Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
oleh
Putri Mareta Hertika, S.Kep
NIM 122311101014
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada klien denganfournier gangren di
runag rawat inap Mawar RSD dr. Soebandi telah disetujui dan di sahkan pada
tanggal:
Hari, tanggal :
2017
Jember,
Januari 2017
Mahasiswa
Pembimbing Klinik
Ruang Rawat Inap Mawar
RSD dr. Soebandi Jember
____________________________
NIP
melintas pars spongiosa urethra. Kedua korpus kavernosum penis saling bersentuhan
di bidang medial, kecuali di sebelah dorsal yang berpisah untuk membentuk crus
masing-masing yang melekat pada ramus bersama os pubis dan os ischii di sebelah
kanan dan sebelah kiri.
Gambar 1
Penis potongan melintang
Radix penis terdiri dari krus penis, bulbus penis, dan musculus
iskhiocavernosus dan muskulus bulbospongiosus di kedua sisi. korpus penis adalah
bagian bebas yang tergantung sewaktu penis berada dalam keadaan lemas. Kecuali
serabut muskulus bulbospongiosus yang menutupi bulbus penis dan serabut
muskulus iskhiokavernosus pada kedua krus penis, penis tidak memiliki otot. Penis
terdiri dari kedua korpus kavernosum dan sebuah korpus spongiosum dan dilapisi
oleh kulit. Ke arah distal korpus spongiosum penis melebar untuk membentuk glans
penis. Tepi glans penis, yakni corona glandis, melewati ujung kedua korpus
kavernosum penis. korona penis berada di atas sebuah penyempitan melewati alur
yang serong, yakni kolum glandis, yang membatasi glans penis terhadap corpus
penis.
Ligamentum suspensorium penis adalah kondensasi fascia superfisialis yang
berasal dari permukaan ventral simpisis pubik. Ligamentum suspensorium penis
melintas ke kaudal dan bercabang dua yang melekat pada fascia penis yang tak dapat
digerakan dan merupakan bagian yang bebas. Muskulus perinei superfisialis ialah
muskulus transverse perinei superfisialis, muskulus bulbospongiosus, muskulus
ischiocavernosus. Otot-otot ini terletak dalam spatium perinei superficial, dan semua
dipersarafi oleh nervus perinealis. Prepusium yang menutupi glans dipisahkan dari
prepusium dan di dalamnya terdapat ruangan yang dangkal.
1) Fasia superfisialis
Secara langsung berhubungan dengan fasia skrotum dengan lapisan sel otot
polos.
2) Korpora kavernosa penis
Korpora kavernosus penis ditutupi oleh kapsul kuat yang terdiri atas benangbenang superfisialis dan profunda mempunyai arah longitudinal dan
membentuk satu saluran.
Gambar 2
Anatomi penis
2. Skrotum
Skrotum
adalah sebuah kantung yang terdiri dari kulit dan otot yang
melindungi testis berwarna gelap dan berlipat-lipat. Skrotum terletak di antara penis
dan anus serta di depan perineum. Skrotum berasal dari bagian yang sama dengan
labia mayora
mamalia dapat ditumbuhi rambut kemaluan. Pada manusia, rambut ini mulai tumbuh
ketika individu memasuki tahap pubertas. Skrotum terdiri atas kulit tanpa lemak
memiliki sedikit jaringan otot yang berada dalam pembungkus disebut tunika
vaginalis. Sepasang skrotum ini menggantung didasar pelvis. Pada bagian depan
skrotum terdapat penis dan dibelakangnya terdapat anus. Skrotum adalah sebuah
kantong fibromuskular untuk kedua testis dan bangunan yang berhubungan. Skrotum
terletak dorsokaudal terhadap penis dan kaudal terhadap simphisis pubik.
Pembentukan embrional skrotum secara bilateral menjadi nyata dari raphe scrota di
garis tengah yang dilanjutkan pada permukaan ventral penis sebagai raphe penis dan
ke arah dorsal sebagai raphe perinei mengikuti garis median perineum.
Vaskularisasi arterial pada skrotum mulai dari arteri pudenta externa mengurus
pendarahan bagian ventral skrotum, dan arteria pudenta interna bagian dorsal.
