Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

I.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengertian
Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme
(Ilmu Kesehatan Anak, 2006).
Enchefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan
jaringan sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan
oleh sejumlah agen yang berbeda. (Donna. L. Wong, 2000).
Enchepalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Enchepalitis karena bakteri dapat
masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan
serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan enchepalitis
seperti pada imunisasi polio. Enchepalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria
Fowleri, acantamuba culbertsoni, yang masuk melalui kulit yang terluka. ( Dewanto,
2007).
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus. (Arif Mansur, 2000).
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis
(disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis,
malaria, atau primary amoebic. (Tarwoto & Wartonah, 2007).

B. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Soedarmo dkk, (2008) adalah:
1. Ensefalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan perkembangbiakan virus
ekstraneural yang hebat
2. Ensefalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak lambat dan
kerusakan otak ringan
3. Infeksi asimptomatik yang ditandai oleh hampir tidak adanya viremia, sangat
terbatasnya replikasi ekstraneural
4. Infeksi persisten
Meskipun Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus encephalitis tetapi baru
Japanese B encepalitis yang ditemukan (Soedarmo dkk, 2008).
C. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persyarafan
1

1. Pengertian
Menurut Setiadi, (2007) sistem syaraf adalah salah satu organ yang berfungsi
untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi
kegiatan tubuh. Dengan pertolongan syaraf kita dapat mengisap suatu rangsangan
dari luar pengndalian pekerja otot.
a. Sel sel pada sistem syaraf
1). Neuron
Unit fungsional sistem syaraf yang terdiri dari : Badan Sel, yaitu bagian yang
mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron. Sedangakan Akson adalah
suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrit. Bagian
ini mengahantarkan impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain atau
ke badan sel neuron yang menjadi asal akson ( arah menuju ke luar sel ). Maka,
semua akson dalam sistem syaraf perifer di bungkus oleh lapisan schwann
(neurolema) yang di hasilkan oleh sel-sel schwan. Kemudian mielin berfungsi
sebagai insulator listrik dan mempercepat hantaran impuls syaraf. Sedangkan
Dendrit adalah Perpanjang sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek
yang berfungsi sebagai penghantar impuls ke sel tubuh.
2). Neuroglial
Sel penunjang tambahan pada susunan syaraf pusat yang berfungsi sebagai
jaringan ikat yang mensuport sel dan nervous sistem.
3). Sistem komunikasi sel
Rangsangan ini di sebut stimulus, sedangkan yang di hasilkan dinamakan
respon. Alat penghantar stimulus yang berfungsi menerima rangsangan disebut
reseptor, sedangkan yang menjawab stimulus di sebut efektor seperti otot, sel,
kelenjar atau sebagainya.
b. Sistem Syaraf Pusat
1). Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal, yaitu:
(a) Otak depan menjadi hamisfer serebri, korpus striatum, talamus, serta
hipotalamus. Fungsinya

menerima

dan

mengintegrasikan

informasi

mengenai kesadaran dan emosi.


(b) Otak tengah, mengkoordinir otot yang berhubungan dengan penglihatan dan
pendengaran. Otak ini menjadi tegmentum, krus serebrium, korpus
kuadriigeminus.

(c) Otak belakang ( pons ), bagian otak yang menonjol kebanyakan tersusun
dari lapisan fiber ( berserat ) dan termasuk sel yang terlibat dalam
pengontrolan pernafasan. Otak belakang ini menjadi :
Pons vorali, membantu meneruskan informasi. Medula oblongata,
mengendalikan fungsi otomatis organ dalam ( internal ). Serebelum,
mengkoordinasikan pergerakan dasar.
2). Pelindung Otak
(a) Kulit kepala dan rambut
(b) Tulang tengkorak dan columna vetebral
(c) Meningen ( selaput otak )
3). Bagian bagian Otak
(a) Hemifer cerebral ( otak besar ) di bagi menjadi 4 lobus, yaitu :
(1) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung jawab
untuk proses berfikir
(2) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan
sensasi perabaan, tekanan, dan sedikit menerima perubahan temperatur.
(3) Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi dari
mata.
(4) Lobus temporalis, mengandung area auditory yang menerima sensasi dari
telinga.
Area khusus otak besar (cerebrum ) adalah : Somatic sensory area yang
menerima impuls dari reseptor sensory tubuh. Primary motor area yang
mengirim impuls ke otot skeletal brocas area yang terliabat dalam
kemampuan bicara.
(b) Cerebelum ( otak kecil )
Fungsi cerebelum mengmbalikan tonus otot di luar kesadaran yang
merupakan suatu mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam pengaturan
dan pengendalian terhadap :
(1) Perubahan ketegangan

dalam

otot

untuk

mempertahankan

keseimbangan dan sikap tubuh,


(2) Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan di
bawah pengendalian kemauan dan mempunyai aspek keterampilan.
Ada tiga jens kelompok syaraf yang di bentuk oleh syaraf cerebrospinalis
yaitu:
(a) Syaraf sensorik, ( syaraf afferen ), yaitu membawa impuls dari otak dan
medulla spinalis ke perifer.
3

