaran juga baik, hal ini
dapat dilihat dari pasien dan keluarga rutin menjalankan
sholat lima waktu.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk
kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu
mencukupi kebutuhan sekunder, diperlukan skala prioritas
untuk pemenuhan kebutuhan hidup
Education Pendidikan anggota keluarga kurang. Latar belakang
pendidikan pasien, suami pasien, dan anak pertama pasien
yang hanya sampai sekolah menengah pertama. Pengetahuan
pasien tentang penyakit yang diderita pasien juga kurang.
Medical
Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan
pelayanan puskesmas dengan jenis pembiayaannya
menggunakan umum.
Keterangan :

Ket
-

+
-

1. Education (+) artinya keluarga Tn. B masih memiliki pendidikan dan


pengetahuan yang kurang, khususnya mengenai permasalahan kesehatan dan
penyakit yang sedang dideritanya.
2. Economic (+) artinya keluarga Tn. B tergolong ekonomi menengah kebawah,
kebuthan primer sudah dapat tercukupi, belum mampu memenuhi kebutuhan
sekunder.
Kesimpulan :
Dalam keluarga Tn. B fungsi patologis yang positif adalah fungsi edukasi dan
fungsi ekonomi.
21

D. Family Genogram

Data diambil pada bulan Mei 2014


Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: meninggal
: pasien
: tinggal dalam satu rumah
E. Pola Interaksi Keluarga
Tn. B

Ny. A
Gambar 3.2. Pola Interaksi Keluarga Tn. B
Keterangan :

hubungan baik

Sumber : Data Primer


Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Tn. B dinilai cukup baik.
22

BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku
Perilaku dalam keluarga Tn. B dipengaruhi oleh pengetahuan, pendidikan, dan
ekonomi, terutama perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Keluarga ini menyadari
arti penting kesehatan, tetapi pengetahuan di bidang kesehatan masih kurang. Mereka
tidak

mempercayai

mitos,

apalagi

menyangkut

masalah

penyakit,

lebih

mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada dokter praktik di dekat rumah


atau ke Puskesmas. Pada awalnya, Tn. B pergi ke dokter praktik di dekat rumahnya
tetapi tidak merasa lebih baik sehingga memutuskan untuk pergi ke Puskesmas, sejak
berobat di Puskesmas pasien merasa lebih baik sehingga untuk mengatasi nyeri dan
kaku lututnya pasien selalu pergi ke Puskesmas.
Pasien yang sudah tergolong dalam kategori usia lansia masih tidak membatasi
pola makannya. Pasien sangat senang mengkonsumsi makanan yang manis, asin, dan
mengandung kolesterol dalam jumlah banyak perhari. Pasien juga memiliki kebiasaan
merokok sejak muda dan belum berhenti sampai sekarang. Pasien selain aktivitas
pekerjaannya tidak memiliki aktivitas olahraga rutin. Pasien bekerja sebagai petani dan
sering mengangkat benda-benda berat dan memanjat pohon kelapa (sebagai petani kelapa
dan padi). Aktivitas sehari-hari di rumah pasien biasanya menghabiskan waktu untuk
istirahat, karena di rumah pasien tempat mencuci dan menjemur pakaian sehingga pasien
naik turun dari lantai dua dapat mencapai +3x perhari menggunakan tangga.
Keluarga ini menjaga kebersihan lingkungan rumahnya kurang baik karena di
rumah hanya ada Tn. B dan istrinya yang juga bekerja, sehingga tidak ada yang
terlalu perhatian pada kebersihan rumah. PHBS keluarga ini secara umum termasuk
baik. Pasien memiliki jamban sendiri yang pembuangannya ke septic tank dan berjarak
10 m ke sumber air. Sumber air menggunakan pompa air tanah.
2. Faktor Non Perilaku
Pasien termasuk orang dengan latar belakang pendidikan yang kurang karena
pendidikannya hanya sampai sekolah dasar. Pengetahuan pasien mengenai kesehatan
lansia kurang baik. Pasien tidak mengetahui penyakit apa saja yang biasanya diderita
oleh lansia dan tidak mengetahui faktor-faktor resiko lainnya. Dipandang dari segi
23

ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga kelas menengah. Keluarga ini memiliki
sumber penghasilan dari hasil bertani sawah yang dimilikinya dan juga kadang dari
kiriman ketiga anaknya yang sudah bekerja. Keluarga ini dapat memnuhi kebutuhan
primernya. Keluarga ini mengakses pelayanan kesehatan menggunakan biaya umum.
Rumah yang dihuni keluarga ini memiliki luas berkisar 100 m2 terdiri dari 2 lantai,
ventilasi cukup, langit-langit rumah sebagian masih terbuat dari bambu, sirkulasi udara
cukup, memiliki kamar mandi dan WC sendiri. Kebersihan rumah kurang baik.Lantai 2
digunakan sebagai tempat untuk mencuci dan menjemur pakaian.
Lingkungan:
Faktor lingkungan
didapatkan
Keadaan dan
kebersihan
lingkungan rumah
cukup baik

Pengetahuan :
Kurangnya
pengetahuan baik
pasien itu sendiri
maupun keluarga
mengenai penyakitpenyakit pada
lansia(arthrtitis dan
hipertensi)
Pendidikan :
Latar pendidikan
kurang sehingga
mempengaruhi
pengetahuan tentang
penyakit.

Fungsi Fisiologis :
Skor APGAR
pasien baik.

