Anda di halaman 1dari 23

GAMBARAN OBSTRUKSI INTESTINAL EC ATRESIA DAN

STENOSIS DUODENUM
DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
TAHUN 2007 2010
(RetrospektifDeskriptif)

di susun oleh :
Dr. Haivan Kusuma Aji

Pembimbing :
Dr. Nunik Agustriani, Sp.B Sp.BA

Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Fakultas Kedokteran


Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
2011

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................................

15

BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................................

17

BAB V. PEMBAHASAN ...........................................................................................

21

BAB VI. KESIMPULAN ....

22

DAFTAR PUSTAKA ..

23

GAMBARAN OBSTRUKSI INTESTINAL EC ATRESIA DAN STENOSIS DUODENUM


DI RSUD Dr. MOEWARDI
TAHUN 2007 2010
( Retrospektif )
Haivan Kusuma Aji, *Nunik Agustriani
*Bagian Bedah FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta

ABSTRAK

Gambaran Obstruksi Intestinal ec Atresia dan Stenosis Duodenum


di RSUD Dr. Moewardi
tahun 2007 2010
(Retrospektif - Deskriptif)
Haivan Kusuma Aji, Nunik Agustriani*
*Sub bagian bedah anak FK UNS RSUD Dr Moewardi Surakarta
Abstrak
Latar belakang : Stenosis dan atresia duodenum adalah penyebab tersering obstruksi intestinal pada neonatus, terjadi 1
per 5000 sampai 10.000 kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dibandingkan perempuan. Obstruksi
duodenum congenital dapat diakibatkan oleh lesi intrinsik atau ekstrinsik gastrointestinal. Lesi intrinsik meliputi atresia
duodenum, stenosis duodenum atau web duodenum, lesi ekstrinsik meliputi pancreas annulare.
Tujuan : Melaporkan kasus atresia dan stenosis duodenum di bagian Bedah RSUD Dr. Moewardi tahun 2007 2010.
Bahan dan Cara : Dilakukan secara retrospektif dengan mengambil data dari rekam medik penderita atresia dan stenosis
duodenum di RSUD Dr. Moewardi tahun 2007 - 2010.

Hasil : Selama tahun 2007 - 2010 dilaporkan 16 kasus obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duodenum, usia 0 - 1
th: 13 (81,25%), usia 1 - 2 th: 2 (12,5%), usia 2 3 th: 1 (6,25%), 5 kasus atresia duodenum: 4 (80%) laki laki, 1 (20%)
perempuan, 11 kasus stenosis duodenum: 9 (81,82%) web duodenum, 2 (18,18%) pancreas annulare, 8 (72,72%) laki
laki, 3 (27,28%) perempuan, 12 (75%) dilakukan Duodenoduodenostomy, 2 (12,5%) dilakukan Duodenojejunostomy,
kasus10 (62,5%) kasus sembuh, 4 (25%) kasus meninggal post op karena sepsis, 2 (12,5%) meninggal sebelum
dioperasi.

Kesimpulan : Dari 16 kasus obstruksi intestinal, usia 0 - 1 tahun (81,25%), (81,82%) disebabkan karena web duodenum,
5 kasus atresia duodenum, penderita terbanyak adalah laki laki (80%), 11 kasus stenosis duodenum, penderita
terbanyak adalah laki laki (72,72%), (75%) dilakukan Duodenoduodenostomy, sembuh (62,5%), meninggal post op
(12,5%).

Metode : Retrospektif Deskriptif.


Kata Kunci : pancreas annulare web stenosis atresia doudenum obstruksi intestinal.

