Penyusun mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT sehingga Penyusun dapat
menyelesaikan makalah Formulasi Ampisilin Suspensi tepat pada waktunya. Makalah ini
merupakan hasil dari materi yang sedang dipelajari di mata kuliah Teknologi Sediaan Semi Solid
dan Liquid.
Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Teti Indrawati, Msi, Apt.
selaku dosen mata kuliah Teknologi Sediaan Solid dan Liquid sehingga Penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak, demikian isi sebuah peribahasa Indonesia. Penyusun
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada makalah ini, baik dalam penulisan maupun
penyajiannya. Penyusun masih membuka pintu kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
memperbaiki makalah di masa yang akan datang.
Penyusun amat berharap kepada pembaca makalah ini agar makalah ini bermanfaat bagi
Penyusun khususnya dan Pembaca pada umumnya.
Penyusun
DAFTAR IS
1
Kata pengantar.......................................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................................ii
BAB.I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................................1
BAB.II Tinjauan Pustaka
2.1 Suspensi...........................................................................................................................2
2.2 PraFormulasi....................................................................................................................9
2.3 Evaluasi Sediaan..............................................................................................................15
BAB.III Pembahasan
3.1 formulasi..........................................................................................................................18
BAB.IV Penutup
4.1 Kesimpulan......................................................................................................................22
4.2 Saran................................................................................................................................22
Daftar Pustaka........................................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Antibiotik merupakan salah satu jenis obat yang tergolong sebagai obat keras,
yang dalam penggunaannya harus menggunakan resep dokter. Manfaat antibiotik ini
adalah untuk menekan dan menghentikan perkembangan perkembangan bakteri atau
mikroorganisme berbahaya yang berada dalam tubuh. Manfaat antibiotik yang paling
sering digunakan adalah untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka.Ampisilin
merupakan salah satu derivat penisilin semi sintetik yang bersifat bakterisida yang
bekerja dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri. Biasanya digunakan untuk
mengobati penyakit yang terinfeksi bakteri gram positif dan negatif pada saluran nafas,
saluran cerna, dan saluran kemih.
Ampisilin dapat dibuat dalam bentuk sediaan oral berupa tablet dan sirup kering.
Namun absorbsi ampisilin pada pemberian oral umumnya berlangsung selama 2 jam,
dengan jumlah ampisilin yang diabsorbsi bervariasiantara 20-70%. Absorbsi ampisilin
yang tidak sempurna ini disebabkan oleh sifat-sifat amfoternya serta keterbatasan
kelarutan dalam air dan kecepatan disolusinya. Absorpsi diperlambat dengan adanya
makanan, tetapi tidak mempengaruhi jumlah tital ampisislin yang diabsorpsi. Oleh karena
absorpsi ampisilin pada pemberian per oral tidak sempurna dan sangat bervariasi, maka
perlu diteliti bioavailabilitasnya.
Ampisilin terdapat dua bentuk,yaitu ampisilin anhidrate dan ampsilin Trihidrate,
secara bentuk dan kelarutannya,ampisilin dalam bentuk anhydrate atau bentuk garam
umumnya digunakan untuk sediaan injeksi karena dapat larut dalam air, sedangkan
ampisiline dalam bentuk trihidrate digunakan untuk sediaan suspensi kering.
Ampisilin tidak stabil dan tidak larut dalam pembawa air. Sehingga ampisilin
akan dibuat dengan bentuk sediaan suspensi kering atau sirup kering. Produk kering yang
dibuat secara komerisal guna mengandung obat-obat antibiotik, dengan bahan tambahan
pewarna, pemanis, aroma, penstabil, dan pensuspensi, atau zat pengawet yang mungkin
diinginkan untuk meningkatkan stabilitas dari serbuk kering atau campuran granul atau
dasar suspensi cair.
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
antimikroba juga berlaku untuk suspensi. Sesuai dengan sifatnya, partikel yang terdapat
dalam suspensi dapat dengan mudah mengendap pada dasar wadah bila didiamkan.
Pengendapan seperti ini dapat mempermudah pengerasan dan pemadatan sehingga sulit
terdispersi kembali, walaupun dengan pengocokan. Untuk mengatasi masalh tersebut,
dapat ditambahkan zat yang sesuai untuk meningkatkan kekentalan dan bentuk gel
suspensi seperti tanah liat, surfaktan, poliol, polimer atau gula. Yang sangat penting adalah
bahwa suspensi harus dikocok baik sebelum digunakan untuk menjamin distribusi bahan
padat yang merata dalam pembawa, hingga menjamin keseragaman dan dosis yang tepat.
Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Macam-macam sediaan suspensi, adalah sebagai berikut:
1. Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oarl.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori
ini.
2. Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padata yang terdispersi dalam
pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan obat pada kulit. Beberapa suspensi yang
diberi etiket sebagai Lotio termasuk dalam kategori ini.
3. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi oflamik adalah sedian cair steril yang mengandung partikel sangat halus yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
5. Suspensi untuk injeksi terkontitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa
yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi.
Steril setelah penambahan bahan yang sesuai. (lmu Resep Syamsuni hal 125).
Suatu sediaan suspensi yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. kriteria dari suatu
sediaan suspensi yang baik adalah:
1. Pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian yang serba sama dapat
dipertahankan dengan pengocokan sediaan.
2. Seandainya terjadi pengendapan selama penyimpanan harus dapat segera terdispersi
kembali apabila suspensi dikocok.
3. Endapan yang terbentuk tidak boleh mengeras pada dasar wadah.
4. Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi sehingga sediaan dengan mudah dapat
dituang dari wadahnya.
5. Memberikan warna, rasa, bau serta rupa yang menarik.
Kriteria suatu sediaan suspensi kering yang baik adalah:
1. Kadar air serbuk tidak boleh melebihi batas maksimum. Selama penyimpanan serbuk harus
stabil secara fisik seperti tidak terjadi perubahan warna, bau, bentuk partikel dan stabil
secara kimia seperti tidak terjadi perubahan kadar zat dan tidak terjadi perubahan pH yang
drastis.
2. Pada saat akan disuspensikan, serbuk harus cepat terdispersi secara merata di seluruh
cairan pembawa dengan hanya memerlukan sedikit pengocokan atau pengadukan.
3
3. Bila suspensi kering telah dibuat suspensi makan suspensi kering dapat diterima bila
memiliki criteria suspensi.
Syarat Suspensi
1) Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal.
2) Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat
antimikroba.
3) Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.
4) Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
5) Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
6) Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali.
7) Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspense.
8) Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang..
9) Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid tetap
agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.
10) Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad renik
lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang akan
diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda.
2.1.2. Stabilitas suspensi
Suspensi yang mengendap harus dapat menghasilkan endapan yang dapat terbagi rata
kembali bila dikocok, karena hal ini merupakan suatu persyaratan dari suatu suspensi.
Pengendapan itu sendiri disebabkan adanya tegangan antar permukaan zat padat dengan zat
cairnya, bila tegangan antar permukaan zat padat ini lebih besar dari tegangan permukaan
zat cairnya, maka zat padat tersebut akan mengendap dan sebaliknya bila tegangan antar
permukaan zat padat lebih kecil maka zat padat tersebut akan ditekan ke atas sehingga
pengendapan tidak akan terjadi. Untuk memperkecil tegangan antar permukaan maka
diperlukan zat pensuspensi yang bekerja menurunkan tegangan permukaan. Selain
tegangan permukaan zat yang memiliki energy bebas yang besar tidak stabil dalam bentuk
suspensi. Untuk mendapatkan suspensi yang stabil maka energy bebas tersebut harus
diturunkan. Hubungan energi bebas, tegangan permukaan dan luas permukaan dalam suatu
suspensi dijelaskan dalam rumus sebagai berikut:
W = . A
Dimana harga: W = kenaikan energy bebas permukaan (erg), = tegangan antar muka
(dyne/cm), A = penambahan luas permukaan (cm2). Persamaan si atas menunjukkan
bahwa untuk menstabilkan suatu suspensi maka ukuran partikel harus diperkecil sehingga
energy bebasnya juga menjadi kecil. Selain dari persamaan di atas Hukum Stokes juga
perlu dipertimbangkan yaitu:
d.
e.
f.
g.
h.
1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.
2. Homogenitas tinggi
3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara
zat aktif dan saluran cerna meningkat).
4. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya)
5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
6. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal (jika jenuh), degradasi, dll)
7. Jika membentuk cacking akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya
turun.
8. Aliran menyebabkan sukar dituang
9. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
10. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking,
flokulasi -deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.
11. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang
diinginkan.