Keluarga Tn. B
Faktor individu
Pasien termasuk dalam
kelompok usia lansia
dengan obesitas
Sikap
Pasien senang
mengkonsumsi
makanan manis, asin
dan kolesterol tinggi,
serta merokok

Pelayanan
Kesehatan:
Jika sakit berobat
ke dokter praktik
di dekat rumah
atau ke puskesmas

Keturunan:
Riwayat penyakit pada
keluarganya disangkal

Tindakan:
Aktivitas pekerjaan
pasien sebaga petani
(pekerja berat) sering
mengangkat bendaenda berat, dan
jarang berolahraga
Gambar 4.1. Diagram Faktor Perilaku dan Nonperilaku Keluarga

24

Keterangan :
= Faktor Perilaku
= Faktor Non-Perilaku

B. Identifikasi Lingkungan Rumah


1. Gambaran Lingkungan
Pasien tinggal di Desa Plangkapan RT.03/RW.03, Kecamatan Tambak. Pasien
tinggal di sebuah rumah yang terbuat dari tembok. Luas rumahnya yaitu 10 x 10 m2.
Jumlah penghuni rumah 2 orang. Lantai rumah pasien terbuat dari keramik. Dinding
rumah terbuat dari tembok, atap menggunakan genteng. Rumah pasien memiliki 3
kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, dan dapur. Pasien belum mempunyai
kamar mandi permanen. Selama ini, pasien dan keluarganya mandi di belakang
rumah, di dekat sumur. Sumber air yang didapat berasal dari sumur timba dengan
tangan. Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memiliki ventilasi, sirkulasi udara
cukup, tetapi pencahayaan kurang baik, dan kebersihanya juga kurang dijaga dengan
baik.
Komponen rumah sehat meliputi:
a. Langit-langit
Pada rumah Tn. B sebagian rungan tidak terdapat langit-langit sehingga debu
dan kotoran lain yang jatuh dari atap akan langsung mengenai benda-benda yang
ada di dalam rumah (di ruang tamu dan ruang makan) sedangkan di ruangan
keluarga dan kamar tidur terdapat langit-langit.
b. Dinding
Dinding terbuat dari tembok
c. Lantai
Lantai cukup kuat untuk menahan beban di atasnya. Bahan lantai terbuat dari
keramik.
d. Jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu
Jendela dibuka pada siang hari sehingga cahaya matahari dapat masuk dan udara
dapat berputar sehingga akan memperkecil resiko penularan penyakit infeksi.

25

e. Ventilasi
Ventilasi terdapat di atas setiap jendela sehingga pertukaran udara lancar dan
rumah tidak berbau pengap.
f. Sarana pembuangan asap dapur
Pasien menggunakan kompor gas untuk memasak makanan sehari-hari.
g. Pencahayaan
Pencahayaan rumah pada pagi sampai sore hari berasal dari sinar matahari yang
masuk ke dalam rumah melalui celah-celah jendela, ventilasi atau bagian
ruangan yang terbuka. Pencahayaan rumah cukup, sehingga saat membaca huruf
kecil akan terlihat samar-samar. Pencahayaan pada malam hari berasal dari lamp
neon.
Kesan: kebersihan lingkungan rumah cukup.
2. Denah Rumah

Gambar. Denah Lantai I


Lantai II digunakan sebagai tempat jemuran

26

BAB V
DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA
A. Masalah medis :
Osteoarthritis genu sinistra
Hipertensi grade II
B. Masalah nonmedis :
1. Kurangnya pengetahuan baik pasien maupun keluarga mengenai penyakit
osteoarthritis dan hipertensi (dan penyakit-penyakit lain yang beresiko terjadi pada
lansia)
2. Latar belakang pendidikan kurang
3. Belum mengetahui faktor risiko dan pola diet pada osteoarthritis dan hipertensi.
C. Diagram Permasalahan Pasien
Latar
belakang
pendidikan kurang

/
/
//
/

Kurangnya pengetahuan
baik pasien maupun
keluarga mengenai
penyakit osteoarthritis
dan hipertensi (dan
penyakit-penyakit lain
yang beresiko terjadi
pada lansia)
Belum mengetahui
faktor risiko dan pola
diet osteoarthtis dan
hipertensi (pada lansia)

Tn. B, 63 tahun dengan


osteoarthritis dan
hipertensi

Gambar 5.1. Diagram Hubungan Penyakit dengan Faktor Risiko


(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktorfaktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien).
D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks

27

Tabel 5.1. Matrikulasi Masalah


No
1.

Daftar Masalah
Kurang pengetahuan baik

I
S SB

P
4

IxTxR
25.600

Mn

R
Mo Ma

Jumlah

pasien maupun keluarga


mengenai penyakit
osteoarthritis dan
hipertensi (dan penyakitpenyakit lain yang
beresiko terjadi pada
2.

lansia)
Latar belakang pendidikan

12.288

3.

kurang
Belum mengetahui faktor

2.916

risiko dan pola diet lansia


Tabel 5.1 Matrikulasi Masalah (Azrul, 1996).
Keterangan
I

: Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah)


S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria Penilaian
1

: Tidak penting

: Agak penting

: Cukup penting

: Penting

: Sangat penting

28

E. Prioritas Masalah
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Tn. B adalah
sebagai berikut :
1. Kurangnya pengetahuan baik pasien maupun keluarga mengenai kehamilan penyakit
osteoarthritis dan hipertensi (dan penyakit-penyakit lain yang beresiko terjadi pada
lansia)
2. Latar belakang pendidikan kurang
3. Belum mengetahui faktor risiko dan pola diet pada lansia
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah

kurangnya pengetahuan baik pasien

maupun keluarga mengenai kehamilan dengan risiko tinggi dan penyakit osteoarthritis
dan hipertensi.
F. Alternatif pemecahan masalah
1.

Pembinaan Keluarga meliputi penyakit osteoarthritis dan


hipertensi (dan penyakit-penyakit lain yang beresiko terjadi pada lansia) dan faktor
risiko, tata cara penatalaksanaan, mengontrol penyakit, serta mencegah terjadinya
komplikasi, dan sedini mungkin dari osteoarthritis dan hipertensi.

2.

Pembagian leaflet mengenai kehamilan risiko tinggi dan pre


eklamsia.

