Tugas Akhir
Hubungan Kerja
Penyusun:
M. Afiful Karim
12/334076/HK/19147
Yogyakarta
2014
BAB I
TINJAUAN NORMATIF
1. Tinjauan Tentang Perjanjian Kerja
a. Pengertian Perjanjian Kerja
Hubungan kerja menurut Soepomo adalah suatu hubungan antara
seorang buruh dan seorang majikan, hubungan kerja itu terjadi setelah
adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak. Mereka terikat dalam
suatu perjanjian, disatu pihak pekerja atau buruh bersedia bekerja dengan
menerima upah dan pengusaha mempekerjakan pekerja atau buruh dengan
memberi upah (Abdul Khakim, 2003:25).
Menurut Abdul Khakim, dasar dari hubungan kerja ada empat unsur
penting yaitu pekerjaan, upah, perintah, dan terbatas waktu tertentu. Dalam
Pasal 50 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja
antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
Jadi, hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian hubungan kerja
tersebut adalah sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah
sesuatu yang konkret atau nyata.
Perjanjian kerja atau arbeidsoverenkoms diatur dalam Bab 7A Buku III
KUHPerdata yang terdiri dari tiga pasal yaitu Pasal 1601, Pasal 1602, dan
Pasal 1603. Perjanjian kerja yang diatur dalam Bab 7A Buku III
KUHPerdata mempunyai sifat privat, namun dalam perkembangannya
banyak ketentuan-ketentuan yang tidak berlaku dan diganti dengan
peraturan baru yang bersifat publik.
Perjanjian kerja yang diatur dalam Bab 7A Buku III KUHPerdata ini
mengenal sistem umum, artinya tidak membedakan lapangan perusahaan
maupun orang-orang yang melakukan perjanjian kerja. Selain itu perjanjian
kerja juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, yaitu terdapat di dalam Bab IX tentang Hubungan Kerja.
perjanjian kerja yang sah. Dalam hukum perdata syarat kemauan bebas
kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan merupakan syarat
subyektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian.
Sedangkan syarat obyektifnya yaitu pekerjaan yang diperjanjikan dan
pekerjaan tersebut bersifat halal dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, ketertiban dan kesusilaan.
Apabila tidak dipenuhi syarat obyektif maka perjanjian tersebut
dianggap tidak pernah ada, sedangkan apabila tidak memenuhi syarat
subyektif maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan demi hukum (null and
void).
c. Bentuk Perjanjian Kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Pasal 51 ayat 1 menjelaskan perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk
lisan dan/ atau tertulis. Perjanjian dalam bentuk tertulis secara normatif
lebih menguntungkan karena menjamin kepastian hak dan kewajiban para
pihak, sehingga jika terjadi perselisihan dapat membantu proses
pembuktian.
Namun masih ada penyimpangan yang sering terjadi, khususnya yang
dilakukan oleh perusahaan karena ketidakmampuan sumber daya manusia
atas dasar kepercayaan atau kelaziman maka perjanjian kerja tersebut
dibuat secara lisan.
Jadi untuk lebih menjamin kepastian hukum dan terjaminnya
pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak yang terkait dengan perjanjian
kerja maka hendaknya perjanjian kerja tersebut dibuat dalam bentuk tertulis
agar terwujudnya sistem administrasi perusahaan yang baik.
d. Macam-Macam Perjanjian Kerja
Bab 7A Buku III KUHPerdata tidak secara tegas di jelaskan mengenai
jenis-jenis perjanjian kerja. Namun dalam beberapa pasal dalam
KUHPerdata dapat diketahui ada 2 (dua) macam perjanjian kerja. Dalam
Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan membagi perjanjian kerja menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1) Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu
Perjanjian kerja jenis ini harus dibuat dalam bentuk tertulis dan
diatur dalam Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
biasanya disebut dengan perjanjian kontrak atau perjanjian kerja tidak
tetap. Status pekerja dalam perjanjian kerja ini adalah pekerja tidak
tetap atau pekerja kontrak.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu ini di buat dalam bentuk
tertulis agar dapat menciptakan kepastian hukum dalam pelaksanaan
hak dan kewajiban semua pihak yang terkait dengan perjanjian kerja
dan juga untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak
diinginkan selama pelaksanaan perjanjian kerja.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu diatur dalam Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.100/MEN/VI/2004
tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan
disesuaikan dengan keadaan masyarakat saat ini.
