Nama Peserta
dr. Mega Ayu Fitrian
Nama Wahana
RS Brigjen H. Hasan Basry Kandangan Hulu Sungai Selatan
Topik
Pembunuhan dengan trauma tumpul kepala
Tanggal (kasus)
10 Mei 2015 pukul 21.00 WITA
Nama Korban
Ny. HK / 75 tahun
Presenter
dr. Mega Ayu Fitrian
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Nani Puji Astuti
Tempat Presentasi Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja Dewasa
Lansia
Bumil
Seorang perempuan 75 tahun dengan luka sobek dan luka memar di
Deskripsi
kepala.
Tujuan
Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan vulnus laceratum
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Data Pasien
Ny. HK (Almh)
NO. RM: Nama RS
Brigjen H. Hasan Basry Kandangan
Data Utama untuk Bahan Diskusi: Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada
tanggal 10 Mei 2015 pukul 21.00 WIB. Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis
dengan keluarga dan tetangga korban
1. Diagnosis/gambaran klinis: korban ditemukan keluarga di parit dekat rumah dalam
keadaan meninggal. Dikatakan korban sebelumnya di rumah sendirian sedang melakukan
sholat. Ditemukan luka sobek dan luka memar pada bagian kepala korban. Kemudian
korban dibawa oleh polisi ke kamar jenazah RS Hasan Basry untuk dilakukan visum.
2. Riwayat Pengobatan: 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
- Penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan asma disangkal keluarga
4. Riwayat Keluarga:
- Penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan asma disangkal dalam riwayat keluarga
5. Riwayat Sosial Ekonomi: pasien adalah ibu rumah tangga, tinggal dengan satu anak lakilaki usia 30 tahun dan biaya hidup ditanggung oleh anak.
6. Lain-lain : Daftar Pustaka:
1. Pia K Markannen. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. ILO. Dalam :
ditanggung pabrik.
2. Objektif: pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 10 Mei 2015 pukul
21.00 WITA di kamar jenazah
PEMERIKSAAN LUAR
1. Keadaan Jenazah
Korban datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Brigjend. H.
Hassan Basry Kandangan dalam keadaan sudah meninggal dunia. Korban
mengenakan mukena terusan berwarna putih dengan bercak darah pada daerah
leher mukena.
2. Ciri-ciri Jenazah
Wajah tirus, rambut panjang sebahu, ikal dan beruban.
3. Bagian Atas Tubuh
Tangan Kanan..: Terdapat luka memar pada lengan kanan bagian bawah
uk. 4x3cm.
luka memar pada pergelangan tangan
kanan uk. 2x5cm dan 5x0,1cm.
Tangan Kiri....: Terdapat luka memar pada punggung tangan kiri ukuran
2,5x1,5 cm.
:
: Tidak ditemukan kelainan
: ...............................Tidak ditemukan kelainan
: ................................Tidak ditemukan kelainan
: Tidak ditemukan kelainan
Kaki kanan
Kaki kiri
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai seorang dokter, hendaknya membantu pihak penegak hukum
dalam pemeriksaan terhadap pasien dengan menyelesaikan masalah mengenai:
- jenis luka apa yang ditemui
- jenis kekerasan/ senjata apa yang menyebabkan luka
- bagaimana kualifikasi dari luka tersebut (Idris, 2008)
A. DEFINISI LUKA
Luka diartikan sebagai kerusakan atau hilangnya hubungan antar
jaringan (discontinuitas tissue) seperti jaringan kulit, jaringan otot, jaringan
pembuluh darah, jaringan saraf, dan tulang.
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat
proses patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ
tertentu (Lazarus,et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan
tulang atau organ tubuh yang lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan
muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress
simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan
kematian sel (Kozier, 1995).
Secara umum dibagi menjadi 2 yaitu
1. Simple, hanya melibatkan kulit
2. Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan don bawahnya.
B. LUKA DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
Dalam kitab undang undang hukum pidana (KUHP) dikenal luka
kelainan atau karena yang disengaja. Kejahatan Terhadap Tubuh atau
Misdrijven Tegen Het Lijf. Kejahatan tersebut dibagi menjadi dua yaitu
kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose
(yang dilakukan karena kelalaian atau kejahatan). Jenis kejahatan yang
dilakukan dengan sengaja diatur dalam BAB XX pasal 351 s/d 358. Jenis
kejahatan yang disebabkan kelalaian diatur dalam pasal 359, 360, dan 361
KUHP.
