Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Umum
Fungsi utama dari sistem jalan adalah memberikan pelayanan untuk
pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,
nyaman, dan cara pengoperasian yang efisien. Sehubungan itu, menejemen
lalu lintas jalan mempunyai berbagai variasi dalam objektifnya dan berbagai
tingkat persamaan yang mungkin digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Seiring dengan penerapan objektifitas secara umum pada peningkatan arus
lalu lintas di dalam manajemen lalu lintas jalan kota, terkadang dimungkinkan
untuk dilakukan tindakan tersendiri terhadap penghambat gerak lalu lintas
pada daerah tertentu.
U-Turn adalah salah satu cara pemecahan dalam manajemen lalu lintas
jalan kota. Pada jalan kota dengan median, dibutuhkan untuk kendaraan
melakukan gerakan U-Turn pada bukaan median yang dibuat sebagai
kebutuhan khusus.
U-Turn dapat dibedakan berdasarkan pada lokasi seperti U-Turn yang
berdekatan dengan persimpangan, dimana persimpangan (kedua atau salah
satu arah) menggunakan atau tanpa lampu lalu lintas, dan U-Turn pada suatu
ruas jalan jauh dari persimpangan.
II-1

Di Jakarta fasilitas U-Turn dapat ditemukan pada jalan-jalan utama


dengan median, tetapi median tersebut sangat sempit dan dibuat secara fisik
untuk memisahkan arah lalu lintas yang berlawanan pada jalan padat dan pada
jalan dengan kecepatan tinggi.
U-Turn didekat persimpangan juga digunakan di Jakarta pada kondisi
volume lalu lintas yang padat, dimana satu atau lebih konflik arus langsung
diarahkan melalui U-Turn tersebut untuk mengurangi jumlah konflik diantara
persimpangan dan dengan demikian tercapai kondisi pengoperasian lebih
baik. Tetapi fasilitas U-Turn tidak secara keseluruhan mengatasi masalah
konflik, sebab U-Turn itu sendiri akan menimbulkan permasalahan konflik
tersendiri dalam bentuk hambatan terhadap arus lalu lintas searah dan juga
arus yang berlawanan arah. Berikut dapat dijelaskan beberapa butir pengaruh
dari fasilitas U-Turn :
1.

Dalam melakukan U-Turn, kendaraan akan melakukan pendekatan yang


secara normal dari lajur cepat, dan melambat atau berhenti, perlambatan
ini akan mengganggu arus lalu lintas pada arah yang sama.

2.

Pada umumnya kendaraan tidak dapat melakukan U-Turn secara langsung


dan akan menunggu gap yang memungkinkan di dalam arus lalu lintas
yang berlawanan arah. Dengan median yang sempit kendaraan yang
melakukan U-Turn akan menyebabkan kendaraan yang lain dalam arus
yang sama berhenti dan akan membentuk antrian pada lajur cepat.

II-2

Antrian ini menimbulkan bottleneck yang dapat dikatakan sebagai


hambatan samping terhadap lalu lintas di jalur lain pada arah yang sama.
3.

Kendaraan yang melakukan U-Turn dipengaruhi oleh ukuran fasilitas UTurn, karakteristik kendaraan dan kemampuan pengemudi. Median yang
sempit atau bukaan median yang sempit memaksa pengemudi melakukan
U-Turn menghambat lebih dari dua lajur dalam dari jalan 2 arah dengan
melakukan U-Turn dari lajur luar atau melakukan U-Turn masuk ke lajur
luar.

4.

