PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Warna kulit kita adalah penting, dan banyak prosa dan puisi yang ditulis tentang kulit.
Warna kulit merupakan salah satu hal yang kita ingat dalam tahap awal pengenalan seseorang.
Selain itu, warna kulit juga telah dipakai untuk menjustifikasi berbagai macam ketidakadilan.
Pelanggaran apapun atas norma yang berlaku dapat memberikan dampak psikologis yang serius
dan implikasi-implikasi dalam praktek.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi warna kulit, antara lain hemoglobin, pigmenn
eksogen di dalam atau pada permukaan kulit, pigmen endogen (dibuat oleh tubuh sendiri,
misalnya bilirubin), melanin dan feomelanin. Dua factor yang terakhir merupakan factor paling
penting dalam menentukan warna dasar kulit manusia.
Kebanyakan pigmen kulit manusia terdapat di dalam keratinosit, setelah dibuat dalam
melanosit dan ditransfer dalam melanosom. Ada perbedaan antarras dalam hal produksi,
distribusi, dan degradasi melanosom, tetapi tidak dalam hal jumlah melanosit. Akan tetapi, ada
perbedaan genetic yang penting dalam hal kemampuan merespons terhadap radiasi ultraviolet,
yang biasanya disebut dengan tipe-tipe kulit
1. Tipe I selalu terbakar, tak pernah menjadi coklat
2. Tipe II mudah terbakar, sulit menjadi coklat
3. Tipe III kadang-kadang terbakar, mudah menjadi coklat
4. Tipe IV tidak pernah terbakar, mudah menjadi coklat
5. Tipe V secara genetic coklat (misalnya India) atau Mongoloid
6. Tipe VI secara genetic hitam (misalnya Kongoid atau Negroid)
Respons pertama terhadap radiasi UV adalah peningkatan distribusi melanosom. Hal ini
dengan cepat dapat meningkatkan pigmentasi pada lapisan basal (stratum basale) yaitu
berubahnya warna kulit menjadi coklat karena sinar matahari (sun tan). Bila stimulasi dihentikan,
sebagaimana yang biasanya terjadi setelah menghabiskan waktu 2 minggu di daerah Mediterania,
warna coklat itu cepat menghilang seiring pergantian normal epidermis. Bila paparan terjadi
lebih lama lagi, maka produksi melanin meningkat secara lebih permanen. Proses sun tan
menunjukkan adanya upaya kulit untuk memberikan perlindungan terhadap efek-efek yang
berbahaya akibat radiasi UV, misalnya terjadinya penuaan dini dan kanker.
Ada beberapa keadaan di mana mekanisme pigmentasi berubah menjadi abnormal, baik
yang menyebabkan penurunan (hipopigmentasi) atau peningkatan (hiperpigmentasi). Pada
masing-masing gangguan tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab yaitu congenital
dan yang didapat (acquired).
1.2
Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pigmentasi
kulit.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan dengan kasus vitiligo
2. Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan dengan kasus albino
3. Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan dengan kasus melasma
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vitiligo
2.1.1 Definisi
Vitiligo adalah suatu kelainan didapat yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Kelainan ini berupa macula berwarna putih(hipopigmentasi), mengenai 1% penduduk dunia
tanpa membedakan ras dan jenis kelamin.Frekuensi pada kedua jenis kelamin sama.Hanya
saja,penelitian epidemiologic menunjukkan bahwa penderita yang berobat lebih banyak wanita.
Hal ini mudah dimengerti karena masalah utamanya adalah kosmetika. Ternyata 30-40% kasus
mempunyau riwayat familial.(menurut siapa??)
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik di dapat ditandai dengan adanya macula putih
yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit,
misalnya rambut dan mata (Lily Soepardiman).
2.1.2 Etiologi
Etilogi penyakit ini masih belum jelas, namun ada beberapa teori yang berusaha
menerangkan patogenesisnya :
a. Teori neurogenik. teori ini didasarkan atas beberapa pengamatan. Lesi vitiligo bersifat
unilateral, tidak melewati garis median dan terletak pada satu atau dua dermatom. Pada
pengamatan lain, vitiligo ini disertai oleh penyakit-penyakit lain misalnya
siringomieli,neurofibromatosis,dan menyerang daerah inervasi suatu saraf perifer yang
terkena trauma. Juga pada polyneuritis diabetika, sering dijumpai vitiligo pada daerah
yang mengalami neuropati. Menurut teori ini suatu mediator neurokemik dilepaskan dan
senyawa tersebut dapat menghambat melanogenesis serta dapat menyebabkan efek toksik
pada melanosit.
b. Teori rusak diri (self destruction theory). Teori ini menyebutkan bahwa metabolit yang
timbul dalam sintesis melanin menyebabkan destruksi melanosit. Metabolit tersebut
misalnya kuinon. Di dalam praktek, dapat kita lihat bahwa hidrokuinon maupun
monobenzileter hidrokuinon (MBEH) dipakai dalam pengobatan melasma dan obat-obat
ini dapat pula menyebabkan lesi-lesi semacam vitiligo (vitiligo-like). Yang menyokong
teori ini adalah bahwa lesi-lesi vitiligo banyak didapatkan di daerah-daerah kulit yang
lebih gelap.Pada tepi lesi terlihat hiperpigmentasi.
c. Teori otoimun. Teori ini menganggap bahwa kelainan system imun menyebabkan
terjadinya kerusakan pada melanosit. Beberapa penyakit otoimun yang sering
dihubungkan dengan vitiligo antara lain adalah tiroiditis (hashimoto), anmia
pernisiosa,penyakit Addison, alopesia areata, dan sebagainya. Antibodi humoral terhadap
tiroid, sel parietal dan adrenal meningkat secara bermakana, tetapi antibody spesifik
terhadap melanosit tidak dijumpai. Vitiligo juga sering didapatkan pada penderita dengan
melanoma, halonevus, dan juga pada sindroma Vogt-Koyanagi-Harada (uveitis dan
vitiligo). Pada ketiga penyakit tersebut, dapat pula dijumpai antibody spesifik beredar
dalam darah, namun tidak dijumpai antibody spesifik terhadap pure vitiligo.