G. Penentuan alternatif terpilih


Penentuan alternatif terpilih berdasarkan Metode Rinke yang menggunakan dua
kriteria yaitu efektifitas dan efiseiensi jalan keluar. Kriteria efektifitas terdiri dari
pertimbangan mengenai besarnya masalah yang dapat diatasi, kelanggengan selesainya
masalah, dan kecepatan penyelesaian masalah. Efisiensi dikaitkan dengan jumlah biaya
yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Skoring efisiensi jalan keluar adalah dari
sangat murah (1), hingga sangat mahal (5).

29

Tabel 5.2 Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
M
(besarnya masalah
yang dapat diatasi)

Skor

I
(kelanggengan
selesainya masalah)

V
(kecepatan
penyelesaian
masalah)

Sangat kecil

Sangat tidak
Sangat lambat
langgeng
Kecil
Tidak langgeng
Lambat
Cukup besar
Cukup langgeng
Cukup cepat
Besar
Langgeng
Cepat
Sangat besar
Sangat langgeng
Sangat cepat
Prioritas alternatif terpilih dengan menggunakan metode Rinke

2
3
4
5

C
(jumlah biaya
yang diperlukan
untuk
menyelesaikan
masalah)
Sangat murah
Murah
Cukup murah
Mahal
Sangat mahal
adalah sebagai

berikut:
Tabel 5.3 Alternatif Terpilih
No
1

Daftar Alternatif Jalan


Keluar
Pembinaan Keluarga
mengenai kehamilan
risiko tinggi dan faktor
risiko, tata cara
penatalaksanaan,
mengontrol penyakit,serta
mencegah terjadinya
komplikasi, dan sedini
mungkin dari
osteoarthritis dan
hipertensi
Pembagian leaflet
mengenai pre eklamsia

Efektivitas

Efisiensi

M
4

I
3

V
3

C
3

12

Urutan
Prioritas
Masalah
1

MxIxV
C

Berdasarkan hasil perhitungan penentuan alternatif terpilih menggunakan metode Rinke,


didapatkan alternatif terpilih yaitu pembinaan keluarga mengenai osteoarthritis dan
hipertensi serta faktor risiko, tata cara penatalaksanaan, mengontrol penyakit,serta
mencegah terjadinya komplikasi, dan sedini mungkin dari penyakit osteoarthritis dan
hipertensi dengan skor 12.

30

BAB VI
RENCANA PEMBINAAN KELUARGA
A. Rencana Pembinaan Keluarga
1. Tujuan
Tujuan dari pembinaan keluarga ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan pasien
dan keluarga mengenai penyakit osteoarthritis dan hipertensi
2. Materi
Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit osteoarthritis dan
hipertensi misalnya :
a. Penjelasan mengenai osteoarthritis dan hipertensi
b. Penjelasan mengenai gejala-gejala dan komplikasi dari osteoarthritis dan
c.
d.
e.
f.

hipertensi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai diet yang baik pada lansia.
Kontrol rutin tekanan darah secara mandiri ke mantri atau puskesmas.
Menjelaskan agar pasien menghindari stressor pikiran dan berolah-raga teratur.
Memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga agar fungsi keluarga
meningkat.

3. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang telah ditentukan
bersama. Pembinaan dilakukan dengan cara memberikan konseling kepada pasien
dan keluarga, dalam suatu pembicaraan santai sehingga pesan yang disampaikan
dapat diterima oleh pasien dan keluarga.
4. Sasaran
Sasaran dari pembinaan keluarga ini adalah pasien dan keluarganya.
5. Rencana Evaluasi
a.

Input : terdiri dari 1 orang pemberi (pembina) materi


pembinaan keluarga

b.

Proses : proses pembinaan diikuti dari awal sampai


dengan akhir oleh semua anggota keluarga yang ada di rumah (Tn.B dan Ny.A)

c.

Output :

Perubahan

perilaku

dan

penambahan

pengetahuan tentang osteoarthritis dan hipertensi serta penyakit-penyakt lansia


lain yang diukur melalui pertanyaan yang diberikan oleh pelaksana pembinaan
keluarga di akhir proses pembinaan keluarga
d.

Angka keberhasilan:
31

>80%

: baik

60%-80& : cukup
<60%

: kurang

6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memberikan 10 pertanyaan berdasarkan materi yang
disampaikan kepada pasien dan anggota keluarga lain yang hadir. Apabila setiap
anggota keluarga dapat menjawab pertanyaan yang diajukan, maka dapat
disimpulkan sudah mengetahui dan memahami materi. Tn. A dapat menjawab 7
pertanyaan, sedangkan Ny. A dapat menjawab 8 pertanyaan. Tingkat keberhasilan
Tn.B 70% dan Ny. A 80%

B. Hasil Pembinaan Keluarga


Tabel 6.1 Hasil Pembinaan Keluarga
No

Tanggal

1.

6 Mei a.
2014
b.

1.

12 Mei c.
2014
d.
e.
f.
g.

Anggota
keluarga
Kegiatan yang dilakukan
Hasil kegiatan
yang
terlibat
Perkenalan
dan
membina Pasien dan Pasien bersedia
kepercayaan serta perjanjian untuk keluarga
untuk dikunjungi
kedatangan berikutnya
lebih lanjut untuk
Menganjurkan pasien untuk mulai
dipantau
melatih
kaku
sendinya
dan
perkembangannya
mengurangi aktivitas mengangkat
benda berat
Menggali
pengetahuan
dan Pasien dan Pasien
dan
pemahaman pasien tentang artritis keluarga
keluarga
dan hipertensi
memahami
Menggali
pengetahuan
dan
tentang
pemahaman
pasien
tentang
osteooartritis,
penyakit-penyakit pada lansia
hipertensi,
dan
Memberi penjelasan mengenai
penyakit-penyakit
osteoartritis dan hipertensi
lain yang sering
Memberi penjelasan mengenai
muncul
pada
penyakit-penyakit pada lansia yang
lansia
lain
Menggali
pengetahuan
dan
pemahaman pasien faktor resiko
pada
pasien
dan
bagamana
menghindarinya
32

2.