Fasilitas U-Turn sering ditemukan pada daerah sibuk dengan kondisi lalu
lintas mendekati kapasitas. Dalam kondisi ini lalu lintas yang terhambat
disebabkan U-Turn relative mempunyai dampak yang lebih besar dalam
bentuk tundaan.
Lingkungan perkotaan yang memiliki jalan 2 arah dipisahkan oleh

median yang lebih tinggi dari permukaan jalan, diperlukan adanya perlakuan
khusus untuk lalu lintas melakukan U-Turn. U-Turn diizinkan pada setiap
bukaan median, kecuali ada larangan dengan tanda lalu lintas. Dari penelitian
sebelumnya terbukti bahwa, dimanapun dimungkinkan suatu desain jalan baru
dengan pemisah memiliki lebar median yang dapat mencukupi untuk gerakan
membelok ke kanan yang normal dan gerakan U-Turn dengan menggunakan
lajur tunggu pada median yang akan melindungi dan menampung volume jam
kendaraan yang membelok secara normal, U-Turn tidak diizinkan dari lajur
menerus. Bagaimanapun juga median yang mempunyai lebar mencukupi
II-3

untuk melindungi kendaraan yang berdiri didalam bukaan median dapat


diizinkan. Manajemen lalu lintas di Eropa dan Amerika telah menghindari
penggunaan fasilitas U-Turn pada jalan kota. Oleh karena itu, sangat sedikit
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tujuan dari studi ini. Bilamana ada
beberapa penelitian, penguraian biasanya hanya berupa garis besarnya saja. Di
Indonesia fasilitas U-Turn pada jalan kota masih tetap digunakan dan disukai
untuk berbagai alasan. Bina marga telah menerbitkan dua standar yang
berhubungan dengan U-Turn, yaitu :

2.2.

1.

Tata cara perencanaan pemisah, No.014/T/BNTK/1990

2.

Spesifikasi bukaan pemisah jalur, SK SNI 2444:2008

Petunjuk Desain Untuk U-Turn


Perencanaan lokasi putaran balik harus memperhatikan aspek-aspek
perencanaan geometri jalan dan lalu lintas, yaitu :

Fungsi jalan

Klasifikasi jalan

Lebar median

Lebar lajur lalu lintas

Lebar bahu jalan

Volume lalu lintas per lajur

Jumlah kendaraan berputar balik per menit

II-4

Putaran balik diijinkan pada lokasi yang memiliki lebar jalan yang
cukup

untuk

kendaraan

melakukan

putaran

tanpa

adanya

pelanggaran/kerusakan pada bagian luar perkerasan.


Putaran balik seharusnya tidak diijinkan pada lalu lintas menerus
karena dapat menimbulkan dampak pada operasi lalu lintas antara lain
berkurangnya kecepatan dan kemungkinan kecelakaan.
Perencanaan putaran balik dapat dilaksanakan apabila memenuhi
persyaratan-persyaratan pada ketentuan teknis berikut. Perencanaan putaran
balik pada lokasi yang tidak memenuhi persyaratan harus dilengkapi dengan
studi khusus yang dapat mengantisipasi kemungkinan dampak yang akan
ditimbulkan oleh lalu lintas.
2.2.1 Bukaan Median Untuk Putaran Balik
Bukaan median direncanakan untuk mengakomodasi kendaraan agar
dapat melakukan gerakan putaran balik tipe jalan terbagi serta dapat
mengakomodasi gerakan memotong dan belok kanan. Bukaan median
untuk putaran balik dapat dilakukan pada lokasi-lokasi berikut:
Lokasi diantara persimpangan untuk mengakomodasi gerakan
putaran balik yang tidak disediakan di persimpangan.
Lokasi di dekat persimpangan untuk mengakomodasi gerakan
putaran balik yang akan mempengaruhi gerakan menerus dan
gerakan berbelok di persimpangan. Putaran balik dapat
II-5

direncanakan pada lokasi dengan median yang cukup lebar


pada pendekat jalan yang memiliki sedikit bukaan.
Lokasi dimana terdapat ruang aktifitas umum yang penting
seperti rumah sakit atau aktifitas lain yang berkaitan dengan
kegiatan jalan. Bukaan untuk tujuan ini diperlukan pada jalan
dengan kontrol akses atau pada jalan terbagi dengan volume
lalu lintas rendah.
Lokasi pada jalan tanpa kontrol, merupakan akses dimana
bukaan median pada jarak yang optimum disediakan untuk
melayani pengembangan daerah tepinya (frontage) dan
meminimumkan tekanan untuk bukaan median di depannya.
Jarak antar bukaan sebesar 400 sampai 800 meter dianggap
cukup untuk beberapa kasus. Dalam hal ini tidak dibuat standar
baku karena sangat kasuistik.
2.3.