Patofisiologi/WOC
Hipotesis
autoimun
autositotoksik
Idiopatik
Hipotesis
neurohormonal
Faktor pencetus
Trauma fisis
dan krisis
emosi
Tiroiditis hashimoto,
anemia pernisiosa, dan
hipoparatiroid melanosit
Adanya pajanan
terhadap bahan
kimia
Depigmentasi kulit
hipomelanosis
VITILIGO
MK: Gangguan
body image
Rasa panas
pada lesi
MK: Kerusakan
integritas kulit
2.1.3 Klasifikasi
Ada dua bentuk vitiligo :
1. Lokalisata yang dapat dibagi lagi :
a. fokal : satu atau lebih macula pada satu area, tetapi tidak segmental.
b. segmental : satu atau lebih macula pada satu area, dengan distribusi menurut
dermatom, misalnya satu tungkai.
c. hanya terdapat pada membrane mukosa
2. Generalisata
Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo generalisata
dapat dibagi lagi menjadi :
a. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas dan muka,
merupakan stadium mula vitiligo yang generalisata.
b. Vulgaris : macula tanpa pola tertentu di banyak tempat
c. Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan
vitiligo total.
Distribusi makula
Vitiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas: fokal.segmental, generalisata,
dan universal.
Vitiligo fokal (localized): satu macula yang terisolasi atau beberapa macula yang
terbatas baik jumlah maupun ukurannya ( terdapat pada satu atau dua tempat di
bagian tubuh.)
Vitiligo segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang unilateral dalam
suatu distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini dikatakan sebagai suatu jenis
vitiligo yang bersifat stabil.
Vitiligo generalisata : merupakan jenis vitiligo yang banyak dijumpai, khas dengan
beberapa atau banyak macula yang tersebar. Makula ini seringkali bersifat simetris
dan menyerang daerah permukaan ekstensor , terbanyak didapatkan pada sendi
interfalangeal , sendi interfalangeal metacarpal/metatarsal, siku, dan lutut. Daerah
ekstensor lain yang terkena dalah pergelangan tangan, maleolus, umbilicus,
lumbosakral, tibia anterior, dan aksila. Makula vitiligo dapat bersifat periorifisial dan
menyerang daerah sekitar mata, hidung, telinga, mulut, dan anus. Vitiligo periungual
dapat pula terjadi baik berdiri sendiri atau bersamaan dengan lesi mucosal( bibir,
penis distal, putting susu). Yang terakhir ini disebut vitiligo lip tip.
b.
c.
d.
e.
f.
reservoar , maka pada kulit berambut pada daerah lengan bawah atau tungkai dimana
rambut terminal mengalami depigmentasi, kurang respon terhadap pengobatan medic,
seperti juga kulit daerah glabrosa, seperti telapak tangan, jari-jari dan dorsum pedis
Fototerapi psoralen topical
Fototerapi psoralen topical dilakukan apabila lesi terbatas (kurang dari 20%
permukaan tubuh) atau pada anak lebih dari 5 tahun dengan vitiligo fokal.
Preparat dioleskan pada daerah vitiligo 15-30 menit sebelum penyinaran UVA. Dosis
permulaan biasanya 0,12-0,25 J/cm2 kemudian ditambah sampai muncul eritema
ringan (tergantung dari tipe kulit pasien)
Psoralen
Bentuk aktif yang sering digunakan adalah trimetoksi psoralen (TPM) dan 8-metoksi
psoralen. Bahan ini bersifat photosensitizer. Cara pemberian : obat psoralen 20-30 mg
(0,6 mg/kg BB) dimakan 2 jam sebelum penyinaran. Lama penyinaran : mula-mula
sebentar, kemudian setiap hari dinaikkan perlahan-lahan (antara sampai 4 menit).
Ada yang menganjurkan pengobatan dihentikan seminggu setiap bulan. Belum ada
kesepakatan mengenai pengobatan psoralen topical. Sebagian mengatakan berbahaya,
apalagi bila lesinya luas karena bisa timbul eritem atau bula. Namun sebagian masih
ada yang menggunakan terrapin topical ini. Larutan yang digunakan adalah larutan
metoksalen 1% dengan cara dioleskan secara hati-hati. Olesan jaringan jangan sampai
ke batas tepi,tetapi beberapa millimeter sebelum tepi, karena diharapkan akan terjadi
difusi intradermal. Setelah diolesi kemudian kulit disinari selama beberapa menit.
Kontraindikasi : hipertensi, gangguan hati, kegagaln ginjal dan jantung. Kecepatan
repigmentasi tidak sama. Umumnya daerah muka lebih cepat, kemudian daerah leher,
badan.
Helioterapi
Helioterapi merupakan salah satu bentuk fotokemoterapi yang merupakan gabungan
antara trisoralen dan sinar matahari.
Kortikosteroid
Beberapa kasus menunjukkan respons terhadap pengobatan kortikosteroid. Obat ini
digunakan baik dalam bentuk topical, misalnya betametason valerat 0,1% maupun
suntikan intradermal. Pemakaian kortikosterid ini kemungkinan didasarkan atas teori
rusak diri maupun teori autoimiun. Dalam hal ini, kortikosteroid dapat memperkuat
mekanisme pertahanan tubuh pada auto-destruksi melanosit atau menekan perubahan
imunologik.
Penggunaan kortikosteroid topical dapat dilakukan dengna prosedur Drake dkk :
1.
Krim kortikosteroid dioleskan pada lesi sekali sehari selama 3-4 bulan.
2.