2.1.5. Kerugian sediaan suspensi
1. Rasa obat dalam larutan lebih jelas
2. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres, tablet, dan
kapsul.
3. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar kandungan
dalam larutan di mana terdapat air sebagai katalisator.
2.1.6. Macam-Macam Metode Pembuatan Suspensi
Menurut Patel dkk (1994), ada beberapa metode dalam pembuatan suspensi, yaitu:
1. Metode pengendapan
a. Pengendapan Dengan Pelarut Organik
Obatobatan yang tidak larut dalam air dapat diendapkan dengan melarutkannya
dalam pelarut organik yang bercmpur dengan air dan kemudian menambah fase
organik ke air murni dibawah kondisi standar.
b. Pengendapan yang dipengaruhi oleh perubahan pH dan medium
Metode ini dapat lebih membantu dan tidak menimbulkan yang serupa dengan
endapan organik. Tetapi teknik ini hanya dapat diterapkan keobat obat yang
seharusnya tergantung pada pH.
c. Penguraian rangkap
Metode ini meliputi kimia sederhana, meskipun beberapa faktor fisis juga ikut
berperan Menurut Anief (2007) dalam pembuatan suspensi stabil secara fisis yang
biasa dipakai sebagai pegangan pedekatan adalah:
Penggunaan pembawa tersusun untuk partikel deflokulasi dalam suspensi. Pembawa
tersusun pseudoplastis dan plastis. Pembawa tersusun bekerja dengan cara penjeratan
(calmpiping) partikelpartikel (umumnya deflokulasi) sedemikian, hingga secara deal
tidak terjadi pengendapan.
Penggunaan prinsip prinsip untuk membentuk flok, mskipun terjadi cepat mengenap,
tetapi dengan pengocokkan dengan mudah tersuspensi kembali.
Stabilitas fisis yang optimum dan bentuk rupanya yang baik akan terjadi bila
suspensi diformulasikan dengan patiklpartikel flokulasi dengan pembawa tersusun dari tipe
koloid hidrofil (flokulasi terkontrol). Menurut Hinds, untuk membentuk flokulasi dalam
suspensi digunakan elektrolit, surfaktan, dan polimer.
2. Metode Dispersing
Bahan tersebut dilarutkan dahulu dengan air sebelum dicampur dengan dengan bahan
bahan yang akan disuspensikan. Surfaktan dapat digunakan untuk menjamin pembasahan zat
padat pada hidrofobik engan seragam. Penggunaan zat pensuspensi bisa iusulkan tergantung
pada penggunaan spesifik. Metode sebenernya dari pendispersi zat padat merupakan salah satu
pertimbangan yang ebih pentin, karena pengurangan ukuran prtikel mungkin dihasilkan atau
mungkin tidak dihasilkan dari proses dispersi.
3. Sistem Flokulasi dan Deflokulasi
7
Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah cepat mengenap dan
mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan pada sisitem deflokulasi,
partikel terdeflokulasi mengenap perlahan lahan dan akhirnya membentuk sedimen dan terjadi
agregrasi dan selanjutnya cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.
Pada sistem flokulasi biasanya mencegah pemisahan yang sungguh sungguh tergantung
pada kadar partikel padat dan derajat flokulasinya pada suatu waktu sisitem flokulasi klihatan
kasar akibat terjadinya flokul. Dalam sistem deflokulasi, partikel terdispersi baik dn mengenap
senderian, tapi lebih lamat dari pada sistem flokulasi tapi partikel delokulasi berkehendak
membentuk sedimen atau cake yang sukar terdispersi kembali.
Sifatsifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi dalam susupensi menurut Anief (2007)
No
Deflokulasi
Flokulasi
1
Partikel tersuspensi dalam keadaan Partikel merupakan agregat yang bebas
terpisah satu dengan lainnya
2
Sedimentasi lambat,masing masing Sedimentasi cepat, partikel mengenap
partikel
mengenap
terpish dan sebagai flok yaitu kumpulan partikel
ukuranya minimal
3
Sedimentasi terjadi lambat
Sedimentasi terjadi cepat
4
Akhirnya
sedimentasi
akan Sedimentasi terbungkus bebas membentuk
membentuk cake (agregat) yang sukar cake yang keras dan padat dan mudah
terdispersi kembali
terdispersi kembali seperti semula
5
Wujud suspensi menyenangkan karena Wujud susupensi kurang menyenangkan
zat tetap tersuspensi dalam waktu sebab sedimentasi terjadi cepat dan
relative lama, meskipun ada endapan diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih
cairan atau tetap berkabut
4. Metode praesipitasi
Zat yang hendak didespersi dilarutkan dahulu dalam pelarut organik yang hendak dicampur
dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air.