Luka berat pada tubuh diatur dalam KUHP pasal 90 sebagai penyakit
atau luka yang tidak bias diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau
yang dapat mendatangkan bahaya maut, terus menerus tidak cakap lagi
melakukan jabatan atau pekerjaan tidak lagi memakai salah satu panca indera,
kudung (romping), lumpuh, berubah pikiran (akal) lebih dari empat minggu
lamanya, menggugurkan atau membunuh anak dari kandungan ibu.
C. LUKA DALAM TRAUMATOLOGI
Traumatologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka, dan
merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma, perlukaan,
cedera serta hubungannya dengan berbagi kekerasan (ruda paksa). Di dalam
melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang menderita luka akibat
kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk memberikan kejelasan dari
permasalahan jenis luka yang terjadi dan menyebabkan luka dan kualitas luka
(Skrum dan Samsay, 2008)
Trauma tumpul merupakan suatu rudapaksa yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh oleh benda tumpul seperti batu, kayu, martil, terkena bola,
ditinju, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain. Trauma tumpul
menyebabkan tiga macam luka yaitu luka memar (contusion), luka lecet
(abrasion), dan luka robek (laseration).
Trauma tajam merupakan suatu rudapaksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat (vulnus
scissum), luka tusuk (vulnus punctum), atau luka bacok (vulnus caesum).
NO
TRAUMA
TUMPUL
TAJAM
Bentuk luka
Tidak teratur
Teratur
Tepi luka
Tidak rata
Rata
Jembatan jaringan
Ada
Tidak ada
Rambut
Ikut terpotong
Dasar luka
Tidak teratur
Sekitar luka
senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang
lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Luka akibat
trauma benda tumpul dibagi menjadi beberapa kategori yaitu luka lecet (abrasi),
luka memar (kontusio), dan luka robek (laserasi).(Idries, 2006)
Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat
dikenali, yang mengarah kepada kepentingan medikolegal.Pola trauma banyak
macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal.Kadangkala sukar
dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa
cenderung memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya. Foto korban
dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menentukan pola trauma.
Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma
adalah latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma (Shkrum dan
Ramsay, 2007).
Contoh pola trauma:
a. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat
terjadi kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi
fragmen-fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan
laserasi yang berbentuk segiempat atau sudut.
b. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur
tulang panjang kaki. Hal ini disebut bumper fractures. Adanya fraktur
tersebut yang disertai luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan,
memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh
kendaraan bermotor dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir
seluruh kendaraan bermotor nose dive ketika mengerem mendadak,
pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat
mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem pada
saat kecelakaan terjadi.
c. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola
luka pada dan di bawah area hat band dan biasanya terbatas pada satu sisi
wajah. Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab,
bukan karena dipukul.
d. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang
kepalan tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar,
namun menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi
geligi. Frenum pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi
yang sering mendapat pukulan pada kepala.
e. Kekerasan benda tumpul pada leher dapat berakibat patah tulang leher, robek
pembuluh darah, otot, oesophagus, trachea/larynx, dan kerusakan syaraf
f. Kekerasan benda tumpul pada dada dapat berakibat patah os costae, sternum,
scapula, clavicula, robek organ jantung, paru, pericardium
g. Kekerasan benda tumpul pada perut dapat berakibat patah os pubis, os sacrum,
symphysiolysis, luxatio sendi sacro iliaca, robek organ hepar, lien, ginjal.
Pankreas, adrenal, lambung, usus,v.urinari
h. Kekerasan benda tumpul pada vertebra dapat berakibat fraktura, dislokasi os
vertebrae
i. Kekerasan benda tumpul pada anggota gerak dapat berakibat patah tulang,
dislokasi sendi, robek otot, pembuluh darah, dan kerusakan saraf
kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan
berbagai tipe luka. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa
kategori (Vincent dan Dominick, 2001).
a Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya
pada lapisan kulit epidermis.Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis
pembuluh
darah
dapat
terkena
sehingga
terjadi
perdarahan.Arah
dari
Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar dan
tumpul
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang
mengenainya.Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang.
Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang
digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum),
baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau,
lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi.Infeksi dapat
terjadi pada abrasi yang luas (Idries, 2008).
Memperkirakan umur luka lecet:
-
POST MORTEM
Kekuningan
Sembarang tempat
10
Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan
permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak
tumpukan epitel.
Gambar 2.1 Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang
kontak dengan kulit. (Dikutip dari forensic pathology 2nd edition)
-
11
12
13
memar. Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada area
mengikuti posisi tubuh disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah
kecil secara gravitasi. Berikut ini perbedaan luka memar dengan lebam mayat:
(Vincent dan Dominick, 2001).
Tabel 2. Perbedaan Luka Memar dan Lebam Mayat
LUKA MEMAR
LEBAM MAYAT
14
Di sembarang tempat
Pembengkakan (+)
Pembengkakan (-)
Ditekan Menghilang
Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan
dalam.Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda.Pada organ
vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan
fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan
terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat
menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat.Peradangan ini dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan
yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas
dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan
peredaran darah.
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abuabu.Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak.Kontusio pada
bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik.
Rupturnya pembuluh darah
15
dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan
ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.
Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan
dengan arah kekerasan yang terjadi.Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan
dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada
kulit kepala, kranium, dan otak.Ketika bagian kepala terkena benda yang keras
dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu
abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala.Kranium dapat patah atau tidak.Jika
jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup.Hal ini terjadi saat kepala relatif
tidak bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala
yang bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan
pada kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan
pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi,
bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut
kontusio contra-coup.
Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma.Karena
foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat
sesuai dengan demontrasi yang ada, diagram dapat menjelaskan hubungan trauma
yang terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja
kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau
mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur,
membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah
putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil
atau besar. Perdarahan kecil dinamakan ball haemorrhages sesuai dengan
bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang
disebabkan hipertensi.Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk
ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis
yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma
kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus
lain yang menyebabkan perdarahan.
16
17
18
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak
seperti luka atau memar.Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa
hari, dan lebih dari beberapa hari.Laserasi yang terjadi setelah mati dapat
dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat.Sebuah laserasi kecil tanpa
adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi
terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis
dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai
dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat
menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit
yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai
dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna.
Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada
saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat
menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan
bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada
paru atau sirkulasi sistemik.Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari
tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan
limpa.Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit
yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan hebat (Idries, 2008).
d. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi
Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama
dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan
selanjutnya dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut
dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan.
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat
dibedakan dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifatsifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar luka.Luka robek mempunyai tepi
yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan
19
kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di
daerah yang berambut, di sekitar luka robek sering tampak adanya luka lecet atau
luka memar.Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat
dan lambat mendatangkan kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri
dengan membuat luka terbuka dengan benda tumpul mengenai tubuh korban
(Vincent dan Dominick, 2001).
2.6 Aspek Medikolegal Luka
Luka Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam KUHP dikenal luka akibat kelalaian atau karena yang
disengaja.Luka yang terjadi ini disebut Kejahatan Terhadap Tubuh atau
Misdrijven Tegen Het Lijf.Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu
kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang
dilakukan karena kelalaian atau kejahatan).Jenis kejahatan yang dilakukan dengan
sengaja diatur dalam Bab XX, pasal 351 sampai dengan 358.Jenis kejahatan yang
disebabkan karena kelalaina diatur dalam pasal 359, 360, dan 361 KUHP. Dalam
pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata mati, menjadi sakit sementar, atau tidak
dapat menjalankan pekerjaan sementara yang tidak disebabkan secara langsung
oleh terdakwa, akan tetapi karena salahnya diartikan sebagai kurang hati-hati,
lalai, lupa, dan amat kurang perhatian (Satyo, 2006).
Pasal 361 KUHP menambah hukuman nya sepertiga lagi jika kejahatan ini
dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan pada
dokter, bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain. Dalam pasal-pasal
tersebut tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan sengaja jiwa orang
lain, suatu istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal dalam istilah medis
(Satyo, 2006).
Yang dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP adalah
penyakit atau luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna
atau yang dapat mendatangkan bahaya maut, terus-menerus tidak cakap lagi
dalam memakai salah satu panca indera, lumpuh, berubah pikiran atau akal lebih
20
21
22
d) Commotio Cerebri
4) Selaput Otak
a) Epidural Haemorrhage
b) Sub dural Haemorrhage
c) Sub arachnoid Haemorrhage
A.