Setiap minggu sekali dilakukan evaluasi dengan menggunakan lampu Wood
3.
Pengobatan diteruskan apabila ada repigmentasi, namun harus segera
dihentikan apabila tidak ada respon dalam waktu 3 bulan.
4.
Fotografi dapat membantu mengevaluasi kemajuan
5.
Kemungkinan adanya efek samping, antara lain : teleangiektasi, atrofi, striae
dll
Depigmentasi
Jika lesi vitiligo sangat luas, jauh lebih luas dari kulit normalnya (lebih dari 50%), ada
yang menganjurkan untuk memberikan monobenzil hidrokuinon 20% 2x sehari pada
kulit normal, sehingga terjadi bleaching dan diharapkan warna kulit menjadi sama.
Percobaan pada area yang kecil perlu dilakukan, sebelum terapi dilakukan pada area
yang lebih luas
Tindakan Bedah
Tindakan bedah yang dapat dilakukan adalah autologous skin graft, yakni
memindahkan kulit normal (2-4mm) ke ruam vitiligo. Efek samping yang mungkin
timbul antara lain jaringan parut, repigmentasi yang tidak teratur, koebnerisasi, dan
infeksi.
2.1.7 Komplikasi
Vitiligo cenderung meningkat sesuai usia dianggap sebagai akibat respon autoimun.
vitiligo tidak mengganggu struktur kulit sehingga hampir seluruh fungsi kulit masi dapat
bekerja dengan baik. Fungsi pengeluaran keringat masih berjalan, fungsi melindungi tubuh
dari kuman masih baik, organ di dalamnya juga masih bisa dilindungi, pengeturan suhu
masih baik, dan kulit masih bisa dilindungi, pengaturan suhu masih baik dan kulit masih bisa
menyerap bahan dari luar seperti obat. Bahkan, jika bagian bercak putih mengalami luka
maka proses penyembuhannya sama dengan kulit normal.
2.1.8 Prognosis
Perkembangan penyakit vitiligo sulit diramalkan, dimana lesi depigmentasi
dapatmenetap, meluas atau bahkan mengalami repigmentasi. Biasanya perkembangan
penyakitvitiligo bertahap dan pengobatan dapat mencegah menetapnya lesi seumur hidup
pada penderita. Perkembangan lesi depigmentasi sering kali responsif pada masa awal
pengobatan. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% penderita walaupun secarakosmetik
hasilnya kurang memuaskan.
2.2 Albino
2.2.1 Definisi
Albino (dari bahasa Latin albus yang berarti putih), disebut juga hypomelanism atau
hypomelanosis, adalah salah satu bentuk dari hypopigmentary congenital disorder. Ciri
khasnya adalah hilangnya pigmen melanin pada mata, kulit, dan rambut (atau lebih jarang
hanya pada mata). Albino timbul dari perpaduan gen resesif. Ciri-ciri seorang albino adalah
mempunyai kulit dan rambut secara abnormal putih susu atau putih pucat dan memiliki iris
merah muda atau biru dengan pupil merah (tidak semua).
2.2.2 Etiologi
Albino adalah kelainan genetik, bukan penyakit infeksi dan tidak dapat ditransmisi
melalui kontak, tranfusi darah, dsb. Gen albino menyebabkan tubuh tidak dapat membuat
pigmen melanin. Sebagian besar bentuk albino adalah hasil dari kelainan biologi dari gen-gen
resesif yang diturunkan dari orang tua, walaupun dalam kasus-kasus yang jarang dapat
diturunkan dari ayah/ibu saja. Ada mutasi genetik lain yang dikaitkan dengan albino, tetapi
semuanya menuju pada perubahan dari produksi melanin dalam tubuh.
Albino dikategorikan dengan tirosinase -positif atau -negatif. Dalam kasus dari albino
tirosinase positif, enzim tirosinase ada, namun melanosit (sel pigmen) tidak mampu untuk
memproduksi melanin karena alasan tertentu yang secara tidak langsung melibatkan enzim
tirosinase. Dalam kasus tirosinase negatif, enzim tirosinase tidak diproduksi atau versi
nonfungsional diproduksi.
2.
Tipe lain
Nystagmus, pergerakan bola mata yang irregular dan rapid dalam pola melingkar
Strabismus (crossed eyes or lazy eye).
Kesalahan dalam refraksi seperti miopi, hipertropi, dan astigmatisma.
Fotofobia, hipersensitivitas terhadap cahaya
Hipoplasi foveal kurang berkembangnya fovea (bagian tengah dari retina)
Hipoplasi nervus optikus kurang berkembangnya nervus optikus.
Abnormal decussation (crossing) dari fiber nervus optikus pada chiasma optikus.
Ambliopia, penurunan akuisitas dari satu atau kedua mata karena buruknya
transmisi ke otak, sering karena kondisi lain seperti strabismus.
Hilangnya pigmen juga membuat kulit menjadi terlalu sensitif pada cahaya matahari,
sehingga mudah terbakar, sehingga penderita albino sebaiknya menghindari cahaya matahari
atau melindungi kulit mereka.
2.2.5 Penatalaksanaan
Albino adalah suatu kondisi yang tidak dapat diobati atau disembuhkan, tetapi ada
beberapa hal kecil yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup. Yang terpenting
adalah memperbaiki daya lihat, melindungi mata dari sinar terang, dan menghindari
kerusakan kulit dari cahaya matahari. Kesuksesan dalam terapi tergantung pada tipe albino
dan seberapa parahnya gejala. Biasanya, orang dengan ocular albinism lebih mempunyai
pigmen kulit normal, sehingga mereka tidak memerlukan perlakuan khusus pada kulit.
Berikut beberapa tatalaksana terhadap albinisme :
a. Pembedahan
Biasanya, pengobatan untuk kondisi mata terdiri dari rehabilitasi visual.