Pengaruh dari fasilitas U-Turn pada Pengoperasian Lalu Lintas


Waktu tempuh dan tundaan berguna dalam mengawasi secara umum
dari hambatan terhadap pergerakan lalu lintas dalam suatu area atau sepanjang
rute-rute yang ditempuh. Data tundaan memungkinkan Traffic Engineer untuk
menetapkan lokasi yang mempunyai masalah dimana desain dan bentuk
peningkatan operasional yang perlu untuk menaikkan mobilitas dan
keselamatan. Kondisi ini berpengaruh pada arus lalu lintas sebagai tundaan
waktu tempuh.
II-6

Gerakan U-Turn dibedakan menjadi 7 macam :


a. Lajur dalam ke lajur dalam
b. Lajur dalam ke lajur luar
c. Lajur dalam ke bahu jalan
d. Lajur luar ke lajur dalam
e. Lajur luar ke lajur luar
f. Lajur luar ke bahu jalan
g. Bahu jalan ke bahu jalan
Kendaraan yang melakukan U-Turn juga harus menunggu gap atau
memaksa untuk berjalan. Hal ini menimbulkan masalah atau gangguan
terhadap arus lalu lintas di kedua arah dan mempengaruhi kecepatan
kendaraan-kendaraan lainnya yang melewati fasilitas U-Turn yang ditujukan
dengan tundaan waktu perjalanan. Ruas jalan yang menggunakan fasilitas UTurn dapat digolongkan sebagai fasilitas dengan arus terganggu, sebab secara
periodik lalu lintas berhenti atau dalam antrian menurunkan kecepatan, atau
dekat fasilitas U-Turn, pada saat fasilitas U-Turn digunakan (HCM 85).
Tundaan waktu tempuh adalah perbedaan antara total waktu tempuh
dan perhitungan waktu tempuh berdasarkan kecepatan rata-rata untuk
melewati rute yang diteliti sesuai dengan arus lalu lintas tidak terganggu pada
rute tersebut.

II-7

2.4.

Tipikal Operasional U-Turn


Kendaraan secara normal sebelum melakukan U-Turn masuk ke lajur
dalam (cepat), memberi tanda berbelok dan menurunkan kecepatan secara
baik sebelum mencapai titik U-Turn. Kondisi ini memberikan kesempatan
kepada kendaraan yang beriring di lajur cepat yang berjalan kearah yang sama
pindah ke lajur luar (lambat) untuk menghindari kendaraan ynga melakukan
U-Turn. Dua tipikal situasi yaitu :
a. Jika kendaraan yang melakukan U-Turn adalah kendaraan pertama atau di
tengah-tengah suatu kumpulan kendaraan yang beriringan, maka akan
memberikan pengaruh yang berarti kepada kendaraan lain, khususnya
yang berjalan pada jalur cepat.
b. Jika kendaraan yang melakukan U-Turn adalah kendaraan akhir suatu
kumpulan kendaraan yang beriringan, maka tidak akan mempunyai
pengaruh yang besar pada kendaraan lain.
Kendaraan yang melakukan U-Turn juga mempengaruhi arus lalu
lintas yang berlawanan arah. Dua tipikal situasi ini adalah :
a. Jika kendaraan yang melakukan U-Turn didepan suatu iringan kendaraan
pada arus yang berlawanan, maka akan memberikan pengaruh yang besar
pada operasi dari arus tersebut.

II-8

b. Jika kendaraan yang melakukan U-Turn setelah iringan kendaraan pada


arus yang berlawanan, maka tidak akan memberikan pengaruh yang
berarti pada arus yang berlawanan.
2.5.