1.
a.
Linier
b.
Diastase
c.
Comminuted
d.
Depressed
2.
a.
b.
3.
a.
Terbuka
b.
Tertutup
23
b.
c.
1.
Fraktur Linier
Fraktur linier merupakan garis fraktur tunggal pada tengkorak yang meliputi
seluruh ketebalan tulang. Umumnya disebabkan oleh benturan dengan objek
yang keras dengan ukuran sedang, yaitu dengan luas
lebih dari 5 cm 2.
Pada benturan yang terjadi, sebagian besar energi tidak digunakan untuk
menimbulkan deformitas lokal pada tulang tengkorak.7,8
Bila fraktur linier ini didapatkan melintasi daerah perdarahan a.meningea media,
perlu dicurigai terjadinya hematoma epidural arterial. Bila garis fraktur yang
dijumpai melintasi daerah sinus longitudinal superior atau sinus lateralis maka
perlu dicurigai adanya hematoma epidural vena.7,8
Gambar 3. Fraktur linier disebabkan oleh benturan keras pada kepala yang
mengenai jalan raya akibat kecelakaan lalu lintas. (dikutip dari kepustakaan
No.10)
24
2.
Fraktur Diastase
Fraktur diastase adalah fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak, dan
berakibat terjadinya pemisahan sutura kranial tersebut. Fraktur ini sering terjadi
pada anak di bawah usia 3 tahun, sedangkan pada orang dewasa relatif lebih
jarang. Fraktur diastase yang terjadi pada sutura lambdoidea memiliki resiko
terjadinya hematoma epidural. 7-9
Gambar 4. Fraktur diastase pada Coronal Suture Line (CSL) dan Sagital Suture
Line (SSL). Dikutip dari kepustakaan No.10
3.
Fraktur Comminuted
Fraktur comminuted adalah fraktur yang menyebabkan terjadinya lebih dari satu
fragmen patahan tulang, namun masih dalam satu bidang. Beberapa literatur
tidak membedakan fraktur ini dengan fraktur linier, karena diasumsikan
merupakan bentuk fraktur linier yang multipel. 7-9
25
4.
Fraktur Deppressed
Fraktur ini disebababkan oleh benturan dengan beban tenaga yang lebih besar
daripada fraktur linier, dengan permukaan benturan yang lebih kecil. Misalnya
benturan oleh martil, kayu, batu, pipa besi, dll. Fenomena kontak yang terjadi
disini lebih terfokus dan lebih padat sehingga akhirnya melebihi kapasitas
elastisitas tulang dan terjadilah perforasi tulang. Fraktur deppressed diartikan
sebagai fraktur dengan tabula eksterna pecahan fraktur yang tertekan masuk ke
dalam sehingga terletak di bawah level anatomik tabula interna tulang tengkorak
sekitanya yang utuh. Sebagai akibat impaksi tulang ini, dapat terjadi penetrasi
terhadap duramater dan jaringan otak di bawahnya, dan dapat berakibat
kerusakan struktural dari jaringan otak tersebut.7,8
26
5.
Fraktur Konveksitas
Fraktur konveksitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang yang
membentuk konveksitas (kubah) tengkorak seperti os frontalis, os temporalis, os
parietalis, dan os occipitalis. Fraktur konveksitas dapat berupa fraktur linier,
deppressed, kominutif, atau diastase.7,8
6.
27
Fraktur basis cranii adalah fraktur yang lokasinya terletak pada dasar cranium,
yang dapat terjadi pada fossa aterior, fossa media, maupun fossa posterior.
Fraktur jenis ini merupakan kondisi yang serius, dapat berakibat fatal, dan
memiliki komplikasi yang tidak ringan. Beberapa literatur memberikan perkiraan
kasus fraktur basis cranii mencapai 3 - 24 % dari total seluruh kasus cedera
kepala. Fraktur basis cranii sering disertai dengan robeknya lapsan duramater,
sehingga terjadi kebocoran cairan serebrospinal, yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya rhinorea dan otorhea. Adanya kebocoran cairan serebrospinal
memberikan resiko tinggi terjadinya
otak.7,8
Fraktur pada masing-masing fossa akan memberikan manifestasi berbeda :
a.
b.