(b) Syaraf motorik ( syaraf efferen ), menghantarkan impuls dari otak dan
medulla spinalis ke perifer.
(c) Syaraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan sensorik,
sehingga dapat mengantar impuls dalam dua jurusan.
4). Medulla Spinallis
Disebut juga sumsum tulang belakang. Yang terlindung di dalam tulang
belakang dan berfungsi untuk mengadakan komunikasi anatara otak dan semua
bagian tubuh serta berperan dalam : gerak reflek, berisi pusat pengontrolan
yang penting, heart rate contol atau denyut jantung, pengaturan tekanan darah,
pernafasan, menelan, muntah.
c. Susunan Syaraf Perifer
Sistem syaraf perifer menyampaikan informasi antara jaringan dan saraf pusat
( CNS ) dengan cara membawa signals dari syaraf pusat ke CNS. Susunan syaraf
terbagi menjadi 2, yaitu :
1). Susunan syaraf somatic
Susunan syaraf yang memiliki peranan yang spesifik untuk mengatur aktivitas
otot sadar atau serat lintang, jadi syraf ini melakuakan sistem pergerakan otot
yang di sengaja atau tanpa sengaja
2). Susunan syaraf otonom
Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi pekerjaan
otot sadar atau serat lntang, dengan membawa informasi ke otot halus atau otot
jantung yang dilakuakan otomatis.Menurut fungsinya susunan syaraf otonom
terdiri dari dua bagian yaitu:
(a) Susunan syaraf simpatis
(b) Susunan syaraf para simpatis( Setiadi,2007).
D. Etiologi
Mikroorganisme penyebab terjadinya ensefalitis menurut Anania (2008) dan
Smeltzer (2002) adalah sebagi berikut:
1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Encephalitis virus:
a.Infeksi virus yang bersifat epidermik :
1). Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
2). Golongan arbovirus = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis,
Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley
b.

encephalitis.
Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simplek, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
4

c.Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca
vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
3. Keracunan : arsenik, CO.
E. Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama
dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala
berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit
kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen, dapat terjadi
gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di
muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (hassan,1997).
6. Perubahan perilaku
7. Gelisah
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda
dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan
asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus,
kelemahan otot-otot wajah.
F. Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
1. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lender
dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa
prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah
nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat,
fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila
5

infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan
tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang.
Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia,
ataksia, dan paralisis saraf otak.
Pathway :

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar
antara 50-200 sel dengan dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan
6

glukosa dalam batas normal. Fungsi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam
batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar
protein atau glukosa.
2. Pemeriksaan virus ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibodi
yang spesifik terhadap virus penyebab.
3. Biakan dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. Biakan dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak
(hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap
antibiotika. Biakan dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang
positif.
4. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM
dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
5. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
6. EEG/ Electroencephalography. EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor,
infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan
aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002)
Pemeriksaan EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difuse bilateral dengan
aktivitas rendah.
7. CT scan. Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula
didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes
simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal
(Anania, 2002).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada encaphilitis menurut Victor, 2001 antara lain :
1. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
3. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurun mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir
diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama
10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
4. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
5. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak.
7

6. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
7. Glukosa 20 %, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving
set untuk menghilangkan edema otak.
8. Kortikosteroid intramusculas atau intravena

dapat

juga

digunakan

untuk

menghilangkan edema otak.


9. Mengontrol kejang : Obat ontikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.
Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
10. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
11. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bisa diulang dengan dosis yang sama.
12. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
13. Mempertahankan ventilasi : bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (231/menit)
14. Penatalaksanaan shock septik.
15. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
16. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal beris dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat
diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena
atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan
antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan
pemberian obat per oral.
I. Komplikasi
Komplikasi pada encephalitis berupa :
1.
Retardasi mental
2.
Iritabel
3.
Gangguan motorik
4.
Epilepsi
5.
Emosi tidak stabil
6.
Sulit tidur
7.
Halusinasi
8.
Enuresis
9.
Anak menjadi perusak dan melakukan tingakan asosial lain.
J. Masalah yang Lazim Timbul
1. Risiko infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen. Stasis cairan tubuh.
Penekanan respon inflamasi (akibat obat). Pemajanan orang lain terhadap patogen.
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema cerebral yang
mengubah/menghentikan aliran darah/vena.
8

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.