Akan tetapi endapan halus dan tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Caiaran organik tersebut
adalah etanol, propilenglikol dan polietilenglikol.
2.2. PraForrmulasi
a. Zat Aktif
1. Ampisilin
Zat Aktif: Zat Aktif yang digunakan dalam formulasi kali ini adalah ampisilin.
Ampisilin (Farmakope Indonesia Ed.IV hal.103, DI halm.227
Rumus Molekul
: C16H19N3OS4.3H2O
BM bentuk trihidrat
: 403,45
Pemerian
Kelarutan
Khasiat
Ampisilin adalah antibiotika golongan penisilin semi sintetik, dipakai secara per oral
dan parenteral, aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif dengan spektrum antibakteri.
Absorpsi ampisislin pada pemberian per oral umumnya berlangsung selama kira-kira 2
jam, tetapi jumlah ampisilin yang diabsorpsi bervariasi antara 20 - 70%. Absorpsi ampisilin
yang tidak sempurna ini disebabkan oleh sifat-sifat amfoternya serta keterbatasan kelarutan
dalam air dan kecepatan disolusinya. Absorpsi diperlambat dengan adanya makanan, tetapi
tidak mempengaruhi jumlah tital ampisislin yang diabsorpsi. Oleh karena absorpsi
ampisilin pada pemberian per oral tidak sempurna dan sangat bervariasi, maka perlu diteliti
bioavailabilitasnya.
1. Farmakologi
Ampisilin adalah derivat penisilin semi sintetik yang bersifat bakterisida yang bekerja
dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri. Ampisilin aktif terhadap bakteri
Gram-positif (Streptococcus faecalis, Streptococcus pneumoniae dan Streptococcus
haemolyticus) dan bakteri Gram-negatif (Haemophilus influenzae, Salmonella sp.,
Neisseria gonorrhoeae, Proteus mirabillis).
2. Farmakodinamik
Ampisilin termasuk golongan penisilin semisintetik yang berasal dari inti penisilin yang
berasal dari inti penisilin yaitu asam-6-amino penisilinat (6-APA) dan merupakan
antibiotik luas yang bersifat bakterial.
Secara klinis efektif terhadap kuman gam-positif yang peka terhadap macam-macam
kuman gram-negatif, diantaranya:
a) Bakteri gram positif seperti S.pneumoniae, enterokokus dan staphylococcus yang tidak
menghasilkan penisilinase.
b) Bakteri gram negatif seperti gonococcus, H. Influenzae, jenis E.coli, Shigella,
Salmonella dan P.mirabilis.
3. Farmakokinetik
a) Untuk pemakaian oral dianjurkan diberikan setengah jam sampai 1 jam sebelum makan.
b) Cara pembuatan suspensi, dengan menambahkan air matang sebanyak 50ml, kocok
sampai serbuk homogeny. Setelahrekonstitusi, suspensi ersebut harus digunakan dalam
jangka waktu 7 hari.
c) Pemakaian parenteral baik secara i.m ataupun i.v dianjurkan bagi penerita yang tidak
memungkinkan untuk pemakaian secara oral.
4. Indikasi
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan/atau Gram-negatif yang peka
terhadap ampisilin:
a) Infeksi saluran nafas, bronkopneumonia, otitis media.
b) Infeksi saluran kemih seperti pielonefritis akut dan kronik, sistitis.
c) Gonore yang tidak berkomplikasi.
d) Infeksi alat kelamin wanita, pelvis kecil seperti : aborsi septis, adneksitis, endometritis,
parametritis, pelviperitonitis, demam puerperal.
e) Infeksi saluran pencernaan seperti shigellosis dan salmonelosis.
f) Ampisilin injeksi untuk meningitis.
5. Kontra Indikasi
a) Pada pasien yang hipersensitif terhadap penisilin dan turunannya.
b) Pada infeksi yang disebabkan oleh kuman penghasil enzim penisilinase.