28
c.
B.
29
a. Kerusakan Fokal
Kerusakan fokal merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu
dari otak, tergantung pada mekanisme cedera yang terjadi. Kerusakan fokal yang
timbul dapat berupa :7,8
Kontusio serebri
Kontusio serebri adalah kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya
piamater. Istilah kontusio digunakan untuk menyatakan adanya cedera atau
gangguan pada jaringan otak yang lebih berat dari konkusi (concussion), dengan
memiliki karakteristik adanya kerusakan sel saraf dan aksonal, dengan titik-titik
perdarahan kapiler dan edema jaringan otak. Terutama melibatkan puncakpuncak gyrus karena bagian ini akan bergesekan dengan penonjolan dan lekukan
tulang saat terjadi benturan.7,8
Gambar 9. Kontusio pada dasar lobus temporal dan frontal, disebut juga
burst lobe (Dikutip dari kepustakaan No.7)
30
Kontusio dapat terjadi pada lokasi benturan (coup contussion), di tempat lain
(countrecoup contussion) atau dapat pula terjadi diantara lesi coup dan
countercoup yang disebut sebgai intermediate-coup contussion. 7,8
Lesi kontusio sering berkembang sejalan dengan waktu, sebabnya antara lain
adalah perdarahan yang terus berlangsung, iskemik nekrosis, dan diikuti oleh
edema vasogenik. Kontusio tampak tidak terlalu berat, namun dapat
mengakibatkan kematian karena adanya komplikasi yang ditimbulkan, misalnya
komplikasi kardiopulmonal.7,8
31
Laserasi serebri
Perdarahan intrakranial
1) Hematoma Epidural
Hematoma epidural atau dalam beberapa literatur disebut pula sebagai hematoma
ekstradural, adalah keadaan dimana terjadi penumpukan darah diantara
duramater dan tabula interna tulang tengkorak. Umumnya disebabkan oleh
trauma tumpul kepala, yang mengakibatkan terjadinya fraktur linier, namun
dapat pula tanpa disertai fraktur. Lokasi yang paling sering adalah di bagian
temporal atau temporoparietal ( 70 % ) dan sisanya di bagian frontal, oksipital,
dan fossa serebri posterior. Darah pada hematoma epidural membeku, berbentuk
bikonveks.
Sumber perdarahan yang paling sering adalah dari cabang a.meningea media,
akibat fraktur yang terjadi di bagian temporal tengkorak. Namun dapat pula dari
arteri dan vena lainnya, atau bahkan keduanya. Hematoma epidural yang tidak
disertai fraktur tulang tengkorak akan memiliki kecenderungan lebih berat,
karena peningkatan tekanan intrakranial akan lebih cepat terjadi.7,8
32
2) Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara lapisan duramater
dan arachnoidea. Perdarahan yang terjadi dapat berasal dari pecahnya bridging
vein yang melintas dari ruang subarachnoidea atau korteks serebri ke ruang
subdural, dengan bermuara dalam sinus venosus duramater. Selain itu dapat pula
akibat robekan pembuluh darah kortikal, subarachnoidea, atau arachnoidea yang
disertai robeknya lapisan arachnoidea.7,8
Perdarahan jenis ini relatif lebih banyak terjadi daripada hematoma epidural, dan
memiliki angka mortalitas yang tinggi, antara 60-70 % untuk yang sifatnya
akut.7,8
33
34
arachnoid, sedangkan tipe non komunikans dapat terjadi bila bekuan darah
mengobstruksi ventrikel keempat atau ketiga.7,8
35
Lesi dapat berupa fokus perdarahan kecil-kecil, namun dapat pula berupa