Preview Intestinal Obstruction ec Atresia and Stenosis Duodenal


at Dr. Moewardi Hospital
during 2007-2010
(Retrospective - Descriptive)
Haivan Kusuma Aji, Nunik Agustriani *
* Division of Pediatric Surgery,
Department of Surgery, Faculty of Medicine,
Sebelas Maret University Dr. Moewardi General Hospital, Surakarta
Abstract
Background: Stenosis and duodenal atresia are the common cause of intestinal obstruction in neonates, there is 1 per
5000 to 10,000 live births and it is more common in boys than girls. Congenital duodenal obstruction can be caused by
intrinsic or extrinsic gastrointestinal lesions. Intrinsic lesions include duodenal atresia, duodenal stenosis or web
duodenum and pancreas annular was included as extrinsic lesions.
Objective: To report cases of duodenal atresia and duodenal stenosis in Departement of Surgery Dr. Moewardi during
2007-2010.
Materials and Methods: Retrospective - descriptively by collecting data from duodenal atresia and duodenal stenosis
patient medical records at Dr.Moewardi from 2007 to 2010.
Results: During 2007 2010, 16 cases of intestinal obstruction ec duodenal atresia and stenosis were reported, age 0-1
yr: 13 (81.25%), age 1-2 yr: 2 (12.5%), ages 2-3 th: 1 (6.25%), 5 cases of duodenal atresia: 4 (80%) male, 1 (20%)
women, 11 cases of duodenal stenosis: 9 (81.82%), duodenal web, 2 (18, 18%) pancreas annular, 8 (72.72%) male, 3
(27.28%) women, 12 (75%) performed Duodenoduodenostomy, 2 (12.5%) performed Duodenojejunostomy,
10 (62.5% ) cases cured, 4 (25%) cases died post-op because of sepsis, 2 (12.5%) died before surgery.
Conclusion: From 16 cases of intestinal obstruction, (81.25%) were aged 0-1 years old, (81.82%) caused by duodenal
web, duodenal atresia were 5 cases, most patients were male (80%) and 11 cases of duodenal stenosis, Most patients
were male (72.72%), (75%) were performed Duodenoduodenostomy, cured (62.5%), died post-op (12.5%).
Methods: Retrospective - Descriptive.
Keywords: pancreas annular - web - stenosis - atresia - duodenal - intestinal obstruction.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Obstruksi usus kongenital terjadi kira-kira 1:2000 kelahiran hidup dan merupakan
salah satu penyebab tersering masuknya neonatus ke bagian bedah anak, dengan angka
kejadian sepertiga dari seluruh kunjungan neonatus ke unit bedah anak. Obstruksi
duodenum kongenital merupakan akibat dari beberapa defek embriologik dari
pembentukan, proses kanalisasi dan rotasi foregut. Hubungan abnormalitas embriologi
antara duodenum dan organ sekitarnya seperti pancreas dan vena portal juga
mengakibatkan obstruksi duodenum kongenital.3
Atresia duodenum dan stenosis duodenum dapat terjadi pada segment proximal
atau distal dari ampula Vater dan dapat dibedakan dengan memeriksa isi dari gaster untuk
melihat ada atau tidaknya cairan empedu. Tipe-tipe nya meliputi : tipe komplit, tipe
diafragma, windsock web, tipe cord, dan tidak adanya segmen dari duodenum.5
Limapuluh persen neonatus dengan atresia duodenum lahir premature dan
memiliki berat badan lahir yang rendah. Polyhidramnion maternal terjadi dada 75% dari
kasus. Muntah berisi cairan empedu terjadi pada hari pertama kehidupan merupakan
tanda yang khas. Distensi abdomen dapat terjadi atau tidak terutama bila obstruksi terjadi
pada segmen usus yang proximal. Mekonium biasanya keluar setelah lebih dari 24 jam
diikuti dengan konstipasi. Pada obstruksi yang inkomplit tanda-tanda tersebut dapat
timbul lambat. 4
Atresia dan stenosis duodenum adalah kasus obstruksi intestinal tersering pada
anak-anak dengan angka kejadian 1 per 5000 sampai 10.000 kelahiran hidup dan pada
anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan. Lebih dari 50% berhubungan
dengan anomaly congenital yang lain, dengan trisomy 21 terjadi kira-kira 30% dari
pasien. Obstruksi duodenum dapat komplit atau inkomplit dengan rasio 2:1. 1,2

Sampai saat ini belum ada penelitian tentang gambaran penderita obstruksi
intestinal ec atresia dan stenosis duodenum di RSUD Dr.Moewardi Surakarta sehingga
mendorong penulis menelitinya.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis
doudenum di RSUD Dr.Moewardi Surakarta tahun 2007 - 2010 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui secara lebih rinci gambaran
penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duodenum di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta tahun 2007 - 2010.