Pembedahan mungkin untuk otot mata untuk menurunkan nystagmus, strabismus, dan
kesalahan refraksi seperti astigmatisma. Pembedahan strabismus mungkin
mengubahan penampilan dari mata. Pembedahan untuk nistagmus mungkin dapat
mengurangi perputaran bola mata yang berlebihan.
Efektifitas dari semua prosedur ini bervariasi, tergantung dari keadaan masingmasing individu. Namun harus diketahui, pembedahan tidak akan mengembalikan
fovea ke kondisi normal dan tidak memperbaiki daya lihat binocular. Dalam kasus
esotropia (bentuk crossed eyes dari strabismus), pembedahan mungkin membantu
daya lihat dengan memperbesar lapang pandang (area yang tertangkap oleh mata
ketika mata melihat hanya pada satu titik).
b. Bantuan Daya Lihat
Kacamata dan bantuan daya lihat lain dapat membantu orang albino,
walaupun daya lihat mereka tidak dapat dikoreksi secara lengkap. Beberapa penderita
albino cocok menggunakan bifocals (dengan lensa yang kuat untuk membaca),
sementara yang lain lebih cocok menggunakan kacamata baca.
Penderita pun dapat memakai lensa kontak berwarna untuk menghalangi
tranmisi cahaya melalui iris. Beberapa menggunakan bioptik, kacamata yang
mempunyai teleskop kecil di atas atau belakang lensa biasa, sehingga mereka lebih
dapat melihat sekeliling dibandingkan menggunakan lensa biasa atau teleskop.
Walaupun masih menjadi kontroversi, banyak ophthalmologist menyarankan
penggunaan kacamata dari masa kecil sehingga mata dapat berkembang optimal.
c. Perlindungan terhadap Sinar Matahari
Penderita albino diharuskan menggunakan sunscreen ketika terkena cahaya
matahari untuk melindungi kulit prematur atau kanker kulit. Baju penahan sinar
matahari dan pakaian renang juga merupakan alternatif lain untuk melindungi kulit
dari cahaya matahari yang berlebihan.
Penggunaan kacamata dan topi dapat membantu pula. Barang lain yang dapat
membantu orang-orang dengan albino adalah menghindari perubahan tiba-tiba dari
situasi cahaya dan menambahkan kaca penahan sinar matahari. Cahaya lebih baik
tidak langsung mengenai posisi biasa dari penderita albino (seperti tempat duduk
mereka pada meja makan). Jika mungkin, penderita albino lebih memilih untuk
terkena cahaya di bagian punggung daripada di bagian muka.
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita albino antara lain :
Resiko terkena kanker kulit kulit yang terbakar oleh sinar matahari. Paparan sinar
matahari yang panjang dapat mengakibatkan kulit menjadi kasar dan tebal (pachiderma)
Gangguan emosional, sosial dan stres. Penderita albino sering dikucilkan baik di dalam
keluarga atau dalam lingkungan sosialnya karena di cap negatif karena adanya anggapan
anggapan atau mitos.
2.2.7 Prognosis
Prognosis untuk albinisme adalah bahwa albino dengan paparan sinar matahari tanpa
tabir surya terlalu banyak atau perlindungan lainnya terhadap matahari akan memiliki
kesempatan lebih besar terkena kanker kulit. Albino harus mengenakan pakaian buram dan
tabir surya untuk membuatnya lebih aman berada di luar bahkan di musim panas. Menjadi
albinistic dapat mengubah seseorang hidup because.they telah menjadi sadar sedang di luar
dan dilindungi.
Orang dengan albinisme dapat berharap untuk memiliki hidup normal. Tapi dalam
kasus mereka yang menderita sindrom Hermansky-Pudlak, harapan hidup dapat dikurangi
karena penyakit paru-paru atau perdarahan disorders.Albinos yang telah mengembangkan
kanker kulit juga mungkin akan mengalami harapan yang lebih rendah. Orang dengan
albinisme mungkin menghadapi beberapa masalah sosial karena kurangnya pemahaman dari
pihak lain. Albinisme tidak menyebabkan keterlambatan dalam pembangunan dan tidak juga
keterbelakangan mental.
Tidak ada cara yang dikenal untuk mencegah albinisme. Konseling genetik harus
dipertimbangkan untuk individu dengan riwayat keluarga albinisme atau hipopigmentasi.
post inflamasi sangat berbahaya pada pasien dengan dermatosis likenoid dimana
lapisan sel basal epidermisnya terganggu.
2.3.1.2 Epidemiologi
Hiperpigmentasi post inflamasi merupakan respon kulit pada inflamasi
yang
sering
ditemukan
Walaupun
dapat
mengenai
semua
orang,
perkembangannya lebih sering pada orang yang berkulit gelap dan dapat
mengenai semua umur. Insiden dari hiperpigmentasi post inflamasi pada laki-laki
dan perempuan adalah sama, atau tidak ada predileksi jenis kelamin.
2.3.1.3 Etiologi
a. Hiperpigmentasi post inflamasi dapat terjadi pada berbagai proses yang
mengenai kulit. Proses tersebut melibatkan reaksi alergi, infeksi,
trauma, erupsi fototoksik.
b. Penyakit inflamasi yang sering yang mengakibatkan hiperpigmentasi
post inflamasi antara lain acne excorie, lichen planus, systemic lupus
erythematosus (SLE), dermatitis kronis, dan cutaneous T-cell
lymphoma, terutama varian erythrodermic
c. Terpapar sinar UV, bahan kimia dan tindakan medikasi (tetracycline,
bleomycin, doxorubicin, 5-fluorouracil, dll)
2.3.1.4 Patofisiologi
Hiperpigmentasi post inflamasi disebabkan oleh salah satu dari proses
melanosis epidermis ataupun melanosis dermis. Respon inflamasi epidermis
menyebabkan pelepasan dan kemudian oksidasi dari asam arakidonat menjadi
prostaglandin, leukotrien dan produk lainnya. Produk inflamasi ini merubah
aktivitas dari sel imun dan melanosit. Spesifiknya, produk inflamasi ini
menstimulasi melanosit epidermal, menyebabkan peningkatan sintesis melanin
Warna lesi berkisar antara coklat terang-hitam. Gambaran coklat terang jika
pigmennya terjadi di epidermis dan gambaran hitam jika lesi mengandung
melanin dermis.