Perjanjian kerja waktu tertentu menurut Pasal 1 ayat (1) Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.100/MEN/VI/2004,
adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja
tertentu.
Menurut Payaman Simanjuntak menyatakan bahwa Pengertian
perjanjian kerja waktu tertentu adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan
yang diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang lebih pendek
yang jangka waktunya paling lama dua tahun dan hanya dapat
diperpanjang satu kali untuk paling lama sama dengan waktu
perjanjian kerja pertama, dengan ketentuan seluruh (masa)
perjanjian tidak boleh melebihi tiga tahun lamanya. (Adrian Sutedi,
2009 : 48)
2) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu dalam Pasal 1 ayat (2) Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
KEP.100/MEN/VI/2004, yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat
tetap.
Indonesia.
Perjanjian kerja yang dibuat dengan tidak tertulis, maka dianggap
bertentangan dengan yang dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) oleh
karena itu dinyatakan batal demi hukum. Akibatnya adalah pekerja
tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 57 ayat (2) yang
berbunyi : perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak
tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
2) Tidak ada masa percobaan (probation)
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
melarang pengusaha untuk menerapkan masa percobaan untuk pekerja
kontrak atau yang terikat dengan perjanjian kerja untuk waktu tertentu.
Jika pengusaha dalam perjanjian terdapat/diadakan (klausul) masa
percobaan, maka perjanjian kerja waktu tertentu akan berubah menjadi
perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan akan batal demi hukum atau
dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian apabila dilakukan
pengakhiran hubungan kerja karena alasan masa percobaan maka
pengusaha dianggap memutuskan hubungan kerja sebelum berakhirnya
perjanjian kerja. Dan pengusaha dikenakan sanksi untuk membayar
ganti rugi kepada pekerja/buruh sebesar upah pekerja/buruh sampai
batas waktu berakhirnya perjanjian kerja.
c. Sifat perjanjian kerja untuk waktu tertentu
Menurut sifatnya perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya dapat
dilakukan pada jenis pekerjaan tertentu, menurut jenis atau kegiatannya
akan selesai dalam waktu tertentu. Jenis pekerjaan yang berlaku dalam
perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UU No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu :
setelah
melalui
masa
jeda
dengan
tenggang
waktu
sengaja
atau
karena
kecerobohannya
merusak
atau
sengaja
walaupun
sudah
mendapatkan
peringatan
himbauan
mengenai
diversifikasi
atau
penggolongan,
ekonomi.
Pelaksanaan
diversifikasi
perusahaan
ini
diharapkan
dapat
melindungi
keuntungan
walaupun
untuk
pelaksanaan
pekerjaan
kepada
perusahaan
lain
(http://www.karirup.com/2008/06/karyawan-kontrak-dan-outsourcing-apaitu/).
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
diterapkannya
outsourcing, yaitu :
Outsourcing is the process of transferring part or all of the
information systems functions to an external vendor. Examples of how
three organizations are using outsourcing are presented. Factors which
impact the outsourcing decision include (1) personnel, (2) economic, (3)
control, (4) data characteristics, (5) organizational characteristics, and
(6) vendor and contract issues. (K. Ketler. 1993. Vol.13 Issue 6 pg. 449459).
Sedangkan menurut Michael Alan Smith dkk menjelaskan mengenai
alasan mengapa outsourcing dilakukan di perusahaan-perusahaan, yaitu :
Researchers in information systems (IS) propose several reasons why
firms outsource their IS, including reducing costs, generating cash,
focusing on core competencies, and gaining access to technical expertise.
We examine support for these assertions by comparing the financial
characteristics of firms that enter into large-scale IS outsourcing
agreements with those of other firms in their respective industries prior to
outsourcing. A year-by-year comparison around the time of outsourcing
indicates that firms that outsource their IS have significantly lower
overhead costs, lower cash reserves, and higher debt before the
outsourcing event. Analysis of changes in financial characteristics reveals
an increase in long-term debt and financial leverage and declining growth
rates prior to the outsourcing event. We argue that firms enter into
largescale IS outsourcing agreements primarily to reduce costs and to
generate cash. Consequently, they are more likely to outsource when they
have lower cash reserves, higher debt, or declining growth. The
management objectives stated in the annual reports of these companies at
the time of outsourcing corroborate our major findings.(Michael Alan
Smith. 1998.. Vol.15. Issue 2 pg.61-93).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
secara eksplisit tidak ada istilah outsourcing tetapi pengertian outsourcing
itu sendiri secara tidak langsung dapat dilihat dalam Pasal 64 yang
menyatakan bahwa : perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan atau
penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Praktek outsourcing yang dimaksud dalam Undang-Undang ini dikenal
dalam 2 (dua) bentuk, yaitu : pemborongan pekerjaan dan penyediaan
pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 66 (Artikel
Muzni Tambusai, 2006 :http:www.nakertrans.go.id).
