STENOSIS DUODENUM
DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
TAHUN 2007 2010
(RetrospektifDeskriptif)
di susun oleh :
Dr. Haivan Kusuma Aji
Pembimbing :
Dr. Nunik Agustriani, Sp.B Sp.BA
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................
15
17
21
22
DAFTAR PUSTAKA ..
23
ABSTRAK
Hasil : Selama tahun 2007 - 2010 dilaporkan 16 kasus obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duodenum, usia 0 - 1
th: 13 (81,25%), usia 1 - 2 th: 2 (12,5%), usia 2 3 th: 1 (6,25%), 5 kasus atresia duodenum: 4 (80%) laki laki, 1 (20%)
perempuan, 11 kasus stenosis duodenum: 9 (81,82%) web duodenum, 2 (18,18%) pancreas annulare, 8 (72,72%) laki
laki, 3 (27,28%) perempuan, 12 (75%) dilakukan Duodenoduodenostomy, 2 (12,5%) dilakukan Duodenojejunostomy,
kasus10 (62,5%) kasus sembuh, 4 (25%) kasus meninggal post op karena sepsis, 2 (12,5%) meninggal sebelum
dioperasi.
Kesimpulan : Dari 16 kasus obstruksi intestinal, usia 0 - 1 tahun (81,25%), (81,82%) disebabkan karena web duodenum,
5 kasus atresia duodenum, penderita terbanyak adalah laki laki (80%), 11 kasus stenosis duodenum, penderita
terbanyak adalah laki laki (72,72%), (75%) dilakukan Duodenoduodenostomy, sembuh (62,5%), meninggal post op
(12,5%).
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini belum ada penelitian tentang gambaran penderita obstruksi
intestinal ec atresia dan stenosis duodenum di RSUD Dr.Moewardi Surakarta sehingga
mendorong penulis menelitinya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis
doudenum di RSUD Dr.Moewardi Surakarta tahun 2007 - 2010 ?
BAB II
6
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari
lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus. 1,2,3
Stenosis adalah penyempitan atau striktura lumen duodenum abnormal yang
menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap, dapat disebabkan oleh indentasi ekstrinsik
dari dinding duodenum (pancreas annulare) atau adanya web pada lumen duodenum
dengan lubang yang kecil. 1,2,3
B. Anatomi
Duodenum
berbentuk
huruf
yang
panjangnya
sekitar
25cm,
yang
Dodenum terletak pada regio epigastrica dan umbilicalis, dibagi menjadi 4 bagian :
1. Pars Superior
Bagian ini berada tepat di sebelah kanan corpus vertebra lumbalis I, dipisah darinya
oleh Vena Cava Inferior. Dari pylorus melanjut ke dorsal kanan. Rongga pada
permukaan pars superior membesar. Bagian ini disebut bulbus duodeni.
Batas batas pars superior duodenum :
Anterior : lobus quadratus hepar dan vesica fellea
Posterior : bursa omentalis (hanya 2,5cm pertama), A.Gastroduodenalis,
Pars superior duodenum berada setinggi vertebra thoacalis XII vertebra lumbalis I.
1,3
2. Pars Descendens
Bagian ini berjalan dari cranial ke caudal mulai setinggi vertebra lumbalis II III.
Antara pars superior dan pars descendens terdapat lekukan yaitu flexura duodeni
superior. Batas batas pars descendens :
Anterior : fundus vesicae biliaris dan lobus hepatis dexter, colon
transfersum, dan lekukan lekukan usus halus
Posterior : hilum renale dexter dan ureter dexter
Lateral
: colon ascendens, flexura coli dextra dan lobus hepatis dexer
Medial
: caput pancreatis
Pars descendens duodeni bersinggungan di sebelah anterior dengan jejunum dan
colon transfersum, di sebelah medial dengan caput pancreatis, dan di sebelah lateral
dengan jejunum, sedangkan di posterior dengan A/V. spermatica intena sinistra,
M.Psoas major sinistra, truncus sympathicus.