13 Mei a. Review materi pengetahaun pada Pasien dan


2014
pertemuan
sebelumnya keluarga
(osteoartritis,
hipertensi,
dan
penyakit-penyakit pada lansia)
b. Memotivasi
pasien
untuk
memperbaiki pola hidup, pola
makan, dan aktivitas
c. Memotivasi
pasien
untuk
mengurangi factor-faktor resiko lain
seperti merokok, stres, dll.

Pasien
dan
keluarga sepakat
untuk
memperbaiki pola
hidup,
pola
makan
(diet),
aktivitas,
dan
mengurangi
merokok.

33

BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA
OSTEOARTHRITIS
A. Pengertian Osteoarthritis
Osteoarthritis (OA) adalah penyakit radang degeneratif yang mengenai sendi
sinovial terutama pada sendi yang menopang berat tubuh. Osteoarthritis biasanya
mengenai orang yang sudah tua tetapi dapat juga terjadi pada orang muda melalui
mekanisme genetik atau adanya trauma. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki
paling sering terkena OA (Stitik, 2010; Soeroso, 2007).
B. Epidemiologi
OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling sering ditemukan terutama pada
orang-orang dengan usia di atas 40 tahun di seluruh penjuru dunia. Insidensi OA
meningkat seiring meningkatnya usia, dengan diagnosis berdasarkan radiologi
menunjukan pola insidensi OA sebagai berikut:
1.

Usia 18-24 tahun, 7% laki-laki dan 2%


wanita terdapat tanda-tanda OA di tangan

2.

Usia 55-64 tahun, 28% laki-laki dan


wanita terdapat tanda OA di lutut, dan 23% didapatkan tanda-tanda OA di panggul

3.

Usia 65-74 tahun, 39% laki-laki dan


wanita didapatkan tanda-tanda OA di lutut dan 23% di panggul

4.

Usia 75-79 tahun, sekitar 100% wanita


dan laki-laki menunjukkan beberapa tanda OA (Stitik, 2010).
Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5%

pada laki-laki dan 12.7% pada wanita. Sekitar 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di
Indonesia diperkirakan menderita cacat karena OA (Soeroso, 2007).
C. Gejala dan Tanda
Pasien OA yang datang biasanya mengeluh nyeri di persendian. Awalnya, nyeri
dirasakan selama aktivitas yang akan terasa lebih ringan jika beristirahat atau jika
mengkonsumsi analgesik. Selain itu juga dirasakan kaku sendi selama kurang dari 30
menit biasanya ketika beristirahat (Lozada, 2010).
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:

34

1.

Malalignment

dengan

pembesaran

tulang/sendi
2.

Eritema, bengkak, dan perabaan hangat


pada persendian setelah proses OA lama

3.

Keterbatasan

gerak

karena

proses

peradangan sendi atau karena atrofi otot


4.

Ditemukan adanya osteofit (krepitasi)

5.

Arthritis tidak simetris


Nyeri adalah gejala yang utama, terasa lebih nyeri setelah digunakan, atau jika saat

naik. Setelah beristirahat, sendi terasa kaku, dan sendi terasa nyeri jika digunakan untuk
berjalan setelah duduk dalam waktu yang lama. Pembengkakan sering ditemukan, dan
sendi dapat lepas atau terkunci (Apley, 1995).
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan deformitas yang nyata, otot kuadriseps
biasanya mengecil. Kecuali selama eksaserbasi, terdapat sedikit cairan dan tidak ada rasa
hangat; juga tidak ada penebalan selaput sinovial. Pergerakan agak terbatas dan sering
disertai dengan krepitus patelofemoral (Apley, 1995).
D. Etiologi dan Patofisiologi
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer dsebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kasusnya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan
endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta
imobilisasi yang terlalu lama. Osteoarthritis primer lebih sering ditemukan dibandingkan
osteoarthritis sekunder (Soeroso, 2007).
Osteoarthritis merupakan penyakit yang mengenai kartilago sendi, yaitu mengenai
keseluruhan organ sendi termasuk tulang rawan subchondral, kapsul sendi dan sinovial.
Kartilago yang terkena proses OA akan mengalami jejas kecil (fibrillation), lalu
permukaan sendi diikuti jejas yang lebih besar. Kartilago membentuk fragmen pada
sendi. Sel-sel yang dibentuk dari kartilago (misalnya, konsrosit) bereplikasi dengan
tujuan untuk menutupi kekurangan kehilangan kartilago walaupun sebenarnya tidak
dapat kembali seperti semula, persendian tersebut menjadi kehilangan kartilago pelapis
permukaan sendi (Lozada, 2010).
Beberapa pakar yang meneliti OA berpendapat OA merupakan penyakit gangguan
homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago
35

yang penyebabnya belum jelas diketahui (Woodhead dalan Soeroso, 2007). Jejas
mekanis dan kimiawi pada OA diduga merupakan faktor penting yang merangsang
terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial
sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri (Ghosh
dalam Soeroso, 2007).
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan
sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi cenderung berakumulasi di
sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respon imun yang
menyebabkan inflamasi sendi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses
peningkatan aktivitas fibrogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan kompleks lipid pada pembuluh darah
subkondral yang menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
menyebabkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin
yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui
mengandung ujung saraf penghantar rasa nyeri. Rasa sakit pada sendi dapat juga
diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan rdiks saraf yang berasal
dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan venda intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabkul dan subkondral (Soeroso, 2007).
E. Diagnostik
Prosedur diagnostik OA didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
radiologis.
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena OA sudah cukup
memberikan gambaran diagnostik. Jarang sekali dibutuhkan peralatan diagnostik yang
lebih canggih. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA di antaranya
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

penyempitan celah / rongga sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menganggung beban)
peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral
kista tulang
osteofit pada pinggir sendi (marginal osteophytes)
perubahan struktur anatomi sendi (Fauci, 2012).