Outsourcing ini biasanya diberlakukan kepada pekerja kontrak.
Perbedaan pokok antara pekerja tetap dan pekerja kontrak terletak pada
batas masa berlakunya hubungan kerja dan hak pesangon apabila hubungan
kerja terputus. Artinya pekerja yang selesai kontrak tidak berhak atas
pesangon, sedangkan pekerja tetap yang di-PHK yang memenuhi syarat dan
ketentuan tertentu berhak atas pesangon.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, karyawan kontrak adalah pekerja yang memiliki
hubungan kerja dengan pengusaha dengan berdasarkan pada Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu (PKWT). (http://www.karirup.com/2008/06/karyawan-kontrak-dan-outsourcing-apa-itu/)
Beberapa ketentuan pokok dalam outsourcing adalah penyelenggara
outsourcing harus berbadan hukum, hak-hak normatif harus diberikan
kepada pekerja outsourcing, bila hak-hak normatif tidak diberikan maka
demi hukum pekerja outsourcing itu menjadi pekerja dari perusahaan
pemberi pekerjaan, yang boleh di-outsource hanyalah proses-proses
pendukung saja (bukan proses utama atau core business perusahaan).
Pekerja kontrak mempunyai beberapa hak yang harus diperhatikan yaitu :
a) Hak pekerja kontrak untuk tidak adanya masa percobaan dan perjanjian
kerja yang tertulis,
b) Hak pekerja kontrak atas uang ganti rugi,
c) Hak pekerja kontrak atas upah,
d) Hak pekerja kontrak atas Tunjangan Hari Raya (THR),
e) Hak pekerja kontrak atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan asuransi,
f) Hak pekerja kontrak atas cuti,
g) Hak pekerja kontrak atas uang penghargaan masa kerja, uang pesangon
dan uang kompensasi PHK.
Pekerja outsourcing bisa merupakan pekerja tetap ataupun kontrak, hal
itu bergantung kepada sifat pekerjaannya dan juga bergantung kepada
kebijakan pengelola outsourcing itu. Secara normatif, sebelum diatur dalam
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sistem ini
sebenarnya sudah ada dalam Pasal 1601 b KUHPerdata yang mengatur
tentang pemborongan pekerjaan.
Pemborongan pekerjaan adalah suatu kesepakatan dua belah pihak
yang saling mengikatkan diri, untuk menyerahkan suatu pekerjaan kepada
pihak lain dan pihak lainnya membayarkan sejumlah harga. Outsourcing
adalah penyerahan pekerjaan tertentu suatu perusahaan kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan tujuan untuk membagi risiko dan mengurangi beban
perusahaan tersebut.
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian antara seorang
(pihak yang memborong pekerjaan) dengan seorang lain, dimana pihak
pertama menghendaki suatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak
lawan atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan.
(M. Fauzi, 2006 : 9-14 Vol. 2 No. 1)
b. Pengaturan Outsourcing dalam peraturan perundang-undangan
Timbulnya permasalahan pada praktek outsourcing, sementara belum
tersedia perundang-undangan bidang ketenagakerjaan yang mengatur tentang
hal tersebut. Walaupun diakui bahwa peraturan outsourcing dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum dapat
menjawab semua permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks.
Namun, setidak-tidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap
: 1) Sebagai
Perusahaan
Penyedia
Jasa
Pekerja/Buruh
(Kepmen
101/2004);
c) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
No.220/MEN/X/2004 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
c. Pelaksanaan Sistem Outsourcing Berkaitan Dengan Status Pekerja Kontrak
Dapat Berubah Menjadi Pekerja Tetap
Pekerja kontrak dalam sistem outsourcing ini pada umumnya
menggunakan bentuk perjanjian kerja untuk waktu tertentu, yang
5) Kerangka Pemikiran
Status
Pekerja/Buruh
Hak-hak
Pekerja/Buruh
Pengusaha (perusahaan
pemberi kerja)
Perjanjian Kerja
Untuk W
aktu
Tertentu
Undang
- Undang No.13
Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan,
Kepmen
No.Kep.101/MEN/2004
tentang Tata Cara
Perizinan Perusahaan
Penyedia Jasa
Pekerja/Buruh
Kepmen
No.220/MEN/X/2004
Tentang Syarat
- Syarat
Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Perusahaan
Lain.
