Anda di halaman 1dari 26

TEXT SCRIPT PAK AFDOL

Disusun oleh: Gessica Freshana

Disusun oleh Gessica Freshana

Wardat 1
Hukum kekeluargaan yang dimulai dibahas dengan hukum perorangan (bicara tentang subjek
hukum).
Siapa itu subjek hukum?
Kapan bisa dikatakan sebagai subjek hukum?
Sistem kekeluargaan dalam hukum adat bicara mengenai bagaimana caranya manusia dalam
suatu masyarakat menentukan siapa kerabatnya dan yang bukan kerabat atau bagaimana caranya
manusia menentukan garis keturunannya ex. Menghubungkan keatas dengan ayah dan
keluarga ayah serta kebawah dengan anak, cucu, cicit, dsb. apa dasarnya?
Sistem kekeluargaan menurut hukum adat dan antropologi:
1. Unilateral
Sistem kekeluargaan hanya dihitung kebawah hanya melalui satu garis penghubung saja.
Maka dari itu ada yang disebut dengan unilateral patrilineal dan unilateral matrilineal.
a. Patrlineal
Membahas masalah struktur dan bentuk masyarakat hukum adat, patrilineal
dibagi menjadi:
i. Murni
Apabila tidak ada keturunan laki-laki, maka kewarisan jatuh pada
generasi yang berada diatasnya. Batak dan Nias
ii. Berali-ali
Apabila tidak ada keturunan laki-laki, maka kewarisan dapat jatuh pada
perempuan tergantung pada perkawinan orang tua (dalam keadaan
darurat) Lampung
b. Matrilineal
2. Bilateral
Sistem kekeluargaan secara serentak dihitung melalui dua garis penghubung (laki-laki
dan perempuan)
Sistem kekeluargaan juga menentukan kewarisan (siapa yang mendapat waris).

Disusun oleh Gessica Freshana

Perkawinan (bentuk perkawinan) akan membahas tentang apa itu perkawinan, apa syarat,
bagaiman mekanisme, akibat hukum terhadap hubungan suami isteri, orangtua, anak, harta
benda, dan tujuan dari perkawinan menurut hukum adat.
Bentuk perkawinan ada yang berupa kawin jujur, semendo, dan bebas yang dipengaruhi oleh
system kekeluargaan yang ada hubungannya dengan kewarisan.
Adopsi akan membahas tentang apa itu adopsi dan tujuan adopsi. Sulit dalam hukum adat itu
adalah hukum adat suatu daerah dengan daerah lain itu berbeda karena budaya masing-masing
daerah itu berbeda dan hukum adalah hasil dari budaya. Budaya dapat berbeda karena
lingkungan hidup berbeda. ex. Budaya daerah darat dan pesisir berbeda.
Sistem kekeluargaan berbeda-beda dan bentuk perkawinan berbeda menentukan apakah
masyarakat hukum adat mengenal adopsi karena ada wilayah yang mengenal adopsi dan tidak,
ada anak adopsi mendapat waris dan ada yang tidak.
Subjek hukum dalam waris hanya ada pewaris dan ahli waris. Pewaris adalah orang yang
meninggalkan harta atau kewajiban, sementara ahli waris adalah orang yang mengharapkan dan
mendapatkan warisan dari si mati.
Siapa itu pewaris dan ahli waris tergantung dari system kekeluargaan. Sistem kewarisan dalam
hukum adat dibagi menjadi 3 bentuk:
1. Sistem kewarisan individual
2. System kewarisan kolektif
3. System kewarisan mayorat
Prinsip mewaris membahas tentang bagaimana penentuan siapa yang menjadi ahli waris yang
betul-betul mewarisi harta si mati. Akan dikenal 2 garis pokok:
1. Keutamaan
2. Penggantian
Prinsip dalam mewaris dikenal:
1. Prinsip umum
Ahli waris : orang yang punya hubungan darah dengan si pewaris dan berlaku umum bagi
setiap system kekeluargaan.contoh: punya hubungan darah.

Disusun oleh Gessica Freshana

2. Prinsip khusus
Dalam hukum adat digunakan system jurai yaitu kalau sudah bertemu siapa ahli warisnya, harus
ditentukan berapa bagiannya. Setelah itu, hukum adat juga mengenal hibah dan hibah wasiat.

Disusun oleh Gessica Freshana

WARDAT 2
(Hukum perorangan, kekeluargaan, dan pewarisan)
Hukum perorangan membicarakan tentang subjek hukum.
Subjek hukum adalah setiap pihak (orang dan badan hukum) yang menjadi pengemban hak dan
kewajiban dalam lalu lintas hukum. Subjek hukum dibagi menjadi dua yaitu:
1. Manusia secara kodrati (naturlijkpersoon)
a. Manusia sejak lahir sampai meninggal dunia.
b. Terdapat pengecualian yaitu janin yang masih didalam kandungan ibu (BW Pasal
2). Syaratnya adalah:
i. Ada kepentingan yang muncul (waris),
ii. janin itu harus sudah ada sebelum kepentingan ini mucul, dan
iii. dia lahir hidup dan tidak mati (tidak diperhitungkan seberapa lama dia
hidup).
Hal ini disebut dengan fiksi hukum atau seorang bayii yang masih ada dalam kandungan
dianggap sudah lahir sebagai subjek hukum karena kepentingan yang memaksa untuk itu
(masalah kewarisan dimana ia punya ayah yang sudah meninggal dunia). Contoh lain dari
fiksi hukum adalah kalau sudah ada peraturan yang sudah di lembar negarakan maka
semua masyarakat dianggap sudah tahu bahwa ada peraturan itu.
Kapan seseorang sebagai subjek hukum dapat cakap bertindak dalam hukum? Jika dia
sudah dewasa. Ukuran kapan orang dewasa, tiap hukum memiliki batas yang berbedabeda. Dalam BW dan hukum tertulis yang ada di Indonesia, dikaitkan dengan usia.
Menurut BW, UU perkawinan, dll manusia dewasa adalah yang sudah 21 tahun atau yang
sudah pernah menikah (walaupun sudah 21 tahun). Menurut UU pilkada dewasa
maksudnya adalah 17 tahun atau sudah kawin. Jika menurut hukum Islam, ditandai bukan
dengan usia namun dengan akil balik.
Dalam UU perkawinan, anak adalah orang yang belum pernah menikah atau belum 18
tahun. Dalam BW, subjek boleh menikah itu umur 18 (laki) dan 15 (perempuan),
sementara dalam UUP, subjek boleh menikah umur 19 (laki) dan 16 (perempuan). Dalam
hukum perdata dikenal handlichting atau pendewasaan yang artinya dijadikan dewasa
secara hukum. Menurut hukum adat, dewasa di ukur menurut proses bukan umur dan
dapat dikenal jika dia sudah menikah, sudah tidak serumah dengan orangtuanya, sudah
boleh berpendapat di lingkungannya [RT/RW] atau menikah namun sudah tidak sebilik
atau tidak sedapur dengan orang tuanya [hidup sendiri] Ter Haar. Soepomo
mengatakan bahwa tidak cukup tetapi juga harus mentas dan mencar (keluar dari rumah
orang tua), yang sesuai dengan prinsip atau pola menetap perkawinan orang jawa (tinggal
di tempat baru). Kalau masyarakat berklan:

Disusun oleh Gessica Freshana

a. Patrilineal
(patrilokal)
b. Matrilineal
(matrilokal)

: setelah menikah tinggal di lingkungan keluarga laki laki


: setelah menikah tinggal di lingkungan keluarga perempuan

Perempuan adalah subjek hukum. Saat dia menikah, menurut BW, dia langsung berada
dalam pengampuan suami dan dia tidak bisa melakukan perbuatan hukum sendiri. Hal ini
disebut maritalmachtsudah dihapus dengan surat edaran mahkamah anggung no
3/1963. Maka dari itu, perempuan sudah memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan
suatu perbuatan hukum tanpa pengampuan dari suami. Meskipun dalam masyarakat
patrilineal (berhubungan dengan perkawinan) terdapat kawin jujur dimana pihak
perempuan masuk kedalam keluarga pihak laki-laki. Perempuan disini bergerak tidak
bebas lagi (kewenangan dibatasi), namun hal ini bukanlah maritalmacht karena dia dapat
melakukan perbuatan hukum.
Diadat penyelesaian diluar pengadilan dinamakan musyawarah dan mufakat. Kalau nonhukum adat dinamakan mediasi, arbitrasi, dan konsiliasi.
2. Badan Hukum (rechtpersoon)
Untuk hal-hal tertentu yang tidak bisa dibuat oleh manusia yang dapat berupa PT,
yayasan, dll. Badan hukum adalah personifikasi dari manusia dimana tangan dan kaki
manusia tergambar dalam pengurus, dan manusia memiliki tujuan hidup yang tergambar
dalam visi misi Badan Hukum. Manusia juga memiliki harta yang sama seperti Badan
Hukum namun terpisah dengan harta pribadi anggotanya, karena kalau tergabung, itu
bukanlah badan hukum namun bisa jadi CV.
Dalam masyarakat hukum adat, badan hukum yang utama adalah masyarakat hukum adat
seperti nagari, desa, kampong, dll. Mereka memiliki harta pengurus, tujuan, dan
kekayaan (terpisah dengan kekayaan pribadinya). Contohnya subak dalam masyarakat
hukum adat Bali.

Disusun oleh Gessica Freshana

Wardat 3
Subjek hukum adalah pengemban hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan
hukum. Mengapa bukan orang dan badan hukum? Karena semua orang belum tentu manusia.
Menurut hukum barat, subjek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum (yang menurut
hukum barat pengertiannya adalah suatu lembaga yang dibuat, dibentuk dengan akta notaris, ada
modal yang disetor, ada komisaris, dll. Badan hukum ini dapat dinyatakan pailit). Menurut
hukum adat, subjek hukum terdiri atas manusia dan masyarakat hukum adat.
1. Manusia
2. Masyarakat hukum adat
Dapat dikatakan sebagai badan hukum jika dilihat dari perbuatan-perbuatan hukum yang
dapat dilakukan. Masyarakat hukum adat BUKAN badan hukum karena tidak ada
kekayaan yang disetor, tidak dibentuk dengan akta notaris, dll. Masyarakat hukum adat
tidak dapat dikatakan pailit yang maka dari itu tidak dapat dikatakan sebagai badan
hukum.
Menurut hukum adat masalah hubungan keluarga ini sangat berpengaruh terhadap hubungan
perkawinan dan kewarisan. Keluarga adalah orang yang memiliki hubungan kekeluargaan
dengan kita. Menurut UU No 1/1974 dan BW (sudah dicabut) dasar adanya hubungan keluarga
itu:
1. Perkawinan
Suami isteri memiliki hubungan keluarga
2. Hubungan darah
Anak denga orang tua memiliki hubungan keluarga
Dalam hukum adat, dasar adanya hubungan keluarga hanyalah hubungan darah. Orang dikatakan
memiliki hubungan keluarga jika diantara mereka ada hubungan darah (dalam arti yuridis bukan
biologis). Contoh yang paling mudah adalah orang Minangkabau suami isteri tidak ada
hubungan darah karena masing-masing suami isteri tetap dalam keluarganya masing-masing.
Suami dan isteri tidak ada dalam satu hubungan keluarga. Contoh lain dalam masalah waris1, jika
suami meninggal, isteri bukan ahli waris dan isteri meninggal, suami bukan ahli waris. Mereka
tidak saling mewaris karena tidak memiliki hubungan keluarga (hubungan darah).
Ada masyarakat dimana dia tidak memiliki hubungan darah (yuridis dari sudut pandang hukum
adat) dengan ayah atau ibunya, namun hubungan darah biologis tetap ada.

Hukum waris adalah aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana berpindahnya hak dan kewajiban seseorang
yang meninggal kepada anggota keluarga yang ia tinggalkan.

Disusun oleh Gessica Freshana

Dalam menentukan hubungan darah ada 3 cara (system kekeluargaan adat2):


1. Masyarakat Adat Patrilineal Hanya dihitung melalui penghubung laki-laki saja
Hanya menghubungkan garis penghubung keluarga pada garis keturunan laki-laki saja
(ayah keatas). Karena menghubungkan garis keturunan dengan pihak laki-laki saja, maka
disebut patrilineal.
Akibatnya setiap orang yang ada dalam keluarga ini hanya memiliki hubungan darah,
keluarga, dan hukum dengan ayah dan keluarga ayahnya saja.
Contohnya : Batak (nama klan : marga)
2. Masyarakat Adat Matrilineal Hanya dihitung melalui penghubung perempuan saja
Hanya menghubungkan garis penghubung keluarga pada garis keturunan perempuan saja
(ibu keatas).
Akibatnya setiap orang yang ada dalam keluarga ini hanya memiliki hubungan darah,
keluarga, dan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya saja.
Contohnya : Minang (nama klan : suku)
3. Masyarakat Adat Bilateral Hanya dihitung melalui penghubung laki-laki dan
perempuan
Masyarakat adat yang di dalam menentukan hubungan keluarga serentak
menghubungkan dirinya melalui ayah dan ibu. Akibatnya adalah setiap orang dalam
keluarga ini akan memiliki hubungan darah, keluarga, dan hukum dengan ibu serta ayah
beserta keluarganya.
Contohnya : Jawa
Pada masyarakat patrilineal dan matrilineal dalam masyarakat itu akan terbentuk kelompokkelompok orang dimana orang-orang dalam kelompok ini memiliki hubungan darah melalui
ayah saja atau ibu sajaKlan. Klan juga dapat dikatakan sebagai sekumpulan orang yang setiap
orang dalam klan itu, satu sama lain memiliki hubungan darah oleh karena menghubungkan
darahya melalui orang yang sama (perempuan atau laki-laki saja). Klan ini penting karena
hukum waris dan perkawinan sangat tergantung pada klan.
UU No 1/1974 menganut system kekeluargaan Bilateral.
Pelaksanaan hak dan kewajiban maka pembicaraan akan mengenai masyarakat hukum adat.