4. Nyeri b.d adanya proses infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
5. Hambatan
mobilitas
fisik
b.d
kerusakan
neuromoskuler
6.
7.
8.
9.

penurunan

kekuatan/ketahanan.
Hipertermi.
Risiko cedera.
Ketidakmampuan koping keluarga.
Distres spiritual b.d ketidakmampuan berinteraksi sosial, perubahan hidup, sakit

kronis.
10. Defisit perawatan diri.
11. Disfungsi seksual.

II.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Biodata.
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang
lain.
2. Keluhan utama.
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran,
demam dan kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai
dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
9

ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya
tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah,
irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang
kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis,
hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
4. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu
terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam
usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan terhadap
penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit
contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk
mengetahui keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, & apgar score.
5. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak. Imunisasi perlu
dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu
diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.
6. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit
yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui,
apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada
hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983).
7. Riwayat sosial.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu status
mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien atau
keluarga agar dapat memprioritaskan masalah keperawatannya.
8. Pola Kesehatan Fungsional
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur, kebiasaan buang air
besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menyepelekan anak yang sakit, tanpa pengobatan yang sempurna
Pemenuhan Nutrisi
10

Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makanan dan cairan dalam

jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.


Pada klien dengan Ensefalitis biasanya ditandai. Dengan adanya mual,

muntah, kepala pusing, kelelahan..


Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.
Postur tubuh biasanya kurus, rambut merah karena kekurangan vitamin A,

berat badan kurang dari normal.


Menurut rumus dari BEHRMAN, umur 1 sampai 6 tahun
Umur (dalam tahun) x 2 + 8
Tinggi badan menurut BEHRMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir.
Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi

kurang.
Pengetahuan tentang nutrisi biasanya pada orang tua anak yang kurang
pengetahuan tentang nutrisi.Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan

kurang dari 70% berat badan normal.


c. Pola Eleminasi
Kebiasaan Defikasi sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan

mobilisasi maka dapat terjadi obstivasi.


Kebiasaan Mictrie sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi.
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi urine akan menurun,

konsentrasi urine pekat.


d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada klien Ensefalitis biasanya tidak dapat
dikaji karena klien sering mengalami apatis sampai koma.
e. Pola Aktivitas
Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena klien

Ensefalitis mengalami kelemahan penurunan kesdaran.


Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak

dilakukan latihan positif.


Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada klien gizi buruk maka

dilakukan latihan pasif sesuai ROM .


Kekuatan otot berkurang karena klien Ensefalitis dengan gizi buruk .
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung, ginjal, mudah
terkena infeksi, anemia berat, aktifitas fagosit turun, Hb turun, punurunan

kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.


f. Pola Hubungan Dengan Peran
11

Interaksi dengan keluarga/orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis


kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
g. Pola Persepsi dan pola diri
Pada klien Ensenfalitis umur > 4, pada persepsi dan konsep diri. Yang meliputi
Body Image, self Esteem, identitas deffusion deper sonalisasi belum bisa
menunjukkan perubahan.
h. Pola sensori dan kuanitif
Sensori
Daya penciuman
Daya rasa
Daya raba
Daya penglihatan
Daya pendengaran
Tidak dapat di evaluasi
i. Pola Reproduksi Seksual
Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun , fimosis ada/tidak.
j. Pola penanggulangan Stress
Pada klien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran : Stress fisiologi anak
hanya dapat mengeluarkan air mata saja, tidak bisa menangis dengan keras
(rewel) karena terjadi afasia. Stress Psikologi tidak di evaluasi.
k. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Anak umur 18 bulan belum bisa dikaji.
9. Pemeriksaan Fisik
Tingkat kesadaran
: Adanya penurunan tingkat kesadaran.
GCS
: Eye respon: Motorik respon: Verbal respon:
Keadaan umum
: Sakit
Kulit
: Saat diraba kulit terasa agak panas
Ttv
: Terjadi peningkatan sistol tekanan darah,
penurunan
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan
fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhankeluhan dari klien.
Pemeriksaan fisik dumulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada
klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 3949C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak
yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan
12

frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum


dan adanya infeksi pada system pernapasan sebelum mengalami ensefalitis. TD
biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkata TIK.

B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot

bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien
ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi
biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan
sperti ronkhi pada klien ddengan ensefalitis berhubungan akumulasi sekreet dari
penurunan kesadaran.

B2 (Blood)
Pengkajian

pada

system

kardiovaskular

didapatkan

renjatan

(syok)

hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.

