Bob Arvianto
NIM 102011365-E4
Fakultas Kedokteran Ukrida
Tahun Ajaran 2013/2014
* Alamat korespondensi
Bob Arvianto
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp 0858 90036494, e-mail : bobarvianto@hotmail.co.id
Pendahuluan
Seorang wanita usia 51 tahun sejak 2 minggu terakhir merasa pusing berputar. Rasa pusing
terjadi kurang dari 1 menit tetapi terjadi beberapa kali dalam sehari. Keluhan timbul bila
pasien berubah posisi waktu tidur, bangun tidur , membungkuk, dan kemudian tegak kembali.
Pasien juga merasa mual tetapi tidak muntah. Kira-kira 6 bulan yang lalu pasien juga pernah
sakit seperti ini tapi sembuh sendiri. Pendengaran kedua telinga baik, dan tidak berdengung.
Riwayat trauma dan demam sebelumnya disangkal.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah mengetahui dan memahami tentang vertiga dan
jenisnya terutama BPPV, anamnesis dan pemeriksaan yang diperlukan, manifestasi klinis dan
patofisiologi, etiologi dan epidemiologi, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari
BPPV.
Hipotesis: Wanita berusia 51 tahun yang memiliki pusing berputar saat perubahan posisi
tubuh mengalami BPPV
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan
terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut
sebagai aloanamnesis.1
1. Identitas :
-
Umur/ usia
Jenis kelamin
Alamat
2. Riwayat penyakit :
Keluhan utama
-
Cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan
sampai dibawa berobat
Reaksi alergi
Lama keluhan
ketegangan.
Adanya gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi
diketahui ototoksik/vestibulotoksik.
Adanya penyakit sistemik: DM, Hypothyroid, Hipertensi, Blok jantung.
Keluhan yang menyertai : gangguan pendengaran, tinitus, mual/muntah.
Riwayat trauma, infeksi telinga, ada/tidaknya stres psikis.
Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik
atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi
pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab;
apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
korteks
serebri,
serebelum,
batang
otak,
atau
berkaitan
dengan
sistim
Pemeriksaan Penunjang
-
Laboratorium:
Darah lengkap, profil lipid, asam urat, hemostasis.
Pemeriksaan Radiologi :
Foto rontgen cervical
Neurofisiologi sesuai indikasi:
EEG (Elektroensefalografi), ENG ( Elektronistagmografi), EMG (Elektromiografi),
BAEP ( Brainstem Auditory Evoked Potential) 5
Diagnosis Kerja
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering
dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada
perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi
tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo.
Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada
telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh
Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan
posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit. 3,4
9
Diagnosis Banding
1. Vestibular neuritis
Vestibular neuritis
menyebabkan
pusing
karena
infeksi
virus
pada
saraf
vestibular. Saraf vestibular membawa informasi dari telinga bagian dalam tentang
gerakan kepala. Ketika salah satu dari dua saraf vestibular terinfeksi, ada
ketidakseimbangan antara kedua belah pihak, dan vertigo muncul.
2. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum
diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran,
tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa. Setiap kali
berusaha untuk berdiri dia merasa berputar, mual, dan terus
muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu meskipun keadaannya berangsur baik. Penyakit ini bisa
sembuh tanpa obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali.
Pada serangan kedua kalinya dan selanjutnya dirasakan lebih ringan
tidak seperti serangan yang pertama kali
Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere.
Derajat I : gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah. Gangguan vagal seperti
pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum gejala vertigo menyerang, pasien
dapat merasakan sensasi di telinga yang berlangsung selama 20 menit hingga
beberapa jam. Diantara serangan, pasien sama sekali normal.
Derajat II : gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi. Muncul gejala tuli
sensorineural terhadap frekuensi rendah.
Derajat III : gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif memburuk. Kali
ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah mengalami tuli total. Vertigo
mulai berkurang atau menghilang.
Waktu terjadinya
10
No
Permasalahan
Awitan
Durasi
Perjalanan
Pendengaran
Tinitus
Gejala
lain
yang
menyertai
1.