BAB II
6

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari
lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus. 1,2,3
Stenosis adalah penyempitan atau striktura lumen duodenum abnormal yang
menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap, dapat disebabkan oleh indentasi ekstrinsik
dari dinding duodenum (pancreas annulare) atau adanya web pada lumen duodenum
dengan lubang yang kecil. 1,2,3
B. Anatomi
Duodenum

berbentuk

huruf

yang

panjangnya

sekitar

25cm,

yang

menghubungkan lambung dengan jejunum. Duodenum terletak retro peritoneal kecuali


pars superior. Ia merupakan lajutan canalis pyloricus ventriculi. Duodenum sangat
penting karena dalam duodenum terdapat muara saluran empedu dan saluran pancreas.
Duodenum melengkung sekitar caput pancreas. 2,5cm pertamanyamenyerupai lambun
karena pada permukaan anterior dan posteriornya diliputi peritoneum dan mempunyai
omentum minus yang melekat pada pinggir atasnya serta omentum majus yang melekat
pada pinggir bawahnya. Bursa omentalis terletak di belakang segmen yang pendek ini.
Sisa duodenum lainnya terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang diliputi
peritoneum. Duodenum tidak mempunyai mesenterium. 1

Dodenum terletak pada regio epigastrica dan umbilicalis, dibagi menjadi 4 bagian :
1. Pars Superior
Bagian ini berada tepat di sebelah kanan corpus vertebra lumbalis I, dipisah darinya
oleh Vena Cava Inferior. Dari pylorus melanjut ke dorsal kanan. Rongga pada
permukaan pars superior membesar. Bagian ini disebut bulbus duodeni.
Batas batas pars superior duodenum :
Anterior : lobus quadratus hepar dan vesica fellea
Posterior : bursa omentalis (hanya 2,5cm pertama), A.Gastroduodenalis,

ductus choleduchus dan V.Porta hepatis serta V.Cava inferior


Superior : foramen epiploicum (winslow)
Inferior : caput pancreatis

Pars superior duodenum berada setinggi vertebra thoacalis XII vertebra lumbalis I.
1,3

2. Pars Descendens

Bagian ini berjalan dari cranial ke caudal mulai setinggi vertebra lumbalis II III.
Antara pars superior dan pars descendens terdapat lekukan yaitu flexura duodeni
superior. Batas batas pars descendens :
Anterior : fundus vesicae biliaris dan lobus hepatis dexter, colon
transfersum, dan lekukan lekukan usus halus
Posterior : hilum renale dexter dan ureter dexter
Lateral
: colon ascendens, flexura coli dextra dan lobus hepatis dexer
Medial
: caput pancreatis
Pars descendens duodeni bersinggungan di sebelah anterior dengan jejunum dan
colon transfersum, di sebelah medial dengan caput pancreatis, dan di sebelah lateral
dengan jejunum, sedangkan di posterior dengan A/V. spermatica intena sinistra,
M.Psoas major sinistra, truncus sympathicus.
3. Pars Horizontalis
Pars horizontalis berjalan ke medial sampai di sebelah ventral corpus vertebra
lumbalis III, dan dipisahkan oleh aorta pars abdominalis. Antara pars descendens dan
pars horizontalis terdapat lekukan yaitu flexura duodeni inferior. Batas batas pars
horizontalis :
Anterior

: pangkal mesenterium usus halus, A/V.Mesenterica superior yang

terdapat didalamnya, dan lekukan lekukan jejunum


Posterior : ureter dexter, M.Psoas dextra, V.Cava inferior dan aorta
Superior : caput pancreatis
Inferior : lekukan lekukan jejunum
4. Pars Ascendens
Pars Ascendens mulai dari sebelah ventral corpus vertebra lumbalis III kemudian
berjalan ke craniosinistra dan melanjut ke sebelah kiri corpus vertebra lumbalis II.
Selanjutnya bagian ini melanjut ke dalam jejunum setelah membuat lekukan yaitu
flexura duodenojejunalis yang berada setinggi vertebra lumbalis I II pada posisi
berbaring waktu ekspirasi. Flexura duodenojejunalis di gantung pada diafragma oleh
ligamentum suspensorium duodeni (Ligamentum Treitz). Ligamentum Treitz secara
ontogenetis diduga merupakan sisa dari sel sel mesodermal yang berada dalam
mesoduodenum. Bangunan ini merupakan pita fibromusculer yang membentang dari
flexura duodenojejunalis hingga crus dexter diafragma di sebelah kiri dan caudal dari
foramen oesophageum. Ligamentum ini juga diduga berfungsi untuk menjaga atau
menaikkan sudut yang terdapat pada flexura duodenojejunalis sehingga mencegah
terjadinya obstruksi. Batas batas pars ascendens duodeni :
9