3. Pars Horizontalis
Pars horizontalis berjalan ke medial sampai di sebelah ventral corpus vertebra
lumbalis III, dan dipisahkan oleh aorta pars abdominalis. Antara pars descendens dan
pars horizontalis terdapat lekukan yaitu flexura duodeni inferior. Batas batas pars
horizontalis :
Anterior
Anterior
: permulaan pangkal mesenterium dan lekukan lekukan jejuum
Poserior
: pinggir kiri aorta dan pinggir medial m.psoas sinistra
Membran mucosa duodenum cukup tebal. Pada permukaan dalam terdapat lipatan
lipatan sirkuler yang dinamakan plica circularis (Kercking) kecuali pada pars
superior duodeni, yang merupakan pelipatan dari tunica mucosanya. Papilla duodeni
major berupa peninggian kecil dan bulat merupakan muara dari ductus choledochus
dan ductus pancreaticus (Wirsungi). Ductus choleduchus dan ductus pancreaticus
(Wirsungi)
sebelum
bermuara
keduanya
bersatu
membentuk
ampulla
M.Sphincter
ampulla
vateri,
M.Sphincter
ductus
choledochi,
intestinales. Selain itu pada tunica mucosa juga terdapat nodi lymphatici solitarii. 2,3
Hubungan Duodenum dengan Peritoneum :
- Ligamentum Peritonei
Pada pars superior duodeni setelah peritoneum viscerale melingkunginya melanjut ke
cranial menuju porta hepatis sebagai duplicatur peritonei yang disebut ligamentum
hepatoduodenale. Ligamentum ini berisi ductus choleducus, A.Hepatica propria,
-
Plica duodeni superior yang terbentuk oleh adanya V.Mesenterca inferior dan
jarang dijumpai.
Plica duodeni inferior hingga terbentuk recessus duodeni inferior (fossa of
Treitz) yang membuka ke atas. 1,2,3
Vascularisasi Duodenum
Pembuluh arteri yang memvascularisasi separuh bagian atas duodenum adalah
A.Pancreaticoduodenalis superior suatu cabang A.Gastroduodenalis. Vasa darah ini akan
membelah
bawah
duodenum
divascularisasi
oleh
A.Pancreaticoduodenalis
inferior
yang
2. Atresia
Ada 3 tipe atresia
Tipe 1: Adanya bentukan membran mukosa dan submukosa yang melintang
pada diameter internal duodenum. Duodenum dan gaster mengalami dilatasi
Stenosis atau atresia duodenum umumnya dijumpai pada duodenum pars I dan
II, lebih sering terdapat tepat pada ampula Vateri dan jarang terletak pada
sebelah proximalnya. 1,4
E. Patofisiologi
Obstruksi dapat diklasifikasikan preampulatory dan post ampulatory dengan 85%
obstruksi terjadi pada distal dari ampula vater. Dengan obstruksi yang komplit atau
parsial lambung dan proksimal duodenum berdilatasi secara nyata. Pylorus seringkali
mengalami distensi dan hipertropi. Pada sebagian besar kasus traktus gastrointestinal
dapat mengalami dekompresi pada bagian proksimalnya dan jarang sekali timbul
perforasi. Obtruksi duodenum komplit berhubugan juga dengan polihydramnion dengan
angka kejadian berkisar 32% sampai 81% mengindikasikan adanya keterbatasan dalam
proses menelan cairan amnion dalam masa janin.1
F. Penatalaksanaan
Setelah diagnosis dibuat, dibutuhkan resusitasi yang adekuat dengan koreksi
keseimbangan cairan dan elektrolit serta dekompresi dari lambung.
Pada pertengahan tahun 1970 duodenojejunostomy merupakan tehnik yang
terpilih untuk memperbaiki atresia atau stemosis duodenum. Terdapat beberapa tehnik
seperti side-to-side duodenoduodenostomy, diamond-shaped duodenoduodenostomy
dengan heinke - Mikulicz duodenoplasty. Dudenoduodenostomy side - to - side yang
panjang meskipun efektif dapat menimbulkan disfungsi anastomose dan memperlama
obstruksi. Gastrojejunostomy sudah tidak dilakukan karena berhubungan dengan
insidensi yang tinggi timbulnya ulcerasi marginal dan perdarahan.1
Pada saat ini prosedur yang terbaik adalah duodenoduodenostomy baik open atau
laparaskopi. Dilakukan anastomose side-to-side dengan anastomose diamond - shaped.
Dudenostomy transversal dibuat pada dinding anterior dari bagian distal yang mengalami
13
dilatasi dan duodenostomy yang serupa dilakukan pada sisi antemesenteric dari bagian
distal duodenum dengan arah vertical. Anastomose dilakukan dengan menjahit sisi incise
yang satu ke yang lain.1
Angka mortalitas pada awal dari repair atresia duodenum berkisar antara 3% - 5%
dan berhubungan dengan komplikasi sekunder akibat abnormalitas congenital yang lain.
Angka survival mendekati 90%. Komplikasi jangka panjang yang terjadi diantaranya
lambatnya pengosongan lambung, refluks gastroesofageal yang parah, perdarahan
lambung, gastritis, blind-loop syndrome dan obstruksi usus akibat adhesi.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
15
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini jumlah penderita obtruksi intestinal ec atresia dan stenosis
duodenum di RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember
2010 sebanyak 16 anak.
16
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini jumlah penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duedenum
di RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010 sebanyak 16
orang.
