Anda di halaman 1dari 14

LENGTH OF STAY PASIEN PRIORITAS 2 MEDIKAL INSTALASI

GAWAT DARURAT RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG


Ade Putri Kusuma Dewi1
Hepiriyani2
Juli Edi3
Abstrak
Dewasa ini ketersediaan pelayanan kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat
adalah fasilitas kesehatan yang dapat diakses 24 jam salah satunya adalah Instalasi Gawat
Darurat (IGD). Dalam memberikan pelayanan IGD dituntut untuk memberikan pelayanan
secara maksimal. Salah satu indikator yang sangat penting dalam menentukan kualitas
pelayanan di IGD adalah menurunnya Length of Stay (LoS) pasien di IGD. Adapun beberapa
faktor yang dapat beberapa penyebab terjadinya peningkatan LoS pasien di IGD yaitu
prosedur pelayanan, respon dari tim rawat inap, tata letak, kapasitas jumlah tempat tidur,
jumlah pasien, serta jumlah dan kemampuan staf IGD. Tujuan penelitian ini adalah untuk
untuk mendeskripsikan Length of Stay pasien Prioritas 2 Medikal Instalasi Gawat Darurat
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif dalam bentuk studi kasus (case study), dengan pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan data rata-rata kunjungan pasien
pada bulan juli sampai dengan bulan september 51,48% berjenis kelamin perempuan, dengan
42,88% diantaranya menggunakan jaminan kesehatan BPJS kelas 1, dan rata-rata lama
perawatan di IGD (LoS) 8-24 jam dengan persentase 46,24%. Untuk LoS terlama ada pada
bulan September dengan 28 jam 58 menit. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa
Faktor-faktor yang mempengaruhi Length of Stay pasien di P2 medikal diantaranya ruang
rawat penuh, jumlah SDM, lamanya surat perawatan diberikan, observasi dan stabilisasi
pasien, unit penunjang terkait, serta jumlah pasien yang menumpuk. Dengan adanya
penelitian ini, diharapkan pengambil kebijakan dapat menyelesaikan beberapa permasalahan
yang ada seperti kurangnya jumlah SDM dan lama waktu tunggu pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium, agar permasalahan LoS ini dapat segera diatasi.

Kata Kunci : LoS, EDLos, IGD, Emergency


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuntutan akan kualitas pelayanan kesehatan yang baik sangat diharapkan oleh berbagai
pihak. Menurut Depkes RI (2009), pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Salah satu bentuk
pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang ada di Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang bisa
diakses 24 jam.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kemenkes tahun 2007,
jumlah rumah sakit di Indonesia sebanyak 1.319 yang terdiri atas 1.033 Rumah Sakit Umum
(RSU) dengan jumlah kunjungan ke RSU sebanyak 33.094.000, sementara kunjungan ke IGD
sebanyak 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU). Dari jumlah seluruh
kunjungan IGD terdapat 12,0% berasal dari pasien rujukan (Kepmenkes No. 856, 2009).

Salah satu indikator yang sangat penting dalam menentukan kualitas pelayanan di IGD
adalah menurunnya Length of Stay (LoS) pasien di IGD. Pengukuran Length of Stay (LoS)
diukur dari awal kedatangan pasien sampai dengan perpindahan pasien ke unit lain (Niels,
2012).
Agrawal (2007) menyebutkan bahwa ketika lebih banyak pasien datang ke IGD, lama
perawatan di IGD juga akan meningkat dan hal ini menyebabkan waktu tunggu pasien untuk
dilayani akan menjadi lebih lama sehingga LoS pasien di IGD akan meningkat. Peningkatan
LoS pasien di IGD juga dapat disebabkan karena kapasitas tempat tidur di rumah sakit dan
jumlah staf di IGD.
RSMH sebagai satu-satunya rumah sakit yang telah terakreditasi A secara paripurna
oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) di wilayah Sumatera Selatan dengan memiliki
1055 kapasitas tempat tidur, diharapkan dapat menjadi pusat rujukan di wilayah Sumatera
Selatan. Adanya sistem rujukan bertingkat yang telah diatur oleh pemerintah seharusnya
dapat membuat RSMH sebagai satu-satunya rumah sakit tipe A di Sumatera Selatan hanya
melayani rujukan tingkat tersier. Namun, pada kenyatannya sistem rujukan berjenjang masih
belum berjalan maksimal. Banyaknya pasien dan tenaga kesehatan yang tidak mematuhi
sistem rujukan berjenjang menyebabkan penumpukan pasien di IGD dan di Instalasi Rawat
Jalan (IRJ). Hal ini menyebabkan banyak pasien yang tertahan dan belum bisa masuk ruang
rawat inap sehingga pasien banyak yang menunggu ruang perawatan di IGD, yang pada
akhirnya akan meningkatkan LoS pasien.
Rumusan Masalah
Berapa Length of Stay pasien di P2 Medikal Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi, masukan dan bahan
pertimbangan dalam penyusunan rencana peningkatan kualitas pelayanan kesehatan terhadap
pasien khususnya di IGD, dan sebagai dasar serta langkah awal untuk evaluasi berkala dalam
pemantauan kualitas pelayanan kesehatan kepada pasien di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
TINJAUAN PUSTAKA
Instalasi Gawat Darurat
Instalansi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit Rumah Sakit yang memberikan perawatan
pertama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seorang dokter jaga dengan tenaga dokter ahli dan
berpengalaman dalam menangani PGD (Pelayanan Gawat Darurat), yang kemudian bila
dibutuhkan akan merujuk pasien kepada dokter spesialis tertentu.
Kementrian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalansi Gawat
Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam KEPMENKES RI No.
856/MENKES/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di rumah sakit.
Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen Pemerintah Daerah untuk
membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa
dalam penanganan kegawatdaruratan tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat
harus dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di IGD.
Pasien
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, pasien
adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
dokter atau dokter gigi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pasien