Anterior
: permulaan pangkal mesenterium dan lekukan lekukan jejuum
Poserior
: pinggir kiri aorta dan pinggir medial m.psoas sinistra
Membran mucosa duodenum cukup tebal. Pada permukaan dalam terdapat lipatan
lipatan sirkuler yang dinamakan plica circularis (Kercking) kecuali pada pars
superior duodeni, yang merupakan pelipatan dari tunica mucosanya. Papilla duodeni
major berupa peninggian kecil dan bulat merupakan muara dari ductus choledochus
dan ductus pancreaticus (Wirsungi). Ductus choleduchus dan ductus pancreaticus
(Wirsungi)

sebelum

bermuara

keduanya

bersatu

membentuk

ampulla

hepatopancreatica (Vateri). Pada daerah ampulla vateri terdapat M.Sphincter oddi


yang merupakan gabungan dari tiga musculi sphincter yaitu : M.Sphincter ductus
choledochi,

M.Sphincter

ampulla

vateri,

M.Sphincter

ductus

choledochi,

M.Sphincter ampula vateri, M.Sphincter ductus pancreatici accessorius (Santorini).


Kedua papillae duodeni ini hanya dijumpai pada pars descendens duodeni. 1,3
Susunan dinding duodenum terdiri atas 4 lapis , yaitu :
- Stratum/tunica serosa/adventitia
Pada bagian posterior duodenum tidak dijumpai tunica serosa tetapi tunica adventitia.
- Tunica muscularis
Tunica muscularis terdiri atas dua lapis, yaitu stratum circulare di sebelah dalam dan
-

stratum longitudinale di sebelah luar.


Tunica submucosa
Pada tunica submucosa dijumpai glandula duodenalis (Brunner).
Tunica mucosa
Tunica mucosa membentuk bangunan plica circularis sehingga permukaannya untuk
rebsorbsi zat zat makanan diperluas. Bagian ini diperluas lagi dengan adanya villi

intestinales. Selain itu pada tunica mucosa juga terdapat nodi lymphatici solitarii. 2,3
Hubungan Duodenum dengan Peritoneum :
- Ligamentum Peritonei
Pada pars superior duodeni setelah peritoneum viscerale melingkunginya melanjut ke
cranial menuju porta hepatis sebagai duplicatur peritonei yang disebut ligamentum
hepatoduodenale. Ligamentum ini berisi ductus choleducus, A.Hepatica propria,
-

V.Porta hepaticus, Nodi Lymphatici Hepatici


Plicae dan Recessus
Pada pars ascendens duodeni dijumpai pelipatan pelipatan peritoneum dari
duodenum ke dinding posterior abdomenyang disebut plica duodeni, dengan adanya
plica duodeni ini akan terbentuk suatu cekungan atau ruangan yang disebut recessus
duodeni. Dikenal ada 4 plicae duodenales, yaitu :
10

Plica duodeni superior yang terbentuk oleh adanya V.Mesenterca inferior dan

R.ascendens A.Colica sinistra maka terbentuklah recessus duodenalis superior.


Plica paraduodenalis yang terbentuk oleh karena adanya V.Mesenterica
inferior dan cabang cabang A.Colica sinistra maka terbentuklah recessus

para duodenalis (fossa of Landzert).


Plica retroduodenalis yang membentuk recessus retroduodenalis, plica ini

jarang dijumpai.
Plica duodeni inferior hingga terbentuk recessus duodeni inferior (fossa of
Treitz) yang membuka ke atas. 1,2,3

Vascularisasi Duodenum
Pembuluh arteri yang memvascularisasi separuh bagian atas duodenum adalah
A.Pancreaticoduodenalis superior suatu cabang A.Gastroduodenalis. Vasa darah ini akan
membelah
bawah

menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Sedangkan separuh bagian

duodenum

divascularisasi

oleh

A.Pancreaticoduodenalis

inferior

yang

dipercabangkan oleh A.Mesenterica superior. 1,2,3


Oleh adanya kedua arteri yang beranastomose, maka terbentuklah dua arcade
yaitu arcade pancreaticoduodenalis anterior dan posterior. Pars superior duodeni juga
mendapat vascularisasi dari A.Supraduodenalis (Wilkie) dan A.Retroduodenalis yang
keduanya merupakan cabang A.Gastro duodenalis. 1,2,3
Vena vena duodenum yang sesuai mengalirkan darahnya ke V.Porta hepatis,
V.Pancreatico duodenalis superior bermuara langsung ke V.Porta hepatis sedangkan
V.Pancreaticoduodenalis inferior bermuara dulu ke V.Mesenterica suoerior sebelum
akhirnya bermuara ke V.Porta hepatis. 1,2,3
Systema Lymphatica
Pembuluh lymphe duodenum mengikuti perjalanan arterinya dan mengalirkan
cairan lymphe ke atas melalui nodi lymphatici pancreatico duodenales ke nodi
lymphatici gastroduodenales, dan ke bawah melalui nodi lymphatici pancreaticoduode
nales ke nodi lymphatici mesenterica superior. Pada akhirnya semua caran lymphe
tersebut dicurahkan ke cisterna chyli. 1,2,3
C. Etiologi
11

Obstruksi duodenum congenital dapat terjadi diakibatkan lesi gastrointestinal


intrinsic maupun ekstrinsik. Penyebab tersering dari obstruksi duodenum adalah atresia.
Obstruksi duodenum intrinsic bervariasi dari penyempitan lumen duodenum sampai
terjadinya diskontinuitas yang komplit dari duodenum. Lesi intrinsic ini paling sering
disebabkan oleh kegagalan proses rekanalisasi duodenum fetal menyebabkan obstruksi
yang komplit. Pada minggu keempat masa gestasi duodenum mulai terbentuk dari foregut
distal dan midgut proksimal. Selama minggu kelima dan keenam masa gestasi lumen
duodenum tertutup sementara akibat adanya proliferasi dari sel-sel epitel. Vakuolisasi
akibat adanya degenerasi dari sel epitel terjadi pada minggu ke 11 masa gestasi dan
dimulailah rekanalisasi dari duodenum. Kegagalan dari proses embriologi ini
menyebabkan timbulnya web intrinsic , atresia atau stenosis. Penyebab ekstrinsik dari
obstruksi duodenum disebabkan adanya defek pada jaringan sekitarnya seperti pancreas,
vena porta preduodenal atau akibat sekunder dari malrotasi dan ladds band. 1,4
D. Klasifikasi
Kelainan berupa sumbatan pada duodenum dapat terjadi menyeluruh atau dapat
juga bersifat sebagian.
Patologi sumbatan duodenum dapat terjadi karena beberapa sebab :
1. Stenosis
Stenosis duodenu diantaranya dapat disebabkan oleh karena :
Web duodenum
Merupakan obstruksi sebagian atau keseluruhan duodenum yang disebabkan

adanya lembaran berupa jaring yang menutupi lumen duodenum.


Pancreas annulare
Merupakan kelainan kongenital yang sangat jarang terjadi dimana bagian dari
pancreas dalam perkembangannya mengalami kelainan yaitu tumbuh
melingkupi (melingkari) bagian desenden dari duodenum.

2. Atresia
Ada 3 tipe atresia
Tipe 1: Adanya bentukan membran mukosa dan submukosa yang melintang
pada diameter internal duodenum. Duodenum dan gaster mengalami dilatasi

dan hipertrofi sedangkan sebelah distal sumbatan menyempit.


Tipe 2: Kedua ujung lumen duodenum dihubungkan oleh jaringan fibrous

pendek sepanjang jaringan mesenterial yang intak.


Tipe 3: Tidak terdapat hubungan antara kedua ujung duodenum, terdapat jarak
antara kedua ujungnya, mesentrrium tidak terbentuk.
12

Stenosis atau atresia duodenum umumnya dijumpai pada duodenum pars I dan
II, lebih sering terdapat tepat pada ampula Vateri dan jarang terletak pada
sebelah proximalnya. 1,4