Tabel 1. Distribusi Usia Penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duodenum di
RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010
Dari 16 orang penderita, didapatkan penderita terbanyak pada usia 0 - 1 tahun. ( tabel 1 ).
17
Tabel 2. Proporsi penyebab obtruksi intestinal yang disebabkan atresia duodenum dan
stenosis duodenum di RSUD Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 sampai
dengan 31 Desember 2010
Dari penelitian ini, obstruksi intestinal yang disebabkan atresia duodenum sebanyak 5
kasus dan 9 kasus stenosis duodenum. ( tabel 2 ).
Dari penelitian ini, stenosis duodenum disebabkan 9 kasus web duodenum dan 2 kasus
pancreas annulare. ( tabel 4 ).
19
Dari penelitian ini didapatkan 10 penderita sembuh setelah dioperasi dan 4 penderita
yang meninggal setelah dioperasi. ( tabel 7 ).
20
BAB V
PEMBAHASAN
Penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duodenum yang ditangani di RSUD
Dr.Moewardi periode 1 Januari 2007 31 Desember 2010 sebanyak 16 orang. Dari 16 kasus
tersebut penderita terbanyak pada usia 0 - 1 tahun sebanyak 13 penderita. Dengan penyebab
obstruksi yaitu 5 kasus atresia duodenum dan 11 kasus stenosis duodenum. Dari 11 penderita
stenosis duodenum, 9 diantaranya disebabkan web duodenum dan 2 sisanya disebabkan pancreas
annulare. Distribusi jenis kelamin penderita atresia duodenum terdiri dari 4 laki laki dan 1
perempuan. Sedangkan distribusi jenis kelamin penderita stenosis duodenum terdiri dari 8 laki
laki dan 3 perempuan. Dilakukan tindakan operatif berupa Duodenoduodenostomy pada 12
penderita dan Duodenojejunostomy pada 2 penderita. Dari 16 penderita yang ditangani 10
penderita berhasil membaik / pulang dalam keadaan baik, 4 penderita meninggal setelah operasi
karena sepsis dan 2 penderita meninggal sebelum dioperasi.
21
BAB VI
KESIMPULAN
1. Penderita obstruksi intestinal ec atresia dan stenosis duodenum yang ditangani di RSUD
Dr.Moewardi terbanyak pada usia usia 0 - 1 tahun.
2. Penyebab obstruksi yaitu 5 kasus atresia duodenum dan 11 kasus stenosis duodenum.
3. Dari 11 penderita stenosis duodenum, 9 diantaranya disebabkan web duodenum dan 2
sisanya disebabkan pancreas annulare.
4. Distribusi jenis kelamin penderita atresia duodenum terdiri dari 4 laki laki dan 1
perempuan.
5. Distribusi jenis kelamin penderita stenosis duodenum terdiri dari 8 laki laki dan 3
perempuan.
6. Dilakukan tindakan operatif berupa Duodenoduodenostomy pada 12 penderita dan
Duodenojejunostomy pada 2 penderita.
7. Dari 16 penderita yang ditangani 10 penderita berhasil membaik / pulang dalam keadaan
baik, 4 penderita meninggal setelah operasi karena sepsis dan 2 penderita meninggal
sebelum dioperasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Aschraff, K.W., Pediatric Surgery, 3 th Edition, WB Saunders Company, PhladelpiaNewYork-London-Tokyo, 2000: p. 406-21.
2. Mervyn Griffiths. Disorder Of Gastrointestinal in Children. Oxford Textbook of
Surgery. 2nd edition. Oxford Press 2000
3. Yechiel Sweed. Duodenal Obstruction. Pediatric Surgery Springer. Springer Verlag
Berlin, Germany. 2006
4. Daniel A. Bambini. Pyloric and Duodenal Obstruction. Pediatric Surgery Arensman.
Landes Bioscience Georgetown, Texas, USA. 2000
5. Garret Zallen. Intestinal Obstruction. Pediatric Surgery Resident Manual. Doenbecher
Childrens Hospital. 2009
6. Shwartz, S.I., Shires,G.T.,Spencer, F.C., Principles of Surgery, 5 th Edition, Mc
Graw Hill, New York, 1996: p. 1728-30Of Gast
7. Applebaum H, Lee SL, Puapong DP. Duodenal atrsia and stenosis-anular pankreas.
Dalam Grosfled JL, Oneill JA, Folkansrud EW, pen200yunting. Pediatric surgery.
Edisi ke-6. Mosby, Elsevier, 2006;2:1260-7
8. Phillip C. Guzzetta. Malrotation, Volvulus and Bowel Obstruction. Surgical Pitfalls
Prevention and Management. Saunders Elsevier Inc. Philadelphia 2009
9. Nikunj K Chokshi et al. Pediatric Surgery. Acute Care Surgery. McGraw-Hill
Companies Inc. USA 2009
23