Bagian ini juga dipasok oleh cabang-cabang dari arteria testikularis dan arteria
kremasterica. Penyaluran balik darah dan penyaluran limfe pada skrotum di mulai
dari vena scrotales mengiringi arteria scrotales dan bergabung dengan vena pudenta
externa. Pembuluh limfe dari skrotum ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales
superficiales. Skrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis : kulit
dan fascia superficialis. Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi
pada fascia superficialis terdapat lapisan otot polos yang tipis, dikenal sebagai fascia
dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap dingin, dan dengan demikian
mempersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral fascia superficialis dilanjutkan
menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral,
dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi fascia superficialis perineum.
Gambar 3
Anatomi skrotum
Fungsi skrotum adalah menjaga suhu dari testis agar tetap optimal yakni di
bawah suhu tubuh. Pada manusia, suhu testis sekitar 34 C. Pengaturan suhu
dilakukan dengan mengeratkan atau melonggarkan skrotum, sehingga testis dapat
bergerak mendekat atau menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada
suhu dingin dan bergerak menjauh pada suhu panas.
Gambar 3
Anatomi skrotum
50% adalah infeksi dari kolorektal dan 17-87% sumber infeksi dari urogenitalia,
sedang yang lain dari trauma lokal atau infeksi kulit di sekitar genitalia.
Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada Fournier gangren untuk setiap
wilayah di dunia, meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika, seksual
dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan rasio pria ke
perempuan adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat
disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum melalui cairan
vagina. Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang
lebih tinggi, terutama untuk infeksi yang disebabkan terkait dengan methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA). Kebanyakan kasus yang dilaporkan terjadi
pada pasien berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan literatur hanya ditemukan 56 kasus
anak, dengan 66% dari mereka pada bayi yang lebih muda dari 3 bulan .
C. Etiologi
Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat kelamin, tetapi
penyebab Fournier ganggren dapat diidentifikasikan pada 75-95% dari jumlah
kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di anorektal, saluran
urogenital, atau kulit di sekitar alat kelamin. Penyebab ganggren Fournier pada
anorektal termasuk perianal, abses perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal, dan
perforasi usus yang terjadi karena cedera kolorektal atau komplikasi keganasan
kolorektal, penyakit radang usus, divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran
urogenital, penyebab fournier gangren mencakup infeksi di kelenjar bulbourethral,
cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra,
epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien
dengan penggunaan jangka panjang kateter uretra). Sedangkan pada dermatologi,
penyebabnya termasuk supuratif hidradenitis, ulserasi karena tekanan skrotum, dan
trauma (Purnomo, 2008).
Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan perineum seperti pada pasien
lumpuh menyebabkan peningkatan risiko. Terkadang akibat trauma, post operasi dan
adanya benda asing juga dapat menyebabkan penyakit. Pada wanita seperti sepsis
aborsi, vulva atau abses pada kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat
dicurigai sebagai penyebab Fournier ganggren. Pada pria, seks pada daerah anal
dapat meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau
dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa
menyebabkan Fournier ganggren seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis,
omphalitis, gigitan serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik (Purnomo,
2008).
Kultur dari pasien dengan Fournier gangren adalah infeksi polimikroba dengan
rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan, dan Bacteroides
adalah anaerob dominan. Mikroorganisme umum lainnya adalah sebagai berikut:
1. Gram-negative
a) E. coli
b) Klebsiella pneumoniae
c) Pseudomonas aeruginosa
d) Proteus mirabilis
e) Enterobacteria
2. Gram Positif
a) Staphylococcus aureus
b) Beta Hemolytic Streptococcus Group B
c) Streptococcus faecalis
3. Anaerob
a) Peptococcus
b) Fusobacterium
c) Clostridium perfringens
4. Mycobacteria
a) Mycobacterium tuberculosis
D. Patofisiologi
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya
Fournier gangren. Pada akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang
menyebabkan kulit, subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian
berlanjut iskemia lokal dan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia setinggi 2-3
cm. Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum
melalui fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa,
atau sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan posterior diafragma
urogenitalia dan lateral dari ramus pubis, sehingga membatasi perkembangan ke arah
ini. Keterlibatan testis jarang, karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan
dengan demikian memiliki suplai darah terpisah dari infeksi lokal (Price, 2005).
mikroorganisme
dapat
menghasilkan
enzim
yang
diperlukan
untuk
menyebabkan koagulasi dari pembuluh darah. Trombosis pembuluh darah ini dapat
mengurangi suplai darah lokal dengan demikian suplai oksigen ke jaringan menjadi
berkurang. Hipoksia jaringan yang dihasilkan memungkinkan pertumbuhan fakultatif
anaerob dan organisme mikroaerofilik. Mikroorganisme kemudian pada gilirannya
dapat menghasilkan enzim (misalnya, lesithinase, kolagenase) yang menyebabkan
kerusakan dari fasia, sehingga memicu perluasan cepat infeksi. Nekrosis fasia adalah
awal dasar dari proses penyakit, hal ini penting untuk sebagai penanda klinis dalam
keterlibatan jaringan. Secara khusus, jika potongan fasia dapat dipisahkan dengan
mudah dari jaringan sekitarnya dengan diseksi tumpul sangat mungkin terlibat
dengan proses iskemik-infkesi oleh karena itu setiap jaringan harus dieksisi (Price,
2005).