adalah sakit yang dirawat dokter, penderita (sakit). Menurut UU nomor 44 tahun 2009,
menjelaskan bahwa pasien memiliki 18 hak dan 4 kewajiban.
Perawat
Menurut Nursalam (2007), keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus
kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan
dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.
Emergency Department Length of Stay (EDLoS)
Emergency Department Length of Stay (EDLoS) adalah rentang waktu kedatangan
pasien emergency yang diukur mulai dari pasien datang sampai di transfer ke unit lain.
Hingga saat ini, belum ada standar pasti mengenai L0S pasien selama berada di IGD (Niels,
2012).
Pada Instalasi gawat darurat total Length of Stay (LOS) dan waiting time digunakan
untuk melihat tingkat kepadatan dan kinerja klinis. Pengukuran LoS setiap pasien diukur dari
awal kedatangan pasien sampai dengan perpindahan pasien ke unit lain yang digunakan
sebagai indikator kunci penilaian efesiensi peningkatan kinerja operasional dan klinis (Niels,
2012).
Berdasarkan jurnal penelitian Niels et. al (2012) yang berjudul Time Series Analysis of
Emergency Department Length of Stay per 8-Hour Shift, faktor-faktor yang mempengaruhi
LoS adalah jumlah kunjungan pasien ke IGD, unit penunjang seperti laboratorium dan
radiologi, jumlah ruang perawatan, lama waktu pendaftaran, kasus resusitasi, dan jumlah
pasien operasi.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode penelitian
deskriptif kualitatif dalam bentuk studi kasus (case study). Penelitian ini tidak dimaksudkan
untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang Length of
Stay pasien di Prioritas 2 Medikal IGD RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmojo,
2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat di IGD RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang dalam shift sore (Pkl. 14.00 21.00 WIB) pada bulan Juli
sampai dengan bulan September 2015.
Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili keseluruhan populasi (Notoadmojo, 2010). Dalam penelitian
ini, pengambilan sampel dilakukan dengan motode non-random sampling dengan
menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi
sesuai dengan yang dikehendaki peneliti yaitu dibatasi pada bulan Juli sampai dengan
September 2015.
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif maka data
yang diperoleh harus jelas, spesifik dan mendalam. Sugiyono (2009) menjelaskan bahwa
pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan

gabungan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara
observasi, dokumentasi, dan wawancara.
1. Observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis terhadap
aktivitas individu atau obyek lain yang diselidiki. Adapun jenis-jenis observasi tersebut
diantaranya yaitu observasi terstruktur, observasi tak terstruktur, observasi partisipan, dan
observasi nonpartisipan. Pada penelitian ini, teknik observasi yang digunakan adalah
observasi partisipan yaitu dengan menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
didalamnya observer benar-benar terlibat langsung dengan subjek yang diteliti. Observasi
dilakukan dengan mengamati dan mencatat langsung semua kejadian mulai dari pasien
datang, diterima oleh petugas triage, masuk keruangan pemeriksaan, sampai pasien
dinyatakan pulang atau dirawat dan ditransfer ke ruang rawat inap. Serta mencatat faktorfaktor dan setiap hambatan yang terjadi dalam proses pelayanan di IGD.
2. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam.
Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.
Teknik ini melibatkan pewawancara dan informan dengan kehidupan sosial yang relatif
lama (Sutopo, 2006). Dalam melakukan wawancara, peneliti meminta ijin kepada
informan untuk melakukan wawancara. Sebelum dilangsungkan wawancara mendalam,
terlebih dahulu dijelaskan tentang gambaran dan latar belakang secara singkat dan jelas
mengenai penelitian yang dilakukan kemudian dilakukan wawancara mendalam tentang
Length of Stay pasien selama berada di IGD serta faktor yang mempengaruhinya.
3. Dokumen menurut Sugiyono (2009), merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa gambar, serta data-data mengenai
LoS pasien prioritas 2 IGD RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Hasil penelitian
dari observasi dan wawancara akan semakin sah dan dapat dipercaya apabila didukung
dengan foto-foto.
Sumber data
1. Data primer: data yang didapatkan dari wawancara mendalam, observasi atau pengamatan
langsung terhadap subjek yang tujuannya untuk memperoleh keterangan data yang lebih
akurat mengenai hal-hal yang diteliti serta untuk mengetahui kenyataan yang terjadi di
lapangan.
2. Data sekunder: data yang didapatkan dari Rekam Medis Rumah Sakit Umum Dr.
Mohammad Hoesin Palembang serta laporan bulanan P2 medikal IGD RSMH dengan cara
mencatat bagian-bagian yang dianggap penting yang terdapat di lokasi penelitian dan di
instansi yang ada hubungannya dengan lokasi penelitian.
Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Prioritas 2 (P2) Medikal Instalasi Gawat Darurat RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Dan dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan
September tahun 2015.
Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus membawa surat rekomendasi dari
institusi untuk mengajukan surat permohonan izin ketempat yang akan diteliti. Setelah
mendapatkan izin, barulah peneliti menekankan pada etika penelitian. Menurut Hidayat
(2009), masalah etika yang harus diperhatikan sebagai berikut:
1. Informed Consent

Berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden. Dalam lembar persetujuan ini
dicantumkan judul penelitian. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti tidak boleh
memaksa dan harus menghormati hak responden.
2. Anomity (Tanpa Nama)
Untuk Menjaga kerahasiaan responden, maka peneliti tidak mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya.
Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptatif kualitatif, dengan lebih banyak bersifat
uraian dari hasil observasi, wawancara dan telaah dokumentasi. Data yang telah diperoleh
akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Bungin (2003),
mengemukakan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan data: pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan teknik observasi,
wawancara dan telaah dokumentasi.
2. Reduksi data (pemilahan data): diartikan sebagai proses pemilihan atau penyederhanaan
data yang didapat dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan
data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugusgugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang
tidak relevan.
3. Display Data: Pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data
kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik,
diagram, tabel dan bagan.
4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan: Merupakan kegiatan akhir dari analisis data.
Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang
telah disajikan.
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang
RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang didirikan pada tahun 1953 atas prakarsa
Menteri Kesehatan RI Dr Moehammad Ali (Dr. Lee Kiat Teng) dengan biaya Pemerinta
Pusat. Pada tanggal 03 Januari 1957 rumah sakit ini mulai operasional, yang dapat melayani
masyarakat se Sumatera Bagian Selatan dimana saat itu meliputi Propinsi Sumatera Selatan,
Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Bangka Belitung. RSUP Dr.Moh.Hoesin Palembang baru
memiliki pelayanan rawat jalan dan rawat inap dengan fasilitas 78 tempat tidur (TT),
beberapa waktu kemudian memiliki pelayanan laboratorium, apotik, radiologi, emergency,
dan peralatan penunjang medik lainnya. Seiring dengan perkembangan waktu, rumah sakit ini
semakin berkembang, baik fasilitas, sarana dan prasarana. Sumbar daya manusianya tersedia
para spesialis lengkap dan beberapa sub spesialis sehingga mengubah tipenya menjadi tipe B
menjadi Rumah Sakit Umum Pusat tipe A dan menjadi rumah sakit terbesar dan sebagai
pusat rujukan layanan kesehatan se Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung dan
Bangka Belitung.
Tahun 1993-1994 RSUP Palembang berubah statusnya dari rumash sakit vertikal (RS
Penerima Negara Bukan Pajak) menjadi RS Swadana. Dan pada tahun 1997, RSUP
Palembang resmi menggunakan nama RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada
tanggal 4 Oktober 1997, berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI Nomor:
1297/Menkes/SK/XI/1997. Dengan UU No. 20/1997 menjadi Rumah Sakit Instansi

Pengguna PNBP, dimana rumah sakit dapat memanfaatkan dana dari hasil pendapatan sesuai
dengan anggaran yang diproyeksikan rumah sakit dan diselaraskan dengan pendapatan
melalui prosedur KPKN disamping itu subsidi pemerintah tetap seperti sediakala.
Pada tahun 2000 dengan PP No: 122/2000, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Perusahaan Jawatan (Perjan), dan operasionalnya dimulai
tanggal 01 Januari 2002. Sebagai RS Perjan secara operasional RSMH Palembang masih
tetap melaksanakan fungsi pelayanan sosialnya bagi masyarakat ekonomi kurang mampu
melalui program JPSBK (Gakin), sejak tahun 2005 berdasarkan PP No. 23/2005 tanggal 13
Juni 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dengan SK Menkes RI No.
1243/Menkes/SK/VIII/2005, tanggal 11 Agustus 2005 tentang Penetapan 13 eks Rumah Sakit
Perjan statusnya menjadi unit Pelaksana Teknis Depkes RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Implementasinya RSUP Dr Mohammad
Hoesin Palembang sebagai Badan Layanan Umum dilaksanakan pada Januari 2006.
Setelah melalui berbagai persiapan dan pembinaan serta penilaian dari tim survey
komisi gabungan Akreditasi Rumah Sakit , maka dengan keputusan Menteri Kesehatan sejak
tanggal 12 September 2009 Rumah Sakit Dr. Mohd. Hoesin Palembang telah memperoleh
status akreditasi penuh. Dan saat ini RSUP Dr. Mohd Hoesin Palembang menjadi Rumah
Sakit kelas A.
Visi
Menjadi rumah sakit pendidikan dan rujukan nasional yang berstandar internasional
2019.
Misi
1. Menyelenggarakan pelayanan pendidikan dan penelitian bertarap internasional.
2. Menyelenggarakan promosi kesehatan secara komprehensif dan berkelanjutan.
3. Menjalin kemitraan dan melaksanakan sistem rujukan dengan rumah sakit jejaring.
4. Meningkatkan kompetensi, kinerja dan kesejahteraan pegawai.
Hasil Penelitian
Gambaran Length of Stay (LOS) Pasien P2 Medikal IGD RSMH
Di Instalasi gawat darurat total Length of Stay (LOS) dan waiting time digunakan untuk
melihat tingkat kepadatan dan kinerja klinis. Pengukuran LoS setiap pasien diukur dari awal
kedatangan pasien sampai dengan perpindahan pasien ke unit lain yang digunakan sebagai
indikator kunci penilaian efesiensi peningkatan kinerja operasional dan klinis (Niels, 2012).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan
September tahun 2015 diketahui bahwa rata-rata Length of Stay (LOS) pasien di P2 medikal
IGD RSMH adalah 18 jam 3 menit dengan total jumlah kunjungan 1.756 orang pasien.
Dengan rata-rata LOS terlama terdapat pada bulan september yaitu 28 jam 58 menit.
Menurut Mashuri (2011), lamanya waktu tunggu atau LOS pasien dapat berbeda-beda
dan dapat dipengaruhi oleh keluarga pasien tidak ada, ruangan rawat penuh, fasilitas rumah
sakit yang belum siap dan lain-lain. Sedangkan menurut Ilyas (2011), sampai saat ini belum
ada standar rujukan untuk pelayanan di IGD. Sebaiknya diadakan penelitian ulang yang
mencakup varian rumah sakit yang ada. Karakteristik antara rumah sakit pemerintah akan
berbeda dengan karakteristik rumah sakit swasta baik mengenai status, sarana dan prasarana
serta kualitas dari SDM yang ada.
Dari hasi penelitian didapatkan data bahwa rata-rata respon time pelayanan terlama
pasien di P2 medikal adalah ketika pasien menunggu proses pencarian kamar oleh petugas
rekam medis dengan rata-rata respon time pelayanan 26 jam 46 menit. Dari hasil penelitian
pun terlihat bahwa proses pencarian kamar oleh petugas rekam medis memakan waktu

