PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
hidup. Kesepakatan
bagaimana menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh National Institute
of Health National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) bekerja sama dengan
World Health Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para
dokter dan tenaga kesehatan untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal
sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian asma.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia
lobularis
yaitu
suatu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
2. Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos
bronkus.
2.1.3
Faktor Resiko
Secara umum factor resiko asma dipengaruhi atas factor genetic dan factor
lingkungan.
a. Faktor Genetik
1.) Atopi/alergi
Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian.
Predisposisi
genetik
untuk
berkembangnya
asma
memberikan
bakat/
3)
Infeksi pernapasan
4)
Allergen makanan
5)
6)
7)
8)
Perubahan cuaca
9)
Sulfur dioksida
2.1.4
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Anamnesis yang baik cukup membantu diagnosis ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
1. Anamnesis, didapatkan gejala :
1)
2)
Gejala berupa batuk , berdahak, sesak napas, rasa berat di dada. Gejala
timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
3)
4)
1)
2)
3)
4)
2. Pemeriksaan Fisik
Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi
pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal
walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan
napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi
Menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada
serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun
demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat
berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara,
takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas
3. Pemeriksaan Penunjang
A. Faal Paru
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
1). obstruksi jalan napas
2). reversibiliti kelainan faal paru
3). variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif
jalan napas
B. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur
yang standar.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
7
1)
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
2)
3)
Reversibiliti,
yaitu
perbaikan
nilai APE
15%
setelah
inhalasi
Diagnosis Banding
Gejala Malam
Faal paru
Bulanan
APE 80%
*
2
kali * VEP1 80% nilai prediksi
sebulan
serangan
* Serangan singkat
II. Persisten Ringan
* Gejala > 1x/minggu,
Mingguan
APE > 80%
* > 2 kali * VEP1 80% nilai prediksi
sebulan
* Serangan dapat
mengganggu aktiviti
dan tidur
III. Persisten Sedang
* Gejala setiap hari
Harian
* > 1x
* Serangan mengganggu
seminggu
APE 60 80%
/ * VEP1 60-80% nilai prediksi
*Membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten Berat
* Gejala terus menerus
Kontinyu
* Sering
APE 60%
* VEP1 60% nilai prediksi
* Sering kambuh
10
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbidti dan menjaga penderita agar
tetap masuk sekolah/ kerja dan mengurangi biaya pengobatan. Edukasi tidak
hanya pada penderita tetapi juga kepada keluarga.
2. Menilai dan Monitor Berat Asma secara berkala
Penilaian klinis berkala anatara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma.
3. Identifikasi dan Mengendalikan Faktor Pencetus
Sebagian penderita dengan mudah mengenali faktor pencetus akan tetapi
sebagian lagi tidak dapat mengetahui faktor pencetus asmanya. Sehingga
identifikasi faktor pencetus harus dilakukan untuk mencegah timbulnya serangan
berulang.
4. Perencanaan Pengobatan Jangka Panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan. Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka
panjang untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol,
terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
a) Medikasi (obat-obatan)
b) Tahapan pengobatan
c) Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
1). Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
A. Pengontrol (Controllers)
11
pengontrol harian
Tidak perlu
/ Alternatif lain
Pilihan lain
--------
Intermiten
Asma Persisten Glukokortikosteroid
Ringan
------------
Teofilin lepas
inhalasi
Kromolin
Leukotriene
modifiers
inhalasi Glukokortikoste
glukokortikosteroid
roid
Ditambah
inhalasi beta-2
kerja
agonis
lama
ekivalennya) atau
dan agonis
kerja lama
beta-2 ekivalennya)
ditambah
Teofilin
Ditambah
teofilin