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di
alat kelamin. Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:
a) Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
b) Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit di
atasnya yang disertai pruritus
krepitasi
yang
disebabkan
mikroorganisme
Clostridium
yang
dapat
memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia dan
hipotensi (Purnomo, 2008).
F. Pemeriksaan penunjang
1. Tes Darah Lengkap
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan
untuk memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi sepsis-yang
menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT),
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar fibrinogen
sangat membantu untuk mencari sepsis-induced koagulopati seperti pada ITP. Kultur
darah juga diperlukan untuk menetahui jenis mikroba yang terlibat serta menilai
keadaan septisemia. Kimia darah untuk mengevaluasi gangguan elektrolit, untuk
mencari bukti dehidrasi dapat diperiksa blood urea nitrogen [BUN] / kreatinin rasio,
yang cenderung terjadi sebagai akibat perlangsungan penyakit, juga kadar gula
dalam darah mengevaluasi intoleransi glukosa, yang mungkin disebabkan untuk DM
atau sepsis yang disebabkan gangguan metabolisme. Arterial blodd gas (ABG) untuk
memberikan penilaian yang lebih akurat gangguan asam dan basa. Asidosis dengan
yang dapat terjadi dengan hiperglikemia atau hipoglikemia
Gambar 4
Fournier gangren pada pria umur 32 tahun dengan riwayat nyeri testis dan
infeksi kulit. Pada foto polos radoiografi anteroposterior
radiolusen
menunjukkan tanda
skrotum dan
peran penting dalam diagnosis serta evaluasi penyakit, jalur anatomi penyebaran
gangren, akumulasi cairan,abses, emfisema subkutan dan perluasannya yang paling
baik dinilai dengan CT-scan. CT-scan juga tidak hanya membantu mengevaluasi
struktur perineum yang dapat terlibat oleh Fournier gangren, tetapi membantu
menilai retroperitoneum yang dapat menyebar pada penyakit ini. CT-scan dapat
mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum krepitasi terdeteksi. Hingga
90% dari pasien dengan Fournier gangren telah dilaporkan memiliki emfisema
subkutan, sehingga setidaknya 10% tidak menunjukkan pada temuan ini.
CT-scan dapat membantu mengevaluasi baik bagian superfisial dan profunda
dari fasia. Dalam banyak kasus, pemeriksaan fisik tidak akurat membantu
memprediksi tingkat nekrosis ditemukan di operas. CT-scan juga penting dalam
membedakan Fournier gangren dari yang lain kurang agresif seperti jaringan lunak
edema atau selulitis, yang mungkin tampak mirip dengan Fournier gangren pada
pemeriksaan fisik. Selain itu, CT-scan sangat bermanfaat dalam post treatment yang
merupakan tindak lanjut dari terapi respon seperti pada pemberian antibiotik
spektrum luas dan debridemen yang penting untuk keberhasilan.
Gambar 5
Fournier gangren pada seorang pria 61 tahun dengan pembengkakan skrotum,
nyeri, dan kemerahan yang bersama dengan nyeri perut. CT-scan kontrast yang
diperbesar menunjukkan skrotum yang mengandung fokus gas (Panah gambar a)
Pada daerah sisi kanan dan kiri terjadi perluasan pada daerah perineum dan jaringan
subkutan dari daerah medial kanan di region glutealis melalui fasia Colles.
4. USG (Ultrasonografi)
Gambaran USG pada Fournier gangren dinding skrotum menebal mengandung
fokus hiperekoik yang menunjukkan mewakili gas dalam dinding skrotum. Bukti gas
dalam skrotum dinding dapat dilihat sebelum pemeriksaan fisik yang ditemukan
adanya krepitasi. Biasanya juga terdapat hidrokel unilateral atau bilateral. Testis dan
epididimis sering normal dalam ukuran dan ekotekstur karena vaskularisasi yang
berbeda. Vaskularisasi testis adalah paling sering bertahan karena suplai darah ke
skrotum berbeda dengan yang ke testis.