Sistem Outsourcing
antara
perusahaan penyedia jasa
kerja dengan perusahaan
pemberi kerja
1(satu) tahun, jadi jangka waktu lama masa kontrak pekerja/buruh adalah
3(tiga) tahun.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat oleh pekerja/buruh
dengan pengusaha terdapat hak-hak pekerja/buruh yang harus dipenuhi oleh
pengusaha. Pelaksanaan pemenuhan hak-hak pekerja dalam perjanjian kerja
untuk waktu tertentu harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku begitu juga pembuatan atau bentuk perjanjian kerja untuk
waktu tertentu tersebut. Berkaitan setelah berakhirnya masa kerja
pekerja/buruh kontrak tersebut, mengenai keresahan-keresahan para
pekerja/buruh mengenai status mereka sebagai pekerja kontrak apakah
mereka dapat menjadi pekerja tetap dalam perusahaan tersebut atau tidak,
menjadi permasalahan yang sedang dihadapi saat ini dalam Bank Rakyat
Indonesia Cabang Karanganyar.
BAB II
ANLISIS JURIDIS ATAS PKWT DALAM POLA KERJA
OUTSOURCHING ANTARA PT. SUKSESINDO DENGAN
SWASTIKA ARINI
pekerja/buruh;
7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
sesuai
UU Ketenagakerjaan dan
dengan
Pasal
Pasal
66
27
[2] Permenakertrans No. 19 Th. 2012). Perlu diingat dan menjadi catatan
juga dalam PKWT ini, untuk perjanjian kerja pada perusahaan penyedia
jasa
Kerja
Waktu
Tertentu/PKWT
Dalam hal ini PKWT PT. Suksesindo memenuhi PKWT yang pekerjaan
diperkirakan selesainya dalam waktu yang tidak lama dan paling lama 3
tahun. Dalam pasal 7 PKWT tentang masa berlakunya perjanjian, pekerjaan
Swastika Arini akan berakhir setahun setelah dimulainya pekerjaan.
TENAGA
KERJA
DAN
TRANSMIGRASI
NOMOR
pekerja/buruh;
7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
9. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Sehingga menjadi catatan penting Pasal 3 dalam PKWT ini agar segera
diperbaiki agar dapat menjamin hak dan kewajiban masing-masing pihak.
2.
Untuk poin keempat yakni tempat bekerja, telah disebut dalam pasal 1
tentang pokok perjanjian PKWT PT. Sukesindo yakni pekerja akan bekerja
pada PT. AJBS untuk melakukan penjagaan pada counter/toko serta cabangcabang PT. AJBS. Namun perlu dicatat dalam PKWT ini tidak dijelaskan
lokasi mana yang menjadi tempat bekerja Swastika Arini, mengingat PT.
AJBS memiliki banyak cabang dan toko. Seharusnya dalam PKWT tersebut
terdapat klausul yang Menyatakan Swastika Arini bersedia ditempatkan di
cabang/toko yang mana saja.
Selain itu mengenai waktu kerja dalam pasal 4 tentang jam kerja hanya
disebutkan bahwa Jam Kerja untuk pihak kedua adalah jam kerja sesuai
dengan ketentuan pihak PT.AJBS. Tidak ada kejelasan lama waktu kerja
atau jam kerja serta waktu mulai kerja.
Catatan: mengenai jam kerja agar disesuaikan sehingga tidak
bertentangan dengan UU No.13 tahun 2003 pasal 77 sampai dengan pasal 84
yang memuat tentang waktu kerja, waktu kerja lembur, cuti, jam istirahat
dan tentang hak melaksanakan ibadah.
Pada Pasal 3 Ayat (6) Apabila diperlukan, Pihak Kedua bersedia dan
sanggup untuk melakukan pekerjaan diluar jam kerja yang telah ditetapkan
PT AJBS dan / atau Pihak Pertama atau pada hari libur resmi atau tanggal
merah dengan persetujuan terlebih dahulu dari PT AJBS. Pihak Pertama
akan membayar uang lembur kepada Pihak Kedua sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Catatan : ketentuan diatas harus disesuaikan dengan KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK
INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU
KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR.
