Anda di halaman 1dari 5

PERDARAHAN INTRACRANIAL, OUTCOME, DAN MORTALITAS

SETELAH TERAPI INTRA-ARTERIAL PADA STROKE ISKEMIK AKUT


PADA PASIEN-PASIEN DENGAN ANTIKOAGULAN ORAL

Latarbelakang dan Tujuan : penggunaan tissue-tipe plasminogen aktivator intravena (tPA IV) pada
stroke iskemik akut masih terbatas pada pasien-pasien dengan international normalized ratio (INR)
kurang dari 1.7. Meskipun penelitian terbaru menunjukkan meningkatnya resiko peradarahan
intrakranial simtomatik setelah penggunaan IV tPA pada pasien dengan antikoagulan oral (OAC)
walaupun dengan nilai INR kurang dari 1.7. Pada penelitian yang dilakukan pada saat ini menetapkan
resiko peradarahan intrakranial simtomatik, outcome klinik, dan mortalitas setelah pemberian terapi
intra-arterial (IAT) pada pasien-pasien dengan atau tanpa riwayat pemakaian OAC.
Metode : Pasien-pasien konsekutif yang telah diterapi dengan IAT dari Desember 1992 sampai dengan
Oktoberv2010 di inklusi kan. Outcome klinik dan mortalitas di tetapkan 90 hari setelah onset stroke.
Kemudian dibandingkan pasien-pasien dengan atau tanpa riwayat penggunaan OAC.
Hasil : secara keseluruhan, 714 pasien yang mendapat terapi IAT. Didapatkan 83 pasien (3.9%)
mendapatkan OAC pada saat onset gejala. INR median pada kelompok OAC yaitu 1.79 (rentang di
antara kuartil [IQR], 1.41-2.3) dan 1.01 (IQR 1.0-1.09; P<0.0001) pada kelompok tanpa OAC. Pasienpasien yang mendapat terapiOAC pada saat masuk lebih sering didapatkan mendapat IAT mekanikal
saja dibandingkan ddengan pasien tanpa OAC (46.4% versus 12.8%; P, 0.0001). Perbandingan antara
pasien dengan atau tanpa riwayat pemakain OAC, peneliti tidak menemukan perbedaan statistik pada
tingkat perdarahan intrakranial simtomatik ( 7.1% versus 6.0%; P=0.80), outcome yang tidak
diinginkan ( skor Modified Rankin Scale, 3-6; 67.9% versus 50.9%; P=0.11), serta mortalitas (17.95
versus 21.6%; P=0.58).
Kesimpulan : riwayat pengguanan OAC tidak meningkatkan resiko perdarahan intrakranial simtomatik
setelah IAT ataupun resiko outcome yang tidak diharapkan secara signifikan serta mortalitas 90 hari
setelah IAT. (Stroke. 2011; 42: 3061-3066)
Kata Kunci : perdarahan intrakranial. Terapi thrombolitik. Kumarin

Perdarahan intrakranial symtomatik (sICH)


merupakan komplikasi menakutkan dari
thrombolisis pada stroke iskemik akut (AIS).
Resiko terjadiya sICH sekitar 5-7% pada
pasien AIS yang mendapat terapi tissue-tipe
plasminogen activator intravena (tPA IV).
Guideline terakhir membartsi penggunaan tPA
IV pada pasien yang mempunyai nilai INR
kurang
dari
1.7.
Artikel
terakhir
membandingkan
resiko
sICH
setelah
pemberian tPA IV pada pasien dengan atau
tanpa antikoagulan oral (OAC) pada saat onset
stroke.
Pasien-pasien
dengan
OAC
menunjukkan peningkatan 10 kali resiko
terjadinya sICH. Yang perlu dicatat, bila INR
kurang dari 1.7 pada semua pasien yang di
inklusikan, menyebabkan keraguan dari
keamanan penggunaan tPA IV pada pasien
dengan OAC pada saat onset stroke.
Percobaaan tentang farmakologi
terapi intra-arterial (IAT) mengeksklusikan
pasien-pasien dengan INR lebih dari 1.7 pada
saat masuk. Sejak dipublikasikan percobaanpercobaan ini, beberapa alat rekanalisasi
mekanik
mudah
didapatkan,
sehingga