Pasokan darah skrotum adalah dari arteri pudenda cabang dari arteri femoralis
sedangkan pasokan darah testis adalah dari cabang dari aorta. Jika terdapat
keterlibatan testis, ada kemungkinan sumber infeksi berasal dari intra abdominal atau
retroperitoneal. USG juga berguna dalam membedakan Fournier gangren dari hernia
inguinal skrotalis. Dalam fase lanjut, gas dapat diamati dalam lumen usus, jauh dari
dinding skrotum. USG lebih unggul dalam foto polos radiografi, karena isi skrotum
dapat diperiksa bersama dengan aliran darah Doppler. Jaringan lunak udara juga
lebih jelas di USG daripada di radiografi, tetapi CT lebih unggul baik di USG dan
radiografi menunjukkan Fournier gangren baik melaui perluasannya dan penyakit
yang mendasarinya.
Gambar 6
Fournier gangren pada seorang pria umut 71tahun dengan demam. USG
menunjukkan daerah hyperechoic (panah melengkung) dengan bayangan ang kabur
yang mewakili udara di dinding skrotum dan perineum. Terdapat juga akumulasi
cairan (tanda panah) di jaringan subkutan.
5. Histopatologis
Biopsi insisional pada saat debridemen memungkinkan jenis patologis
Fournier gangren yaitu nekrosisi infeksi dari selulitis. Yang pertama akan mendapat
Gambar 7
Temuan Histologis (mikroskop optic dengan eosin-hematoxilin) necrotizing
fasciitis dari dinding skrotum. Tampak jaringan granulasi . Panah menunjuk ke absen
epidermis, menunjukkan ulserasi. Bagian kulit skrotum hiper-dan parakeratotic
memberi jalan untuk ulserasi luas.
G. Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki keadaan
umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan Fournier gangren
melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk diagnosis definitif
dan eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan gejala sistemik terjadi hipoperfusi
atau kegagalan organ, resusitasi agresif untuk memulihkan perfusi organ normal
harus lebih diutamakan daripada prosedur diagnostik. Dengan demikian, pengobatan
pasien dengan gangren Fournier meliputi resusitasi agresif dalam mengantisipasi
operasi. Menyediakan manajemen jalan nafas jika ada indikasi, berikan oksigen
tambahan, dan membangun intravena (IV) akses dan pemantauan jantung terus
menerus. Pengganti kristaloid diindikasikan untuk pasien yang mengalami dehidrasi
Spektrum
harus
mencakup
staphylococci,
streptokokus,
pemasangan pipa drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi dilakukan evaluasi untuk
menilai demarkasi jaringan nekrosis dan kalau perlu dilakukan operasi ulang.
Debridement yang kurang sempurna seringkali membutuhkan operasi ulang bahkan
dilaporkan dapat terjadi dua atau empat kali harus masuk kamar operasi. Pemberian
oksigen hiperbarik masih kontroversi. Terapi ini bermanfaat pada infeksi kuman
anrobik. Perawatan luka pasca operasi dengan hidroterapi dengan kombinasi rendam
duduk hangat, dan pemberian hydrogen peroksida. Pemberian madu yang belum
diproses bergun dalam membersihkan jaringan nekrosis secara enzimatik mneguangi
bau, mampu menstrilkan luka, menyerap air dari luk dan memperbaiki oksigenasi
jaringan dan meningkatkan epiteliisasi. Angka mortalis gangren Founier berkisar ari
7-75% dengan rerata 20. Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya mortalitas
adalah usia lanjut , penyakit yang sudah menjalar uar, syok atau sepsis, kultur darah
menunjukan bakteriemia, dan uremia.
Gambar 8
Ektensif debridemen dari Fournier gangren
3. Oksigen Hiperbarik
Gambar 9
Transplantasi kulit pada Fournier ganggrene
H. Komplikasi
Sepsis mungkin karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi sistemik, atau
respon yang kurang baik. Banyak pasien yang gagal karea kekebalan organ yang
merupakan konsekuensi paling ditakuti sepsis yang belum terselesaikan dan biasanya
melibatkan paru, kardiovaskular, sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis acalculous,
dan cedera serebrovaskular juga telah. Miositis dan mionekrosis dari paha atas dapat
terjadi sebagai akibat sepsis yang berasal dari kantong testis subkutan saat dilakukan
debridemen. Komplikasi akhir meliputi:
a)
b)
c)
d)
e)
dismorfik
f) Lymphodema dari kaki sekunder untuk debridement panggul
selanjutnya thrombophlebitis.