3. Hak dan Kewajiban Pengusaha dan Pekerja/buruh
Dalam pasal 2 PKWT PT. Suksesindo ditentukan hak dan kewajiban
para pihak. Namun dari enam poin dalam pasal mengenai hak dan kewajiban
para pihak tersebut semuanya berisi kewajiban pihak kedua (pekerja) saja.
Hanya poin pertama yang menyatakan bahwa ada pemberian gaji sebagai
hak pihak kedua, selain itu tidak diatur mengenai kewajiban pihak pertama
(PT.Suksesindo) serta tidak disebut hak-hak lain bagi pihak pekerja.
5. Pengakhiran PKWT
Dalam pasal 8 disebutkan mengenai pengakhiran perjanjian kerja.
Dimana disebutkan ketentuan Bahwa pihak kedua tidak akan mengajukan
tuntutan/klaim/gugatan berupa apapun dan melepas haknya atas semua hal
yang timbul dari hubungan kerja yang ada, seperti uang pesangon,uang jasa
atau ganti rugi apapun dari pihak pertama.
Walaupun tidak melanggar hukum, hal ini menunjukkan timpangnya
kedudukan antara pengusaha dan pekerja, dimana pekerja dibatasi tidak
boleh menuntut haknya lagi. Sungguh ironis, padahal pekerja sudah
melaksanakan kewajibannya namun malah hak mereka dinomor duakan.
Dalam pasal 8 PKWT PT. Suksesindo juga dinyatakan bahwa
penyelesaian perjanjian ini para pihak sepakat untuk melepaskan/
mengesampingkan pemberlakuan pasal 1266 dan atau 1267 KUHPerdata.
Bunyi pasal 1266 KUH Perdata adalah sebagai berikut:
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang
timbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Sedangkan Bunyi pasal 1267 KUH Perdata adalah sebagai berikut:
Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah
ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memasa pihak yang lain untuk
memenuhi perjanjian ataukah akan menuntut pembatalan perjanjian
disertai penggantian biaya, kerugian, dan bunga,
Dalam hal Pihak Kedua (pekerja) mengundurkan diri, dicantumkan
dalam pasal 5 poin 3 tentang sanksi dan lain-lain. Dimana dinyatakan bahwa
Apabila pihak kedua ingin mengundurkan diri/berhenti bekerja sebelum
berakhirnya masa berlaku perjanjian, maka pihak kedua wajib mengajukan
surat pengunduran diri kepada pihak pertama paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kalender sebelum tanggal efektif berhenti bekerja.
Namun tidak dijelaskan konsekuensi bagi pekerja terhadap pengunduran
diri tersebut. Dalam pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa, apabila salah satu pihak
mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan
kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Ayat
(1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi
kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/ buruh sampai batas waktu
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
6.
pekerjanya
tersebut,
tidak
dijelaskan
mengenai
mekanisme
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan atas analisis mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) antara PT Suksesindo dan Swastika Ariestarini yang diuraikan
diatas, dapat penulis simpulkan bahwa:
1. Dalam PKWT tersebut terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan
peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
2. Dalam PKWT tersebut ketimpangan posisi antara pekerja dengan
pengusaha sangat besar dimana posisi pekerja sangat lemah dan
pengusaha sangat kuat.
3. Dalam PKWT tersebut banyak terdapat hal yang seharusnya diatur
namun tidak diatur.
4. Dalam PKWT tersebut banyak terdapat ketidakjelasan klausul-kalsulnya.
5. Dalam PKWT tersebut terdapat klausul yang mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang sebenarnya tidak berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
16.35]
Dadang
Budiaji.
Karyawan
Kontrak
dan
Outsourcing.
http://www.karir-
Menteri
Tenaga
Kerja
Dan
Transmigrasi
Republik
Indonesia
tentang
Penyelenggaraan
Program
Jaminan
Sosial
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 19 Th.
2012
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.
04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya.
LAMPIRAN
3. Pihak Kedua bersedia ditempatkan pada tugas lain sesuai dengan keperluan
dan kemampuan Pihak Kedua (bila diperlukan oleh Pihak Pertama dan/atau
PT AJBS) dan bersedia ditempatkan pada kantor-kantor PT AJBS yang ada di
seluruh Indonesia.