Cara untuk menentukan siapa yang menjadi keluarga dari seseorang.

Disusun oleh Gessica Freshana

Wardat 4
Keluarga memiliki dua hubungan yaitu hubungan darah (biologis) dan hubungan hukum.
1. Patrilineal
a. Hanya memiliki hubungan hukum kepada pihak laki-laki saja.
b. Terdapat dua jenis patrilineal :
i. Murni
Bagaimana keadaannya hanya akan menghubungkan hubungan hukum
dengan laki-laki saja. Hubungan anak dengan ibunya hanya hubungan
darah dan tidak memiliki hubungan hukum
ii. Beralih-alih
Terjadi peralihan penghubung laki-laki kepada perempuan karena masalah
sistem kewarisan (sistem waris mayorat). Dalam masyarakat patrilineal
beralih-alih, maka suami masuk ke keluarga istrinya. Anak-anak beralih
penghubungnya ke ibunya. Perempuan tidak boleh keluar dari keluarga
aslinya
2. Matrilineal
a. Menghubungkan hubungan hukum hanya melalui ibu dan terus keatas sampai
awal keturunan perempuan saja
b. Anak dengan ayah hanya memiliki hubungan darah dan tidak ada hubungan
hukum
c. Di minangkabau, matrilineal itu merupakan pilihan. Terdapat istilah dimana orang
minangkabau belajar dari alam pohon pinang tumbuh, tunasnya bergugur
i. Anak lebih dekat dengan ibunya
d. Yang logis
: di Islam dikenal surga ada di telapak kaki ibu
e. Perempuan dilindungi di masyarakat minangkabau. Jika bercerai, suami keluar
dari keluarga isteri.
f. Mingkabau memilih sistem matrilineal karena sistem ini merupakan sistem yang
paling awal. Dalam antropologi, sebelum ada sistem kekeluargaan, yang pertama
bisa dilihat / yang paling mudah ditetntukan adalah hubungan ibu dan anaknya
sementara ayahnya berperang entah kemana.
g. Pemikiran ini masih primitive karena merupakan sitem yang pertama kali di anut
manusia.
h. Tidak ada perbedaan matrilineal murni dan beralih
3. Bilateral
a. Secara serentak mempunyai hubungan darah dan hubungan hukm dengan ayah
dan keluarga ayah serta ibu dan keluarga ibu.
b. Secara teoritis, semua orang jawa adalah saudara menurut hubungan darah.

Disusun oleh Gessica Freshana

c. Menentukan Masyarakat Hukum Adat secara territorial3.


d. Bilateral ada 2 :
i. Jawa
Perkawinan bebas yang nantinya akan mentas dan mencar
ii. Dayak
Bilateral berumpun yang artinya suatu pasangan menikah dan menetap
disuatu tempat. Ketika ada yang juga akan tinggal ditempat yang sama,
maka akan membentuk suatu rumpun.
Perkawinan dalam suku dayak merupakan perkawinan endogamy dalam
rumpun karena khawatir akan masuknya penyusup (terkait dengan perang
dengan suku masyarakat dayak) jika perkawinan dilakukan dengan orang
luar. Namun setelah perang tidak lagi muncul, peraturan itu mulai
melonggar.
Ada bahasa dimana perempuan yang empunya lebih terhormat dari wanita.
Tidak ada pasal yang menentukan sistem kekeluargaan tertentu bagi bangsa Indonesia dalam UU
no. 1 / 1974. Secara implisit dapat disimpulkan dalam UUP sistem kekeluargaannya adalah
Bilateral. Oleh para pakar, nuansa pengaturannya Bilateral. Hal ini dapat dilihat dari
:
1. Dilihat dari sisi suami isteri
2. Hak dan kewajiban suami isteri
3. Hubungan Orang Tua dan Anak
Kedudukan suami dan isteri di sistem kekeluargaan adalah sederajat. Kedua orang tua
berkewajiban mengurus anaknya. Sudah ada asumsi sejak dahulu sebelum Belanda masuk bahwa
sistem kekeluargaan unilateral akan hilang semua nantinya secara alamiah. Namun selama masih
ada masih orang Batak dan Minang maka unilateral akan terus ada. Suatu saat akan hilang karena
tak ada yang abadi.
Menurut UU no 1/1974, Negara merupakan organisasi kedaulatan tertinggi. Melakukan
bilateralisasi dengan UU no.1/1974.
1. Social Engineering
2. Karena bilateral diangap paling ideal
Perkawinan adalah suatu lembaga social atau pranata social yang sangat unik. Banyak orang dari
luar yang ingin masuk dan keluar dari perkawinan. UU no 1/ 1974 mendefinisikan perkawinan
sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Berbeda kampong maka akan berbeda Masyarakat Hukum Adatnya

Disusun oleh Gessica Freshana

Ketuhanan Yang Mahaesa. Sementara dalam Islam, perkawinan berarti ikatan suci antara lakilaki dengan perempuan, kekal, dan berdasarkan keTuhanan YME.
Tujuan dari perkawinan (utama)

1. Mendapat keturunan (anak, cucu, cicit, dll)


Sehingga jika suami isteri tidak memiliki anak maka tujuan tidak akan tercapai. Hal ini
akan menimbulkan masalah. Contohnya di masyarakat Batak, jika laki-laki tidak menikah
maka ia akan dipaksa menikah untuk mendapat keturunan laki-laki
2. Mempertahankan sistem kekeluargaan
Agar system kekeluargaannya berlannjut. Terdapat istilah jika tidak memiliki anak maka
itu adalah aib bagi keluarga. Kebesaran marga akan punah jika tidak menikah. Dalam
system kekeluargaan patrilineal (Batak) laki-laki akan menikahi perempuan dari marga
lain dan perempuan akan putus hubungan hokum dengan keluarga asal. Dalam system
kekeluargaan matrilineal (Minang) maka perempuan akan menikah dengan laki-laki dari
suku lain.
3. Untuk memberikan status kepada seorang anak
Supaya anak itu dianggap sah4. Untuk menutup malu, jika ada seorang perempuan yang
hamil di luar nikah dan tidak ada yang mengakui siapa ayahnya, maka kepala adat akan
mengawini perempuan hamil tsb. Jika dalam agam, anak sah adalah anak yang lahir
sebagai akibat perkawinan yang sah orang tuanya. Dalam UU 1/1974 anak sah adalah
anak yang lahir dari atau sebagai akibat perkawinan
Sistem kekeluargaan awalnya dari semua pengaturan (perkawinan, waris, jual beli, dll).