Vertigo
Mendadak,
Singkat,
Bertahan
Tidak
Positional
saat
beberapa
selama
terpengaruh
Benigna
berguling ke detik,
beberapa
nausea
sisi
yang hingga
minggu;
vomitus
sakit
atau beberapa
dapat
mendongaka
menit
Neuritis
Mendadak
Kadangkadang
dan
timbul
n kepala
2.
Tidak ada
kembali
Beberapa
Dapat
vestibular
(labirintitis
beberapa
kembali
akut)
hari,
setelah 12-
sampai
Tidak
Tidak ada
terpengaruh
Nausea,
vomitus
2 18 bulan
minggu
3.
Penyakit
Mnire
Mendadak
Beberapa
Gangguan
Terdapat,
Nausea,
pendengaran
berflutuasi
vomitus,
beberapa
sensori-
hari
neural
lebih
atau
Kambuhan
penuh dalam
yang
sembuh
rasa tertekan
dan
atau
kambuh
telinga
yang sakit
kembali serta
akhirnya
berjalan
progresif;
pada
salah
satu
atau
kedua sisi
* Gangguan keseimbangan yang persisten lebih sering dijumpai, tetapi dapat terjadi vertigo
Tabel 1. Perbandingan Differential Diagnosis pada kasus Vertigo
11
Selain itu vertigo juga harus dibedakan antara vertigo sentral dan vertigo perifer yang
mana perbedaannya terdapat pada gejala-gejala pada pasien seperti:
GEJALA
Onset
Beratnya keluhan
Durasi dan Gejala
Sifat vertigo
PERIFER
Tiba-tiba
Gejala hebat, episodic
Beberapa menit sampai jam
Rasa berputar
SENTRAL
Perlahan
Gejala ringan, kontiniu
Kronik
Rasa
melayang,
hilang
Nistagmus
Fiksasi visual
vertigo
Arah post pointing
Ke arah fase lambat
Berubah-ubah
Arah jatuh pada Romberg test Ke arah fase lambat
Berubah-ubah
Gangguan lain
Tuli, tinitus, mual, muntah
Jarang
Tabel 2. Perbedaan antara vertigo sentral dan Perifer 5
Epidemiologi
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan
perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih
banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang
berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala. Prevalensi
angka kejadian BPPV di Amerika serikat adalah 64 dari 100.000 dengan
kecendrungan terjadi pada wanita 64 %. 7
Etiologi
Stimulasi abnormal capula dalam salah satu kanalis semisirkularis, biasanya yang
posterior. BPPV terjadi bila debris yang terdiri dari kalsium karbonat dan protein
(otolith) bertambah banyak dan bergerak dalam kanalis semisirkularis. Terjadi pada:
Degenerasi (pada lansia)
Trauma kepala, Infeksi teling dalam (otitis media, labirintitis)
Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah
diketahui pasti yaitu debris otokonia yang terdapat pada kanalis semisirkularis,
biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat yang berasal
dari struktur utrikulus. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe
dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo.
12
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk
menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium
karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang
sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa
kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang
melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak
tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung
miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini
digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke
belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah
posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian
timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut
membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum
timbulnya pusing dan nistagmus.
Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith
bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini
berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika
kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sampai 90 di sepanjang
13
lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan
menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan
pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan
pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan.
Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban,
ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi.
Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding
dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan delay
(latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak.
Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang
efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yang dapat
menerangkan konsep kelelahan fatigability dari gejala pusing.
Kerusakan utrikulus bisa disebabkan oleh cedera kepala, infeksi atau
penyakit lain yang ada di telinga dalam, atau degenerasi karena pertambahan usia.
BPPV juga bisa disebabkan kelainan idiopatik, trauma, otitis media, pembedahan
telinga, perubahan degeneratif karena usia tua dan kelainan pembuluh darah, obatobat ototoksik seperti gentamicin. Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirinitis
virus, neuritis vestibuler, pasca stapedektomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere.