memungkinkan untuk menurunkan dosis atau


bahkan meniadakan pemakaian obat-obat
fibrinolitik. Pada percobaan
Mechanical
Embolus Removal in Cerebral Ischemia dan
Multi
MERCI,
pasien-pasien
dengan
hemostasis abnormal di inklusikan. Penyebab
dari hemostasis abnormal tidak dibatasi oleh
OAC, namun penggunaan heparin, koagulasi
intravaskular, obat-obat yang menyebabkan
trombositopenia dan malignansi di inklusikan.
Pasien dengan hemostasis abnormal tidak
memiliki resiko tinggi
terjadinya sICH
dibandingkan dengan pasien yang hemostasis
normal. Sampai sekarang tidak diketahui
apakah pengaruh dari OAC sendiri yang
mempengaruhi resiko dari sICH, outcome
klinik, dan mortalitas 90 hari setelah IAT.
Resiko sICH lebih tinggi setelah IAT, baik
farmakologik dan mekanik, peneliti bertujuan
untuk investigasi apakah pemakaian OAC
dapat meningkatkan resiko sICH, memberikan
outcome klinik yang tidak diinginkan dan
mortalitas 90 hari setelah IAT untuk stroke.

PASIEN DAN METODE


The Institutional Review Board of the
University of Bern memusatkan perhatian pada
penggunaan dari data dasar untuk tujuan
penelitian klinikal retrospektif.
Seleksi Pasien dan Work-Up
Peneliti menganalisa pasien-pasien konsekutif
dengan AIS yang telah menjalani IAT pada
unit stroke di University Hospital of Bern,
Switzerland sejak bulan Desember 1992
sampai dengan bulan Oktober 2010. Detail
mengenai pasien telah dijelaskan sebelumnya.
Pemakaian OAC pada saat onset gejala
ditetapkan dengan cara anamnesa. Etiologi
stroke di klasifikasikan berdasarkan kriteria
dari Trial of Org 10172 in Acute Stroke
Treatment. Peneliti tidak memberikan OAC
seperti fresh frozen plasma atau vitamin K,
sebelum atau selama IAT.
Angiography dan Thrombolysis
Kriteria untuk IAT yaitu : diagnosa klinik dari
IAS, berdasarkan nilai National Institutes of
Health Stroke Score (NIHSS) sedikitnya 4
poin atau hemianopia isolasi atau afasia; tidak
adanya perdarahan pada CT kepala atau MRI;
pada angiography substraksi digital serebral
menunjukkan oklusi pembuluh darah yang
berhubungan dengan defisit neurologis;
mendapatkan thrombolisis intra-arterial kurang
dari 6 jam sebelum onset gejala, trombektomi
mekanik pada stroke sirkulasi anterior kurang
dari 8 jam, serta 12 jam sebelum onset stroke
dengana pemberian IAT pada oklusi aretri
vertebrobasiler; dan tidak ditemukannya klinik
individual atau temuan laboratorium yang
mengarah trombolisis. IAT dilakukan setelah
angiography pada 4 pembuluh darah untuk
menetapkan oklusi pembuluh darah dan
sirkulasi
kolateral.
Strategi
IAT
diklasifikasikan sebagai :
mekanik saja
(termasuk
pemindahan
klot,
aspirasi,
angioplasti transluminal perkutaneus dengan
atau tanpa stenting); farmakologik saja (terapi
fibrinolitik intra-arterial dengan urokinase
[urokinase HS Medac]); dan kombinasi, yaitu
mekanikal
dan
IAT
farmakologikal.
Tromboaspirasi dilakukan dengan kateter FR7
dan FR8 pada arteri karotid dan vertebra, dan
kateter FR5 pada arteri intrakranial. Teknik
rekanalisasi
mekanik
yaitu
Catch
Thromboembolectomy System (Balt), Phenox
CRC
(Phenox
GmbH),
Soliaire
FR
Revascularitaion Device (ev3, Inc), Merci
Retrieval System (Concentric Medical, Inc)
dan Penumbra System (Penumbra, Inc).
Urokinase diberikan melalui mikrokateter yang
ditempatkan secara langsung atau di depan