sampai 103 jam 30 menit atau lebih kurang 4 hari sehingga membuat length of stay pasien di
p2 medikal mecapai 121 jam 8 menit. Sedangkan untuk respon time pelayanan tercepat
terjadi pada saat pasien baru datang dan disambut oleh petugas triage dengan respon time
pelayanan 1 menit 20 detik. Adapun untuk rata-rata Length of Stay pasien yang
diobservasi/diamati di P2 medikal adalah 37 jam 45 menit 40 detik.
Dari hasil wawancara dengan beberapa dokter, perawat dan keluarga pasien mengenai
hambatan yang sering terjadi untuk memindahkan pasien ke ruang perawatan adalah ruang
rawat yang sering penuh, observasi yang terlalu lama, jumlah pasien yang banyak, kurangnya
SDM, pemberian surat perawatan yang lama serta hasil pemeriksaan penunjang. Dari sekian
banyak hambatan faktor ruangan rawat yang penuh menjadi pemicu memanjangnya length of
stay pasien P2 Medikal.
Gambaran Prosedur Pelayanan di P2 Medikal IGD RSMH
Prosedur merupakan tata cara dalam menyelesaikan suatu pekerjaan berdasarkan urutan
waktu dan memiliki pola kerja yang tetap dan telah ditentukan. Prosedur pelayanan bertujuan
untuk mempermudah bagi masyarakat dalam memahami proses menerima pelayanan dalam
sebuah instansi. Adapun alur pelayanan di P2 medikal tergambar dalam skema 1 sebagai
berikut.
Pasien Datang Ke IGD

Triage Primer

Tidak Ada Gangguan ABC

Darurat Tidak Gawat/ Gawat Tidak Darurat

P2 Medikal

Evaluasi dan Observasi

Pulang/Poliklinik

Ruang Rawat Inap

Skema 1 Alur Pelayanan di P2 Medikal


Sesuai dengan alur proses pelayan di IGD RSMH, berdasarkan hasil observasi, alur
pelayanan pasien di P2 Medikal IGD RSMH yaitu: Pasien datang lalu disambut petugas
triage. Saat disambut petugas triage, rata-rata respon time adalah 1 menit 20 detik. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari pejabat 1 yang menyatakan bahwa respon time pelayanan
untuk petugas triage sesuai standar yaitu kurang dari 5 menit.