Kelompok idiopatik merupakan kelompok yang paling banyak ditemukan. Perasaan
berputar terkadang sangat hebat yang menyebabkan seolah-olah mengalami blackout.
Gejala Klinis
Antara symptom yang sering dialami pasien adalah:
Mual atau muntah, rasa melayang, ketidakseimbangan
Nistagmus : Gerakan mata yang involunter. Terutama ketika pemeriksaan fisik;
posisi Dix-Hallpike ketika perubahan posisi.
Pusing, ringan kepala
Episode-episode vertigo yang singkat
Dipicu oleh perubahan posisi kepala
14
Penatalaksanaan
1. Canalith Repositioning Treatment
Sebaiknya dilakukan setelah pemeriksaan Dix-Hallpike menimbulkan respon
abnormal. Pasien tidak kembali ke posisi duduk, namun kepala pasien dirotasikan
dengan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke
utrikulus, tempat di mana kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis
posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan. Perasat ini
dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara
kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan
dan diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah
itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap ke kiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat ke
lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk, dengan kepala menghadap ke depan.
Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak
menunduk, berbaring, dan membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus
tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.
Kadang-kadang CRT dapat menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith
dapat pindah ke kanal yang lain. Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher,
spasme otot akibat kepala di letakkan dalam posisi tegak selama beberapa waktu
setelah terapi. Pasien dianjurkan untuk melepas penopang leher dan melakukan
gerakan horisontal kepalanya secara periodik. Bila dirasakan adanya gangguan leher,
ekstensi kepala diperlukan pada saat terapi dilakukan. Digunakan meja pemeriksaan
yang bertujuan untuk menghindari keharusan posisi ekstensi dari leher. Terkadang
beberapa pasien mengalami vertigo berat dan merasa mual sampai muntah pada saat
tes provokasi dan penatalaksanaan. Pasien harus diminta untuk duduk tenang selama
beberapa saat sebelum meninggalkan klinis.pada saat pasien
15
untuk
cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah
1 menit, pasien digerakan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side
lying kiri dengan kepala menoleh 45 ke kiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini
selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali ke posisi duduk. Penopang leher
kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi
dengan CRT. Bila kanal anterior kanan yang terlibat, terapi yang dilakukan sama,
namun kepala diputar menghadap ke kanan. Angka kesembuhan 70-84% setelah
terapi tunggal liberatory.
3. Latihan Brandt dan Daroff
Latihan Brandt dan Daroff
dapat di lakukan oleh pasien di rumah tanpa
bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan
dari
kepala
menoleh
ke
arah
yang
duduk
dan
tahan selama 30 detik, lalu dengan cepat berbaring ke sisi yang berlawanan (dengan
kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu secara cepat
duduk kembali. Pasien melakukan latihan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari sampai
vertigo hilang paling sedikit 2 hari.