Syarat anak sah adalah anak yang lahir di dalam perkawinan yang sah kedua orang tuanya.

Disusun oleh Gessica Freshana

Wardat 5
Dalam hukum adat mengenai perkawinan, jika melihat mekanismenya (menurut Ter Haar),
terdapat dua cara yaitu:
1. Melamar
a. Pihak laki-laki dating melamar pihak perempuan. Dalam masyarakat tertentu ada
juga perempuan yang melamar laki-laki dan yang melamar bisa kerabat pihak
ayah (patrilineal) atau kerabat pihak ibu (matrilineal).
b. Perkawinan bukan untuk urusan pribadi, tetapi urusan kerabat atau marga atau
keluarga besar keluarga Komunalistik5
c. Tujuan dari melamar adalah menikah yang bisa diselingi tunangan6 / seserahan /
tukar cincin. Dengan adanya pertunangan belum terjadi akan ada perkawinan.
Istilahnya pertunangan jika diibaratkan jual beli seperti uang panjer atau
peningsep.
d. Jika sudah ada seserahan namun gagal menikah, bisa terjadi denda.
2. Bukan Melamar
a. Kawin Lari Bersama
i. Kemungkinan :
1. Laki dan perempuan sudah setuju untuk menikah namun keluarga
perempuan mungkin tidak menyukai si laki-laki.
2. Diusulkan oleh keluarga perempuan untuk menghindari proses
pernikahan (tunangan dan proses adat lainnya) agar pengeluaran
tidak banyak
ii. Hampir ditemui di semua masyarakat hukum adat:
1. Lampung
: Berlarian
Perempuan dan laki-laki membuat janji terlebih dahulu untuk
melakukan kawin lari bersama. Laki-laki dating kerumah
perempuan itu untuk menjemput dan melakukan berlarian.
Si perempuan itu membuat surat untuk orang tuanya yang
menyatakan bahwa dirinya ingin melakukan kawin lari bersama
serta meninggalkan uang untuk orang tuanya (angka 16 seperti 16
rupiah, 1.600, 16.000, 1600 dll atau kelipatan 24).Mereka berlari
(biasanya) kerumah sesepuh yang paling tua atau sesepuh yang
paling di dengar. Perempuan itu di titip disana.
Keesokannya, keluarga laki-laki dating ke rumah keluarga
perempuan untuk NGANTAK SALAH (mengaku salah). Biasanya
ngantak salah ini diterima oleh pihak keluarga perempuan. Setelah
5

Urusan semua orang yang terlibat dalam suatu keluarga


Tunangan adalah pergeseran dari belum siapa-siapa menjadi ada artinya. Hubungan menjadi lebih akrab dan
pertukaran akan dilakukan dengan adanya tanda-tanda.
6

Disusun oleh Gessica Freshana

ngantak salah diterima, kedua belah pihak keluarga membuat


kepastian kapan menikah secara sah dan berapa jumlah uang
jujurnya.
Keesokan harinya setelah
2. Bali
: Ngeroot
3. Batak
: Mangalua
4. Lombok
: Melari
5. Bugis
: Silariang
iii. Tidak semua kawin lari bersama bersifat negative.
b. Kawin Bawa Lari
i. Bugis
Dikenal dengan Nilariang. Kawin bawa lari ini mengandung unsur
paksaan karena pihak perempuan tidak suka kepada calon mempelai lakilaki. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penculikan.
Perbedaan dengan kawin lari bersama dan kawin bawa lari adalah si
perempuan tidak meninggalkan surat. Perempuan tetap dititipkan di rumah
sesepuh yang paling di dengar.
Keesokannya, keluarga pihak laki-laki melakukan ngantak salah. Jika
ngantak salah di-iyakan, uang jujurnya atau barang jujurnya lebih tinggi.
Uang jujur dibayar tergantung kepada status social keluarga perempuan
karena semakin tinggi status social, maka uang jujur semakin besar.
ii. Terjadinya kawin lari ini adalah untuk memperingan uang jujur dan uang
jujur dapat dijadikan alasan untuk menolak perkawinan.
iii. Dalam kawin bawa lari, terdapat tindak pidana penculikan. Kawin lari ini
bisa dijadikan alasan untuk terjadinya pembunuhan si laki-laki yang
melakukan kawin bawa lari si perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki
itu sudah merebut harkat dan martabat keluarga perempuan (telah
membawa lari perempuan).
iv. Hilangnya martabat biasa dikenal dengan Siri atau Piil.
Perkawinan tidak mengenal konsep maritalemacht7. Dalam BW, isteri yang sudah cakap
bertindak hukum akibat dia menikah, maka dia menjadi di bawah umur (dibawah pengampuan
suami).
Tujuan dari perkawinan

1. Memperoleh keturunan yang sesuai dengan system kekeluargaannya


2. Mempertahankan system kekeluargaan melalui adanya keturunan
3. Pemberian status terhadap anak8
7
8

Kekuasaan suami
Anak sah adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah.

Disusun oleh Gessica Freshana

Dalam masyarakat adat Jawa, terdapat nikah tambelan atau hamil dahulu baru menikah.
Bisa juga untuk menutup malu, bisa saja dinikahkan kepada Kepala Adat
Menurut Soerjono Soekanto, jika belum memiliki keturunan, maka keluarga itu belum bisa
mempertahankan system kekeluargaan. Sistem kekeluargaan akan menentukan bentuk
Menurut SS, jika belum ada keturunan maka dia belom bisa mempertahankan system
kekeluargaan. Jika dikaitkan di system kekeluargaan, maka jika dia orang patrilineal pihak laki
yang menginginkan perkawinan. System kekeluargaan akan menentukan bentuk perkawinan.
Bentuk perkawinan satu lahir dr system perkawinan yg berbeda.
Hubungan antara sist kekeluargaan dengan bentuk perkawinan itu ada hub langsung. Setiap 1
system kekeluargaan melahirkan 1 bentuk perkawinan yg berbeda.
Bentuk Perkawinan