E. Patofisiologi
Obstruksi dapat diklasifikasikan preampulatory dan post ampulatory dengan 85%
obstruksi terjadi pada distal dari ampula vater. Dengan obstruksi yang komplit atau
parsial lambung dan proksimal duodenum berdilatasi secara nyata. Pylorus seringkali
mengalami distensi dan hipertropi. Pada sebagian besar kasus traktus gastrointestinal
dapat mengalami dekompresi pada bagian proksimalnya dan jarang sekali timbul
perforasi. Obtruksi duodenum komplit berhubugan juga dengan polihydramnion dengan
angka kejadian berkisar 32% sampai 81% mengindikasikan adanya keterbatasan dalam
proses menelan cairan amnion dalam masa janin.1
F. Penatalaksanaan
Setelah diagnosis dibuat, dibutuhkan resusitasi yang adekuat dengan koreksi
keseimbangan cairan dan elektrolit serta dekompresi dari lambung.
Pada pertengahan tahun 1970 duodenojejunostomy merupakan tehnik yang
terpilih untuk memperbaiki atresia atau stemosis duodenum. Terdapat beberapa tehnik
seperti side-to-side duodenoduodenostomy, diamond-shaped duodenoduodenostomy
dengan heinke - Mikulicz duodenoplasty. Dudenoduodenostomy side - to - side yang
panjang meskipun efektif dapat menimbulkan disfungsi anastomose dan memperlama
obstruksi. Gastrojejunostomy sudah tidak dilakukan karena berhubungan dengan
insidensi yang tinggi timbulnya ulcerasi marginal dan perdarahan.1
Pada saat ini prosedur yang terbaik adalah duodenoduodenostomy baik open atau
laparaskopi. Dilakukan anastomose side-to-side dengan anastomose diamond - shaped.
Dudenostomy transversal dibuat pada dinding anterior dari bagian distal yang mengalami
13

dilatasi dan duodenostomy yang serupa dilakukan pada sisi antemesenteric dari bagian
distal duodenum dengan arah vertical. Anastomose dilakukan dengan menjahit sisi incise
yang satu ke yang lain.1
Angka mortalitas pada awal dari repair atresia duodenum berkisar antara 3% - 5%
dan berhubungan dengan komplikasi sekunder akibat abnormalitas congenital yang lain.
Angka survival mendekati 90%. Komplikasi jangka panjang yang terjadi diantaranya
lambatnya pengosongan lambung, refluks gastroesofageal yang parah, perdarahan
lambung, gastritis, blind-loop syndrome dan obstruksi usus akibat adhesi.

14

BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara retrospektif deskriptif pada penderita obstruksi


intestinal ec atresia dan stenosis duodenum di RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari
2007 sampai dengan 31 Desember 2010. Data diambil dari catatan medik penderita yang
dirawat di bagian Bedah RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode 1 Januari 2007 sampai
dengan 31 Desember 2010.

15

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini jumlah penderita obtruksi intestinal ec atresia dan stenosis
duodenum di RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember
2010 sebanyak 16 anak.

16

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini jumlah penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duedenum
di RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010 sebanyak 16
orang.

Tabel 1. Distribusi Usia Penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duodenum di
RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010

Dari 16 orang penderita, didapatkan penderita terbanyak pada usia 0 - 1 tahun. ( tabel 1 ).

17

Tabel 2. Proporsi penyebab obtruksi intestinal yang disebabkan atresia duodenum dan
stenosis duodenum di RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai
dengan 31 Desember 2010

Dari penelitian ini, obstruksi intestinal yang disebabkan atresia duodenum sebanyak 5
kasus dan 9 kasus stenosis duodenum. ( tabel 2 ).

Tabel 3. Distribusi jenis kelamin penderita obstruksi intestinal ec atresia duodenum di


RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010

Distribusi jenis kelamin penderita obstruksi intestinal ec atresia duodenum di RSUD


Dr.Moewardi terdiri dari 4 laki-laki dan 1 perempuan. ( tabel 3 ).
18

Tabel 4. Proporsi penyebab obtruksi intestinal ec stenosis duodenum di RSUD


Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010

Dari penelitian ini, stenosis duodenum disebabkan 9 kasus web duodenum dan 2 kasus
pancreas annulare. ( tabel 4 ).

Tabel 5. Distribusi jenis kelamin penderita obstruksi intestinal ec stenosis duodenum di


RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010

Distribusi jenis kelamin penderita obstruksi intestinal ec stenosis duodenum di RSUD


Dr.Moewardi terdiri dari 8 laki-laki dan 3 perempuan. ( tabel 5 ).

19

Tabel 6. Penatalaksanaan obtruksi intestinal ec atresia duodenum dan stenosis duodenum


di RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010

Dilakukan Duodenoduodenostomy pada 12 penderita, Duodenojejunostomy pada 2


penderita dan 2 penderita yang meninggal sebelum dioperasi. ( tabel 6 ).