4. Pihak Kedua wajib memberitahu kepada Pihak Pertama bila terjadi
perubahan alamat tempat tinggal maupun ada kerabat Pihak Kedua yang
hendak melamar kerja ke PT AJBS.
5. Pihak Kedua wajib (i) menjaga nama baik dan reputasi dari PT AJBS dimana
Pihak Kedua ditempatkan; (ii) mematuhi dan melaksanakan pekerjaan
dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan aturan yang berlaku; dan (iii)
mentaati dan melaksanakan setiap kebijakan dan peraturan di PT AJBS.
6. Pihak Kedua berkewajiban untuk mengganti biaya kehilangan barang yang
telah hilang akibat keteledoran dan atau ketidakcermatan pihak kedua dan
atau team (menurut bagian / departemennya)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pasal 3
Ketentuan Gaji dan Absensi
Atas pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik oleh Pihak
Kedua kepada Pihak Pertama berdasar perjanjian, Pihak Kedua akan
menerima gaji sesuai dengan ketentuan pemerintah (UMR)
Untuk jangka waktu kerja kurang dari 1 (satu) bulan, Pihak Kedua akan
menerima gaji prorata atau proporsional dari jumlah tersebut butir 1 pasal
ini pajak dibayar oleh Pihak Kedua sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apabila Pihak Kedua tidak dapat melaksanakan tugas tanpa alasan yang
jelas atau mangkir selama 1 (SATU) hari, maka secara otomatis Pihak Kedua
menyatakan mengundurkan diri, dan Pihak Pertama akan memotong
upahnya untuk setiap akhir kemangkiran tersebut.
Apabila Pihak Kedua tidak dapat melaksanakan tugas / tidak masuk dengan
alasan yang jelas selama 1 (SATU) hari atau lebih, maka secara otomatis
Pihak Kedua akan digantikan oleh orang lain (cadangan pekerja), dan Pihak
Pertama akan memotong upahnya untuk setiap hari kemangkirang tersebut
untuk dibayarkan kepada pengganti.
Konsekuensi ketidakhadiran di tempat kerja sebagaimana dijelaskan pada
ayat 4 di atas bisa mengakibatkan :
- Gaji dipotong per hari tidak masuknya dengan diberikan kepada
pengantinnya.
Apabila diperlukan, Pihak Kedua bersedia dan sanggup untuk melakukan
pekerjaan diluar jam kerja yang telah ditetapkan PT AJBS dan / atau Pihak
Pertama atau pada hari libur resmi atau tanggal merah dengan persetujuan
terlebih dahulu dari PT AJBS. Pihak Pertama akan membayar uang lembur
kepada Pihak Kedua sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Apabila Pihak Kedua telah bekerja selama atau lebih dari 3 (tiga) bulan,
Pihak Kedua akan menerima dari Pihak Pertama berupa Tunjangan Hari Raya
(THR) sebesar 1 (satu) kali gaji pokok atau proporsional (untuk jangka waktu
kerja kurang dari 1 (satu) tahun
Pasal 4
Jam Kerja
1. Jam kerja untuk Pihak Kedua adalah jam kerja sesuai dengan ketentuan
pihak PT AJBS
Pasal 5
Sanksi dan Lain-lain
1. Apabila ada barang yang hilang pada departemen Pihak Kedua atau jam
kerjanya Pihak Kedua maka Pihak Kedua berkewajiban untuk mengganti
dengan cara mengangsur seharga barang yang hilang tersebut sampai
selesai.
2. Pihak Pertama berhak sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku
dan sebagaimana diatur dalam Perjanjian ini, sewaktu-waktu memutuskan
Perjanjian dengan Pihak Kedua secara langsung dengan tidak memberikan
ganti kerugian apapun bila ternyata Pihak Kedua melakukan kesalahan
antara lain :
a. Penipuan, pencurian dan penggelapan barang / uang milik PT AJBS atau
milik rela Pihak PT AJBS Diana Pihak Kedua ditempatkan.