B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap

dibandingkan pengkajian pada system lainnya.

Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada

tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaia GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.

Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya

bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Pada klien ensefalitis
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Pemeriksaan Saraf Kranial
1). Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien ensefalitis
2). Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada ensefalitis supuratif disertai abses
serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
3). Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap
lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari
13

fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui,
klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya.
4). Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga
mengganggu proses mengunyah.
5). Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena
adanya paralisis unilateral.
6). Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi
7). Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
8). Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
9). Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.

Indra pengecap normal.


Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis

tahap lanjut mengalami perubahan.


Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien
ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak ddengan ensefalitis
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal

kortikal yang peka.


Sistem Sensorik
Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba
normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan
abnormal di permukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal.
Peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah
dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya
upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot

leher.
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
14

B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya

kejang.
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien
lebih banyak dibantu orang lain.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,
kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
4. Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status
mental dan penurunan tingkat kesadaran
5. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi lapisan otak
6. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
7. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang
sensori, transmisi sensori, dan integrasi sensori
C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral efektif dengan kriteria hasil:
a. Terpeliharanya status neurologis.
b. Tanda vital stabil.
Intervensi (NIC) :
a. Kaji status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial, terutama GCS.
b. Monitor tanda-tanda vital:TD, nadi, respirasi, suhu, minimal tiap 15 menit sampai
keadaan pasien stabil.
c. Monitor tingkat kesadaran, sikap reflek, fungsi motorik, sensorik tiap 1-2 jam.
d. Naikkan kepala dengan sudut 15-450, tanpa bantal (tidak hiperekstensi atau fleksi)
dan posisi netral (posisi kepala sampai lumbal ada dalam garis lurus).

15

e. Anjurkan anak dan orang tua untuk mengurangi aktivitas yang dapat menaikkan
tekanan intrakranial atau intraabdominal, misal: mengejan saat BAB, menarik
nafas, membalikkan badan, batuk.
f. Monitor tanda kenaikan tekanan intrakranial, misalnya: iritabilitas, tangis, sakit
kepala, mual muntah.
g. Monitor intake output cairan setiap hari.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,
kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran
Tujuan / Kriteria Evaluasi (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan perfusi
jaringan efektif dengan indikator:
Menunjukkan pola pernafasan efektif
Menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu yang dibuktikan
oleh tidak ada gangguan pada kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas,

ekspansi dada simetris.


Menunjukkan tidak adanya gangguan status pernapasan : ventilasi yang
dibuktikan oleh tidak ada penggunaan otot aksesorius, suara napas
tambahan, pendek napas.

Intevensi (NIC)
Aktivitas keperawatan :
1). Pantau adanya pucat atau sianosis
2). Pemantauan Penrnapasan (NIC) :
Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan.
Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot
bantu.
Pantau pernapasan yang berbunyi, seperti mendengkur
Pantau pola pernapasan
3). Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :
Informasikan dan ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik
relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan
4). Aktivitas kolaboratif :
Berikan obat (misalnya bronkodilator) sesuai program terapi
5). Aktivitas lain
Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan (misalnya semi
fowler).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam didapatkan nutrisi
kebutuhan seimbang dengan indicator :
16

Klien menunjukkan status asupan gizi , makanan, cairan dan zat gizi yang

cukup.
Nafsu makan klien meningkat.
Tidak ada nyeri abdomen.
Membrane mukosa tidak pucat lagi.
Mempertahankan berta badan, atau bertambah

Intervensi (NIC) :
Managemen nutrisi :
Aktivitas Keperawatan :
a.Kaji adanya alergi makanan
b.Ketahui makanan kesukaan pasien.
c.Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
d.Timbang berat badan pasien
e.Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan Nyeri yang berhubungan
dengan iritasi lapisan otak kebutuhan nutrisi.
4. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi lapisan otak
Tujuan / Kriteria Evaluasi (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri dapat
terkontrol dengan indikator:
Menunjukkan tingkat nyeri dengan melaporkan nyeri, ekspresi nyeri ;wajah,

frekuensi nyeri, durasi episode nyeri.


Mengontrol nyeri dengan mengenali faktor penyebab, menggunakan tindakan
meredakan nyeri dengan analgesik dan nonanalgesik, mempertahankan selera
makan yang baik, mempertahankan pola tidur yang baik, melaporkan nyeri

kepada penyedia layanan kesehatan.


Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan:
1. Manajemen nyeri
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan dan durasi frekuensi, kualitas intensitas atau keparahan nyeri dan faktor

presipitasinya, bisa dilakukan dengan tehnik PQRST.


Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang

tidak mampu berkomunikasi efektif.


2. Pemberian analgesik
Kaji riwayat alergi
Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai terapi yang disarankan.
3. Manajemen lingkungan
Beri posisi yang nyaman
17

Batasi pengunjung

5. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang


sensori, transmisi sensori, dan integrasi sensori
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan gangguan
persepsi sensori perseptual penglihatan dapat diadaptasi dengan indikator :
Menunjukkan status neurologis : fungsi motorik sensorik/kranial, yang dibuktikan
dengan berkurangnya gangguan pada penglihatan dan tidak terjadinya gangguan

pada panca indra yang lain.


Dapat mengkompensasi defisit sensori dengan memaksimalkan indra yang tidak

rusak.
Berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan
Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
1). Kaji lingkungan terhadap kemungkinan bahaya pada lingkungan sekitar.
2). Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis pasien.
3). Pantau tingkat kesadaran pasien.
4). Identifikasi faktor yang menimbulkan gangguan persepsi sensori, seperti devrivasi
tidur, ketergantungan zat kimia, medikasi, terapi dan sebagainya.
5). Aktivitas lain : Orientasikan pada orang, tempat, waktu dan situasi dalam setiap
interaksi.
6). Manajemen sensasi perifer (NIC)
Pantau kemampuan untuk membedakan sensasi tajam atau tumpul dan panas

atau dingin.
Ajarkan pasien untuk secara visual memantau posisi bagian tubuh, jika terdapat
kerusakan propriosepsi.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah : tahap ketika perawat menfgaplikasikan rencana asuhan
keperawatan kedalambentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan .kemampuan perawat yang harus dimiliki pada tahap
implementasi adalah : kemampuan komunikasi yang efektif.kemampuan untuk
menciptakan hubungan saling percaya yang saling membantu .kemamapuan untuk
teknik

psikomotor

kemampuan

melakukan

observasi,sistematis

kemampuan

memberikan pendidikan kesehatan,kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi.


Implementasi tindakan keperawatan dibedakan dibedakan menjadi 3 kategori
yaitu : independen,interdependen,dan dependen.
1. Independen yaitu : suatu kegioatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk
dari dokter ,tindakan keperawatan independen antara lain :
18

a. Mengkaji klien dan keluarga melwalui pemeriksaan fisik untuk mengetahui


status kesehatan .
b. Merumuskan diagnosis sesuai respon klien.
c. Mengidentifikasi tindakan keperawatan.
d. Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dan medis.
2. Interdependen yaitu : kegiatan uang memerlukan kerjasama dari tenaga kesehatan
lain (mis.ahli gizi,fisioterapi dan dokter).
3. Dependen berhubungan dengan perencanaan tindakan medis / interaksi dari tenaga
medis
Hal lain yang tidak kalah penting pada tahap implementasi ini adlah mengevaluasi
respon atau hasil daritindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien serta
mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan berikut respon atau
hasilnya.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah : tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yuang teramati dan tujuan
atau criteria hasil akhir yang dibuat pada tahap perencanaan.
Secara umum evaluasi ditunjuk untuk :

Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.


Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

Evaluasi terbagi atas dua jenis yaitu : evaluasi formatif dan evaluasi sumatif
1. Evaluasi formatif adalah berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan .
2. Evaluasi sumatif adalah : evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adlah melakukan wawancara
pada akhir layanan.menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan
keperawatan mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Ada 3 kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan mencapai tujuan keperawatan :
19

1. Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditentukan .
2. Tujuan tercapai sebagian / klian masih dalam proses pencapaian tujuan
3. Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit perubahan dan tidak ada
kemajuan .
Evaluasi akhir yang dapat di capai pada penanganan klien dengan Ensefalitis adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Klien tidak mengalami infeksi lebih lanjut.


Klien mengalami pengurangan tingkat keletihan.
Klien dapat meningkatkan atau mempertahankan tingkat mobilitas.
Klien mampu mempertahankan aktivitas perawatan mandiri.
Klien mengalami perbaikan citra tubuh.
Tidak terjadi ansietas.
Klien menunjukan pemahaman tentang informasi yang di berikan.
Tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda
(North American Nursing Diagnosis Association) Nic-Noc, Panduan Penyusunan Asuhan
Keperawatan Profesional. Yogyakarta : MediaAction
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta :
Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta :
Salemba Medika
Ngastiyah. 199. Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Rahman M.1986.Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium Kelompok
Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba.Jakarta.
Tarwoto, dkk.2007.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Sagung
Seto.
http://keperawatananakafidaruly.blogspot.co.id/2012/10/askep-ensefalitis-pada-anak.html

20

Anda mungkin juga menyukai