6. Interaksi Obat
a) Penggunaan bersama dengan allopurinol akan meningkatkan kemungkinan reaksi
hipersensitivitas.
b) Penggunaan dengan kontrasepsi oral akan menurunkan efektivitas dari kontrasepsi oral.
c) Penggunaan dengan probenesid dapat meningkatkan dan memperpanjang kadar
ampisilin dalam darah.
b. Zat Tambahan
1. Natrium Alginat
10
Natrium alginat sudah biasa digunakan sebagai bahan pensuspensi sirup kering
ampisilin. (Ofner et al., 1989). Natrium alginat merupakan suatu polisakarida yang
diekstraksi dari ganggang coklat marga Sargassum dan Turbinaria menggunakan larutan
basa encer. Natrium alginat mempunyai gugus karboksilat yang dapat terion menjadi
bermuatan negatif. Secara fisik natrium alginat berupa serbuk berwarna putih kekuningan
hingga coklat, tidak berbau dan tidak berasa. Natrium alginat merupakan garam natrium
dari asam alginat, polimer glukuronan linier yang terdiri dari asam -(14)-Dmanosiluronat dan residu asam -(14)-L-gulosiluronat.
Natrium alginat larut dalam air membentuk koloid kental dan tidak larut dalam
medium dengan pH kurang dari 3, etanol, dan pelarut organik lainnya. Larutan natrium
alginat stabil pada pH 4 sampai 10. Viskositasnya dapat bervariasi, tergantung pada
konsentrasi, pH, temperature, atau adanya ion logam. Viskositas larutan akan menurun
pada pH larutan di atas 10. Derajat disolusi untuk monomer asam mannuronat dan
guluronat adalah sekitar 3.38 dan 3.65.
Dalam bidang farmasi, natrium alginat digunakan pada berbagai formulasi oral dan
topikal. Pada formulasi tablet, natrium alginat dapat digunakan sebagai pengikat dan
disintegran. Selain digunakan dalam sediaan oral lepas terkendali karena dapat
menghambat pelepasan obat dalam tablet dan suspensi dalam air. Pada formulasi topikal,
natrium alginat banyak digunakan sebagai pengental dan pensuspensi pada berbagai
sediaan pasta, krim, dan gel, dan juga sebagai penstabil pada sistem emulsi minyak dalam
air. Beberapa tahun terkahir, natrium alginate bahkan digunakan untuk mikroenkapsulasi
obat. Selain dalam bidang farmasi, natrium alginate juga digunakan dalam bidang kosmetik
dan industri makanan.
2. Pregel Pati Singkong Posfat
Dalam penelitian ini digunakan ampisilin sebagai model obat dan pregel pati singkong
fosfat sebagai bahan pensuspensi. Pregel pati singkong fosfat adalah hasil modifikasi fisika
dan kimia pati singkong. Modifikasi fisik pati singkong menghasilkan pati pregel yang
dibuat melalui pemanasan dengan penambahan air. Setelah diperoleh pati singkong
pregelatinasi, maka dibuat pati pregel singkong fosfat dengan cara mereaksikan pati pregel
singkong masing masing dengan POCl3 dan Na2HPO4 (Lim et al. 1994, Kasemsuwan dan
Jane, 1994). Hasil reaksi menggunakan POCl3 akan menghasilkan senyawa cross-linking
pati pregel singkong fosfat di-ester (CPSF), sedangkan hasil reaksi menggunakan pereaksi
Na2HPO4 menghasilkan senyawa substitusi pati pregel singkong fosfat mono-ester
(SPSF).
Kedua bentuk senyawa pati pregel singkong fosfat tersebut diatas digunakan sebagai
bahan pensuspensi sirup kering ampisilin. Pati singkong tidak dapat digunakan sebagai
bahan pensuspensi karena dalam air tidak dapat mengembang dan meningkatkan
viskositas, sedangkan pati pregel singkong walaupun dalam air dapat mengembang dan
11
meningkatkan viskositas tetapi mudah teretrogradasi sehingga sistem suspensi rusak yang
mengakibatkan rusaknya homogenitas cairan. Senyawa pati fosfat baik berbentuk sustitusi
mono-ester maupun crosslingking di-ester keduanya dapat menghindari retrogradasi yang
merusak suspensi secara fisik.
3. CMC Na/ Natrium Carboxy Metil Cellulose (Handbook of Excipients Ed.VI hal.78)
Pemerian
Kelarutan
Berat Jenis
pH
Kegunaan
Konsentrasi
Stabilitas
OTT
: C6H14O6
: 182,17
: Serbuk, butiran atau kepingan, putih, rasa manis, higroskopis.
: Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam
metanol dan dalam asam asetat.
Berat Jenis
: 1,49 g/ml
pH
: 4,5-7,0
Kegunaan
: Bahan pembasah
Konsentrasi
: 70%
Stabilitas
: Relatif inert dan kompatibel dengan sebagian besar bahan
tambahan; stabil di udara.
OTT
: Tidak bercampur dengan larutan asam berkonsentrasi tinggi dan
larut dengan garam besi juga beberapa logam seperti aluminium,
merkuri, dan zink.
Wadah & penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
5. Lactosum/Laktosa/Saccharum lactis
Rumus molekul
Pemerian
: C12H22O11.H2O
: Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak manis.
12
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih,
sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan
dalam eter.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan penggunaan: Zat tambahan
6. PVP / Povidone (Handbook of Excipients Ed.VI hal.581)
Rumus
Pemerian
Kelarutan
: (C3H4O2)n
: Serbuk putih, agak putih atau tidak berbau, serbuk higroskopis.
: Mudah larut dalam suasana asam, sukar larut dalam etanol 95%,
metanol dan asam asetat.
Berat Jenis
: 0,29-0,39 g/ml
pH
: 3,0 7,0
Kegunaan
: bahan pengikat
Konsentrasi
: 0,5 - 5%
Stabilitas
: Stabil pada pemanasan 110 1800C
OTT
: Tidak bercampur dalam larutan garam anorganik, resin alam dan
sintetis, sulfatiazole, sodium salisilat, asam salisilat, fenobarbital;,
tannin
Wadah dan Penyimpanan: Di wadah yang tertutup rapat dan disimpan di tempat yang sejuk
dan kering.
7. Nipagin/metil paraben
Rumus molekul
Pemerian
: C8H8O3
:Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai
rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.
Kelarutan
: Sukar larut dalam air, larut dalam air mendidih, mudah larut
dalam etanol dan aseton, mudah larut dalam eter dan dalam larutan
alkali hidroksida, agak sukar larut dalam gliserol panas dan minyak
lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih.
Khasiat dan kegunaan : Zat tambahan; zat pengawet.
8. Natrium Benzoat
Rumus Molekul
Berat Molekul
Pemerian
Kelarutan
Berat Jenis
pH
Kegunaan
Konsentrasi
Stabilitas
OTT
: 0,02 0,5%
: Larutan dapat disterilisasi dengan autoklaf dan filtrasi.
: Incompatibel dengan senyawa kuartener, gelatin, garam feri,
garam kalsium. Aktifitas pengawet biasanya berkurang karena
interaksi dengan kaolin atau surfaktan nonionik.
Wadah & Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup baik dan di tempat sejuk dan kering.
9. Aerosil (Handbook of Excipients halm.185 dan Ed.IV halm.424)
Rumus Moleku
Pemerian
:SiO2
:Serbuk koloid silikon dioksida dengan ukuran partikel sekitar 15
nm, ringan, warna putih-kebiruan, tidak berbau, tidak berasa, dan
serbuk amorf. Amorf, berwarna putih, tidak berbau dan tidak
berasa.
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam organik solven, air dan asam kecuali
hydrofluoric acid, larut dalam larutan alkali hydroxide panas
membentuk dispersi koloidal dengan air
Berat Jenis
: 0,029-0,042 g/ml
pH
: 3,5 4,0
Stabilitas
: bersifat higroskopis dan mengadsorbsi sebagian besar air tanpa
mencair.
OTT
: inkompatibel dengan diethylstilbestrol preparations.
Wadah dan Penyimpanan: wadah yang tertutup rapat
Kegunaan
: memperbaiki sifat alir, glidant, suspending agent, peningkat
viskositas, absorben
Konsentrasi
: Glidant 0,1 0,5% Suspending dan thickening agent 2,0
10,0%
10. Etanol (Farmakope Indonesia Ed.IV hal.63)
Pemerian
Kelarutan
Kegunaan
Bobot jenis
OTT
Wadah dan penyimpanan
Rumus Molekul
Pemerian
Kelarutan
Kegunaan
OTT
Wadah dan Penyimpanan
: C H N Na O S
: Serbuk kuning kemerahan, didalam larutan memberikan
warna orange terang
: Mudah larut di gliserin dan air, agak sukar larut dalam
aseton dan propilen glikol, sukar larut dalam etanol 75%
: Pewarna
: Asam askorbat, gelatin, dan glukosa
: Dalam wadah yang tertutup rapat, dan tempat yang sejuk
dan kering
Alat
: VT-03E
Metode
1. Memasukkan sampel ke dalam cup, jika kental gunakan cukup kecil, jika encer maka
gunakan cup besar.