Tabel 3. Obat-obatan yang digunakan pada terapi simptomatik vertigo (sedatif
vestibuler)
Nama Generik
Nama
Lama
Dosisi
Tingkat
Rute
Dagang
Kerja
Dewasa
Sedasi
Lain
Cyclizine
Dimenhydrinate
Diphenhydramin
Marezine
Dramamine
Benadryl
(jam)
4-6
4-6
4-6
50mg 4 dd
25-50 4 dd
25-50 4 dd
+
++
++
Im
Im,iv,rec
e
Meclizine
Bonine,
12-24
12,5-25 mg +
Im,iv
Promethazine
antivert
Phenegran,
4-6
2-3 dd
25 mg 4 dd
++
Scopolamine
avopreg
Transderm
72
0,5 mg 1 dd
Im,iv,rec
17
Hydroxyzine
scop holopon
Iterax,bestali
0,5,g 3dd
25-100mg
++
Ephedrine
Cinnarizine
Stugeron
3dd
25mg 4 dd
25-50mg
0
+
Im
Flunarizine
Hyoscine
Sibelium
Buscopan
3dd
5mg 2dd
+
10-20mg 3- 0
Im
-
Hyscopan
4dd
6-12mg 3dd
merislon 6mg
8-16mg 3dd
Betahistin
4-6
4-6
Sc,iv
Betaserc8 mg
Table 3. terapi simtomatik
Komplikasi
Pada gejala vertigo, kebanyakan vertigo disebabkan oleh adanya sumbatan pada
labirin yang dapat menyebabkan infeksi pada labirin sendiri, atau terjadinya
penyumbatan pembuluh darah di otak. Vertigo juga menjadi tanda-tanda gejala
penyumbatan darah ke otak. Penyumbatan pembuluh darah pada otak ini
menyebabkan otak kekurangan oksigen sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi
darah. Gangguan sirkulasi ini bisa dipicu oleh banyak faktor, antara lain timbulnya
plak di dinding pembuluh darah, meningkatnya kekentalan darah, atau mengerasnya
dinding pembuluh darah.10
Gangguan pada telinga juga bisa menjadi sesuatu yang menganggu. Misalnya,
gangguan pada telinga ini terjadi karena ada infeksi bakteri pada organ di telinga
dalam (labyrinthis). Infeksi ini bisa membuat orang tersebut vertigo yang disertai
dengan muntah dan suhu badan yang tinggi. Kondisi ini perlu penanganan serius.
Karena, jika tidak ditangani dengan baik, infeksi bisa berpengaruh ke organ-organ lain
dan bisa mengakibatkan komplikasi.10
Vertigo bisa pula merupakan penanda adanya tumor pada saraf pendengaran atau
pada saraf keseimbangan, yang terletak di antara telinga dan otak. Selain itu sering
timbul gangguan psikogenik selama serangan vertigo, seperti lekas marah, kehilangan
harga diri, dan depresi.10
18
Prognosis
Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik, prognosis
tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Pada BPPV prognosis setelah dilakukan
CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan
dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan
tingkat rekurensi sekitar 10-25%. 11
KESIMPULAN
Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam praktek, umumnya
disebabkan oleh kelainan /gangguan fungsi alat-alat keseimbangan, bisa alat dan saraf
vestibuler, koordinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebelum.
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular
perifer yang paling sering ditemui. Vertigo ini diakibatkan perubahan posisi kepala
seperti saat berguling di tempat tidur, membungkuk, atau menengadah ke atas.
19
Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui
pasti yaitu debris yang terdapat pada kanalis semisirkularis biasanya pada kanalis
posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat itu dalam keadaan normal tidak ada.
Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula
sehingga timbul gejala vertigo.
Salah satu cara yang sangat mudah dikerjakan untuk mendiagnosis BPPV adalah
uji Dix-Hallpik, dapat membedakan lesi perifer atau sentral. Prognosis dari vertigo
perifer termasuk BPPV pada umumnya baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cindri Wahyuni. Anamnesis. Diunduh dari www.fkumyecase.net, 8 januari 2012.
2. Wreksoatmodjo BR.Vertigo: aspek neurologi. Cermin Dunia Kedokteran, 2004; 144:
41.
3. Bashiruddin J. Vertigo posisi paroksismal jinak. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9
4. Furman JM, Cass SP. Benign paroxysmal positional vertigo. NEJM , 2009. Diunduh
dari : http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf
20
5. Dewanto G, Wita J, Suwono, Riyanto B. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana
penyakit saraf.Cetakan pertama. Jakarta : EGC. 2009. hal 111-5
6. Lynn S. Bickley. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan. Edisi 8.
Jakarta : Penerbitan Buku Kedokteran EGC. 2009. hal: 178
7. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current
Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc
Graw Hill Companies. 2004. h 761-5
8. Declan T. Walsh. Kapita selekta penyakit dan terapi. Jakarta : EGC. 1997. hal. 50, 54,
491
9. Ganong WF. Review of medical physiology. Ed 22. USA: McGraw Hill. 2005. p 1778.
10. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO) Neurologi.
Jakarta. 2006:217-220.
11. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigone.2009. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview. 9 Januari 2012.
21