yang
I. Clinical Pathway
Faktor etiologi
(Virulensi mikroba + Penurunan imun)
Disfungsi
seksual
Gangguan
Citra tubuh
Bendungan pada
pembuluh nutrient
Terdapat
bendungan
uretra karena
infeksi
Risiko
perdarahan
Gangguan
eliminasi urin
Ketidak efektifan
perfusi jaringan
perifer
Obliterative endartheritis
Ansietas
Hiperterm
ia
Kerusakan
integritas kulit
Risiko Infeksi
2) Pemeriksaan fisik
Pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara
sistematik yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
1) Keadaan umum
Pasien biasanya lemah, hipertermi karena infeksi, merasakan nyeri.
2) Kesadaran
Kesadaran pasien compos mentis, hingga delirium.
3) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala dan rambut
Tidak terdapat kelainan di kepala pada pasien dengan fournier gangren.
b) Wajah
Wajah pasien nampak pucat karena kurangnya oksigen ke jaringan otak.
c)
Mata
Tidak ada kelainan mata pada pasien dengan fournier gangren.
d) Hidung
Tidak ada kelianan pada pada mata pasien
e) Telinga
Tidak ada gangguan pada telinga pasien
f) Mulut dan bibir
Bibir bisa pucat dikeranakan kurangnya oksigen ke jaringan
g) Gigi
Tidak ada kelainan pada gigi pasien.
h) Leher
Tidak ditemukan jejas pada leher atau pembesaran kelenjar limfe atau
tiroid.
i) Integumen
Kulit di daerah kelamin dan di bagian atasnya dapat ditemukan edema dan
pruritas.
j) Thorax
Biasanya pasien dengan fournier gangren dapat detemukan takipnea
dengan penurunan kedalaman pemafasan, penggunaan kortikosteroid.
k) Abdomen
Bisa ditemukan odem dan ulkus yang disertai dengan eritema apabila
fournier gangren telah meluas.
l) Ektremitas atas dan bawah
Tidak ada gangguan pada ekstremitas pasien
m) Genetalia
Pasien mengeluhkan nyeri pada alat kelaminnya, ulkus yang disertai
eritem, edema, sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Pasien juga
mengeluhkan produksi urin sedikit bahkan sampai anuria.
K. Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
oksigen ke jaringan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis yaitu infeksi
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka gangren pada
kulit
d. Hipertermia berhubungan dengan terjadinya infeksi
e. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan adanya bendungan pada
penis
f. Disfungsi seksual berhubungan dengan penyakit pada daerah gebetalia
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit yang diderita
L. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
penurunan oksigen ke
jaringan
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,
masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi
jaringan teratasi, dengan kriteia hasil:
Perfusi jaringan: Perifer (0407):
1)
CRT < 2 detik
2)
Suhu kulit ujung kaki dan
tangan hangat
3)
Kekuatan denyut nadi teraba
kuat
4)
Tekanan darah sistole maupun
diastole berada dalam rentang normal
(120/80)
NIC
NIC:
Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi Vena (4066)
1. Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara komperhensif
(misalnya, pengecekan nadi perifer, udem, waktu
pengisian kapiler, warna dan suhu tubuh)
2. Inspeksi kulit apakah terdapat luka tekan dan jaringan
yang tidak utuh
3. Pertahankan hidrasi untuk menurunkan viskositas darah
Perawatan Sirkulasi: Insifisiensi arteri (4062)
1. Instruksikan pasien untuk menghindari faktor-faktor yang
mengganggu sirkulasi darah
Manajemen Sensasi Perifer (2660)
1. Monitor adanya parhastesia dengan tepat (misalnya mati
rasa, hipertesia, hipotesia)
2. Diskusikan dan identifikasi penyebab sensasi abnormal
atau perubahan sensasi yang terjadi
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan, NIC:
Manajemen Nyeri (1400)
diharapkan nyeri klien berkurang
1. Kaji tanda-tanda vital klien.
NOC:
2. Kaji secara komprehensif tentang nyeri klien meliputi
Tingkat Nyeri menurun (2102)
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
a. Tidak ada ekspresi nyeri di wajah
nyeri, dan faktor pencetus.
b. Tidak menangis
3.
Observasi tanda-tanda non verbal yang mengganggu
c. Tidak ada nyeri yang dilaporkan
Hipertermia
DAFTAR PUSTAKA