Tundaan Operasional
Tundaan operasional yang disebabkan oleh sebuah kendaraan
melakukan U-Turn tunggal adalah perbedaan dalam waktu tempuh untuk
melewati daerah pengamatan dalam kondisi arus terganggu dan tidak
terganggu dalam setiap periode 15 menit pengamatan.
Tundaan operasional dibedakan dalam dua tipe arus lalu lintas :
a. Pada arah yang sama.
b. Pada arah yang berlawanan.
Perhitungan tundaan operasional arah yang berlawanan dilakukan pada
masing-masing lajur, dimana terdapat lajur dalam (lajur cepat yang dekat
dengan fasilitas U-Turn) dan jalur luar (lajur lambat). Kedua lajur tersebut
mempunyai karakteristik yang berbeda sewaktu ada kendaraan yang
melakukan U-Turn pada arah yang berlawanan. Jika terdapat kendaraan UTurn di depan suatu iringan kendaraan pada arus yang berlainan, maka
pengaruh terbesar terdapat pada kendaraan yang berada di lajur dalam bila
dibandingkan dengan kendaraan di lajur luar. Kendaraan di lajur dalam
cenderung

lebih

memperlambat

kecepatannya

dibandingkan

dengan

kendaraan di lajur luar sehingga waktu tempuh kendaraan di lajur dalam dan
II-9

lajur luar berbeda. Waktu tempuh kendaraan di lajur dalam cenderung lebih
lama di bandingkan dengan waktu tempuh kendaraan di lajur luar. Oleh sebab
itu, dalam perhitungan tundaan operasional perlu dibedakan menjadi :
a. Tundaan operasional kendaraan dilajur dalam (lajur cepat)
b. Tundaan operasional kendaraan dilajur luar (lajur lambat)
2.5.1

Analisa Waktu Tempuh


1.

Waktu tempuh selama arus tidak terganggu.


Untuk setiap periode 15 menit, waktu tempuh secara terpisah
diperoleh untuk kondisi arus yang tidak terganggu. Rata-rata
aritmatik untuk setiap periode 15 menit di hitung dengan
menggunakan rumus :

Keterangan :

adalah rata-rata waktu tempuh (detik) untuk

melewati daerah yang diamati.


Hubungan dengan kecepatan berjalan (km/jam) untuk melewati
daerah pengamatan juga dihitung dengan menggunakan rumus :
Kecepatan perjalanan = 3,6 (d/ ) (km/jam)
Keterangan : d dimana panjang daerah pengamatan (m)

II-10

2.

Waktu tempuh arus terganggu.


Waktu tempuh dari arus terganggu diamati dengan kendaraan
yang pertama secara langsung yang berada setelah U-Turn tunggal
mengambil tempat dan berakhir ketika arus kembali menjadi arus
yang tidak terganggu.

2.6.

Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan bermotor yang dipilih untuk tipe
perancangan dimana berat, dimensi dan karakter operasional digunakan untuk
menetapkan kontrol perancangan putaran balik untuk mencukupi pemakaian
oleh kendaraan tersebut.
Dimensi dan jejak berputar minimum roda kendaraan sangat
mempengaruhi jari-jari lengkung dan lebar perkerasan pada putaran balik.
Dimensi kendaraan rencana untuk jalan perkotaan yang digunakan
dalam perencanaan putaran balik disajikan pada table dan gambar berikut.

II-11

Tabel 2.1. Dimensi Kendaraan Rencana Perkotaan

Gambar 2.1. Kendaraan truk As Tunggal

Gambar 2.2. Kendaraan City Transit Bus

II-12

2.7.

Radius Putar
Radius berputar minimum kendaraan adalah jari-jari jejak yang dibuat
oleh roda atau ban depan bagian luar apabila kendaraan membuat perputaran
yang paling tajam yang mungkin dilakukan pada kecepatan kurang dari 15
km/jam. Besaran radius putar disajikan dengan dimensi kendaraan rencana
seperti disajikan pada tabel 1 diatas.