F. Faktor Risiko
1.

Faktor resiko sistemik


a. Usia merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago pada
sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang
36

distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang
tua memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami
gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang
menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang
menunjang sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat
terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa
mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan
kerentanan sendi terhadap OA.
b. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA pada
perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini dikaitkan dengan
berkurangnya hormon pada perempuan pasca menopause.
c. Faktor genetik dan herediter : OA merupakan penyakit menurun, namun bervariasi
tergantung sendi mana yang terkena penyakit ini. Namun, fenotipe OA ini sangat
jarang diturunkan bahkan beberapa studi menyatakan bahwa penyakit ini sama
sekali tidak diturunkan. Bukti yang muncul belakangan ini mengidentifikasi suatu
mutasi gen yang meningkatkan risiko tinggi terhadap OA, salah satunya adalah
polimorfisme dalam diferensiasi pertumbuhan gen faktor 5. Polimorfisme ini
mengurangi kuantitas GDF5 yang memiliki efek anabolik pada sintesis matriks
tulang rawan.
2.

Faktor intrinsik
a. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
b. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.

3.

Faktor beban pada persendian


a. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan pada sendi.
b. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada sendi
dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan sendi.

G.

Penatalaksanaan
Tujuan terapi osteoarthritis adalah untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi
hilangnya fungsi fisik. Pengobatan OA dilakukan secara komprehensif yaitu menangani
semua gangguan yang dialami dan meningkatkan fungsi. Pengobatan komprehensif
tersebut

dapat

dilakukan

dengan

terapi

farmakologi

(analgesik,

NSAID,

chondroprotectiv, steroid intraartikuler), terapi nonfarmakologis (edukasi, terapi fisik dan


rehabilitasi, dan penurunan berat badan) dan atau terapi bedah. Pasien dengan gejala
ringan yang hilang timbul mungkin perlu perawatan nonfarmakologis saja. Namun,
37

pasien dengan nyeri hebat yang mengganggu aktivitas sehari-hari mungkin


membutuhkan terapi komprehensif, baik terapi nonfarmakologis maupun terapi
farmakologis (Fauci, 2012; Soeroso, 2007).
1.

Farmakoterapi
Pada umumnya, pasien telah mencoba mengobati sendiri penyakitnya,
terutama untuk mengurangi rasa nyeri dengan mengkonsumsi obat-obat yang dijual
bebas yang dapat mengurangi rasa nyeri. Paracetamol merupakan analgesik yang
dapat dipilih dalam terapi OA. Untuk sebagian pasien, efek obat ini sudah adekuat
dalam menghilangkan nyeri sehingga penggunaan NSAID yang memiliki efek lebih
toksik terhadap tubuh dapat dihindari. Analgesik topikal juga dengan mudah
didapatkan (dijual bebas) (Soeroso, 2007; Fauci, 2012).
Jika dengan analgesik non opiat, analgesik topikal pasien tidak merasakan
berkurangnya nyeri, maka biasanya pasien datang ke dokter. Pemberian NSAID
perlu dipikirkan. NSAID merupakan obat paling populer untuk mengobati
osteoarthritis. Obat ini dapat diberikan secara topikal atau oral. Dalam uji klinis,
OAINS oral menghasilkan efek analgesik 30% lebih besar daripada paracetamol
dosis tinggi. Sebagian pasien yang diobati dengan OAINS mengalami efek yang
signifikan, sedangkan sebagian lain mengalami sedikit perbaikan. OAINS harus
diberikan secara topikal atau per oral sesuai kebutuhan karena efek samping akan
berkurang jika obat digunakan dosis intermiten rendah. Jika penggunaan obat
sesekali adalah kurang efektif, maka pengobatan setiap hari dapat diindikasikan.
OAINS peroral sering menimbulkan efek samping, yang paling banyak adalah efek
toksisitas pada saluran cerna, termasuk dispepsia, mual, kembung, perdarahan
gastrointestinal, dan tukak gastrointestinal (Fauci, 2012; Soeroso, 2007).
Injeksi kortikosteroid intraartikular sering meredakan nyeri, tetapi ini hanya
pengganti sementara dan bukan yang terbaik, karena injeksi yang berulang dapat
memungkinkan atau bahkan menyebabkan predisposisi untuk kerusakan kartilago
dan tulang secara progresif (Apley, 1995).

2. Nonfarmakoterapi
Terapi non farmakologis terdiri dari edukasi, terapi fisik dan rehabilitasi, dan
penurunan berat badan.
Edukasi agar pasien mengetahui tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya
agar penyakit yang dideritanya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap
dipakai.
38

Terapi

fisik dan rehabilitasi

dilakukan

untuk melatih

pasien agar

persendiannya tetap dapat dipakai dan untuk melindungi sendi yang sakit.
Berat badan yang berlebih adalah faktor resiko OA, sehingga penurunan berat
badan harus dilakukan (Soeroso, 2007).
Pengurangan beban pada sendi yang sakit dan meningkatkan fungsi
mekanisme protektif sendi juga merupakan tujuan terapi OA sehingga dapat
mengurangi pembebanan pada sendi. Beberapa cara yang dilakukan untuk
mengurangi pembebanan sendi antara lain
a. Menghindari/mengurangi aktivitas yang menyebabkan kerja berlebihan pada
sendi dan terbukti mengakibatkan nyeri pada sendi tersebut.
b. Meningkatkan kekuatan otot penunjang kerja sendi untuk mengoptimalkan
fungsinya sebagai faktor protektif sendi.
c. Mengurangi beban yang diperoleh sendi dengan menggunakan alat bantu seperti
memasang splint pada sendi yang sakit, menggunakan tongkat untuk berjalan
pada pasien OA lutut, dan sebagainya (Fauci, 2012).
3. Tindakan operatif
Ketika pasien dengan OA lutut atau pinggul telah gagal menjalani pengobatan
medis dan tetap kesakitan dengan keterbatasan fungsi fisik yang menurunkan
kualitas hidup, pasien harus dirujuk untuk artroplasti total. Ini adalah operasi yang
sangat efektif dalam menghilangkan rasa sakit dan meningkatkan fungsi pada
sebagian besar pasien. Terapi operatif ini juga dilakukan jika terjadi deformitas sendi
yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Fauci, 2012; Soeroso, 2007).
HIPERTENSI
A. Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi adalah suatu keadaan tekanan darah dalam arteri tinggi. Sebagai
batasannya telah diajukan berkisar dari tekanan sistolik 140-200 mmHg dan tekanan
diastolik 90-110 mmHg (Dorland, 2007). Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk
stroke, gagal jantung dan gagal ginjal. Selain itu, hipertensi selalu muncul dengan
faktor risiko kardiovaskuler lainnya seperti, merokok, diabetes, hiperlipidemia, dan
obesitas (WHO, 2003). Kejadian hipertensi menjadi perhatian semua kalangan
masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkan baik jangka pendek maupun jangka
panjang, sehingga membutuhkan penanggulangan yang menyeluruh dan terpadu (Irza,
2009).
39