trombus oklusi. Dosis urokinase yang


diberikan dalam unit internasional (IU).
Kuantifikasi rekanalisasi pembuluh
darah
berdasarkan
pada
klasifikasi
Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI)
dan dibedakan atas TIMI grade 0 dan grade 1
(buruk) dan TIMI grade 2 dan 3 (baik). Peneliti
tidak memakai kombimasi antikoagulan dan
heparin selama 24 jam pertama dan tidak
memakai pula kombinasi aspirin dan
clopidogrel pada 48 jam pertama.
Identifikasi dan Klasifikasi dari Perdarahan
Intrakranial
MRI atau CT dilakukan secara rutin dalam 24
jam setelah trombolisis atau pun bila
didapatkan gangguan klinik. Perdarahan
intrakranial (ICH) diklasifikasikan sebagai
perdarahan intrakranial simtomatik bila
hematoma parenkim tipe 2 disertai dengan
meningkatnya 4 poin dari skor NIHSS atau
meninggal, berdasrkan pada kriteria Safe
Implementation of Thrombolysis in Stroke
Monitoring Study (SITS-MOST); selain itu
dibagi juga atas perdarahan intrakranial
asimtomatik.
Outcome
Modified Rankin Scale dan mortalitas
ditetapkan pada 90 hari setelah stroke selama
visit pasien ataupun melalui wawancara
telepon yang dilakukan oleh neurologis atau
oleh tenaga perawat terlatih. Outcome dibagi
atas outcome yang diinginkan (0-2) dan tidak
diinginkan (3-6).
Analisa Statistik
Pasien-pasien di kelompokkan berdasarkan
pada riwayat pemakaian OAC. Untuk
rekanalisasi dan analisa outcome, ditambahkan
pengelompokkan pasien berdasarkan nila INR
pada saat masuk ( >1.7 versus < 1.7). analisa
sub kelompok untuk rekanalisasi dan outcome
berdasarkan: (1) pasien yang telah di terapi
dengan farmakologikal saja atau dengan
farmakolgikal/strategi rekanalisasi mekanik,
(2) pasien yang telah diterapi dengan
farmakologikal saja. Variabel katerogikal di
simpulkan sebagai persentase dan variabel
kontinue sebagai median dan rentang kuartil
(IQR), oleh karena mereka tidak di
distribusikan secara normal. Tes perhitungan
Fisher dilakukan dalam bentuk tabulasi silang.
Tes Mann-Whitney (Wilcoxon Rank Sum Test)
digunakan untuk variabel non kategorikal.
Kalkulasi untuk perbedaan-perbedaan tingkat
diantara 2 kelompok pasien dilakukan untuk
tingkat dari sICH, outcome klinik yang tidak
diinginkan, serta mortalitas pada 90 hari
setelah stroke. Tingkat signifikan alpha dalam