2.3.1.6 Penatalaksanaan
Penanganan hiperpigmentasi post inflamasi (PIH) cenderung susah dan
membutuhkan proses yang lama yaitu sering membutuhkan 6-12 bulan agar
mencapai hasil yang diinginkan untuk depigmentasi. Setiap pilihan pengobatan
berpotensi memperbaiki hipermelanosis epidermal, tetapi tidak menjamin efektif
untuk hipermelanosis dermal. Saat ini penggunaan broad-spectrum sunscreen
adalah bagian yang penting untuk melakukan terapi.
Berbagai penanganan topikal telah digunakan untuk mengobati hiperpigmentasi
epidermal, dengan beragam tingkat keberhasilan. Agen-agen tersebut adalah
hydroquinone, tretinoin cream, kortikosteroid, glycolic acid (GA), dan azelaic
acid. Kombinasi dari krim topikal dan gel, chemical peel, dan sun screens dapat
menjadi sangat dibutuhkan untuk perbaikan yang berarti. Kombinasi tersebut
hanya efektif untuk hiperpigmentasi epidermal.
Topikal tretinoin 0,1% telah efektif untuk orang Afro-Amerika. GA peel
dikombinasikan dengan tretinoin dan hydroquinone adalah penanganan efektif
untuk hiperpigmentasi post inflamasi untuk orang yang bercorak kulit gelap.
Aqueous gel retinoic acid 0,1-0,4% digunakan bersamaan dengan hydroquinonzalf lactic acid untuk memutihkan. Setelah perbaikan cukup pada hiperpigmentasi
di capai, kortikosteroid dapat digunakan secara topikal dengan hydroquinon untuk
mendukung penyembuhan. Kombinasi dari beragam agen terapi topikal telah
memperlihatkan keuntungan, terutama pada wajah.
2.3.1.7 Prognosis
Morbiditas pada hiperpigmentasi post inflamasi berkaitan dengan proses
inflamasi yang mendasarinya. Hingga saat ini belum ditemukan kasus kematian
yang diakibatkan oleh hiperpigmentasi post inflamasi.
Respon inflamasi
epidermis
Pelepasan dan
oksidasi
as.arakidonat
Produk inflamasi
Prostaglandin,
leukotrien, dan
produk lainnya.
Melanosit epidermal
terstimulasi
Membutuhkan
perawatan khusus
MK : Kerusakan
integritas kulit
Sintesis melanin
Transfer pigmen
MK : Kurang
pengetahuan
MK : Ansietas
MK : Gangguan
body image
Hipermelanosis
epidermal
Hiperpigmentasi
kulit
Satu atau lebih area putih atau lebih terang dari kulit.
2.3.2.4 Penatalaksanaan
1. Menghentikan konsumsi krim kortison atau lotion yang mengandung benzoyl
peroxide.
2. Jika daerah yang mengalami hipopigmentasi hanya sedikit dan tidak memiliki
masalah kulit yang mendasari, tidak memerlukan perawatan khusus.
3. Jika daerah hipopigmentasi memiliki riwayat cedera kulit sebelumnya atau
mengalami mati rasa pada daerah tersebut, segera cari pertolongan medis.
2.3.2.6 Patofisiologi
Obat-obatan dan zat-zat kimia dapat menyebabkan hilangnya pigmen kulit. Hal ini
dapat terjadi akibat zat-zat yang digunakan dalam pekerjaan, tetapi yang paling sering
menjadi penyebab adalah krim pemutih kulit, yang dijual terutama di masyarakat Afro-
Karibia dan Asia. Kandungan yang aktif biasanya adalah hidrokuinon, yang dapat digunakan
untuk terapi.
Banyak kelainan kulit dengan peradangan menyebabkan timbulnya hipopigmentasi
sekunder atau pascaperadangan, akibat adanya gangguan pada keutuhan epidermis dan sistem
produksi melain (missal eksema dan psoriasis). Kelainan kulit tersebut dapat meninggalkan
bekas berupa hipopigmentasi temporer. Akan tetapi, peradangan dapat menghancurkan
semua melanosit (missal pada jaringan parut, sesudah terjadi luka bakar, dan pasca tindakan
krioterapi).
Berbagai
hipopigmentasi
proses
inflamasi
misalnya
lupus
pada
penyakit
eritematosus
kulit
discoid,
dapat
dermatitis
pula
menyebabkan
atopic, psoriasis,
parapsoriasis gutata kronis, dan lain-lain. Predileksi dan bentuk kelainan hipopigmentasi yang
terjadi sesuai dengan lesi primernya. Hal ini khas pada kelainan hipopigmentasi yang terjadi
sesudah menderita psoriasis.
Hipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai menghilang
setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada area yang terpapar matahari.
Pathogenesis proses ini dianggap sebagai hasil dan ganguan transfer melanosom dari
melanosit ke keratinosit. Pada dermatitis hipopigmentasi mungkin merupakan akibat dari
edema sedangkan pada psoriasis mungkin akibat meningkatnya epidermal turnover.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan sebelumnya.
Jika diagnosis belum berhasil ditegakkan maka biopsi pada lesi hipomelanosis akan
menunjukkan gambaran penyakit kulit primernya.
Terapi biasanya sesuai dengan penyakit dasarnya. Setelah proses inflamasi
menyembuh maka warna kulit asli akan perlahan kembali. Hal ini mungkin dapat dipercepat
dengan paparan sinar matahari.