Namun, saat pasien sudah diterima oleh bagian triage, pasien terlebih dahulu harus
masuk keruang triage sekunder untuk diperiksa dokter triage yang kemudian dilaporakan ke
residen penyakit dalam ataupun neurologi. Setelah itu dokter P2 medikal akan memeriksa
pasien di ruang triage sekunder barulah pasien ditentukan masuk ke P2 medikal atau tidak.
Prosedur ini terkadang membuat pasien terlalu lama menunggu di triage sekunder apalagi jika
pasien di P2 medikal sedang overload dan dokter jaga sedang memeriksa pasien di P2
medikal. Berdasarkan hasil observasi, rata-rata waktu tunggu pasien dari masuk ke ruang
triage sampai diputuskan masuk ke ruang P2 medikal adalah 7 menit 16 detik.
Setelah masuk ke ruang P2 medikal pasien diarahkan untuk mengambil formulir
pendaftaran di ruang triage. Di lembaran inilah terdapat lembar skrinning triage dan data
singkat pasien yang diisi secara manual oleh dokter triage. Setelah mendapatkan formulir
pendaftaran, selanjutnya pasien harus mendaftar lagi ke ruang rekam medis dan mendapatkan
status IGD. Proses pendaftaran yang rumit dan terkesan dua kali ini sesuai dengan pernyataan
dari pejabat 1 dan 2 yang menyatakan prosedur pelayanan IGD rumit dikarenakan pasien
harus mendaftar dua kali. Hal ini sesuai dengan tabel 4.12 yang sebagian besar keluarga
pasien mengatakan prosedur pelayanan di IGD rumit terutama saat pendaftaran. Proses
pendaftaran pasien rata-rata memakan waktu 12 menit.
Berdasarkan hasil observasi pada kasus 1, saat pasien telah diputuskan mauk ke ruang
P2 medikal, pasien disuruh mendaftar ke bagian triage terlebih dahulu. Proses pendaftaran di
triage ini mebutuhkan waktu yang lumayan lama, yaitu 7 menit, karena dokter triage dan
perawat triege sedang memeriksa pasien di triage sekunder. Hal ini meyebabkan keluarga
pasien harus menunggu sampai dokter triage selesai melakukan pemeriksaan di ruang triage
sekunder.
Setelah mendaftar di ruang triage sekunder, pasien juga harus antri di ruang rekam
medis untuk mendaftar kembali dan mendapat lembar status gawat darurat. Total respon time
pasien pada kasus 1 untuk mendapatkan lembar status gawat darurat yaitu sekitar 17 menit.
Dari hasil wawancara mendalam dengan informan diketahui bahwa sebagian besar keluarga
pasien menyatakan prosedur penanganan pasien di Igd masih rumit dan terkesan berbelit-belit
karena harus kesana kemari untuk mendaftar.
Setelah proeses pendaftaran, prosedur selanjutnya adalah pasien diperiksa dokter jaga
medical, diberikan terapi sesuai indikasi, dilakukan pemeriksaan penunjang, barulah pasien
diputuskan untuk dirawat dan diberi surat perawatan oleh dokter. Proedur pencarian kamar
dimulai ketika pasien/keluarga diberikan surat perawatan oleh dokter jaga, kemudian surat
perawatan tersebut diberikan oleh keluarga ke petugas rekam medis. Proses pencarian kamar
oleh petugas rekam medis masih mendapatkan banyak kendala. Selain petugas rekam medis
hanya satu orang dengan double job tugas mendaftarkan pasien dan mencari ruangan, sistem
komputerisasi belum sepenuhnya terupdate dengan keadaan yang sebenarnya. Sebagai
contoh, pasien rawat inap yang sudah pulang atau meninggal, namun nomor bed yang dipakai
masih terdata dengan nama pasien tersebut sehingga nomor bed tersebut tidak bisa diisi
dengan pasien lain. Contoh lainnya adalah saat pasien yang sudah pindah keruang lain namun
belum dimutasikan oleh petugas TU rawat inap. Hal ini membuat petugas rekam medis harus
menelpon setiap ruangan untuk menanyakan serta memastikan ketersediaan ruang perawatan.
Tidak dapat dipungkiri hal ini juga berpengaruh dalam lamanya proses pencarian kamar.
Setelah pasien mendapatkan kamar dan mencetak status rawat inap, perawat dan dokter
melakukan pengisian form kelengkapan transfer keruang rawat inap seperti slip tindakan,
form transfer internal, check list, dan pengecekan kelengkapan status IGD (pengisian RM 04
dan tanda tangan DPJP onsite).
Berdasrkaan hasil obervasi, prosedur yang mengharuskan tanda tangan DPJP onsite
juga merupakan sedikit hambatan pasien untuk pindah ke ruang perawatan. Karena pasien
yang sudah mendapatkan ruangan belum bisa pindah karena harus menunggu selama 3 jam

35 menit untuk mendapatkan tamda tangan onsite. Hal ini juga sesuai dengan hasil
wawancara mendalam dengan salah satu informan yang menyatakan bahwa prosedur
penanganan pasien sangat lama karena harus menunggu tanda tangan dokter untuk pindah
walaupun pasien sudah mendapatkan kamar perawatan.
Proses pelayanan di IGD RSMH ini sesuai dengan pendapat Rijadi dalam Mashuri
(2011), terdapat perbedaan antara pelayanan pasien gawat mengancam dengan pasien gawat
biasa. Pada kasus gawat biasa proses pelayanan terdiri dari empat tahap yaitu penerimaan
pasien, tahap pemeriksaan, diagnosa dan pengobatan, tahap tindakan lanjut dan tahap transfer
pasien. Adapun alur proses pelayanan di IGD menurut Rijadi dalam Mashuri (2011), terdapat
pada Skema 2
Pasien Datang ke IGD

Gawat Biasa

Penerimaan Pasien

Pemeriksaan, diagnosa, pengobatan (pemeriksaan


laboratorium, radiologi dan lain-lain)

Tindakan lanjut

Pulang/Poliklinik

Rumah Sakit Lain

Ruang Rawat Inap

Skema 2
Alur Proses Pelayanan di IGD
Hidayati (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Standar Pelayanan Kesehatan Pasien
Igd di Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie Samarinda IGD harus memperhatikan
peningkatan kualitas pelayanan publik dengan menyusun Standar Pelayanan Publik (SPP). SPP
tersebut wajib dimiliki oleh setiap unit pelayanan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelayanan
yang berfungsi sebagai kontrol dalam setiap pelayanannya khususnya bagi Rumah Sakit pada
bagian IGD yang menyediakan pelayanan publik dibidang kesehatan.
Gambaran Jumlah SDM di P2 Medikal IGD RSMH
Berdasarkan obsevasi yang telah dilakukan pada bulan Juli sampai bulan September
2015. Jumlah SDM yang ada akan sangat menentukan respon time pelayanan di P2 Medikal
IGD RSMH. Dari hasil penelitain, pasien baru bisa diberikan tindakan pemasangan infus dan
pengambilan sample darah setelah 60 menit pasien masuk ke P2 Medikal. Padahal menurut
Mashuri (2011), untuk menciptakan rumah sakit yang berkualitas sangat tergantung dari
kualitas SDM yang dimiliki. SDM harus mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang
sesuai dengan bidang tugas yang dikerjakan. Tetapi jika hanya memiliki yang berkualitas
tanpa diimbangi dengan jumlah tenaga yang ada maka pelayanan tidak dapat dijalankan
dengan maksimal.