bentuk P<0.05. Data di analisa dengna


menggunakan Stata 11 (StataCorp 2009; Stata
Statistical Software: Release 11).
H AS I L
Berdasarkan Karakteristik Pasien
Dari total keseluruhan pasien, 714 pasien yang
telah mendapatkan IAT sejak bulan Desember
1992 sampai dengan bulan Oktober 2010 pada
unit stroke. Nilai median usia dari kohort yaitu
65.7 tahun (IQR 55.5-74); median NIHSS pada
saat masuk yaitu 15 (IQR 11-19), dan median
waktu sejak onset symptom sampai dengan
IAT yaitu 275 menit (IQR 223-335).
Didapatkan 83% pasien (3.9%) mendapat
OAC pada saat onset symptom. Kesimpulan
berdasarkan karakteristik dari dua kelompok
pasien dapat dilihat pada Tabel 1.
Pasien-pasien
dengan
riwayat
penggunaan OAC lebih sering mengalami
stroke (25.0% versus 6.4%; P<0.0001), atrial
fibrilasi (75.0% versus 28.0%; P<0.0001), dan
pasien dengan riwayat terapi antiplatelet (3.6%
versus 9.2%; P<0.0001), bila dibandingkan
dengan pasien-pasien tanpa riwayat pemakaian
OAC. Pada pasien-pasien dengan riwayat
pemakaian OAC, tingkat keparahan stroke
ditentukan dengan skor NIHSS yang
cenderung lebih tinggi bila dibandingkan
dengan mereka tanpa riwayat pemakaian OAC
( median skor NIHSS, 17 versus 15; P=0.17).
Nilai INR pada pasien yang sedang menjalani
OAC lebih tinggi secara signifikan (1.79
versus 1.01; P<0.0001), juga pada waktu
thromboplastin parsial aktif (35.9 detik versus
28.0 detik; P<0.0001).
Terapi Rekanalisasi dan Outcome
Strategi rekanalisasi berbeda secara signifikan
antara pasien-pasien dengan atau tanpa riwayat
pemakaian OAC (Tabel 2). Pasien-pasien
dengan OAC lebih sering menjalani IAT
mekanikal saja tanpa medikasi thrombolitik
(46.4% versus 12.8%) dibandingkan dengan
pasien-pasien tanpa OAC. Dosis median dari
pemberian urokinase lebih rendah pada pasienpasien dengan riwayat penggunaan OAC
(375.000 IU versus 1.000.000 IU; P<0.0001).
Tingkat rekanalisasi parsial ataupun komplit
tidak berbeda diantara 2 kelompok pasien
(71.4% versus 70.0%; P=0.87), dan tingkat
sICH (7.1% versus 6.0%; P=0.80) atau ICH
symtomatik (10.7% versus 17.4%; P=0.36)
pada 24 jam pertama yang diikuti IAT juga
tidak berbeda. Karakteristik detail dari 28
pasien dengan pemakaian OAC dapat dilihat
pada
Tabel
1
tambahan
(http://stroke.ahajournals.org).
Karakteristik

dari terapi rekanalisasi dan derajat outcome


dengan pemberian INR pada saat masuk ( >1.7
versus < 1.7) dapat dilihat pada tabel 3. Dosis
pemberian urokinase berbeda secara signifikan
pada kedua kelompok (125.000 IU versus
1.000.000 IU; P=0.001). Tingkat variabel
outcome seperti sICH tidak berbeda secara
signifikan (5.0% versus 6.5%; P=0.93).
Kekuatan Analisa
Oleh karena variabel sICH, outcome klinik,
dan mortalitas tidak berbeda secara signifikan
diantara pasien-pasien dengan atau tanpa
OAC, maka peneliti memakai kekuatan analisa
pada ketiga variabel. Pada analisa peneliti
didapatkan kekuatan 80% untuk deteksi
peningkatan resiko relatif pada sedikitnya 9.66
pada sICH dan 1.57 untuk outcome yang tidak
diinginkan pada pasien-pasien dengan riwayat
pemakaian OAC. Untuk mortalitas, analisa
peneliti menunjukkan kekuatan 80% untuk
deteksi meningkatnya resiko relatif pada
sedikitnya 3.08 pada pasien tanpa riwayat
pamakaian OAC.
DISKUSI
Pada penelitian retrospektif dari pasien
konsekutif dengan terapi AIS disertai IAT,
riwayat pemakaian OAC tidak berbeda secara
signifikan dengan meningkatnya resiko sICH.
Lebih lanjut, OAC tidak meningkatkan resiko
outcome yang tidak diinginkan dan mortalitas
90 hari setelah stroke.
Hasil penelitian berbeda dari laporan
terakhir dimana resiko sICH meningkat 10
kali pada pasien dengan riwayat OAC yang di
terapi dengan tPA IV. Sedikitnya terdapat 2
alasan yang dapat menerangkan perbedaan ini.
Pertama, team stroke memisahkan strategi IAT
(mekanikal, farmakologikal, atau keduanya)
berdasarkan pada status OAC dan parameter
koagulasi. Pada pasien-pasien dengan riwayat
pemakaian OAC, neuroradiologis menemukan
ancaman lebih sering pada strategi mekanikal
saja dan pada semua strategi, juga pada dosis
rendah urokinase yang dibandingkan dengan
pasien tanpa riwayat OAC. Pendekatan ini
tampaknya mengurangi akifitas fibrinolitik
pada pasien-pasien dengan riwayat pemakaian
OAC, kemungkinan menurunkan resiko sICH.
Yang mendukung hal ini, ditemukan hanya
pada 2 pasien dengan riwayat pemakaian OAC
yang menderita sICH yang diterapi dengan
dosis urokinase yang relatif tinggi (900.000 IU
dan 1.000.000 IU). Lebih lanjut, kedua-duanya
menderita oklusi pada bifurcatio karotis
intrakranial dengan keterlibatan dari daerah A1
dan M1 (oklusi karotis T) dan akibat dari