Gangguan pada
keutuhan epidermis dan
sistem produksi
melanin
Transfer melanosom dari
melanosit ke keratinosit terganggu
(menurun)
Hipomelanosit
Hipopigmentasi
sekunder pada kulit
MK : Kerusakan
integritas kulit
Membutuhkan
perawatan khusus
MK : Kurang
pengetahuan
MK : Gangguan
body image
MK : Ansietas
2.4 Melasma
2.4.1 Definisi
Kelainan warna kulit akibat berkurang atau bertambahnya pembentukan pigmen
melanin pada kulit. Warna kulit manusia di tentukan oleh berbagai pigmen, yang berperan
pada penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin bentuk
reduksi, yang paling berperan adalah pigmen melanin. Melanosis adalah kelainan pada proses
pembentukan pigmen melanin kulit : hipermelanosis bila produksi pigmen melanin
bertambah, hipomelanosis bila reproduksi pigmen melanin berkurang.
Hipermelanosis dapat di sebabkan oleh sel melanosit bertambah maupun bertambah
maupun hanya karena pigmen melanin saja yang bertambah. Sebaliknya leukoderma dapat di
sebabkan oleh pengurangan jumlah pigmen melanin atau berkurang maupun tidak adanya sel
melanosit. Hipomelanosis pengurangan jumlah pigmen melanin atau berkurang maupun tidak
adanya sel melanosit.
Melasma Adalah Suatu Hipermelanosis yang didapat yamg umumnya simestri berupa makula
yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua, mengenai area yang terpanjan sinar ultra
violet dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu.
2.4.2 Etiologi
Melasma sampai sekarang ini belum di ketahui pasti. Faktor kausatif yang di anggap
berperan pada patogenesis melasma adalah
a) Sinar ultra violet : spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfhidril di
epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara mengikat
ion cu dari enzim tersebut. Sinar ultra violet menyebabkan enzim tirosinase tidak
di hambat lagi sehingga memicu proses melanogenesis.
b) Hormon : misalnya estrogen , progesteron, dan MSH ( melanin stimulating
hormone ) berperan pada terjadinya melasma. Pada kehamilan, melasma biasanya
meluas pada trimester ke-3, pada pemakai pil kontrasepsi, melasma tampak 1
bulan sampai 2 tahun setelah dimulai pemakaian pil tersebut.
c) Obat : misalnya difenil hidantoin, mesatoin, klorpromasin, sitostatik, dan
minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini ditimbun di lapisan
dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat merangsang melanogenesis.
d) Genetik : di laporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-7% , karna faktor
keturunan.
e) Ras : melasma banyak di jumpai pada golongan hispanik dan golongan kulit
berwarna gelap.
f) Kosmetika : pemakai kosmetika yang mengandung parfum, zat pewarna, atau
bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosintesivitas yang dapat
mengakibatkan timbulnya sinar hiperpigmentasi pada wajah, jika terpajan sinar
matahari.
g) Idiopatik.
2.4.3 Patofisiologi
Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di daerah tropis.
Melasma di jumpai pada wanita, meskipun di dapat pada laki-laki 10 % adalah idiopatik dan
terutama sering terjadi eksaserbasi setelah paparan sinar matahari, kehamilan, pemakaian
kontrasepsi oral dan obat-obatan tertentu. Melasma juga ada hubungannya dengan faktor
genetik dan kelainan endokrin. Di indonesia perbandingan kasus wanita dan pria 24: 1.
Terutama tampak pada wanita usia subur riwayat langsung terkena pajanan sinar matahari.
Insiden terbanyak pada usia 30-40 tahun.
Kelainan ini dapat mengenai wanita hamil,wanita pemakai pil kontrasepsi, pemakai
kosmetik, pemakai obat-obat, dan lain-lain.
2.4.4 Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis melasma di tinjau dari gambaran klinis, pemeriksaan
hispatologik, dan pemeriksaan dengan sinar wood. Melasma dapat di bedakan berdasarkan
gambaran klinis , pemeriksaan hispatologik, dan pemeriksaan dengan sinar wood.
Berdasarkan gambaran klinis :
1. Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial, bawah
hidung, serta dagu. (63%).
2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%)
3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula (16%)
Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar wood :
1. Tipe epidermal , melasma tampak lebih jelas dengan sinar wood di
bandingkan dengan sinar biasa.
2. Tipe dermal , dengan sinar wood tak tampak warna kontras di banding dengan
sinar biasa.
3. Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak jelas.
4. Tipe sukar, dinilai karena warna kulit yang gelap, dengan sinar wood lesi
menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat jelas.
Perbedaan tipe-tipe in sangat berarti pada pemberian terapi, tipe dermal lebih
sulit di obati dibanding tipe epidermal.
Berdasarkan pemeriksaan histopatologis :
1. Melasma, tipe epidermal, umumnya berwarna coklat , melanin terutama
terdapat pada lapisan basal dan suprabasal , kadang-kadang di seluruh stratum
korneum dan stratum spinosum.
2. Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan, terdapat makrofag
bermelanin di sekitar pembuluh darah di dermis bagian atas dan bawah, pada
dermis bagian atsa terdapat fokus-fokus infiltrat.
2.4.5 Maninfestasi klinis
Makula coklat, batas jelas, ireguler seperti peta dan biasanya bersifat simetris. Bersifat
khronik dan mengalami eksaserbasi bila kena sinar matahari atau sinar buatan UVA dan
UVB. Pada multipara melasma terjadi setelah kehamilan yang berulang-ulang. Melasma
sering mengadakan re solusi setelah melahirkan atau penghentian oral kontrasepsi.
Ada 3 bentuk melasma :
a. Bentuk sentrofasial
: pada pelipis, dahi , alis, dan bibir atas,
b. Bentuk Malar
: pada pipi dan hidung.
c. Bentuk Mandibular : pada ramus mandibular, dagu.