perdarahan yang luas. Perdarahan yang kecil-kecil umumnya sebagai akibat lesi
akselerasi-deselerasi, sedangkan yang besar umumnya akibat laserasi atau
kontusio serebri berat. Beberapa sumber menyatakan definisi hematoma
intraserebri adalah perdarahan lebih dari 5 cc, sedangkan bila kurang maka
disebut petechial intraserebri (kontusio serebri). Perdarahan dapat terjadi segera,
dapat pula beberapa hari atau minggu kemudian, khususnya pada pasien lanjut
usia.7,8
Perdarahan pada lobus temporal memberikan resiko besar terjadinya herniasi
uncus yang berakibat fatal. Hematoma intraserebral yang disertai dengan
hematoma subdural, kontusio atau laserasi pada daerah yang sama memiliki efek
yang juga fatal, dan disebut sebagai burst lobe. Bentuk perdarahan lainnya
adalah yang disebut Bollingers apoplexy, yaitu hematoma intraserebral yang
terjadi setelah beberapa minggu (atau bulan) setelah cedera dan selama waktu
tersebuut pasien dalam keadaan neurologis yang normal. Hal ini berkaitan
dengan keadaan hipotensi, syok, DIC, dan konsumsi alkohol.7,8
Gambar 14. Dua area hematoma intraserebral pada whhite matter (kiri) dan di
ganglia basal (kanan). (Dikutip dari kepustakaan No.12)
36
5) Hematoma Intraventrikuler
Hematoma intraventrikuler adalah adanya darah dalam sistem ventrikel, dalam
hal ini akibat trauma. Sumber perdarahan tidak selalu mudah diketahui, bahkan
biasanya sulit ditemukan, mungkin dari robekan vena di dinding ventrikel,
korpus kalosum, septum pelusidum, forniks, atau pada pleksus koroid. Dapat
pula sebagai perluasan dan perdarahan di lobus temporal atau frontal, atau
ganglia basalis.7,8
Biasanya hematoma ini didapatkan menyertai trauma kepala dengan hematoma
subarachnoid.
Cedera
kepala
yang
sampai
menyebabkan
perdarahan
intraventrikel ini merupakan cedera yang sangat berat, dan karenanya memiliki
mortalitas yang tinggi.7,8
37
b. Kerusakan Difus
Kerusakan difus adalah kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh
dari otak, dan umumnya bersifat mikroskopis. Kerusakan ini paling sering
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi
mekanisme akselerasi dan deselerasi. Angulasi, rotasi, dan peregangan yang
timbul menyebabkan robekan serabut saraf pada berbagai tempat yang sifatnya
menyeluruh. Berdasarkan gambaran patologinya, kerusakan difus ini dibedakan
atas:7,8
38
2. Kerusakan Sekunder
Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari
kerusakan primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia, edema otak, TTIK
(Tekanan
Tinggi
Intrakranial),
hidrosefalus
dan
infeksi.
Berdasarkan
39
V. Patofisiologi
A. Trauma Cranium (Tulang Tengkorak)
Ketebalan dan elastisitas jaringan tulang menentukan kemampuan tulang
tersebut untuk menyesuaikan diri dengan proses perubahan bentuk (deformasi)
saat benturan. Hal ini juga dipengaruhi oleh umur, dengan pertambahan usia
maka elastisitas jaringan tulang akan berkurang. Keadaan tulang yang
mempengaruhi adalah tingkat elastisitas dan ketebalan tulang tengkorak.7,8
Pada saat terjadi benturan, terjadi peristiwa penekanan pada tabula
eksterna di tempat benturan dan peristiwa peregangan pada tabula interna.