Gambar 2.3. Jari-jari putaran kendaraan. Sumber : Pedoman Perencanaan


Putaran Balik/U-Turn (Bina Marga).

II-13

2.8.

Kebutuhan Lebar Median Ideal Berdasarkan Radius Putar


Lebar median ideal berdasarkan radius putar kendaraan rencana yang
digunakan pada perencanaan putaran balik disajikan pada tabel dibawah.
Lebar median ideal adalah lebar median yang diperlukan oleh kendaraan
dalam melakukan gerakan putaran balik dari lajur yang paling dalam ke lajur
yang paling dalam pada lajur lawan. Apabila tidak tersedia lahan yang cukup
untuk menyediakan lebar median ideal dan dimungkinkan untuk melakukan
gerakan putaran balik dari lajur yang paling dalam ke lajur kedua atau ketiga
(jalan 6/2 D) atau ahu jalan (jalan 4/2 D), direkomendasikan kebutuhan
median seperti disajikan pada tabel dibawah.
Tabel 2.2. Lebar Median Ideal

II-14

Tabel 2.3. Kebutuhan lebar median apabila gerakan putaran balik


dari lajur dalam ke lajur kedua jalur lawan

Tabel 2.4. Kebutuhan lebar median ideal apabila gerakan putaran


balik dari lajur dalam ke bahu jalan (4/2 D) atau lajur
ketiga (6/2 D) jalur lawan

II-15

2.9.

Karakteristik Arus Lalu lintas


Karakteristik utama arus lalu lintas yang digunakan sebagai dasar
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Volume arus lalu lintas
2. Kecepatan arus lalu lintas
3. Kapasitas arus lalu lintas
2.9.1

Volume arus lalu lintas


Volume arus lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang
melewati suatu titik tertentu dari suatu segmen atau ruas jalan selama
waktu tertentu. Volume lalu lintas ini biasanya dinyatakan dengan
satuan smp/jam.
Dalam pembahasannya volume menjadi :
1.

Volume Harian (daily volumes)


Volume harian ini digunakan sebagai dasar perencanaan jalan
dan observasi umum tentang trend. Pengukuran volume harian
ini di bedakan:
a.

Average Annual Daily Traffic (AADT), dalam satuan vehicle


per hour (vph) rata-rata yakni volume yang diukur selama
24 jam dalam kurun waktu 365 hari, dengan demikian
merupakan total kendaraan yang terukur dibagi 356 (jumlah
hari dalam 1 tahun).
II-16

b.

Average Daily Traffic (ADT), dalam satuan vehicle per hour


(vhp) rata-rata yakni volume yang diukur selama 24 jam
penuh dalam periode waktu tertentu dibagi dengan
banyaknya hari tersebut.

2.

Volume jam-an (hourly volumes)


Yakni sebuah pengamatan terhadap arus lalu lintas untuk
menentukan jam puncak selama periode pagi dan sore yang
biasanya terjadi kepadatan lalu lintas akibat orang pergi dan
pulang kerja. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui arus
yang paling besar yang disebut arus puncak. Arus pada jam
puncak ini dipakai sebagai dasar untuk design jalan raya dan
analisis operasi lainnya yang diperlukan seperti untuk analisa
keselamatan misalnya.
Untuk keperluan design arus jam puncak kadang-kadang
diestimasi dari proyeksi arus harian, dengan menggunakan
keterkaitan sebagai berikut :
DDHV = AADT x K x D
Keterangan :
DDHV = Directional Design Hourly Volume
(Arus Jam Rencana kendaraan/jam)
K = Ratio antara arus jam puncak dengan LHRT (AADT)
D = Koefisien arah arus lalu lintas
II-17

3.

