Anda di halaman 1dari 2

Mimpi Amil Zakat Profesional

Muh. Taufiq Al Hidayah


Relawan Rumah Zakat Makassar

Apa yang ada dibenak Anda jika mendengar kata Amil Zakat? Berhubungan dengan zakat sudah
barang pasti. Ia banyak berkutat pada Founding dan distribution dana zakat. Dahulu pekerjaannya hanya
nitip uang zakat, namun kini lebih fresh dan kreatif, dana itu dikelolah atas nama profesional yang
tadinya hanya Pemberi Ikan, lalu bermetamorfosis jadi Pemberi Kail. Ini pun banyak tantangan
mengubah mental dan Mindset mustahik menjadi muzakki sangat berliku-liku. Jika tak banyak sabar,
maka semuanya akan sia-sia.
Lalu dengan hal seperti itu nampaknya profesi Amil Zakat belum cukup bergengsi. Meski Allah
menggariskan pekerjaan mulia ini, toh masih juga belum menarik. Banyak faktor mungkin, tapi yang
pasti gaji tak bisa lepas dari salah satu faktor itu. Jika harta yang dicari, maka berapalah gaji dari amil.
Namun, jika keberkahan yang dicari, Insya Allah keberkahan akan didapatkan.
Sama kita tahu bahwa Zakat adalah instrumen penting dalam mengembangkan masyarakat.
Potensinya penerimaannya sungguh luar biasa, BAZNAS, IPB dan IDB mencatat sebesar Rp 217 triliun
tahun 2011. Namun hanya Rp. 2,3 Triliun saja yang didapatkan. Ketidakmaksimalan dalam penerimaan
tersebut dimanfaatkan baik oleh pihak swasta. Sejak UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
dikumandangkan Forum Organisasi Zakat (FOZ) mencatat 403 organisasi pengumpul dana zakat. Dengan
banyaknya pengelolah, maka akan memaksimalkan dana yang tak terserap tersebut. Dengan potensi dana
yang begitu besar wajar kiranya, jika Pemerintah era Jokowi melempar isu akan menggunakan dana zakat
untuk program pengentasan kemiskinan dan pada akhirnya menimbulkan pro dan kontra. Salah satunya
adalah MUI, beranggapan bahwa pemerintah sebaiknya hanya mengawasi jalannya pengelolaan zakat.
Jika pemerintah ikut andil dalam pengelolaan dikhawatirkan akan mengurangi kinerja pengawasan
(Kiblat.Net).
Peleburan secara keseluruhan lembaga zakat menjadi satu pun pernah beredar (red: Sentralisasi).
BAZ selaku induk pengumpulan dana zakat dan LAZ hanya sebagai unit pengumpul. Hal ini disebabkan
ruang kordinasi, pembagian tugas, fungsi yang masih abu-abu, semuanya masih jalan sendiri-sendiri.
Semua lembaga hanya fokus untuk mengelolah bahkan pemerintah selaku pengawas regulasi tak mampu
berbuat banyak. Anggapan pemerintah Kurang Becus dalam pananganan Zakat, seakan jadi sekat akan

hal tersebut. Dan jika pun pada akhinya lantas terjadi (Sentralisasi Pengumpulan Zakat) tentu akan bicara
persiapan, kemudian Trust masyarakat yang menitipkan dananya ke LAZ.
Oleh karenannya yang paling tepat saat ini adalah pembagian peran antara pemerintah & swasta
dalam mengelolah Zakat. Lebih lanjut sebetulnya ada yang lebih penting dari hal itu yakni Menyusun
Peta Zakat. Bagaimana penataan yang baik dalam membangun pengelolah zakat ke depan yang lebih
baik. Siapa yang bertugas sebagai regulator dan pengawas serta siapa saja yang bertugas jadi operator.
Lalu ditentukan standar mutu dan lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi terhadap pengelolah
zakat yang ada yang terlebih dahulu disepakati. (Noor Aflah, Arsitektur Zakat Indonesia)
Amil Zakat yang Profesional
Profesional bersangkutan dengan profesi yang memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya (KBBI). Seorang professional harus mampu menguasai ilmu pengetahuannya secara
mendalam, mampu melakukan kreatifitas dan inovasi atas bidang yang digelutinya serta harus selalu
berfikir positif dalam menjunjung tinggi etika dan integritas profesi (Tenri Abeng). Inilah yang harus
diemban seorang Amil kelak. Tak sekadar hanya menyalurkan, namun harus menitik beratkan perubahan
kehidupan oleh mustahik. Untuk menjawab profesionalisme Amil Zakat

23-24 Agustus 2016 FOZ

Nasional mengadakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang diselenggarakan di Hotel Kyriad
Tangerang menghasilkan wacana Sekolah Amil Zakat. Dengan adanya sekolah ini penguatan kapasitas
personal dan lembaga akan lebih ditekankan. Pula Akan didesain per tematik maupun long term
training konsep pembelajaran integral dari penghimpunan, pengelolaan hingga pendayagunaan zakat.
Program yang inovatif, terukur dampaknya dan memiliki manfaat luas.
Ketua FOZ, Nur Efendi mengatakan nantinya amil zakat diharapkan mendapat pengakuan
sebagai sebuah profesi, konsekuensinya harus ada standar yang sama dalam diri seorang amil zakat yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar kompetensi kerja di sektor Amil
Zakat. Standar ini sebelumnya telah disusun persyaratannya dan disahkan oleh pihak berwenang (LSP
yang relevan dengan sektor zakat di bawah lisensi BNSP) dengan adanya sertifikasi kompetensi juga akan
mempengaruhi dan memberikan jaminan baik terhadap pemegangnya ataupun pihak lain. Sebagai amil
zakat yang telah memegang sertifikasi amil, bisa jadi keuntungan yang ia dapatkan lebih diprioritaskan
untuk menduduki pekerjaan sebagai Amil. (Republika, 23 Agustus 2016).
Semoga kedepan Amil Profesional tak hanya mimpi, namun bisa jadi Dream Come True dan
dapat bergensi bukan karna gajinya, tapi karena pengabdiannya. Wallahu Wallam.

Anda mungkin juga menyukai