Tabel 7. Keberhasilan penatalaksanaan obtruksi intestinal ec atresia dan stenosis


duodenum di RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31
Desember 2010

Dari penelitian ini didapatkan 10 penderita sembuh setelah dioperasi dan 4 penderita
yang meninggal setelah dioperasi. ( tabel 7 ).
20

BAB V
PEMBAHASAN

Penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duodenum yang ditangani di RSUD
Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 31 Desember 2010 sebanyak 16 orang. Dari 16 kasus
tersebut penderita terbanyak pada usia 0 - 1 tahun sebanyak 13 penderita. Dengan penyebab
obstruksi yaitu 5 kasus atresia duodenum dan 11 kasus stenosis duodenum. Dari 11 penderita
stenosis duodenum, 9 diantaranya disebabkan web duodenum dan 2 sisanya disebabkan pancreas
annulare. Distribusi jenis kelamin penderita atresia duodenum terdiri dari 4 laki laki dan 1
perempuan. Sedangkan distribusi jenis kelamin penderita stenosis duodenum terdiri dari 8 laki
laki dan 3 perempuan. Dilakukan tindakan operatif berupa Duodenoduodenostomy pada 12
penderita dan Duodenojejunostomy pada 2 penderita. Dari 16 penderita yang ditangani 10
penderita berhasil membaik / pulang dalam keadaan baik, 4 penderita meninggal setelah operasi
karena sepsis dan 2 penderita meninggal sebelum dioperasi.

21

BAB VI
KESIMPULAN

1. Penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duodenum yang ditangani di RSUD
Dr.Moewardi terbanyak pada usia usia 0 - 1 tahun.
2. Penyebab obstruksi yaitu 5 kasus atresia duodenum dan 11 kasus stenosis duodenum.
3. Dari 11 penderita stenosis duodenum, 9 diantaranya disebabkan web duodenum dan 2
sisanya disebabkan pancreas annulare.
4. Distribusi jenis kelamin penderita atresia duodenum terdiri dari 4 laki laki dan 1
perempuan.
5. Distribusi jenis kelamin penderita stenosis duodenum terdiri dari 8 laki laki dan 3
perempuan.
6. Dilakukan tindakan operatif berupa Duodenoduodenostomy pada 12 penderita dan
Duodenojejunostomy pada 2 penderita.
7. Dari 16 penderita yang ditangani 10 penderita berhasil membaik / pulang dalam keadaan
baik, 4 penderita meninggal setelah operasi karena sepsis dan 2 penderita meninggal
sebelum dioperasi.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Aschraff, K.W., Pediatric Surgery, 3 th Edition, WB Saunders Company, PhladelpiaNewYork-London-Tokyo, 2000: p. 406-21.
2. Mervyn Griffiths. Disorder Of Gastrointestinal in Children. Oxford Textbook of
Surgery. 2nd edition. Oxford Press 2000
3. Yechiel Sweed. Duodenal Obstruction. Pediatric Surgery Springer. Springer Verlag
Berlin, Germany. 2006
4. Daniel A. Bambini. Pyloric and Duodenal Obstruction. Pediatric Surgery Arensman.
Landes Bioscience Georgetown, Texas, USA. 2000
5. Garret Zallen. Intestinal Obstruction. Pediatric Surgery Resident Manual. Doenbecher
Childrens Hospital. 2009
6. Shwartz, S.I., Shires,G.T.,Spencer, F.C., Principles of Surgery, 5 th Edition, Mc
Graw Hill, New York, 1996: p. 1728-30Of Gast
7. Applebaum H, Lee SL, Puapong DP. Duodenal atrsia and stenosis-anular pankreas.
Dalam Grosfled JL, Oneill JA, Folkansrud EW, pen200yunting. Pediatric surgery.
Edisi ke-6. Mosby, Elsevier, 2006;2:1260-7
8. Phillip C. Guzzetta. Malrotation, Volvulus and Bowel Obstruction. Surgical Pitfalls
Prevention and Management. Saunders Elsevier Inc. Philadelphia 2009
9. Nikunj K Chokshi et al. Pediatric Surgery. Acute Care Surgery. McGraw-Hill
Companies Inc. USA 2009

23

Anda mungkin juga menyukai