2. Pegang viskotester di satu tangan, gunakan level ukuran atau meteran pada unit untuk
memastikan unit kira-kira telah horizontal.
3. Letakkan rotor pada pusat cup.
4. Pindahkan apitan jarum meter hingga melawan arah.
5. Nyalakan power switch pada posisi ON.
6. Ketika rotor mulai berputar, jarum indicator viskositas secara berkala bergerak ke kanan
dan seimbangkan pada posisi yang menghubungkan viskositas dengan sampel cairan.
7. Baca nilai viskositas dari skala untuk rotor yang sedang digunakan catat nilainy.
8. Ketika pengukuran berjalan sempurna, atur power switch pada posisi OFF.
9. Setelah jarum dikembalikan pada posisi awal, amankan dengan memindahkan kepitan
jarum meter sesuai dengan petunjuk arah.
Uji kecepatan sedimentasi
Alat
: gelas ukur dan penggaris
Metode
1. Sejumlah volume tertentu suspensi dimasukkan dalam gelas ukur yang sudah diberi skala
tertentu.
2. Mendimkan larutan selama waktu tertentu sampai terbentuk endapan
3. Mengukur volume endapan, setelah itu dihitung volume sedimentasinya.
F= Vu
Vo
Dengan :
F= Volume sedimentasi
Vu= Volume endapan yang terbentuk
Vo= Volume awal suspense sebelum ada endapan
Derajat flokulasi
Alat
: gelas ukur dan penggaris
Metode
= flokulasi (V sediaan)
deflokulasi (V sediaan)
Uji penetapan kadar
Alat
: spektrofotometer uv vis
Metode
:
16
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Formulasi
KOMPONEN
BAHAN
Zat Aktif
Suspending
Agent
NAMA
BAHAN
FORMULA (%b/v)
F1
F2
F3
F4
Ampisilin
Trihidrat
2.5
2.5
2.5
2.5
CPSF
0.1
SPSF
0.1
CMC Na
Natrium
Alginat
Sukrosa
10
10
1.5
1.5
Zat Pemanis
Sorbitol
Laktosa
25
25
2,5
Zat Pengawet
Nipagin
0.18
0.18
0.18
Natrium
benzoat
0.1
Zat Pewarna
Sunset
Yellow
0.025
0.025
Zat Penambah
aroma
Orange
Essens
0.025
0.025
PVP
Ethanol
qs
19
20
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Sediaan ini dibuat dalam bentuk suspense kering dikareakan bahan aktif (ampicillin )
memiliki sifat tidak larut dlam air. Rancangan formula ampisilin suspensi yang kami buat
sebelumnya dibuat dalam bentuk sirup kering menggunakan metode granulasi basah dengan
komponen zat aktif ampisilin trihidrat dan zat tambahan seperti natrium alginat sebagai
suspending agent, sorbitol sebagai zat pemanis dan zat pembasah, nipagin sebagai zat
pengawet serta sunset yellow dan orange essens sebagai penambah aroma dan warna agar
tampilan lebih menarik.
4.2
Saran
Dalam pembuatan formulasi obat dengan sediaan suspensi kita harus mengetahui sifat
fisika kimia dan farmakologi dari zat aktif dan zat tambahan yang digunakan. Juga harus
diperhatikan syarat khusus dalam evaluasi obat suspensi. Sehingga dapat dibuat formula obat
dengan efek yang maksimal dan stabil dalam penyimpanan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Effionora Anwar, Antokalina Sv, Harianto. Jurnal Pati Pregel Pati Singkong Fosfat
Sebagai Bahan Pensuspensi Sirup Kering Ampisilin. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III,
No. 3, Desember 2006, 117 126. Departemen Farmasi FMIPA-UI. Diakses Tanggal 14
November 2016 Pukul 10.13.
Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceuticals Excipients. London-United Kingdom:
Pharmaceutical Press
Anief, M., 2008, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, 149
22
23