Pada saat pasien masuk ke p2 Medikal jumlah pasien lama yang ada di P2 medikal
sebanyak 24 orang pasien ditambah dengan pasien yang baru sebanyak 4 orang jadi total
keseluruhan pasien p2 medikal adalah 28 pasien dengan perbandingan jumlah perawat jaga
hanya 2 sehingga hal ini menghambat pemberian pelayanan kepada pasien. Tugas perawat di
p2 medikal tidak hanya terpaku kepada pemberian terapi dan tindakan medis saja, tetapi juga
menyangkut administrasi pasien mulai dari memastikan ketersediaan ruang perawatan,
pengurusan administrasi rawat inap, sampai dengan memastikan kesiapan ruang perawatan.
Seharusnya tugas yang dilakukan oleh perawat ini memang dikerjakan oleh bagian rekam
medis tetapi karena petugas jaga dibagian rekam medis hanya 1 orang maka perawat sering
kali membantu agar tidak terjadi penumpukan pasien di bagian pendaftaran dan juga di
ruangan p2 medikal.
Tidak hanya perawat dan rekam medis tetapi petugas lainnya seperti dokter dan portier
juga akan mengalami peningkatan beban kerja jika jumlah pasien terus bertambah. Seperti
pada kasus 7 transfer pasien ke ruangan perawatan terhambat karena pada saat itu porter yang
bertugas hanya 2 orang saja dan sedang mengantar pasien ke ruangan perawatan sehingga
pasien harus menunggu sekitar 1 jam 44 menit untuk dapat ditransfer ke unit lain. Hal ini
tentu akan berpengaruh terhadap length of stay pasien selama berada di P2 medikal.
Menurut Anggita (2012) jumlah pasien berkaitan dengan beban kerja petugas, sehingga
ada kaitannya antara jumlah pasien dengan jumlah SDM yang tersedia. Jika jumlah pasien
banyak sedangkan jumlah SDM terbatas maka akan menghambat proses pelayanan karena
beban kerja meningkat. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ilyas (2004), kualitas
pelayanan tidak hanya tergantung pada kemampuan dan mutu SDM tetapi juga tergantung
pada beban kerja yang harus dipikul oleh SDM karena beban kerja yang tinggi SDM menjadi
letih secara fisik dan mental.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pejabat 1 di IGD untuk jumlah perawat
di lantai 1 masih kekurangan sebanyak 12 orang perawat, penghitungan ini dihitung
menggunakan metode perhitungan WISN (Work Load Indikator Staff Need). Hal ini tentu kan
mempengaruhi kualitas serta waktu pelayanan di p2 medikal.
Gambaran Sarana dan Prasarana di P2 Medikal IGD RSMH
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada bulan juli sampai bulan september
2015. Sarana dan prasarana yang ada sangat menentukan kelancaran atau tidaknya
pelayanan. Sebagai contoh pada kasus 12, pasien datang dibawa keluarga memakai mobil
pribadi dengan keluhan lemas. Kondisi IGD saat itu sedang kehabisan brangkar, sehingga
pasien diperiksa dokter triage didalam mobil, namun pasien belum bisa dibawa masuk
keruang triase skunder untuk dilaporkan dan diperiksa oleh dokter jaga penyakit dalam di P2
Medikal, sehingga pasien harus menunggu didalam mobil sampai ada brangkar kosong.
Keluarga sudah diberi penjelasan tentang tempat tidur yang sedang menggu dan keluarga
bersedia untuk menunggu sampai tempat tidur tersedia. Ketersediaan brangkar/tempat tidur
pasien sangat tergantung dari proses perpindahan pasien baik di P2 medical ataupun dari unit
lain ke ruang perawatan. Saat itu tempat tidur baru tersedia setelah pasien menunggu kurang
lebih 45 menit, barulah pasien dibawa ke triase skunder dan diperiksa dokter jaga penyakit
dalam lalu diputuskan masuk ke P2 medikal. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada
pelayanan serta respon time pelayanan. Adapun rata-rata waktu pelayanan sampai pasien
diputuskan masuk ke P2 medikal adalah 13 menit 36 detik.
Selain tempat tidur pasien, berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dokter 2
mengatakan bahwa ECG dan tensi air raksa sering rusak. Selain itu perawat 10 mengatakan
bahwa jika jumlah pasien sedang overload perawat harus mencari regulator oksigen dan tiang
infus terlebih dahulu, selain itu sistem tubing untuk pengiriman sampel ke laboratorium