1. Sistem kekeluargaan Patrilineal


a. Dibagi dua
:
i. Murni
ii. Beralih-alih
b. Bentuk perkawinan kawin jujur
c. Pihak perempuan putus hubungan hokum dengan pihak keluarganya
d. Esensi Kawin jujur adalah pemberian barang jujur cara berpikir masyarakat
kita yang magis religious
e. Jika seseorang ingin menikahi seorang perempuan, maka dia harus memberikan
uang jujur kepada keluarga perempuan untuk mengembalikan keseimbangan yang
ada. Pada awalnya keluarga perempuan sudah magis (seimbang). Ketika anak
perempuannya ingin dinikahi oleh pihak laki-laki maka akan terjadi kekosongan
yang semula sudah seimbang. Pihak laki-laki harus mengisi kekosongan di
keluarga pihak perempuan berupa barang jujur (barang pusaka keluarga). Pihak
laki-laki baru boleh membawa perempuan apabila sudah membayar jujur (agar
magis tercapai).
f. Jika jujur sudah dibayar, maka perempuan baru boleh pindah ke keluarga lakilaki. Jika mempelai laki-laki meninggal, perempuan harus menikah dengan
saudara alm. Suaminya. Jika mempelai perempuan meninggal, laki-laki dapat
meminta pengganti alm. Istrinya (adik atau kakak perempuan dari alm) Levirat
dan Sororat.
g. Jika levirate atau sororat tidak tercapai, maka keluarga perempuan harus
mengembalikan jujur yang pernah diberikan.
h. Selain variasi kawin jujur levirate dan sororat, terdapat juga kawin mengabdi atau
Dien Huwelijk

Disusun oleh Gessica Freshana

i. Barang pusaka semakin lama semakin punah, maka sekarang adanya adalah uang
jujur.
j. Kawin jujur itu bersifat eksogami Klan.
2. Sistem kekeluargaan Matrilineal
a. Menentukan garis penghubung dari pihak perempuan.
b. Baik laki-laki maupun perempuan tidak ada peminangan.
c. Perempuan tetap berada di dalam keluarganya karena dia yang meneruskan garis
keturunan.
d. Laki-laki juga tetap di dalam keluarga biologisnya karena memiliki kewajiban
adat untuk menjaga harta pusaka ibunya dan menjaga anggota perempuan di
keluarganya.
e. Fungsi laki-laki bukan sebagai ayah namun sebagai Mamak (Om) dari
keponakannya.
f. Laki-laki hanya dianggap sebagai tamu di keluarga pihak perempuan
3. Sistem kekeluargaan Bilateral

UNTUK DIINGAT
Struktur Masyarakat : Genealogis, Teritorial,
Genealogis-Teritorial

Bentuk Masyarakat

: Bertingkat dan Berangkai

Disusun oleh Gessica Freshana

WARDAT 6
Bentuk perkawinan9 :
1. Jujur untuk Sistem Kekeluargaan Patrilineal
a. Cirinya Bentuk Perkawinan Jujur:
i. Ada pemberian barang jujur dari keluarga laki-laki kepada keluarga
perempuan. Harus ada pemberian jujur karena dengan perkawinan jujur,
perempuan harus diputuskan hubungan hukum dengan keluarganya dan
masuk kedalam keluarga laki-laki selama-lamanya.
ii. Bersifat eksogami klan perkawinan antara dua klan yang berbeda.
iii. Yang pindah dari si perempuan adalah hak kewajiban dan yang putus
adalah hubungan hukum perempuan dan keluarganya
iv. Sifat perkawinan Patrilokal : setelah menikah tinggal di lingkungan
keluarga suami.
b. Fungsi Jujur:
i. Untuk menyeimbangkan magis. Perempuan baru bisa pindah kalau
keluarga laki-laki sudah memberikan barang jujur secara tunai. Setelah
diberikan barang itu, perempuan pindah.
c. Variasi Jujur:
i. Levirate
: Janda turun ranjang
Janda menikah dengan saudara almarhum suaminya. Adanya variasi ini
karena apabila perempuan sudah dijujur dan masuk kedalam keluarga
suami, jika suami meninggal dia tidak kembali kepada keluarganya lagi.
Perempuan harus mau untuk dinikahkan dengan saudara atau satu klan
dengan keluarganya.
ii. Sororat
: Duda turun ranjang
Duda menikah dengan saudara almarhum isterinya. Apabila sudah dijujur
namun si perempuan meninggal, maka pada dasarnya keluarga laki-laki
masih bisa meminta ganti (saudara perempuan alm suaminya), karena lakilaki sudah membayar jujur.
Jika perempuan menolak untuk dinikahkan turun ranjang, maka dia memilih
untuk bercerai dengan suami karena kematian dan bercerai dengan keluarga
suami. Dia akan kembali kekeluarganya dan akan diadakan pengembalian jujur
yang pernah ia terima.
2. Semendo untuk sistem kekeluargaan matrilineal
a. Ciri utama:

Bentuk perkawinan lahir dari sistem kekeluargaan. Sistem kekeluargaan lahir karena perkawinan adalah sarana
untuk mempertahankan sistem kekeluargaan melalui lahirnya anak.

Disusun oleh Gessica Freshana

i. Perempuan tetap di keluarganya / tidak pindah karena dalam konsep


sistem kekeluargaan matrilineal, perempuan adalah sebagai penghubung
garis keturunan, dan melalui dia keturunan sukunya.
ii. Laki-laki juga tetap dalam hak dan kewajiban keluarga biologisnya. Tidak
masuk kedalam keluarga perempuan.
iii. Tidak ada kehidupan bersama suami dan isteri
iv. Sifat perkawinan Matrilokal : setelah menikah tinggal di lingkungan
keluarga isteri.
v. Perkawinan eksogami : menikah harus dengan yang berbeda klan
b. Tugas laki-laki dalam matrilineal:
i. Berkewajiban adat untuk mengurus harta keluarga besar ibunya yang
dilakukan pada siang hari.
ii. Mengurus ponakannya seperti memberikan nafkah dari harta keluarga
yang dia kelola atau urus, mencarikan jodoh, dll
iii. Laki-laki disebut sebagai Mamak (om) bagi keponakannya.
iv. Laki-laki disebut sebagai Urang Sumando (orang yang datang / tamu) bagi
keluarga perempuan. Biasanya hubungan ayah tidak dekat dengan
anaknya karena perkawinan semendo bertandang. Ayah juga tidak
memberikan nafkah kepada anak dan isteri karena sudah ada Mamaknya.
c. Bentuk perkawinan dalam sistem kekeluargaan Patrilineal:
i. Perkawinan semendo bertandang (bertamu)
Pada malam hari, dia baru kembali kerumah isterinya dan berkumpul
dengan keluarganya dan pergi lagi subuh-subuh kerumah keluarga
biologisnya. Setiap hari dilakukan dan tidak ada harta bersama karena
mereka hidup masih menggunakan harta pusaka keluarga perempuan.
Suami tidak bertanggung jawab atas penafkahan.
ii. Perkawinan semendo menetap
Suami isteri sudah mulai hidup bersama yang awalnya menetap
dikampung isteri (matrilokal) biasanya berbentuk rumah gadang. Mulai
menetap karena pekerjaan suami sudah mengharuskan untuk menetap dan
sudah terjadi perubahan social dimana laki-laki harus kembali kepada
keluarganya untuk mengurus harta pusaka keluarganya.
Suami juga dapat atau mulai menetap ke kota (merantau). Membawa
dampak kepada harta benda perkawinan yang apakah ada harta benda
bersama (suami isteri)10. Suami sudah mulai bertanggung jawab
menafkahi keluarga namun masih mendapat harta dari keluarga isteri.
iii. Semendo bebas
Keluarga hidup di kota dan sudah hidup dari hasil pekerjaan suami
dan/atau isteri sendiri (yang mereka cari di kota). Sudah 100% hidup dari
10

Salah satu syarat adanya harta benda bersama adalah suami isteri hidup bersama.