Diagnosis hipertensi derajat 1 dan derajat 2 ditegakkan dengan pemeriksaan


tekanan darah dan berdasarkan kriteria Join National Commitee (JNC) 7 (Department
of Health and Human Services, 2003).
Tabel 3.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 (Department of Health and
Human Services, 2003)
Klasifikasi Tekanan
Tekanan Darah
Tekanan Darah
Darah
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
Dan
< 80
Prehipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi derajat 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi derajat 2
160
Atau
100
Hipertensi yang idiopatik didefinisikan sebagai hipertensi essensial dan bukan
merupakan sesuatu entitas tunggal. Hipertensi primer memiliki kecenderungan
genetik yang kuat, yang dapat diperparah akibat faktor-faktor kontribusi yang dapat
dikontrol seperti kegemukan, stres, merokok, dan asupan garam yang berlebihan
(Sherwood, 2002).
B. Etiologi
Penyebab dari hipertensi essensial hingga saat ini tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi ini disebabkan oleh faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor risiko
terbagi ke dalam 2 kategori yaitu faktor risiko terkontrol dan tidak terkontrol. Faktor
risiko yang tidak dapat dikontrol antara lain faktor genetik, usia, jenis kelamin dan
etnis. Sedangkan faktor yang terkontrol berupa stres, obesitas, asupan garam,
merokok, kurang aktivitas fisik dan alkohol (Anggraini, 2009).
1. Faktor genetik
Faktor genetik dalam keluarga akan menyebabkan anggota keluarga
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar
Na intraseluler dan rendahnya rasio antara K terhadap Na individu dengan orang
tua terdapat hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi dibandingkan dengan orang yang dalam riwayat keluarga tidak ada
hipertensi (Wade, 2003).
2. Usia
Bertambahnya usia menyebabkan tekanan darah akan meningkat. Hal ini
terjadi karena dinding arteri mengalami penebalan karena adanya penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah berangsur-angsur menyempit
40

dan menjadi kaku setelah usia 45 tahun. Peningkatan resistensi dan aktivitas
simpatik serta hal yang lain, kurangnya sensitivitas baroreseptor dan peran ginjal
akan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar, 2005).
Menurut

Saeed (2011), penelitian menunjukkan adanya hubungan antara usia

dengan hipertensi. Risiko terjadinya hipertensi lebih besar terjadi dengan


bertambahnya usia sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup
tinggi sekitar 57,5 % diatas usia 55 tahun. Pertambahan usia menyebabkan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri sehingga sebagai faktor meningkatnya
tekanan darah.
3. Jenis kelamin
Prevalensi terjadi hipertensi pada wanita dan pria sama, namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Hormon estrogen
melindungi wanita sebelum mengalami menopause karena berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi sebagai faktor pelindung terjadinya aterosklerosis. Wanita premenopause
mulai kehilangan hormon estrogen yang melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Hormon estrogen akan berubah kuantitasnya sesuai dengan usia wanita
secara alami, terjadi pada wanita usia 45-55 tahun (Kumar, 2005).
4. Merokok
Merokok menyebabkan aktivitas simpatik, stres oksidatif, dan efek
vasopresor akut yang dihubungkan dengan peningkatan tanda inflamasi yang
menyebabkan hipertensi. Merokok yang sudah lama menyebabkan disfungsi
endotel, kerusakan vaskuler, pembentukan plak dan meningkatnya kekakuan arteri
yang menimbulkan adanya hipertensi (Bowman, 2007). Menurut Saeed (2011),
penelitian menunjukkan adanya hubungan antara merokok dengan hipertensi.
Kadar tar yang rendah dalam rokok berisiko terjadinya penyakit kardiovaskuler
dibandingkan yang tidak merokok (Ambrose, 2004).
5. Asupan garam
Garam berperan penting dalam mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh
konsumsi garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan
tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan
garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik yang normal. Pada hipertensi
essensial mekanisme ini mengalami gangguan dan ditambah faktor lain yang
41