Peristiwa peregangan tabula interna ini tidak hanya terbatas di bawah daerah
kontak, tetapi meliputi seluruh tengkorak. Jika peregangan ini melebihi
kemampuan deformasi tulang tengkorak, terjadilah fraktur. Oleh sebab itu,
peristiwa fraktur pada tulang tengkorak berawal dari tabula interna yang
kemudian disusul oleh tabula eksterna.7,8
Benturan pada tulang tengkorak menyebabkan perubahan elastisitas pada
tulang tengkorak, mencakup lekukan ke dalam (inbending) pada bagian tulang
yang terkena dan biasa pula terjadi variasi lain dimana terjadi lekukan ke arah
luar (outbending). Apabila kekuatan benturan mengenai area yang kecil (misal:
pukulan atau senjata) maka fraktur biasanya memberikan gambaran inbending,
sedangkan apabila area yang terkena benturan itu luas, maka biasanya akan
memberikan gambaran outbending. Bentuk konveks dari tulang tengkorak
menyebabkan penyebaran energi secara efisien dimana vertex merupakan puncak
dari tulang tengkorak. Pada banyak kasus, fraktur linier akan bercabang
sepanjang diastase dan membentuk fraktur diastase. Sebaliknya, energi yang
terjadi pada basis tulang tengkorak (basis cranii) akan menyebabkan fraktur
linier yang akan mengakibatkan tejadinya kelemahan, memberikan berbagai
gambaran adanya udara dalam foramina dan sinus.7,8
40
41
Aliran Darah Otak (ADO) secara bermakna. Iskemia yang timbul merangsang
pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat
inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lebih
lambat. Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai refleks cushing yang
membantu mempertahankan ADO. Akan tetapi menurunnya pernapasan
mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang
mengakibatkan peningkatan TIK. Tekanan darah sistemik akan terus meningkat
sebanding dengan peningkatan TIK, walaupun akhirnya dicapai suatu titik
dimana TIK melebihi tekanan arteri dan sirkulasi otak berhenti dengan akibat
kematian otak. 13
Cedera otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontusio, merusak
Sawar Darah Otak (SDO), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga
timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan
akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan Aliran
Darah Otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan O2 dan penigkatan
CO2), dan kerusakan SDO lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut hingga
terjadi kematian sel.13
42
Gambar 16. Siklus defisit neurologis progresif yang menyertai lesi massa
intrakranial yang membesar (Dikutip dari kepustakaan No.13)
Penatalaksanaan
1.
2.
43
3.
sehingga
membentuk
sudut
30
terhadap
tempat
tidur
dan
mempertahankan kepala dan leher pada posisi midline. Obat-obat sedasi dan
paralisis digunakan untuk mencegah agitasi dan aktivitas muscular yang dapat
menigkatkan tekanan intracranial. Penggunaan loop diuretic atau osmotic
diuretic ditujukan untuk menurunkan produksi cairan serebrospinal. 14
4.
Penatalaksanaan Perdarahan.
Disseminated intravascular coagulopathy terjadi pada sepertiga pasien trauma
kepala dan membutuhkan manajemen yang aggresif dan koreksi factor-faktor
pembekuan untuk menurunkan resiko. 14
5.
Pembedahan
Dekompresi melalui pembedahan dibutuhkan pada keadaan epidural dan
subdural hematoma yang berkembang sangat cepat yang menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial dan kompresi fokal. 14
44
45
ditangani, hematom yang terjadi meluas pada ruang dibawah duramater karena
sifat dari duramater yang kaku. Hematoma tercetak pada permukaan otak di
bawahnya sehingga undulasi kortikal normal tetap terjaga bahkan ketika terjadi
udem otak berat (berkebalikan dengan permukaan otak yang mulus dibawah
epidural hematom. Kecembungan girus pada hemisfer pada arah yang
berlawanan mendatar dan sulcus di dekatnya tertekan, mencerminkan suatu efek
space-occupying dari hematom dan udem otak sekunder. Herniasi transtentorial
dan herniasi tonsillar sering terjadi. 9
b. Subdural hematom kronik. Pada subdural hematom kronik, terdapat berbagai
variasi penampakan yang berhubungan dengan ukuran dan lamanya. Umumnya,
kavitas hematom sempit dan mengandung darah cair atau cairan yang bercampur
dengan darah. Hematom ditutup oleh lapisan tipis membrane dalam dan lapiran
tebal membrane luar. Penampilannya bermacam-macam, terbentuk dari
perdarahan baru, perdarahan lama yang kelabu, hemosidering kuning dan
kolagen pucat serta jaringan fibrotic lainnya. Jika hematom merupakan penyebab
kematian, efek dari space-occupancy akan terlihat pada herniasi subfalcine, uncal
dan tonsillar. 9
4. Perdarahan subarachnoid. Perdarahan pada ruang subarachnoid yang diakibatkan
oleh trauma kranioserebral sering ekstensif karena cairan serebrospinal dan darah
subarachnoid yang tidak membeku mengalir bebas pada ruang subarachnoid.