Peak Hour Factor (PHF)


Yaitu perbandingan antara volume lalu lintas per jam pada saat
jam puncak dengan 4 kali Rate Of Flow pada saat yang sama
(jam puncak)

PHF =
Rate Of Flow = Nilai Equivalen dari volume lalu lintas per jam,
dihitung dari jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu
dari suatu lajur jalan selama interval waktu kurang dari satu jam
(dalam penelitian ini diambil sekitar 15 menit)
4.

Volume Jam Puncak (subhourly volumes)


Yakni arus yang disurvei dalam periode waktu yang lebih kecil
dari satu jam (dalam penelitian ini diambil sekitar 15 menit)

5.

Volume Jam Puncak


Yakni banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik tertentu
dari suatu ruas jalan selama satu jam pada saat terjadi arus lalu
lintas yang terbesar dalam satu hari.
Pada penelitian ini yang digunakan adalah besaran arus (flow)
yang lebih spesifik untuk hubungan masing-masing penggal
jalan yang ditinjau dengan kecepatan dan kerapatan pada waktu
tertentu.

II-18

2.9.2 Kecepatan arus lalu lintas


Kecepatan didefinisikan sebagai laju dari suatu pergerakan
kendaraan dihitung dalam jarak persatuan waktu. Dalam pergerakan
lalu lintas, tiap kendaraan berjalan pada kecepatan yang berbeda.
Dengan demikian arus lalu lintas tidak dikenal karakteristik kecepatan
kendaraan tunggal. Dari distribusi tersebut, jumlah rata-rata atau nilai
tipikal dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari arus lalu
lintas.
Dalam perhitungannya, kecepatan rata-rata dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Time Mean Speed (TMS)
Adalah kecepatan rata-rata dari seluruh kendaraan yang melewati
suatu titik dari jalan selama periode waktu tertentu.

t=
2. Space Mean Speed (SMS)
Adalah

kecepatan

rata-rata

dari

seluruh

kendaraan

menempati penggalan jalan selama periode waktu tertentu :

II-19

yang

Keterangan : L = Panjang penggal jalan (m)


n = Jumlah sampel kendaraan
ti = Waktu tempuh kendaraan

2.9.3 Kapasitas arus lalu lintas


Jaringan jalan yang ada memakai pembatas median dan ada pula
yang tidak, sehingga pada perhitungan kapasitas, keduanya dibedakan.
Untuk ruas jalan pembatas median, kapasitas dihitung terpisah untuk
setiap arah, sedangkan untuk ruas jalan tanpa pembatas median,
kapasitas dihitung untuk kedua arah. Persamaan umum untuk
menghitung kapasitas suatu ruas jalan menurut metode Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) untuk daerah perkotaan
adalah sebagai berikut :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (smp/jam)
Dimana :
C

: kapasitas sesungguhnya (smp/jam)

Co

: kapasitas dasar untuk kondisi tertentu (ideal) (smp/jam)

FCw

: Faktor penyesuaian lebar jalan

FCsp

: Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak


berlaku jalan satu arah)
II-20

FCsf

: Faktor penyesuaian hambatan samping

FCcs

: Faktor penyesuaian ukuran kota (jumlah penduduk)

2.9.3.1 Kapasitas Dasar untuk kondisi tertentu (Co)


Kapasitas dasar untuk kondisi tertentu (Co) ditentukan
berdasarkan tipe jalan sesuai dengan yang tertera pada tabel 2.5
Tabel 2.5. kapasitas dasar
Tipe jalan

Kapasitas

Keterangan

dasar
Jalan 4 lajur berpembatas median atau 1.650

Perlajur

jalan satu arah


Jalan 4 lajur tanpa pembatas median

1.500

Perlajur

Jalan 2 lajur tanpa pembatas median

2.900

Total 2 arah

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

II-21

2.9.3.2 Faktor Penyesuaian Lebar Jalan (FCw)


FCsp ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang
dapat dilihat di tabel 2.6.
Tabel 2.6. faktor penyesuaian lebar jalan
Tipe jalan

Lebar jalan efektif (m)