sering free run sehingga menghambat proses pengiriman sampel. Hal ini tentu akan
menghambat proses pelayanan di IGD.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Virgin (2000) dalam Mashuri
(2012), karena ketersediaan alat baik medis maupun non medis sangat mempengaruhi waktu
pelayanan di Instalasi Gawat Darurat.
Gambaran Waktu Pelayanan di P2 Medikal IGD RSMH
Dari hasil penelitian diketahui rata-rata respon time pelayanan terlama pasien di P2
medikal adalah ketika pasien menunggu proses pencarian kamar oleh petugas rekam medis
dengan rata-rata repon time pelayanan 26 jam 46 menit. Sedangkan untuk respon time
pelayanan tercepat terjadi pada saat pasien baru datang dan disambut oleh petugas triage
dengan respon time pelayanan 1 menit 20 detik. Untuk rata-rata Length of Stay pasien yang
diobservasi/diamati di P2 medikal adalah 37 jam 45 menit 40 detik.
Penelitian ini dilakukan pada waktu shif sore yaitu pkl 14.00 21.00 wib, dimana pola
kedatangan pasien sangat padat dan sangat mempengaruhi waktu pelayanan di p2 Medikal.
Seperti kasus 6, 7 dan 12 hanya untuk melakukan proses pendaftaran keluarga pasien harus
menghabiskan waktu sampai kurang lebih 15 menit, hal ini tentu akan sangat mempengaruhi
waktu pelayanan karena pemeriksaan untuk pasien tersebut akan terhambat.
Selain kasus tersebut, jika pasien di IGD sedang overload maka petugas akan sangat
kesulitan dalam mencari tabung regulator oksigen dan tiang infus karena itulah respon time
pelayanan dari pemberian terapi bisa mencapai 21 menit 4 detik sedangkan untuk pemberian
terapi terlama terjadi pada kasus 11 karena waktu pelayanan mencapai 45 menit.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Virgin (2000) dalam Mashuri
(2012), faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pelayanan adalah pola kedatangan pasien,
jenis kasus dan tingkat kegawatan, jaminan pasien, Respons time SDM, ketersediaan alat baik
medis maupun non medis, ketersediaan obat, prosedur pelayanan gawat darurat serta unit lain
yang terkait dengan pelayanan gawat darurat.
Pada penelitian ini waktu pelayanan sangat bergantung kepada pola kedatangan pasien,
ketersediaaan sarana dan prasarana baik medis maupun non medis, prosedur pelayanan,
jumlah SDM serta unit penunjang terkait.
Gambaran Hambatan Pelayanan di P2 Medikal IGD RSMH
Dalam melakukan pelayanan publik, sering kali terdapat hambatan yang menyertai
setiap proses dalam pemberian pelayanan pelayanan. Dari hasil penelitian didapatkan data
bahwa hambatan pelayanan IGD di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat
desebabkan oleh beberapa hal, seperti;
1. Prosedur pelayanan yang dinilai terlalu berbelit belit karena keluarga pasien harus
melakukan proses pendaftaran 2 kali seperti yg diutarakan sesuai dengan yang diutarakan
oleh pejabat 1 dan 2.
2. Ruang perawatan yang penuh menjadi salah satu faktor penghambat bagi petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan. Hal ini disebabkan karena ketika ruang
perawatan penuh maka akan terjadi penumpukan pasien di IGD sehingga akan
menghambat proses pemberian pelayanan. Dari hasil wawancara dengan beberapa dokter,
perawat serta keluarga pasien sebagian besar mengatakan bahwa hambatan dalam
pemindahan pasien ke ruangan perawatan adalah karena ruangan sering penuh.
3. Kurangnya jumlah SDM baik dokter, perawat, portier maupaun petugas rekam medis.
Seperti 6, 7 dan 12 hanya untuk melakukan proses pendaftaran keluarga pasien harus
menghabiskan waktu sampai kurang lebih 15 menit, hal ini terjadi karena petugas rekam
medis hanya 1 orang sehingga memperlambat proses pendaftaran. Selain petugas rekam
medis kurangnya jumlah portier juga membuat terhambatnya proses pelayanan seperti

pada kasus 7, pasien harus menunggu kurang lebih 1 jam 44 menit hanya untuk menunggu
proses transfer oleh petuas portier ke ruang perawatan.
Ketiga faktor diatas sesuai dengan penelitian Hidayati (2014) dalam jurnalnya yang
berjudul Standar Pelayanan Kesehatan Pasien IGD di Rumah Sakit Umum Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda Faktor pendukung dan penghambat standar pelayanan di IGD tidak
terlepas dari adanya kekurangan dan kelebihan baik dari masalah tenaga medis, sarana dan
prasarana, maupun fasilitas yang mendukung dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga akan
berpengaruh terhadap pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini telah diusahakan agar hasil penelitian memperoleh data dan
informasi yang cukup dengan cara melakukan observasi partisipatif dan wawancara
mendalam dengan masing-masing informan. Dalam melakukan penelitian ini, terdapat
beberapa hambatan/kesulitan yang ditemui.
1. Kesulitan dalam Pencatatan Waktu
Dalam melakukan pencatatan waktu dalam penelitian ini, tentunya tidak terlepas
dari bantuan perawat jaga di p2 Medikal. Karena waktu penelitian ini hanya terbatas pada
Pkl. 14.00 21.00 WIB sehingga jika pasien belum pindah sampai waktu penelitian
berakhir maka pencatatan waktu dilanjutkan oleh perawat yang berjaga pada saat itu.
Selain itu jika kondisi IGD sedang overload maka akan terjadi kesulitan dalam pencatatan
setiap langkah yang dilakukan sehingga ada beberapa langkah yang tidak tercatat.
2. Kesulitan dalam Mencari Refrensi Penelitian
Dalam melakukan sebuat penelitian tentunya tidak terlepas dari sumber-sumber
buku serta penelitian terkait. Dalam penelitian ini, sedikitnya sumber informasi yang
terkait dengan Emergency Department Length of Stay (EDLos) membuat peneliti kesulitan
dalam mencari sumber data baku. Sehingga dalam pengembangan hasil penelitian peneliti
kesulitan menghubungan anatara data yang didapat dengan teori-teori yang ada.
3. Kesulitan Dalam Menentukan Batasan Waktu Tunggu Pelayanan Laboratorium
Waktu tunggu pelayanan laboratorium yang dicatat dalam penelitian ini adalah saat
sampel darah dikirimkan ke laboratorium sampai hasil laboratorium dikirimkan ke IGD
via tubing. Namun, pada kenyataannya ada kasus dimana hasil laboratorium sudah keluar
namun belum dikirimkan ke IGD dikarenakan alat untuk mengirim (tubing) tidak bisa
dipakai. Untuk menanyakan hasil laboratorium ini, dokter atau perawat jaga biasanya
melihat dari komputer atau menelpon secara langsung petugas laboratorium. Hal ini
membuat peneliti kesulitan untuk mencatat waktu pasti selesainya hasil laboratorium.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan uraian penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Alur pelayanan di IGD dimulai dari saat pasien datang ke IGD kemudian diterima oleh
petugas triage, lalu dibawa ke ruang triage sekunder untuk diperiksa oleh dokter triage,
kemudian masuk ke ruangan p2 medikal sampai dengan pasien dipindahkan ke unit lain.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Length of Stay pasien di P2 medikal adalah ruang rawat
penuh, jumlah SDM, lamanya surat perawatan diberikan, observasi dan stabilisasi, unit
penunjang terkait serta jumlah pasien yang menumpuk.