berpengaruh (Mohan, 2009). Menurut Alderman (2002), penelitian menunjukkan


terdapat hubungan konsumsi garam dengan hipertensi pada beberapa individu.
Konsumsi garam akan berlebih akan menyebabkan retensi cairan yang
meningkatkan volume darah.
6. Stres
Stres menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis dan perubahan fungsi
membran sel dapat menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural.
Faktor lain yang berperan adalah endotelin yang bersifat vasokonstriktor. Berbagai
promotor pressor-growth bersama dengan kelainan fungsi membran sel yang
mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan tahanan perifer dan
peningkatan tekanan darah (Yusuf, 2008). Menurut Nozoe (2002), penelitian
menunjukkan terdapat hubungan stres dengan hipertensi. Stres diakibatkan oleh
interaksi antara stimulus lingkungan dan kognitif situasional pada individu terjadi
hipertensi pada beberapa individu.
7. Obesitas
Obesitas adalah berat badan mencapai indeks massa tubuh > 25 dimana
menggunakan perhitungan berat badan (kg) dibagai kuadrat tinggi badan (m).
Obesitas terjadi akibat keseringan mengkonsumsi makanan yang mengandung
tinggi lemak dan kurangnya olah raga. Curah jantung dan sirkulasi volume darah
penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan penderita
hipertensi yang tidak obesitas. Peningkatan berat badan normal relatif sebesar 10
% mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg (Sheps, 2005). Menurut Saeed
(2011), penelitian menunjukkan adanya hubungan antara obesitas dengan
hipertensi. Hubungan obesitas dengan hipertensi disebabkan fenotif mutilfaktorial
yang disebabkan oleh interaksi gen dan lingkungan. Obesitas yang berhubungan
dengan hipertensi adalah obesitas viseral karena terjadi resistensi insulin dan
dislipidemia (Kotchen, 2010).
8. Kurang aktivitas fisik
Aktivitas fisik seperti olahraga dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (Yusuf, 2008). Kurangnya aktivitas fisik menambah
profil lipid dalam tubuh. Aktivitas fisik juga memperbaiki fungsi endotel, dimana
meningkatkan fungsi vasodilatasi dan vasomotor dalam pembuluh darah. Aktivitas
fisik juga berperan dalam pengaturan antithrombotik dengan

mengurangi

viskositas darah.
42

9. Alkohol
Konsumsi alkohol berdampak pada peningkatan tekanan darah terutama pada
tekanan darah sistolik, peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel
darah merah serta kekentalan darah, berperan dalam menaikkan tekanan darah.
Efek pressor pada pembuluh darah diduga dari alkohol karena menghambat
natrium dan akan memudahkan kontraksi sel otot (Roslina, 2008). Menurut Skliros
(2012), penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara konsumi alkohol dengan
hipertensi. Peminum alkohol berat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler.
Selain itu juga aspek pola minum alkohol juga menyebabkan peningkatan tekanan
darah (Stranges, 2004).
C. Diagnosis
Penegakan diagnosis hipertensi dengan anamnesis terhadap keluhan pasien,
riwayat penyakit dahulu, penyakit keluarga dan riwayat ekonomi 43iasto, pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan penunjang. Gejala klinis pada penderita hipertensi,
tingginya tekanan darah tinggi memunculkan gejala berbeda-beda. Keluhan yang
sering dijumpai dihubungkan dengan hipertensi seperti pusing, cepat marah, dan
telinga berdenging. Gejala lain yang dapat timbul seperti mimisan, sukar tidur, dan
sesak nafas (Yusuf, 2008).
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan memeriksa tekanan darah.
Berdasarkan JNC 7, hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan 43iastolic sedikitnya 90 mmHg (Price,
2003). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti tes darah rutin, glukosa darah,
kolesterol total serum, LDL serum, HDL serum, trigliserida serum, asam urat serum,
kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin dan elektrokardiogram (Yogiantoro,
2006).
D. Terapi
Tujuan terapi dari hipertensi adalah penurunan tekanan darah <140/90 mmHg
atau <130/80 mmHg pada pasien dengan diabetes dan penyakit ginjal kronik.
Sebagian besar pasien membutuhkan 2 jenis modulasi terapi untuk mencapai target
tekanan darah tersebut. Berikut adalah algoritma penanganan hipertensi menurut JNC
7.

43

Gambar 3.2 Algoritma Penanganan Hipertensi Menurut JNC 7


Berikut merupakan compelling indication terapi hipertensi.

Gambar 3.3 Compelling Indications Penganganan Hipertensi

44

BAB VIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Tn. B adalah seorang pasien yang didiagnosis
osteoarthritis dan hipertensi grade II.
1. Aspek Personal
Idea

: Pasien ingin memeriksakan dirinya dengan keluhan nyeri dan kaku di


lutu kiri

Concern

: Pasien merasakan penyakitnya sekarang sangat mengganggu aktivitas


sehari-hari dan pekerjaannya

Expectacy

: Pasien mempunyai harapan ingin segera sembuh dari nyeri lututnya


dan dapat bekerja seperti biasa.

Anxiety

: Pasien khawatir karena nyeri di lututnya tidak pernah sembuh, selalu


kambuh.

2. Aspek Klinis
Diagnosa

: Osteoarthritis genu sinistra

Gejala klinis yang muncul

: nyeri dan kaku di lutut kiri

Diagnosis penyerta

: hipertensi grade II

Diagnosis banding

: Rheumatoid arthritis, gout

3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu


a.

Usia pasien 63 tahun

b.

Pasien termasuk dalam kategori


obesitas (obesitas sentral).

c.

Aktivitas

pasien

sering

mengangkat benda-benda berat


d.

Pasien

senang

mengkonsumsi

makanan berbumbu dan santan


e.

Pasien jarang berolahraga

4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu


a. Pendidikan Tn. B tergolong rendah yaitu tamatan SD
b. Pengetahuan Tn. B akan kesehatan saat lansia kurang.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial

45

Pasien mempunyai aspek skala penilaian 3, pasien dapat merawat diri dan melakukan
pekerjaan ringan.

B. Saran
1.

Memberikan informasi tentang kesehatan pada masa lansia, tentang penyakit


osteoarthritis dan hipertensi serta penyakit-penyakit lain yang mungkin terjadi pada
masa lansia

2.

Menganjurkan pada pasien dan keluarga agar pasien memperbaiki pola makan
(diet) dan pola hidup sehat

3.