FCw

4lajur

Per lajur

berpembatas

3,00

0,92

median atau jalan

3,25

0,96

satu arah

3,50

1,00

3,75

1,04

4,00

1,08

4lajur tanpa

Per jalur

pembatas median

3,00

0,91

3,25

0,95

3,50

1,00

3,75

1,05

4,00

1,09

2 lajur tanpa

Dua arah

pembatas median

0,56

0,87

1,00

1,14

1,25

10

1,29

11

1,34

II-22

2.9.3.3 Faktor Koreksi Kapasitas akibat pembagian arah (FCsp)


FCsp dapat di lihat pada tabel 2.7 penentuan faktor
koreksi untuk pembagian arah didasarkan pada kondisi arus
lalu lintas dari kedua arah atau jalan tanpa pembatas median.
Untuk jalan satu arah dan jalan dengan pembatas median,factor
koreksi kapasitas akibat pembagian arah adalah 1,0
Tabel 2.7. faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah
Pembagian Arah (%)
FCsp

50-50

2 lajur 2 arah tanpa 1,00


pembatas

55-45

60-40

65-35

70-30

0,97

0,94

0,91

0,88

0,985

0,97

0,955

0,94

median

(2/2 UD)
4 lajur 2 arah tanpa 1,00
pembatas

median

(4/2 UD)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
2.9.3.4 Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf)
Faktor koreksi untuk ruas jalan yang mempunyai bahu
jalan didasarkan pada lebar bahu jalan efektif (Ws) dan tingkat
gangguan samping,penentuan klasifikasinya dapat dilihat pada
tabel 2.8.

II-23

Tabel 2.8. klasifikasi hambatan samping


Kelas hambatan

Jumlah gangguan per 200

samping

meter per jam (dua arah)

Sangat rendah

< 100

Rendah

100 - 299

Kondisi tipikal

Permukiman
Pemukiman, beberapa
transportasi umum

Sedang

300 - 499

Daerah

industri

dengan beberapa toko


di pinggir jalan
Tinggi

500 - 899

Daerah

komersial,

aktivitas pinggir jalan


tinggi
Sangat tinggi

> 900

Daerah

komersial

dengan

aktivitas

perbelanjaan
jalan
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

II-24

pinggir

Tabel 2.9. Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping FCsf untuk
jalan yang mempunyai bahu jalan.
Tipe jalan

Kelas

Faktor koreksi akibat hambatan samping dan

hambatan

lebar bahu jalan

samping

Lebar bahu jalan efektif


0,5

1,0

1,5

2,0

4 Lajur 2 Sangat

0,96

0,98

1,01

1,03

arah

rendah

0,94

0,97

1,00

1,02

berpembat

Rendah

0,92

0.95

0,98

1,00

as median Sedang

0,88

0,92

0,95

0,98

(4/2 D)

0,84

0,88

0,92

0,96

4 Lajur 2 Sangat

0,96

0,99

1,01

1,03

arah tanpa rendah

0,94

0,97

1,00

1,02

pembatas

Rendah

0,92

0,95

0,98

1,00

median

Sedang

0,87

0,91

0,94

0,98

(4/2 UD)

Tinggi

0,80

0,86

0,90

0,95

2 lajur 2 Sangat

0,94

0,96

0,99

1,01

arah tanpa rendah

0,92

0,94

0,97

1,00

pembatas

Rendah

0,89

0,92

0,95

0,98

median

Sedang

0,82

0,86

0,90

0,95

(2/2 UD)

Tinggi

0,73

0,79

0,85

0,91

Tinggi
Sangat
tinggi

Sangat
tinggi

Sangat
tinggi
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
II-25

Tabel 2.10. Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping FCsf


untuk jalan yang mempunyai kereb/kanstin
Tipe jalan

Kelas

Faktor koreksi akibat hambatan samping

hambatan

dan jarak hambatan pada kereb

samping

Lebar bahu jalan efektif


0,5

1,0

1,5

2,0

4 Lajur 2 arah Sangat rendah

0,95

0,97

0,99

1,01

berpembatas

Rendah

0,94

0,96

0,98

1,00

median (4/2 D)