Disusun oleh Gessica Freshana

harta pencaharian dan bebas dari harta isteri di kampong. Walaupun


tinggal di kota, sistem keluarga matrilineal tetap dipertahankan (kewajiban
adat tetap di urusi).
d.
3. Bebas untuk sistem kekeluargaan bilateral
a. Ciri:
i. Dikatakan kawin bebas karena antara pihak yang ingin kawin tidak
memiliki larangan (bebas) asalkan dengan hukum agama dan adatnya
diperbolehkan Bebas dari larangan klan (bilateral tidak mengenal klan).
ii. Bebas dari penentuan tempat tinggal.
iii. Kalau masyarakat Jawa biasanya melakukan mentas dan mencar
(neolokal / uksorilokal) yaitu setelah kawin tidak tinggal di wilayah ayah
maupun ibu atau tempat tinggal yang baru.
Jika dilihat dari sistem kekeluargaan, sistem matrilineal tidak menganut apa yang sistem
patrilineal dan bilateral anut karena terdapat prinsip satu sistem kekeluargaan melahirkan satu
bentuk perkawinan, namun ternyata dari tiga bentuk perkawinan, ciri kawin semendo dapat
ditemukan pada masyarakat patrilineal dan bilateral (secara terbatas).
1. Semendo yang dianut oleh masyarakat Patrilineal (patrilineal berali-ali)
a. Lampung
i. Sistem kewarisan mayorat atau kolektif (ahli waris adalah anak laki-laki
tertua). Jika anaknya perempuan semua, maka tidak ada ahli waris.
ii. Jika tidak memiliki anak laki-laki, agar tetap ada ahli waris, salah satu
anak perempuan tidak boleh kawin keluar (jujur). Salah satu anak
perempuan itu harus kawin semendo (suami yang masuk kedalam
keluarga perempuan).
iii. Mantu akan diangkat menjadi anak.
iv. Terdapat penyimpangan (Perkawinan Semendo Tegak Tegi) jika
keluarga perempuan adalah bangsawan, maka laki-laki ini harus orang
yang satu klan dengan isterinya. Harus satu klan karena laki-laki ini akan
dijadikan ahli waris dari mertuanya. Bangsawan tidak hanya memiliki
harta materiil tetapi juga memiliki gelar kebangsawanan (juga diwariskan)
yang tidak boleh dimiliki oleh orang diluar klannya (bangsawan) tsb.
v. Laki-laki yang mau dikawinkan secara tegak tegi merupakan penegak
keluarga si perempuan.
vi. Perkawinan semendo Tambik Anak Untuk keluarga perempuan yang
bukan bangsawan, laki-laki tetap harus berbeda klan (satu kurung) karena
keluarga perempuan hanya memiliki harta materiil. Mantu sekaligus anak.
vii. Semendo Jeng Mirul Perkawinan yang bertujuan bukan untuk
memasukkan si anak laki-laki tersebut, melainkan agar lahir cucu laki-

Disusun oleh Gessica Freshana

laki. Cucu laki-laki (tertua) inilah yang akan mewarisi harta kakeknya.
Tetapi, selama cucu laki-laki belum lahir, harta dikuasai oleh ayahnya
(mantu) dan ibunya. Laki-laki tidak diangkat sebagai anak tetapi masuk
dalam keluarga.
viii. Perkawinan Nginjam Jago Laki-lakinya tidak diingini keluarga
perempuan. Keluarga perempuan hanya ingin meminjam jagonya laki-laki
agar memperoleh cucu laki-laki. Suami tidak diangkat sebagai anak dan
tidak dimasukkan dalam keluarga
b. Bali
i. Saat semua anak yang dimiliki hanya anak perempuan sementara ahli
waris adalah Putra (anak laki-laki tertua), maka salah seorang anak tidak
boleh kawin jujur. Sebelum mereka menikah, ayahnya si perempuan akan
melakukan perbuatan hukum mengangkat anak perempuan yang tidak
boleh di jujur sebagai ahli waris melalui upacara adat NGENTANAYANG.
ii. Tujuan dari Ngentangnayang ini adalah terang dan tunai berubah status
hukumnya perempuan menjadi laki-laki. Anak perempuan ini dinamakan
Anak Sentana Rajeg.
iii. Akibat hukum dari dijadikannya perempuan sebagai Sentana Rajeg adalah
dia tidak boleh kawin jujur. Dia harus menarik laki-laki kedalam keluarga
perempuan.
iv. Laki-laki yang menikah dengan anak Sentana Rajeg akan berubah status
hukum serta hak kewajibannya menjadi perempuan dan dia dinamakan
Sentana Tarikan.
v. Akibat hukum dari Semendo Tarikan adalah laki-laki sudah dianggap
perempuan di keluarganya, tidak menjadi ahli waris di keluarganya, dan
dharma dia sudah pindah ke keluarga isterinya.
vi. Perkawinan Sentana Rajeg dan Sentana Tarikan disebut dengan Semendo
Nyeburin.
vii. Tidak semua orang Bali mengenal Semendo Nyeburin karena
bertentangan dengan ajaran agama Hindu. Maka dari itu, jika dia tidak
mau melakukan Semendo Nyeburin, maka akan mengangkat ponakan
laki-lakinya (dari keluarga ayah) atau keluarga ibu (pradana) sebagai ahli
waris
c. Rejang Lebong (Bengkulu)
i. Zaman Hindia Belanda terdapat Staatblaad yang melarang kawin jujur di
Karesidenan Bengkulu karena kawin jujur merupakan bentuk perbudakan
(seolah-olah beli orang).
ii. Terdapat dua bentuk perkawinan adat di Rejang Lebong
1. Semendo Rajo-Rajo

Disusun oleh Gessica Freshana

Akibat hukum dari perkawinan ini adalah seluruh anak yang lahir
akan memiliki hubungan dengan keluarga ayah dan keluarga ibu
(Bilateral)
2. Semendo Beradat
: Berapa uang adat yang dituntut oleh
keluarga perempuan agar laki-laki dapat menikahi perempuan
tersebut.
a. Penuh beradat
b. Setengah beradat
c. Kurang beradat
d. Tidak beradat