lepas lambat
lepas
lambat ,atau
Glukokortikoste
roid
inhalasi
(400-800 ug BD
atau
ekivalennya)
ditambah agonis
beta-2
kerja
13
Glukokortikoste
roid
inhalasi
dosis
(>800
tinggi
ug
BD
atau
ekivalennya)
atau
Glukokortikoste
roid
inhalasi
(400-800 ug BD
atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Asma Persisten Kombinasi
Berat
inhalasi Prednisolon/
glukokortikosteroid
metilprednisolon
oral
ekivalennya)
selang
dan sehari 10 mg
kerja
di bawah ini:
oral,
teofilin
lama
lepas ditambah
lambat
-
teofilin
lepas
leukotriene lambat
modifiers
- glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan: bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin
14
Sesak nafas
Berjalan
Posisi
Dapat
Sedang
Berbicara
tidur Duduk
terlentang
Cara berbicara Satu kalimat
Keadaan
Berat
Mengancam Jiwa
Istirahat
Duduk
Membungkuk
Beberapa kata
Kata
demi
kata
Kesadaran
Mungkin
Gelisah
Gelisah
gelisah
Mengantuk,
gelisah, kesadaran
menurun
Frekuensi
<20/menit
20-30/menit
>30/menit
<100/menit
100-
>120/menit
Nafas
Nadi
Bradikardia
120/menit
Pulsus
paradoksus
Otot
Bantu
10mmHg
10-20mmHg
+
>25mmHg
+
Kelelahan Otot
Torakoabdominal
15
Napas
dan
Paradoksal
retraksi
suprasternal
Mengi
Akhir
Akhir
ekspirasi
ekspirasi
ekspirasi
paksa
APE
>80%
60-80%
<60%
PaO2
>80 mmHg
60-80 mmHg
<60 mmHg
PaCO2
<45 mmHg
<45 mmHg
>45 mmHg
SaO2
>95%
91-95%
<90%
Serangan Asma
Ringan
Serangan Asma
Sedang/Berat
Serangan Asma
Mengancam Nyawa
Pengobatan Awal
-Oksigenasi dengan kanul nasal
-Inhalasi agonis beta2 kerja singkat (nebulasi), setiap 20 menit dalam
satu jam atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau
Adrenalim 1/1000 0,3 ml subkutan)
-Kortikosteroid sistemik : untuk serangan asma berat, tidak ada respon
segera dengan pengobatan bronkodilator, dalam kortikosteroid oral.
16
Respon baik
(dalam 60 menit)
Pem. Fisis Normal
APE > 70%
SaO2 >90%
Pulang
-Pengobatan dlnjtkn
-dg inhalasi agonis
beta-2O2
-Mmbutuhkan
kortikosteroid oral
-Edukasi penderita
O2
Dirawat di RS
inhalasi agonis beta-2
+anti-kolinergik
- kortikosteroid sistemik
-Aminophilin drip
-terapi O2
-Pantau APE, sat O2,
Nadi, kadar teofilin
Perbaikan
Tidak
perbaikan
dalam 6-12
jam
Pulang
Bila APE >60%
prediksi/terbaik.
Tetap berikan
pengobatan
oral
6. Kontrol
Secara Teratur
atau inhalsi
Penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan
oleh dokter yaitu:
1)
2)
Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut jika diperlukan
17
1)
2)
3)
Lingkungan kerja
2.2.1
2.2 PNEUMONIA
Definisi
Secara klinis pneumonia merupakan peradangan akut parenkim
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Gambar 4. Pneumonia
2.2.2
Etiologi
Pneumonia
dapat
disebabkan
oleh
berbagai
macam
18
19
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti
4. Stadium IV (7-11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali kestukturnya semula
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebebkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri
ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis sitiplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan.
Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak
4 zona pada daerah parasitik yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi
sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang
aktif dengan jumlah PMN yang banyak
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadinya resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.
2.2.4 Klasifikasi Pneumonia.
1. Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan
Mycoplasma,
Legionella
dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama
pada
penderita
dengan
daya
tahan
lemah
(immunocompromised).
20
pneumonia=
CAP)
(Hospital-acquired
Pneumonia=
HAP)
21
23
Pneumonia
Lobaris
Pneumonia
Segmentalis
Pneumonia
Lobularis
(Bronkopneumonia
Penegakan Diagnosis
Batuk-batuk.
2.2.9
Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa
alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
24
b.
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
c.
Pseudomonas aeruginosa
-
d.
-Teikoplanin
e.
Linezolid
Hemophilus influenzae
- TMP-SMZ
- Azitromisin
- Sefalosporin gen. 2 atau 3
- Fluorokuinolon respirasi
f.
Legionella
- Makrolid
- Fluorokuinolon
- Rifampisin
g.
Mycoplasma pneumoniae
-
h.
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
-
Doksisikin
Makrolid
25
Fluorokuinolon
4.
26
Gambar 7. Bronkopneumonia
2.3.2 Etiologi
27
Virus:
virus
parainfluenza,
virus
influenza,
adenovirus,
RSV,
cytomegalovirus.