Sedang

0,91

0.93

0,95

0,98

Tinggi

0,86

0,89

0,92

0,95

Sangat tinggi

0,81

0,85

0,88

0,92

4 Lajur 2 arah Sangat rendah

0,95

0,97

0,99

1,01

tanpa pembatas Rendah

0,93

0,95

0,97

1,00

median

(4/2 Sedang

0,90

0,92

0,95

0,97

Tinggi

0,84

0,87

0,90

0,93

Sangat tinggi

0,77

0,81

0,85

0,90

2 lajur 2 arah Sangat rendah

0,93

0,95

0,97

0,99

tanpa pembatas Rendah

0,90

0,92

0,95

0,97

median

(2/2 Sedang

0,86

0,88

0,91

0,94

Tinggi

0,78

0,81

0,84

0,88

Sangat tinggi

0,68

0,72

0,77

0,82

UD)

UD)

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)


Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan 6 lajur dapat
ditentukan dengan menggunakan nilai FCsf untuk jalan 4
lajur yang diberikan pada tabel diatas,
ditunjukkan dibawah:
FC6,sf = 1 0,8 ( 1 FC4,sf)
II-26

sebagaimana

Dimana :
FC6,SF = faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enamlajur
FC4,SF = faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empatlajur
2.9.3.5 Faktor penyesuaian ukuran kota
Faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs) dapat dilihat
pada tabel 2.11, factor ini merupakan fungsi dari jumlah
penduduk kota.
Tabel 2.11. Faktor penyesuaian ukuran kota
Ukuran Penduduk Kota

Faktor Koreksi Untuk Ukuran

(juta penduduk)

Kota

< 0,1

0,86

0,1 0,5

0,90

0,5 1,0

0,94

1,0 1,3

1,00

> 1,3

1,03

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

2.9.4

Kondisi Geometrik Jalan


Kondisi geometric jalan akan memepengaruhi kinerja tersebut
dalam melayani lalu lintas yang ada. Pengaruh yang diakibatkan oleh
II-27

kondisi geometric jalan berupa faktor-faktor penyesuaian terhadap


kecepatan arus bebas dan kapasitas dari segmen jalan yang ditinjau.
Adapun kondisi geometrik jalan tersebut meliputi
a. Tipe jalan
Berbagai tipe jalan akan memberikan kinerja yang berbeda
pada pembebanan lalu lintas MKJI, 1997 memberikan
keterangan keterangan tentang beberapa kondisi dasar dari
suatu tipe jalan. Diantaranya adalah : jalan 2 lajur 2 arah
tanpa median (2/2 UD), jalan 4 lajur 2 arah tanpa median
(4/2 UD), jalan 4 lajur 2 arah dengan median (4/2 D), jalan
6 lajur 2 arah dengan median (6/2 D), dan sebagainya.
Pada penelitian pengaruh manuver berbalik arah kendaraan
terhadap antrian, tundaan, dan karakteristik lalu lintas ini
mengambil lokasi pada ruas jalan 6 lajur 2 arah dengan
median (6/2 D).
b. Lebar lajur lalu lintas
Lebar lajur lalu lintas merupakan bagian jalan yang
digunakan kendaraan untuk bergerak. Lebar lajur lalu
lintas sangat memepengaruhi kecepatan arus bebas dan
kapasitas jalan yang ditinjau.

II-28

c. Lebar dari kereb, bahu jalan, dan median.


Kereb merupakan batas antara lajur lalu lintas dan trotoar
yang berpengaruh terhadap hambatan samping pada
kecepatan arus bebas kapasitas.
d. Alinyemen jalan
Konfigurasi dari alinyemen jalan yang ada sangat erat
hubungannya dengan kecepatan kendaraan.

II-29

II-30

Anda mungkin juga menyukai