Disusun oleh Gessica Freshana

Wardat 7
3 bentuk perkawinan11

1. Perkawinan Jujur
a. Bentuk perkawinan yang lahir dari sistem kekeluargaan patrilineal
2. Perkawinan Semendo
a. Bentuk perkawinan yang lahir dari sistem kekeluargaan matrilineal
b. Dari tiga bentuk perkawinan hanya perkawinan semendo (sebagai bentuk
perkawinan yang ada pada masyarakat matrilineal) yang tidak hanya ditemukan
pada sistem kekeluargaan matrilineal tetapi ciri kawin semendo12, tetapi juga
ditemui di sistem kekeluargaan patrilineal dan bilateral.
c. Matrilineal dalam masyarakat minangkabau merupakan perkawinan utama karena
sesuai dengan sistem kekeluargaannya. Di Minangkabau macam-macam bentuk
perkawinan semendo
i. Semendo Bertandang
Suami datang pergi, datang pergi
ii. Semendo Menetap
Keluarga menetap awalnya dikampung isteri lalu berubah menjadi
menetap di kota
iii. Semendo Bebas
Keluarga menetap di kota dan bebas dari harta isteri
d. Dalam sistem kekeluargaan patrilineal, bentuk perkawinan semendo dapat
digunakan dalam keadaan tertentu (keadaan memaksa maupun darurat). Contoh
bagi yang juga ditemukan dalam masyarakat patrilineal
i. Pada masyarakat Bengkulu (Rejang Lebong)
Dikenal bentuk perkawinan semendo yang padahal Rejang Lebong
menganut sistem kekeluargaan Patrilineal. Terdapat macam-macam
bentuk perkawinan semendo dalam masyarakat Rejang Lebong (karena
keadaan terpaksa bahwa pernah ada peraturan dari pemerintah Hindia
Belanda berupa Staatblaad13 yang berisi larangan di karesidenan Bengkulu
melakukan kawin jujur. Bahkan disegala wilayah yang menganut sistem
kekeluargaan patrilineal juga dilarang melakukan kawin jujur. Menurut
Belanda, perkawinan jujur itu disamakan / disalahpahami sebagai bentuk
perbudakan baru. Dalam Belanda, uang jujur dinamakan veer kuk yang
artinya Membeli).

11

Setiap sistem kekeluargaan melahirkan satu bentuk perkawinan yang berbeda


Perempuan tidak keluar dari hak dan kewajibam keluarganya. Dia tetap di keluarga biologisnya. Wanita tidak
wajib untuk ikut dengan laki-laki.
13
Dibelanda terdapat gerakan anti perbudakan
12

Disusun oleh Gessica Freshana

14

Semendo Rajo-Rajo : akibat hukumnya adalah semua anak ikut


klan ayah dan pada saat yang sama semua anak juga ikut klan ibu
(seperti bilateral)
Semendo Beradat
: kawin ini statusnya sama dengan kawin
jujur karena larangannya bersifat overmacht. Bentuk perkawinan
ini berkaitan dengan besarnya uang adat yang harus dibayarkan
oleh keluarga suami kepada keluarga isterinya waktu mereka
menikah.
o Penuh beradat
Jika uang semendo dibayar penuh maka dinamakan
semendo penuh beradat. Konsekuensinya adalah semua
anak ikut klan ayah
o Setengah beradat
Jika uang semendo dibayar setengah maka dinamakan
semendo setengah beradat. Konsekuensinya adalah setengh
anak ikut klan ayah dan setengah anak ikut klan ibu. Jika
ayah meninggal, hanya setengah yang mewarisi harta ayah.
Ayah juga berhak atas seorang laki-laki (jika suami dan
isteri memiliki 3 orang anak perempuan dan 1 orang anak
laki-laki maka ayah hanya memiliki anak laki-laki itu
sementara anak perempuannya ikut klan ibu).
o Kurang beradat
Jika uang semendo dibayar kurang maka dinamakan
semendo kurang beradat. Konsekuensinya adalah seluruh
anak yang lahir dalam perkawinan itu hanya ibu dan
keluarga ibu yang berhak atas anaknya. Namun, masih
dimungkinkan untuk ayah mendapatkan satu orang anak.
Suami itu dapat membayar uang adat (uang pedaut) kepada
keluarga isteri yang akibatnya dia mendapat seorang anak
untuk masuk kedalam kerabatnya yang nantinya akan
menjadi ahli waris bagi dirinya.
Dalam konsep hukum adat, ayah melakukan perbuatan
hukum adopsi14. Anak orang lain dalam masyarakat hukum
adat bisa saja merupakan anak kandung si ayah.
o Tidak beradat
Jika uang semendo (uang pelampit) sama sekali tidak
dibayar maka dinamakan semendo tidak beradat.
Konsekuensinya adalah sampai kapanpun semua anak akan
ikut klan ibu.

Mengangkat anak orang lain sebagai anak kandung bagi dirinya

Disusun oleh Gessica Freshana

ii. Pada masyarakat Lampung


Dikenal bentuk perkawinan semendo yang padahal Lampung menganut
sistem kekeluargaan Patrilineal. Berbeda dengan masyarakat Bengkulu
yang melakukan perkawinan semendo karena larangan Belanda, pada
masyarakat ini dilakukan perkawinan semendo karena berhubungan
dengan waris (tidak ada ahli waris) masyarakat lampung mengenal
sistem kewarisan mayorat (mewarisi harta hanya kepada anak laki-laki
tertua). Jika sebuah keluarga tidak memiliki satupun anak laki-laki, maka
salah satu anak perempuannya tidak boleh keluar tetapi justru suaminya
yang masuk kedalam keluarga isteri. Hal ini bertujuan agar mantunya
diangkat juga sebagai anak yang akan dijadikan ahli waris. Macam-macam
bentuk perkawinan semendo di Lampung:
1. Semendo Tegak-tegi : mantu ambil anak (bangsawan)
Keluarga dari pihak perempuan adalah keluarga bangsawan maka
perempuan yang dilarang dikawinkan jujur harus mencari laki-laki
yang satu klan atau sekurung dengannya (berhubungan dengan
masalah kewarisan). Keluarga bangsawan tidak hanya mewariskan
harta benda tetapi juga mewariskan gelar bangsawannya. Gelar ini
tidak boleh jatuh ke tangan suku lain (diluar klannya sendiri).
Biasanya perempuan ini dinikahkan dengan saudara jauhnya atau
setidaknya yang satu klan.
2. Semendo tambik anak : mantu ambil anak (orang biasa)
Merupakan perkawinan yang sama dengan perkawinan tegak-tegi
namun bukan orang bangsawan namun hanya orang biasa.
Perbedaan lainnya adalah, prinsip eksogami klan tetap dipegang
teguh atau perempuan yang dikawinkan semendo ini harus
menikah dengan yang diluar klan. Harus berbeda klan karena yang
diwariskan hanya harta materiil (tidak punya gelar anak)
3. Semendo Jeng Mirul
Mantu ini dimasukkan kedalam keluarga istri hanya untuk menjaga
dan mengolah harta warisan mantunya. Laki-laki ini bersama
istrinya sama-sama mewarisi harta hanya untuk dikelola, dirawat,
dan dijaga. Hal ini bertujuan apabila ada anak laki-laki maka harta
warisan itu akan turun kepada cucu laki-laki atau cucu laki-laki
menjadi ahli waris. Sistem kewarisan mayorat yang seharusnya
adalah anak laki-laki tertua menjadi cucu laki-laki tertua.
Selama anak laki-laki ini masih belum cakap (dibawah umur),
maka harta ini akan diurus oleh ayah dan ibunya.
4. Semendo Nginjam Jago