Saran
1. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit maka diperlukan perbaikan untuk
mempersingkat waktu pelayanan dan Length of Stay pasien di IGD.
2. Menetapkan kebijakan-kebijakan mengenai waktu tunggu pasien sehingga tidak terjadi
penumpukan pasien di IGD.
3. Mencukupi kebutuhan tenaga SDM mulai dari dokter, perawat, portier, serta rekam medis
agar mempersingkat respon time pelayanan.
4. Menyepakati waktu pemeriksaan cito laboratorium yang sebelumnya untuk pemeriksaan
laboratorium yang ada dilembar laboratorium di IGD adalah 2 jam.
5. Menyediakan peralatan yang sering dipakai seperti regulator oksigen dan tiang infus.
6. Melatih setiap perawat ruangan dalam managemen bed. Dimana keadaan bed di ruangan
rawat inap disesuaikan dengan keadaan pasien yang sedang menunggu ruang perawatan,
sehingga jika terdapat ruangan yang kosong dengan kasus penyakit yang berbeda maka
perawat diruangan harus mengkondisikan untuk menerima pasien yang sedang menunggu
ruang perawatan.
7. Berkolaborasi dengan unit-unit terkait untuk menyelesaikan permasalahan penumpukan
pasien di IGD, seperti membuat peraturan mengenai penempatan pasien diruangan yang
disepakati bersama oleh semua kepala instalasi terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Asplin, B., et.al. (2008). Emergency Department Crowding: High-Impact Solutions. Diakses
11 Agustus 2015 dari http://www.acep.org/workarea/DownloadAsset.aspx?id=50026.
Ardiani, V., d.k.k. (2015). Analisis Peran Perawat Triage terhadap Waiting Time dan Length of
Stay pada Ruang Triage di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar
Malang. Jurnal Care, Vol. 3, No. 1.
Australasian College For Emergency. (2004). Access Block and Overcrowding in Emergency
Room. Diakses 26 April 2015 dari http://www.acem.org.au/media/Access_Block1.pdf.
Bashkin, Osnat., d.k.k. (2014). Factors Affecting Length of Stay in Emergency Department.
Diakses
22
Agustus
2015
dari
http://www.Video.newapp.com/customers/NIHP/eposters/8.pdf
British Columbia Medical Association. (2010). Emergency Department Overcrowding.
Diakses 26 April 2015 dari http://www.nursingcenter.com/ lnc /pdf journal
?AID=1197439&an=00152193-201108000 00001&Journal_ID=&Issue_ID=.
Bungin, M. B. (2008). Penelitian kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana
Departemen Kesehatan. (2009). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Diakses tanggal 28 April 2015 dari
http://www.spm.depkes.go.id/index2.php.
Hasmoko, E., V. (2008). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Klinis Perawat
Berdasarkan Penerapan Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (SPMKK)
Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Diakses 30 April
2015 dari http://eprints.undip.ac.id/17376/1/Emanuel_Vensi_Hasmoko.pdf.
Hidayat, A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ilyas, Y. 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda, dan Formula. Depok. FKMUI.
Kementerian Kesehatan. (2009). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856 tentang Standar
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Diakses tanggal 29 April 2015 dari
http://www.spm.depkes.go.id/index2.php.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Standar Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
Li, et. al. (2013). Factors Affecting Length of Stay in the Pediatric Emergency Department.
Diakses 22 Agustus 2015 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23597551.
Niels, et. al. (2012). Time Series Analysis of Emergency Department Length of Stay Per 8Hour Shif. West Journal Emergency Medicine. May 13 (2): 163- 168.
Notoadmodjo, S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nurmansyah, Z., Susilaningsih,S. & Setiawan. (2014). Tingkat Ketergantungan dan Lama
Perawatan Pasien Rawat Observasi di IGD (Vol 2). UNPAD, 2014.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Mashuri, A. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Waktu Tunggu
Pasien Persiapan Operasi Cito di IGD RS Karya Medika I Kabupaten Bekasi Tahun
2011. Tesis. Bekasi: Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Indonesia.
Olshaker, J. S. (2009). Managing Emergency Department Overcrowding. Emergency
Medicine Clinics of North America, 27 (4) ,593603.
Oman, K. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. (2005). Keperawatan Fundamental, Vol. 1, Edisi terjemahan. Jakarta: EGC.
Ratna, S. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit: Penataan
Struktur dan Proses (sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat.
Jakarta: EGC
Richardson, D., Kelly, A. M., & Kerr, D. (2009). Prevalence of Access Block in Australia
20042008. Emergency Medicine Australasia, 21(6), 472478.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sutopo, H. B. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
The College of Emergency Medicine. (2012). Crowding in Emergency Departments, Revised
Edition. Diakses tanggal 26 April 2015 dari http://www.collemergencymed.ac.uk.
Wibulpolprasert, A. et. al. (2014). Factors Associated with Overcrowded Emergency Room in
Thailand: a Medical School Setting. Diakses tanggal 22 Agustus 2015 dari
http://www.hindawi.com/journals/emi/2014/576259/
Yoon, Philip & Steiner, I. R. (2003). Analysis of Factors Influencing Length of Stay In The
Emergency Department. Diakses 29 April 2015 dari http://www.cjemonline.ca/v5/n3/p155.

Anda mungkin juga menyukai