perluasan daerah iskemik, yang keduanya


berhubungan dengan outcome yang buruk
meskipuan IAT dan meningkatnya resiko sICH
setelah rekanalisasi.
Kedua, oklusi pembuluh darah besar
tampaknya merupakan penyebab stroke pada
pasien-pasien dengan riwayat pemakaian OAC
yang berlawanan pada pasien dengan tanpa
OAC, pada mereka yang mengalami stroke
ulang disebabkan oleh karena penyakit
pembuluh darah kecil yang lebih sering
dijumpai. Pada penelitian tentang IAT yang
terakhir, oklusi pada pembuluh darah besar
dijumpai pada seluruh pasien, baik dengan atau
tanpa OAC, yang berlawanan dengan tujuan
dari penelitian pada tPA IV, dimana oklusi
pada pembuluh darah besar cenderung
dijumpai pada pasien-pasien dengan OAC,
yang meningkatkan resiko sICH.
Analisis psothoc dari MERCI dan
Multi MERCI yang baru saja dipublikasikan
menunjukkan kesamaan pada tingkat sICH
yang rendah. Resiko sICH tidak meningkat
pada pasien-pasien dengan hemostasis
abnormal jika dibandingkan dengan pasienpasien yang hemostasisnya normal (8.6%
versus 8.5%). Didapatkan kesamaan dengan
hasil penelitian kami, yaitu dosis-respons
untuk NR dan sICH tidak dilaporkan,
menimbulkan pertanyaan lebih lanjut akan
aturan pemakaian OAC dalam meningkatkan
resiko sICH pada pasien-pasien yang diterapi
dengan IAT. Meskipun, perbedaan mendasar
dari penelitian ini membutuhkan perhatian
khusus. Pertama, kerja peneliti berdasarkan
pada keahlian klinik sehari-hari, yang
menyebabkan
neuroradiologis
secara
individual menerapkan strategi IAT, dimana
hal ini tidak dibatasi oleh MERCI Clot
Retrieval. Pada temuan yang baru, peneliti
mengobservasi bahwasanya pasien-pasien
dengan INR pada saat masuk > 1.7 yang
mendapat
terapi
farmakologikal
atau
farmakologikal / IAT mekanikal
tidak
meningkatkan resiko sICH, outcome buruk,
ataupun kematian 90 hari setelah IAT (Table II
Tambahan;http://stroke.ahajournals.org)
sebagai perbandingan dengan pasien-pasien
yang INR paa saat masuk < 1.7. Kedua,
peneliti memfokuskan pada aturan spesifik
OAC pada resiko sICH yang diikuti IAT
daripada homeostasis abnormal. Secara
khusus, peneliti dapat menginklusikan 13
pasien dari 28 pasien (46.4%) dengan riwayat
OAC, namun dengan INR kurang dari 1.7.
kelompok pasien ini relevan dalam praktek
sehari-hari,
dimana
subterapi
OAC
menunjukkan faktor resiko yang serius pada
stroke, khususnya stroke kardioembolik.
Berdasarkan hal ini, peneliti menemukan