-
3. Pada anak-anak:
-
4. Pada Dewasa:
-
Bronkopneumonia lipoid
28
2.3.3 Patogenesa
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau
karena aspirasi makanan dan minuman. Dalam keadaan sehat pada paru tidak
akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh
adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan
ketidakseimbangan
antara
daya
tahan
tubuh
sehingga
2.
3.
4.
2.3.4 Klasifikasi
Tabel 4. Klasifikasi bronkopneumonia
Tanda dan gejala
Onset
Suhu
Batuk
Dahak
Gejala lain
Atipik
Gradual
Kurang tinggi
Non produktif
Mukoid
Nyeri kepala, myalgia,
Tipik
Akut
Tinggi, menggigil.
Produktif
Purulen
Jarang
Radiologis
Laboratorium
spesifik
patchy atau normal
Konsolidasi lobar
Leukosit normal kadang Lebih tinggi
Lebih jarang
atau Kokus gram (+)
rendah
29
Sering
Jarang
dinding dada
Demam
Batuk
Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles) pada basal paru.
Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
5.
predominan).
pemeriksaan fisik didapatkan:
- inspeksi: pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan
-
6.
leukosit
dapat
membantu
membedakan
pneumoni
viral
dan
2.2.7 Komplikasi
-
hilang.
Empiema
Abses paru
2.2.8 Prognosis
Dengan penggunaan antibiotic yang tepat dan cukup, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %. Pada bronkopneumonia prognosis baik, tetapi
tergantung dari status gizi dan ketepatan waktu datang ke sarana kesehatan.
2.2.9 Penatalaksanaan
a. pengobatan suportif seperti istirahat di tempat tidur dan minum
b.
c.
d.
e.
f.
berikut:
Penisilin sensitif streptococcus pneumonia (PSSP), yaitu:
- Golongan penisilin: penisilin V, 4x250-500 mg/hari (anak 25-50
mg/kgbb dalam 4 dosis), amoksisilin 3x250-500 mg/hari (anak 20-40
mg/kgbb dalam 3 dosis), atau sefalosforin golongan 1 (sefadroksil
500-1000 mg dalam 2 dosis, pada anak 30 mg/kgbb/hari dalam 2
2.
dosis).
- TMP-SMZ
- Makrolid
Penisilin resisten streptococcus pneumonia (PRSP), yaitu:
32
Berdasarkan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pada
pneumonia adalah:
-
2.2.10 Pencegahan
Penyakit beronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit yang dapat menyebabkan
bronkopneumonia ini.
Selain itu, hal-hal yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap berbagai pnyakit saluran nafas seperti gaya hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, istirahat yang cukup, dan
berolahraga. Melakukan vaksinasi juga dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain:
-
Vaksinasi pneumokokus
Vaksinasi influenza
33
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama
: Tn. Frdaus
Umur
: 59 ahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
:-
Agama
: Islam
Alamat
3.2. Anamnesa
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk Rumah
Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
-
34
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
Tinggi badan
Berat badan
: sakit sedang
: compos mentis cooperative
: 120/70 mmHg
: 63 kali/ menit
: 24 kali/ menit
: afebris
: 167 cm
: 65 kg
Kepala
: normocephal
Mata
- pupil
: isokor
: ikterik (-/-)
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
35
Paru
Inspeksi
saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi dinding dada saat
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
sinistra
Batas pinggang jantung RIC III linea
Abdomen
Auskultasi
parasternalis sinistra
: regular, bising (-) murmur (-)
Inspeksi
teraba, nyeri tekan (-) nyeri lepas (-) defans muscular (-)
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Ekstremitas superior dan inferior : edema (-), sianosis (-)
3.5. Diagnosis
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
PPOK
36
Pneumonia
3.6. Terapi
Bed rest
O2 2-4 L/menit
IVFD RL 8 Jam/Kolf + Drip aminofilin 1,5 ampul
Inj Fosmicin 2x2
Inj Fluimucil 3x1
Bromhexin 3x1
Combivent nebu 4x1
Esome 1x1
Inj Metil prednisolone 2x125mg
Rontgen Thorax
Pemeriksaan sputum
BAB V
KESIMPULAN
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan. Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di
berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak
mengganggu aktivifitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu
aktivifitas bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau
sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah
penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti hidup.
Bronkopenumonia adalah peradangan pada parenkim paru dan disebut
juga pneumonia lobularis. Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada
paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan
37
oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi. Jakarta: IDI. 2014
2. Iris Rengganis. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FK UI RSCM. 2008
3. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. 2004
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komunitas. 2014. Jakarta:
Badan Penerbit FK UI.
38