Jumlah perdarahan subarachnoid proporsional terhadap interval antara waktu
trauma dan kematian (dapat minimal apabila kematian terjadi segera setelah
trauma) dan ukuran dari sumber perdarahan, dan, meskipun jejas darah
subarachnoid dapat menyebar luas, biasa yang paling jelas terletak dekat dengan
sumbernya. 9
5. Perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral dapat terjadi dalam bentuk
kontusio-hematom, perdarahan batang otak yang menyebabkan herniasi
transtentorial, himatom jauh di dalam otak terpisah dari konveksitas hemisfer,
hematom ekstraganglion atau lobar yang soliter dan berukuran sedang-besar,
hematom serebral yang terisolasi, dan tipe yang jarang di mana terjadi robekan
antara korpus kalosum dorsolateral dan girus cingulated menyebabkan
46
perdarahan ke dalam ventrikel dan hematom yang membelah white matter antara
dasar lateral korpus kalosum dan girus cingulate. 9
6. Perdarahan intraventrikular. Keberadaan darah yang berlebihan pada ventrikel
keempat, terlihat melalui foramen Luschka dan Magendie sebelum pengirisan
otak, dapat diambil pada saat autopsy sebagai bukti tidak langsung dari
perdarahan intraventrikular. 9
7. Kontusi.
a. Kontusi akut. Penampakan umum dari kontusi akut pada permukaan otak
bervariasi dari permukaan otak yang pucat ke kerusakan disertai perdarahan dan
nekrosis pada area yang luas. Perubahan tersebut dapat terletak pada gray matter
atau meluas dengan derajat dan karakteristik yang bervariasi ke white matter di
dekatnya. Pada irisan otak, kontusi yang kecil atau kontusi dengan interval antara
trauma dan kematian yang dekat, tampak sebagai perdarahan linear yang sejajar
dengan permukaan pial, mencerminkan jalur pembuluh darah kortikal dan
menggambarkan bagaimana robekan pembuluh darah tersebut mempengaruhi
kontusi. Kontusi-laserasi yang besar tampak sebagai area perdarahan yang
terpisah-pisah dengan bentuk yang irregular. Kontusi koup memiliki bentuk
menyempit dengan dasarnya pada permukaan pial. Udem otak terlokalisasi
disekitar kontusi yang setara dengan ukuran kontusi. 9
b. Kontusi lama. Resorpsi darah dan jaringan nekrotik dari kontusi meninggalkan
kavitas dan kistik yang jelas. 9
8. Diffuse Axonal Injury. Cedera kontak pada kulit kepala dan tulang jarang
ditemukan, tetapi bila ada dapat dihubungkan antara cedera aksonal dan kontak
pada kepala. Temuan pada permukaan otak juga jarang. Irisan otak sulit dinilai
melalui mata telanjang atau mengandung robekan perdarahan dengan dimensi
yang bervariasi pada korpus kalosum, pada sudut dorsal dari hemisfer serebral,
dan pada kuadran dorsolateral dari batang otak rostral pada sekitar pedunkel
serebellar superior dan tengah. Perdarahan pada thalamus dan ganglia basalis
sering terjadi. 9
9. Diffuse Vascural Injury. Diffuse vascular injury biasanya fatal, korban dapat
meninggal pada tempat kejadian atau bertahan hidup hanya beberapa jam.
47
Cedera kontak pada kepala mungkin tidak tampak jelas. Pemeriksaan pada otak
menunjukkan perdarahan subarachnoid yang jarang dan perdarahan petechi yang
tersebar luas. Hal yang terakhir dapat terlihat dibawah mikroskop.Perdarahan
tampak nyata pada banyak daerah subependymal, pons lateral dan otak tengah,
dan garis tengah hipotalamus dan batang otak rostral. 9
10. Hypoxic-Ischemic Brain Injury. Otak tampak normal atau terlihat pembengkakan
difus atau local non-spesifik dan tampak pucat. Penampakan yang jelas hanya
dapat terlihat di bawah mikroskop dalam bentuk neuron dengan noda sitoplasmik
merah terang dan nuclei hiperkromatik menyusut pada area dengan hematoksilin
dan eosin. Gambaran diagnosis histologis pada nekrosis neuronal iskemik tidak
tampak sebelum 6-12 jam setelah cedera. 9
11. Brain Swelling. Gambaran patologis awal dari udem otak adalah pendataran dari
permukaan girus dan penyempitan sulcus. Efek keseluruhan dari udem otak
adalah gambaran umum otak yang mulus dan datar pada undulasi normal pada
permukaan hemisfer serebral. Gambaran otak dari dewasa muda normalnya
tampak full sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan apakah terjadi
udem otak atau tidak.
48