stroke dengan etiologi kardioembolik dua kali


lebih sering ditemukan pada pasien engan
riwayat pemakaian OAC dibandigkan dengan
mereka tanpa riwayat OAC (89.3% versus
44.%).
Pengaruh klinik ICH menunjukkan
hasil yang berkelanjutan dari tanpa gejala
sampai perburukan klinik hingga akhirya
kematian sehingga peneliti secara tegas
mendiskusikan tingkat ICH asimtomatik.
Tingkat ICH asimtomatik lebih tinggi pada
pasien tanpa OAC dibandingkan dengan
mereka yang mendapatkan OAC, meski belum
mencapai statistik yang signifikan (17.4%
versus 10.7%; P=0.36). Dosis urokinase yang
tinggi mempengaruhi pasien-pasien tanpa
riwayat pemakaian OAC dapat menjelaskan
tingginya tingkat ICH pada kelompok tersebut.
Sebaliknya, bila didapatkan satu ICH, OAC
dapat mempengaruhi tingkat ICH dari
asimtomatik menjadi simtomatik.
Perbedaan
strategi
rekanalisasi
berdasarkan pada riwayat pemakaian OAC
tidak mempengaruhi tingkat rekanalisasi,
outcome klinik, atau tingkat mortalitas. Pada
kenyataannya, tingkat dari outcome klinik
yang tidak diharapkan dan mortalitas tidak
meningkat secara signifikan pada pasienpasien dengan riwayat terapi OAC dengan IAT.
Pada analisa posthoc dari percobaan MERCI
dan Multi MERCI, pasien-pasien dengan
hemostasis abnormal memiliki outcome baik
yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien
yang memiliki hemostasis normal (9.4%
versus 35.3%; P=0.0002). Definisi dari
hemostasis
abnormal
sendiri
dapat
menjelaskan hasil yang tidak sesuai tersebut.
Definisi dari hemostasis abnormal berdasarkan
laboratorium pada anliasa posthoc dari
percobaan MERCI menginklusikan pasienpasien dengan penyakit berat, seperti
Disseminated
Intravascular
Coagulation,
Sepsis dan Kanker. Sebagai konsekuensinya,
etiologi dari hemostasis abnormal sendiri
memungkinkan terjadinya bias pada outcome
klinik setelah stroke dan tingkat rekanalisasi.
Bias seleksi pasien pada penelitian ini juga
dapat mempengaruhi outcome klinik yang
memberi suatu trend positif. Pada institusi
peneliti, keputusan dalam pelaksanaan IAT
didiskusikan diantara neurologis, khususnya
untuk pasien-pasien dengan riwayat pemakaian
OAC, dimana didapatkan bias seleksi pada
pasien dengan kondisi kesehatan umum yang
baik. Perbedaan dari outcome klinik dan
tingkat mortalitas pada pasien yang diterapi
dengan tPA IV mungkin saja terjadi oleh
karena fokus penelitian ini pada pasien dngan
riwayat pemakaian OAC sebelum tPA tidak
dilaporkan pada data outcome klinik.

Penelitian ini memiliki beberapa


kelemahan. Pertama, design retrospektif
menyebabkan tidak adanya verifikasi akan bias
seleksi pasien yang terjadi, sehingga
mempengaruhi tingkat sICH, outcome klinik,
dan mortalitas. Selanjutnya, kelemahan ini
melekat pada design penelitian sehari-hari,
sehingga peneliti tidak dapat memberikan
suatu analisa yang fokus pada keadaan yang
mengancam
berdasarkan
pada
terapi
prespesifik, dimana dapat atau tidak dapat
menjadi suatu implementasi secara final. Lebih
lanjut, tidak didapatkan pemilihan pada
denominasi dari kandidat untuk IAT dari
kelompok tersebut. Kedua, hilangnya statistik
signifikan tidak berarti sebagai hilangnya efek
klinik, khusunya pada analisa subkelompok.
Sebagai contoh, berkenaan tentang tingkat
sICH, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
konfidens 80% dari OAC pada saat masuk
meningkatkan resiko sICH sekitar 9.66 atau
lebih. Ketiga, parameter koagulasi tidak
didokumentasikan secara rutin pada saat
setelah IAT, sehingga peneliti tidak dapat
untuk evaluasi pengaruh dari evolusi INR pada
sICH. Akhirnya, beberapa pasien dengan
riwayat pemakaian OAC memiliki nilai INR
kurang
dari
1.7,
menyimpulkan
ketidaksesuaian intake atau dosis OAC.
Sebagai kesimpulan, riwayat pemakaian OAC
tidak meningkatkan resiko dari sICH setelah
IAT, hal yang sama dilaporkan setelah
pemberian tPA IV. Lebih lanjut, pemakaian
OAC tidak meningkatkan resiko dari outcome
yang tidak diharapkan dan mortalitas 90 hari
setelah stroke. Pada pasien yang memiliki
riwayat pemakaian OAC, IAT mekanikal dan
telah diseleksi, dengan atau tanpa adanya obat
thrombolitik dosis rendah dapat menunjukkan
pilihan terapetik.

Anda mungkin juga menyukai