Tipe lesi :
a. Epidermal (coklat tua ) : terbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering di pipi dan
hidung.
b. dermal (biru , abu-abu)
c. mixed (campuran) : coklat abu-abu
Terapi hanya berhasil pada tipe epidermal dan bagian epidermalnya saja dari tipe
campuran. Pemeriksaan dengan lampu Wood pada tipe epidermal tampak lebih jelas
(kontras) dari pada dengan sinar biasa, sedangkan pada tipe dermal tidak.
2.4.6 Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan diagnosis ada 3 yaitu pemeriksaan hispatologik, pemeriksaan mikroskop
elektron, dan pemeriksaan sinar wood.
a. Pemeriksaan histopatologik
Terdapat 2 tipe hipermelanosis :
1. Tipe epidermal : melanin terutama terdapat di lapisan basal dan suprabasal,
kadang-kadang di seluruh stratum spinosum sampai stratum korneum ; sel-sel
yang padat mengandung melanin adalah melanosit, sel-sel lapisan basal, dan
suprabasal, juga terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum korneum.
2. Tipe dermal : terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam
dermis bagian atas terdapat fokus-sokus infiltrat.
b. Pemeriksaan mikroskop elektron
Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan aktivitas
melanosit meningkat.
c. Pemeriksaan dengan sinar wood
a. Tipe epidermal
: warna lesi tampak lebih kontraks
b. Tipe dermal
: warna lesi tidak bertambah kontrass
c. Tipe campuran : lesi ada yang bertambah kontraks ada yang tidak
d. Tipe tidak jelas : dengan sinar wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan
dengan sinar biasa jelas terlihat.
Diagnosis melasma di tegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk
menentukan tipe melasma di lakukan pemeriksaan sinar wood, sedangkan
pemeriksaan histopatologik hanya di lakukan pada kasus kasus tertentu.
2.4.7 Penatalaksanaan
Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang teratur serta
kerja sama yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya. Kebanyakan penderita
berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan dan perawatan kulit harus di lakukan secara
teratur dan sempurna karna melasma bersifat kronis residif. Pengobatan yang sempurna
adalah pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang kausal, maka penting di cari
etiologinya.
2.4.8 Pencegahan
a) Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat serta kambuhnya melasma
adalah perlindungan terhadap sinar matahari. Penderita di haruskan menghindari
pajanan langsung sinar ultra violet terutama antara pukul 09.00-15.00. sebaiknya jika
keluar rumah menggunakan payung atau topi yang lebar. Melindungi kulit dengan
memakai tabir surya syang tepat, baik mengenai bahan maupun cara pemakainnya.
Tanpa pemakain tabir surya setiap hari pengobatan sulit berhasil. Pemakain tabir
surya di anjurkan 30 menit sebelum terkena pajanan sinar matahari. Ada 2 macam
tabir surya yang di kenal yaitu tabir surya fisis adalah bahan yang dapat
memantulkan/menghamburkan ultra violet , misalnya : titanium oksida, seng oksida,
kaolin . sedangkan tabir surya kimiawi adalah bahan yang menyerap ultra violet.
Tabir surya kimiawi ada 2 jenis yaitu : yang mengandung PABA ( para amino
benzoic acid ) atau derivatnya, misalnya octil PABA, yang tidak mengandung PABA
( non PABA ), misalnya : bensofenon, sinamat, salisilat, dan antranilat.
b) Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma misalnya menghentikan
pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan pemakaian kosmetika yang berwarna atau
mengandung parfum, mencegah obat contohnya hidantoin, sitostatika, obat
antimalaria, dan minosiklin.
2.4.9 Penatalaksanaan
Pengobatan di bagi menjadi 3 yaitu pengobatan topikal, pengobatan sistemik dan
pengobatan khusus.
1. pengobatan topikal
a. hidokinon
hidrokinon di pakai dengan konsentrasi 2-5%. Krim tersebut dipakai pada
malam hari di sertai pemakaian tabir surya pada siang hari. umumnya tampak
perbaikan dalam 6-8 minggu dan di lanjutkan sampai 6 bulan. Efek samping adalah
Melasma dapat timbul pada wanita hamil dan pada penggunaan kontrasepsi
oral. Hiperpigmentasi yang timbul pada masa kehamilan biasanya menghilang secara
spontan setelah beberapa bulan setelah melahirkan. Pada penggunaan kontrasepsi
oral, hiperpigmentasi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh. Melasma
dapat menetap selama beberapa tahun setelah penghentian kontrasepsi oral.
Kasus-kasus resisten atau rekuren sering terjadi dan pasti terjadi jika pasien tidak
memperhatikan dengan baik untuk menghindari cahaya matahari secara sempurna.
Sehingga pengobatan dan perawatan kulit pada pasien melasma harus dilakukan
secara teratur dan sempurna karena melasma bersifat kronik residif.
Sinar UV
Gugus sulfhidril
di bagian
epidermis rusak
Enzim
tirosinase tidak
dihambat
Terjadi proses
melanogenesis
Meningkat saat
kehamilan trimester
3
Ras
Kosmetik
a
Obat
Akumulasi hormone
(estrogen, progesterone,
dan MSH)
Terjadi
fotosensitivitas
Secara kumulatif
tertimbun di lapisan
dermis bagian atas
Genetik
Terdapat pada
pil kontrasepsi
Idiopatik
MK: Kerusakan
integritas kulit
Menyebabkan terjadinya
hiperpigmentasi pada
kulit wajah
MK : Kurang
pengetahuan
MELASMA
MK : Gangguan
body image
Hiperpigmentasi
pada daerah
wajah
MK : Koping
individu inefektif
MK : Ansietas
Memerlukan
perawatan
khusus
Sentrofasial
Malar
Pada daerah
mandibula
Mandibular
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
Ny.C usia 30 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan kulit wajah tampak
berwarna gelap dan timbul bercak-bercak gelap/kehitaman sekitar dagu, dahi dan pipi.