Disusun oleh Gessica Freshana

Merupakan perkawinan yang sama dengan perkawinan semendo


Jeng Mirul, namun laki-laki ini merupakan laki-laki yang tidak
diinginkan oleh keluarga perempuan. Laki-laki ini tidak
dimasukkan dalam keluarga perempuan dan dia tetap dianggap
orang lain. Tugasnya dari si laki-laki ini hanyalah untuk membuat
anak sebanyak-banyaknya (agar keluarga dari keluarga peremuan
ini berkembang) atau untuk mendapatkan cucu laki-laki (menjadi
ahli waris). Laki-laki ini hanya dipinjam saja jagonya, tidak ada
kesamaan derajat, dan kedudukkan laki-laki (status hukum dan
status sosialnya rendah). Hal ini berakibat pada harta, karena suami
dan istri tidak sederaat maka tidak akan ada harta bersama.
iii. Pada masyarakat Bali
Dikenal bentuk perkawinan semendo yang padahal Bali menganut sistem
kekeluargaan Patrilineal. Berbeda dengan masyarakat Bengkulu yang
melakukan perkawinan semendo karena larangan Belanda, pada
masyarakat ini dilakukan perkawinan semendo karena berhubungan
dengan waris (tidak ada ahli waris). Dalam masyarakat Bali dikenal pula
sistem kewarisan mayorat yaitu anak laki-laki tertua (Putra). Jika tidak ada
anak laki-laki ini maka tidak ada ahli waris.
Ayah dari anak perempuan ini mengadopsi anak perempuannya menjadi
ahli waris dari keluarganya. Terhadap anak perempuan yang diadopsi ini
dilakukan upacara adat secara terang dan tunai, dihadiri oleh semua orang
dalam satu banjar, pendeta hadir, dan kepala adat. Upacara adat untuk
mengubah status hukum anak perempuan ini yang dinamakan upacara adat
Ngentanayang mengubah status hukum anak perempuan yang di adopsi
menjadi anak laki-laki sehingga hak dan kewajibannya berganti menjadi
anak laki-laki walaupun fisiknya tetap perempuan. Selain itu, anak ini juga
menjadi ahli waris bagi keluarganya. Anak ini disebut anak Sentano
Rajeg. Jika anak ini kawin, karena dia sudah menjadi ahli waris dalam
keluarganya maka dia tidak boleh keluar melainkan laki-lakilah yang
masuk. Perkawinan ini dinamakan perkawinan semendo nyeburin
seorang laki-laki menikah dengan perempuan dan laki-laki ini telah
berubah status hukumnya sebagai perempuan dan istrinya adalah laki-laki
secara hukum.
e. Contoh perkawinan semendo yang ditemukan di masyarakat bilateral
Terdapat perkawinan di Jawa Barat yang dinamakan dengan perkawinan
Nyalindung Ka Gelung. Menurut orang Sunda, artinya adalah berlindung di balik
gelung si wanita. Hal ini menandakan bahwa si laki-laki numpang hidup pada
istrinya. Seorang perempuan (biasanya janda yang kaya raya) yang kaya raya
menikahi laki-laki yang status ekonominya berada dibawahnya. Tujuan

Disusun oleh Gessica Freshana

perempuan menikah walaupun dengan bawahannya adalah disamping dari alasan


biologis, dia juga ingin menghilangkan status jandanya (menutup fitnah). Alasan
laki-laki menikah adalah untuk motivasi ekonomi (numpang hidup). Maka dari
itu, jika derajat suami dan isteri beda maka tidak terpenuhinya syarata adanya
harta bersama. Jika bercerai semua harta milik isteri.
3. Perkawinan Bebas
a. Bentuk perkawinan yang lahir dari sistem kekeluargaan bilateral.
Akibat hukum perkawinan:
1. Akibat terhadap hubungan atau kedudukan suami isteri
Contohnya, dalam kawin jujur (patrilineal), akibat hukumnya isteri harus ikut suami. Isti
putus hubungan hukum dengan keluarga biologisnya dan ikut suami sampai dia
meninggal. Suami isteri ini sederajat.
Dalam perkawinan semendo, suami dan isteri tidak ada yang pindah namun tetap pada
keluarga masing-masing.
Dalam di bilateral (jawa) biasanya laki-laki keluar dan perempuan keluar. Bisa memilih
apakah ingin hidup di lingkungan keluarga suami atau keluarga isteri. Biasanya mereka
akan mentas dan mencar serta (membuat keluarga baru). Suami dan isteri sederajat. Jika
berbicara mengenai harta benda perkawinan, jika suami dan isteri tidak sederjata maka
tidak akan ada harta bersama (harta gono-gini).
2. Akibat terhadap hubungan orang tua dan anak
Jika terjadi perkawinan dan lahir anak, maka anak itu ikut orang tua tergantung system
kekeluargaannya. Jika system kekeluargaannya adalah patrilineal maka anak akan ikut
ayah dan keluarga ayah saja. Jika system kekeluargaannya adalah matrilineal, maka anak
akan ikut ibu dan keluarga ibu saja. Jika system kekeluargaannya adalah bilateral, maka
anak akan ikut keluarga ayah dan ibu sekaligus. Maka hubungan orangtua dengan anak
tergantung pada system kekeluargaannya apa.
Jika keluarga menganut system kekeluargaan patrilineal beralih-alih, maka yang
menentukan hubungan orang tua dengan anak adalah tergantung bentuk perkawinan
orang tuanya.
3. Akibat terhadap harta benda
Jika dalam BW, dikenal hanya ada satu harta yaitu harta perkawinan. Jika menikah maka
harta sudah bercampur antara suami dengan isteri.
Jika menurut hokum islam, terdapat pemisahan harta (tidak ada percampuran harta)
Dalam hokum adat, terdapat dua macam harta
a. Harta yang dibawa oleh suami dan isteri waktu mereka menikah (harta bawaan)
Suami dan isteri bebas melakukan apapun terhadap hartanya meskipun terikat
dalam perkawinan. Jika dihukum barat, perempuan dianggap tidak cakap dalam

Disusun oleh Gessica Freshana

hokum setelah menikah sehingga dia dibawah pengampuan suami untuk


melakukan tindakan hokum terhadap hartanya sendiri (marital macht).
b. Harta yang diperoleh setelah mereka menikah (harta bersama)

Anda mungkin juga menyukai