Penatalaksaan komprehensif pasien ini yang terdiri dari:


a. Personal Care
1) Initial Plan
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Foto Rontgen genu sinistra AP lateral


Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb, Ht, leukosit, trombosit, eritrosit, LED
Pemeriksaan darah (kimia klinik)
Pemeriksaan Kadar Elektrolit
Pemeriksaan EKG
Foto thorax PA

2) Aspek kuratif
a) Medikamentosa
p.o Piroxicam 20 mg cap 2x1
p.o ranitidin 150 mg tab 3x1
p.o captopril 25 mg tab 2x1
p.o amlodipin 5 mg tab 1x1
p.o vit B complex tab 1x1
b) Non Medikamentosa
Dukungan psikologis keluarga agar pasien tidak stress
c) KIE (konseling, informasi dan edukasi)
Edukasi pasien tentang penyakit-penyakit apa saja yang sering terjadi
pada lansia dan bagaimana pencegahannya.
3) Aspek Preventif
a)

Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai osteoarthritis,


hipertensi, dan penyakit lain yang sering terjadi pada lansia (penyakit
degeneratif, penyakit metabolik, dll).
46

b)

Kurangi berat badan

c)

Pola diet sehat (kurangi makanan yang mengandung garam dan


kolesterol)

d)

Pola hidup sehat (olah raga)

e)

Hindari stress

4) Aspek Promotif
a) Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai osteoarthritis, hipertensi,
dan penyakit lain yang sering terjadi pada lansia (penyakit degeneratif,
penyakit metabolik, dll).
b) Kurangi berat badan
c) Pola diet sehat (kurangi makanan yang mengandung garam dan kolesterol)
d) Pola hidup sehat (olah raga)
e) Hindari stress
5) Monitoring
Monitoring

terhadap

keadaan

umum,

tanda

vital,

kemajuan

terapi

(berkurangnya rasa nyeri), kemajuan aktivitas fisik pasien. Selain itu, berikan
informasi diet yang sesuai, hindari stress dan olah raga teratur.
b. Family Focused
1) Memberikan edukasi pengetahuan kepada keluarga mengenai osteoarthritis,
hipertensi, dan penyakit lain yang sering terjadi pada lansia.
2) Dukungan moral dari keluarga dalam pengendalian penyakit pasien.
c. Community Focused
1)

Memberikan pengetahuan kepada


masyarakat mengenai osteoarthritis, hipertensi, dan penyakit lain yang sering
terjadi pada lansia melalui penyuluhan

2)

Memotivasi komunitas untuk


memberikan dukungan psikologis terhadap pasien mengenai penyakitnya

47

DAFTAR PUSTAKA
Alderman, M. H. 2002. Salt, Blood Pressure and Health: A Cautionary Tale. International
Journal of Epidemiology , 311-315
Anggraini, A. D., Waren, A., Situmorang, E., & Hendra Asputra, S. S. 2009. Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di
Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008.
Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Apley, A Graham dan Louis Solomon. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi Ketujuh.
Jakarta: Widya Medika; 1995. Hlm 184-6.
Bowman, T. S., Gaziano, J. M., Buring, J. E., & Sesso, H. D. 2007. A Prospective Study of
Cigarette Smoking and Risk of Incident Hypertension in Women. Journal of the
American College of Cardiology , 2085-2094
Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrisons Principles Of Internal
Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.
Irza, S. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung,
Sumatera Barat. Medan: Universitas Sumatera Utara
Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, dkk. 2005. Global burden of hypertension: analysis of
worldwide data. Lancet: Vol 365: 217-23
Kotchen, T. A. 2010. Obesity-Related Hypertension: Epidemiology, Pathophysiology, and
Clinical Management. American Journal of Hypertension , 1170-1178
Kumar V, Abbas AK, and Fausto N. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease
7th. China: Elsevier Inc.
Kumar, V., Abbas, AK., Fausto, N., & Aster, JC. 2010. Robbins and Cotran Phatologic Basis
of Disease, Eigth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier, Inc., hal.
1131-42
Lozada, Carlos J. 2010. Osteoarthritis. [online]. 14 Januari 2010. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/330487-overview. Diakses pada 6 Mei 2014.
Mohan, S., & Campbell, N. R. 2009. Salt and High Blood Pressure. Clinical Science , 1-7
Nozoe, S., & Munemoto, T. 2002. Stress and Hypertension. the Journal of the Japan Medical
Association Vol. 126, No. 3 , 187-191
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Saeed, A. A., Al-Hamdan, N. A., Bahnassy, A. A., Abdalla, A. M., Abbas, M. A., & Abuzaid,
L. Z. 2011. Prevalence, Awareness, Treatment, and Control of Hypertension among

48

Saudi Adult Population: A National Survey. International Journal of Hypertension ,


1-8
Sheps, Sheldon G. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta:
PT Intisari Mediatama; 26,158
Sherwood, L. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Skliros, E. A., Papadodima, S. A., Sotiropoulos, A., Xipnitos, C., Kollias, A., & Spiliopoulou,
C. A. 2012. Relationship Between Alcohol Consumption and Control of
Hypertension Among Elderly Greeks. The Nemea Primary Care Study. Hellenic
Journal of Cardiology , 26-32
Soeroso, joewono, dkk. 3007. Osteoarthritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Jakarta:
FKUI.
Stitik, Todd P., Patrick M Foye, dan Irim Ciolino . Osteoarthritis (Physical Medicine and
Rehabilitation). [online]. 14 Januari 2010. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/305145-overview. Diakses pada 6 Mei2014.
Stranges, S., Wu, T., Dorn, J. M., Freudenheim, J. L., Muti, P., Farinaro, E., et al. 2004.
Relationship of Alcohol Drinking Pattern to Risk of Hypertension : A PopulationBased Study. Hypertension , 813-819
Wade, A., Weir, D., Cameron, A., & Tett, S. 2003. Using a Problem Detection Study (PDS) to
Identify and Compare Health Care Provider and Consumer Views of
Antihypertensive Therapy. Journal of Human Hypertension , 397-405
Yogiantoro, Mohammad. 2006. Hipertensi Essensial. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI
Yusuf, I. 2008. Hipertensi Sekunder. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI

Kurangnya pengetahuan
baik pasien maupun
keluarga mengenai
penyakit osteoarthritis
dan hipertensi (dan
penyakit-penyakit lain
yang beresiko terjadi
pada lansia)

49

Lampiran

50

Anda mungkin juga menyukai