Bercak kehitaman itu mulai muncul 2 tahun yang lalu semenjak dia menggunakan
kontrasepsi, dan bertambah parah semenjak Ny.C menggunakan kosmetik yang dijual bebas
di pasaran.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Data Demografi klien :
1) Nama
: Ny. C
7) Agama
: Islam
2) Usia
: 30 tahun
3) Jenis Kelamin
: Perempuan
9) Jam MRS
: 16.00 WIB
4) Suku / bangsa
: Jawa/ Indonesia
10) Diagnosa
: Melasma
5) Pekerjaan
: wiraswasta
6) Alamat
: surabaya
Identitas Penanggung Jawab :
1) Nama
: Tn. D
2) Umur
: 40 tahun
3) Jenis kelamin
: Laki-laki
sering
3.1.2
Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breath)
b. B2 (blood)
c. B3(brain)
: gelisah
d. B4 (bladder)
Etiologi
Masalah Keperawatan
kulit wajah
Reaksi kosmetik
Gangguan integritas
jaringan/kulit
Terjadi fotosensitivitas
DO : Keadaan kulit Ny.T
terjadi hiperpigmentasi pada
kulit wajah
kerusakan integritas kulit
DS
bersosialisasi,
Ny.T
lebih
jarang
sering
gangguan body image
diajak bicara
diri
Ansietas
dengan
keadaannya
Memerlukan perawatan
khusus
DO : Kurang pengetahuan
Ansietas
Rasional
2.
Mendukung
interaksi
sosial
tersebut
kesan
diterima
dan
bahwa
bahwa
individu
sistem
perawat
merencanakan
situasi tertentu
Contoh :
kebutuhan klien
Kriteria Hasil :
a. Bercak kehitaman berkurang
b. Menunjukkan perbaikan kulit yang progresif
No
Intervensi
1.
Menganjurkan
sementara
Rasional
pasien
agar
menghentikan
kosmetik
2.
Menyarankan
pasien
agar Vitamin
sangat
berguna
untuk
Kolaborasi dengan dokter spesialis kulit Untuk penanganan lebih tepat dalam
untuk penanganan lebih lanjut
Intervensi
Kaji
faktor
penyebab
Rasional
dan
penunjang
faktor Membantu
perawat
merencanakan
2.
emosional
ketika
4.
Intervensi
Rasional
1.
2.
Beri kenyamanan dan ketentraman hati: Meningkatkan rasa nyaman pasien dengan
damping pasien dengan komunikasi penekanan penjelasan bahwa setiap orang
teurapetik
3.
pengetahuan
pasien
4.
Gali
Intervensi
yang
BAB 4
KEWIRAUSAHAAN
4.
5.
6.
7.
sudah terbentuk dan merupakan akhir dari proses pengadukan. Tandanya adalah ketika campuran
sabun mulai mengental. Apabila disentuh dengan sendok, maka beberapa detik bekas sendok tadi
masih membekas, itulah mengapa dinamakan trace.Pada saat trace tadi anda bisa
menambahkan pengharum, pewarna atau aditif. Aduk beberapa detik kemudian hentikan putaran
blender.
Tuang hasil sabun ini ke dalam cetakan. Tutup dengan kain untuk insulasi. Simpan sabun dalam
cetakan tadi selama satu hingga dua hari. Kemudian keluarkan dari cetakan, potong sesuai selera.
Simpan sekurang-kurangnya 3 minggu sebelum dipakai.
Cara penggunanan sabun kemangi
1. Tuangkan sabun di telapak tangan secukupnya kurang lebih sebutir biji jagung
2. Basahi dengan air sampai berbusa
3. Usapkan pada wajah secara merata
4. Bilas dengan dengan air bersih hingga busa tidak tersisah
5. Apabila terkena mata bilas hingga bersih dengan air
Gunakan secara teratur 2-3 X sehari atau sesuai kebutuhan untuk mencapai hasil yang
maksimal.
Sumber
http://www.kalbe.co.id
http://en.wikipedia.org/wiki/melasma
http://www.ummigroup.co.id
Sumber: http://wiki.bestlagu.com/health/173962-manfaat-daun-kemangi-bagi-wajah.html
Putriyanti, dian. 2006, 100% cantik rahasia dibalik buah dan sayur, best, jakarta
BAB 5
KESIMPULAN
Kelainan pigmentasi adalah perubahan warna kulit yang menjadi lebih putih, lebih hitam, atau
coklat dibandingkan dengan warna kulit normal serta bersifat macular serta sedikit banyak
dipengaruhi oleh perubahan warna bersumber pada melanin. Disamping itu, hal tersebut juga
dapat dipengaruhi oleh berbagai macam gaktor mulai dari genetik, pajanan bahan kimia, idopatik
dan lain sebagainnya. Macam-macam kelainan pigmentasi pada kulit ada beberapa diantaranya
adalah vitiligo, albino, hipopigmentasi pasca inflamasi serta melanosis.
Vitiligo yang merupakan hipomelanosis idiopatik di dapat ditandai dengan adanya macula putih
yang dapat meluas. Sedangkan Albino atau Albinisme merupakan salah satu bentuk dari
hypopigmentary congenital disorder. Kemudian hipopigmentasi pasca inflamasi merupakan
hilangnya warna kulit (pigmentasi) setelah kulit mengalami cedera. Sementara itu melanosis
merupakan kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit yg berupa hipermelanosis
bila produksi pigmen melanin bertambah, hipomelanosis bila reproduksi pigmen melanin
berkurang. Penatalaksanaan asuhan keperawatannya pun berbeda tergntung pada etiologi tiap
kelainan.