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
Pihak Pertama, dan kedua / atau merugikan PT AJBS
c. Pihak memahami dengan seksama atas target yang diinginkan oleh PT
AJBS baik secara lisan maupun secara tertulis yang akan diberikan
langsung oleh pihak PT AJBS.
d. Melakukan Kesalahan yang bobotnya sama setelah mendapat peringatan
terakhir yang masih berlaku.
e. Menjanjikan sesuatu hak / barang kepada pengguna jasa layanan sebagai
hadiah/bonus diluar ketentuan yang ada dalam PT AJBS, dan meminta
jasa imbalan kepada pengguna jasa layanan.
f. Melakukan segala perbuatan yang dilarang oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia maupun hukum Internasional.
g. Mabuk atau minum-minuman keras yang memabukkan, menggunakan
obat bius atau menyalahgunakan obat-obatan terlarang atau obat-obatan
perangsang lainnya ditempat kerja yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan.
h. Melakukan perbuatan asusila ataupun melakukan perjudian di tempat
kerja.
i. Melakukan tindakan kejahatan misalnya menyerang, mengintimidasi atau
menipu Pihak Pertama dan atau PT AJBS, atau teman sekerja dan
memperdagangkan barang terlarang baik di dalam maupun di luar
lingkungan PT AJBS.
j. Menganiaya, mengancam secara fisik atau mental, menghina secara
kasar karyawan Bank dan atau Pihak Pertama, keluarga Pihak Pertama
atau teman sekerja.
k. Membujuk Pihak Pertama, atau teman sekerja Atau melakukan sesuatu
perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
l. Dengan ceroboh ada sengaja, merusak, merugikan atau membiarkan
dirinya atau teman sekerjanya dalam keadaan bahaya.
m. Membongkar atau membocorkan rahasia Pihak Pertama dan PT AJBS,
data atau informasi berkaitan dengan ketentuan dan peraturan
operasional antaralain kebijakan intern dan sistem prosedur serta produk
milik PT AJBS, atau mencemarkan nama baik karyawan PT AJBS dan atau
Pihak Pertama atau keluarganya yang seharusnya dirahasiakan.
3. Dalam hal Pihak Kedua ingin mengundurkan diri/berhenti bekerja sebelum
berakhir masa berlaku Perjanjian, maka Pihak Kedua wajib mengajukan
surat pengunduran diri kepada Pihak Pertama paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kalender sebelum tanggal efektif berhenti bekerja.
Pasal 6
Program JAMSOSTEK & Asuransi
1. Pihak Pertama akan mengikutsertakan Pihak Kedua pada program
JAMSOSTEK sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan karena biaya
pengobatan / kesehatan Pihak Kedua disediakan sejalan dengan program
tersebut. Sesuai dengan Peraturan Ketenagakerjaan yang berlaku pada
saat perjanjian ini di tanda tangani oleh para pihak (MENAKER
No.5/MEN/1993,tol 27 Feb 1993).
2. Pihak Kedua di bebankan iuran sebesar 2% dari gaji pokok per bulan
untuk mengikuti program JAMSOSTEK dan sisanya iuran sebesar 4.24 %
dibebankan pada Pihak Pertama yang akan ditagihkan kepada PT AJBS.
3. Pihak Kedua akan disertakan dalam program asuransi.
Pasal 7
Masa Berlaku Perjanjian
1. Perjanjian ini dibuat untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, terhitung mulai
tanggal 18 April 2013 dan berakhir demi hukum tanggal 18 April 2014.
2. Perjanjian ini dapat di amandemen yang dibuat dan ditandatangani oleh
para pihak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 8
Pengakhiran Perjanjian Kerja
1. Dengan berakhirnya Perjanjian maka Pihak Kedua menyatakan tidak akan
mengajukan tuntutan/klaim/gugatan berupa apapun dan melepaskan
haknya terhadap semua hak yang timbul dari hubungan kerja yang ada,
seperti uang pesangon, uang jasa atau ganti rugi dalam bentuk apapun
dari Pihak Pertama.
2. Pihak Kedua wajib mengembalikan seluruh barang yang dipakai (pada
saat Perjanjian berakhir/diakhiri) untuk menunjang pekerjaan yang diatur
dalam Perjanjian yang dipercayakan kepada Pihak Kedua.
3. Sepanjang mengenai penyelesaian perjanjian ini para pihak sepakat
untuk melepaskan / mengesampingkan pemberlakuan pasal 1266 dan
atau pasal 1267 KUHPerdata.
Demikian Perjanjian dibuat dengan sebenarnya, dimengerti dan disetujui
semua pihak tanpa adanya paksaan dari pihak manapun serta dilakukan
dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani.
Surabaya, 8 Maret 2013
Pihak Kedua
(Swastika Arini)
Pihak Pertama
(Sam Hari)