Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 10,11,12


Campak atau morbili atau measles dapat juga disebut rubeola
merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular yang
disebabkan oleh paramixovirus yang menyerang anak-anak bahkan juga
orang dewasa.Seseorang yang terkena penyakit ini ditandai dengan
demam tinggi, terjadi peradangan pada mata (mata merah), serta timbul
bercak kemerahan pada kulit.Penyakit ini dapat menular melalui percikan
ludah dari mulut, hidung, maupun dari tenggorokan penderita.
Menurut segitiga epidemiologi, suatu penyakit akan timbul karena
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu host, agent, dan environment. Faktor host
merupakan faktor yang terdapat di dalam diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit dan perjalanan penyakit, seperti jenis
kelamin, umur, status imunisasi, dan status gizi. Faktor agent adalah suatu
substansi yang keberadaannya mempengaruhi perjalanan penyakit.
Sedangkan faktor environment adalah semua kondisi dan pengaruh luar
yang mempengaruhi perkembangan organisme seperti lingkungan fisik
dan lingkungan biologis.Campak merupakan salah satu penyakit yang
dapat timbul akibat dari interaksi 3 faktor tersebut. Para ahli melaporkan
beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit
Campak diantaranya adalah status gizi, status imunisasi, kondisi
lingkungan,serta keadaan sosial ekonomi keluarga.

Penyakit campak adalah salah satu penyakit menular yang masih


menjadi masalah kesehatan pada bayi dan anak di Indonesia dan
merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit ini
tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak-anak
di dunia, meskipun tersedia vaksin yang aman dan efektif. Penyakit ini
umumnya menyerang anak umur di bawah 5 tahun (balita) akan tetapi
campak bisa menyerang semua umur. Pada tahun 2013, sekitar 145.700
orang meninggal akibat campak, sekitar 400 kematian setiap hari atau 16
kematian setiap jam dan sebagian besar terjadi pada anak-anak di bawah
usia 5 tahun. Sampai saat ini cara yang efektif untuk mencegah penyakit
campak yaitu dengan imunisasi. Selama tahun 2000 sampai 2013,
imunisasi campak berhasil menurunkan 15,6 juta (75%) kematian akibat
campak di seluruh dunia.
Menurut WHO 2014, cakupan imunisasi campak di bawah satu
tahun meningkat 83% pada tahun 2009 dan pada tahun 2013 masih tetap
83-84%. Lebih dari 60% dari 21,5 juta anak-anak yang tidak mendapatkan
imunisasi campak pada usia 9 bulan berasal dari 6 negara berikut : India
(6,4 juta), Nigeria (2,7 juta), Pakistan (1,7 juta), Ethiopia (1,1 juta),
Indonesia (0,7 juta) dan Republik Kongo (0,7 juta). Sebagian besar
kematian akibat campak terjadi di negara berkembang dan proportional
mortality rate penyakit campak pada tahun 2013 sebesar 70% terjadi di 6
negara tersebut. Pada tahun 2012 KLB campak terbesar terjadi di
Republik Kongo, India, Indonesia, Ukraina dan Somalia, sedangkan pada

tahun 2013 KLB campak terjadi di Cina, Republik Kongo dan Nigeria,
KLB campak juga terjadi di beberapa negara lain.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2012, Indonesia merupakan
Negara ASEAN yang memiliki kasus penyakit campak terbanyak dengan
jumlah 15.489 kasus, urutan kedua terbanyak adalah Thailand dengan
5.197 kasus, sedangkan 8 negara ASEAN lainnya memiliki jumlah lebih
sedikit dan tidak lebih dari 3.000 kasus. Berdasarkan World Health
Statistic WHO 2013, di Indonesia ada 151.000 kematian anak-anak di
bawah usia 5 tahun dan 5% nya disebabkan karena penyakit campak.
Incidence rate (IR) campak di Indonesia pada tahun 2013 sebesar
4,64 per 100.000 penduduk, menurun dibandingkan tahun 2012 yang
sebesar 6,53 per 100.000 penduduk. Sedangkan incidence rate di Propinsi
Sumatera Utara yaitu 0,55 per 100.000 penduduk menurun jika
dibandingkan tahun 2012 yaitu 2,2 per 100.000 penduduk. Menurut
kelompok umur, kasus campak pada kelompok umur 1-4 tahun dan
kelompok umur 5-9 tahun merupakan yang terbesar yaitu masing-masing
sebesar 27,5% dan 26,9%. Namun jika dihitung rata-rata umur tunggal,
kasus campak pada bayi < 1 tahun, merupakan yang tertinggi, yaitu
sebanyak 1.120 kasus (9,7%).
Berdasarkan data diatas, karena masih banyaknya angka kejadian
dari penyakit campak di dunia khususnya Indonesia, serta merupakan
penyakit yang dapat menyebabkan komplikasi yang bera, maka kami ingin
menjelaskan lebih lanjut tentang penyakit gondok, campak dan rubella
serta vaksin MMR.
B. Tujuan Penulisan

Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :


1. Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, serta penatalaksanaan penyakit
campak
2. Memenuhi persyaratan untuk dapat mengikuti ujian pada akhir
kepaniteraan di bagian ilmu kesehatan anak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Campak 3
Campak adalah penyakit sangat menular atau sangat infeksius, menular sejak
awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah muncul ruam. Infeksi
ini disebarkan lewat udara (airborne). Gejala yang ditimbulkan dari penyakit
ini diantaranya demam, batuk, coryza/pilek, konjungtivitis dan bintik-bintik
kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan
dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik). Tanda khas bercak
kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah
muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadangkadang berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan.
B. Etiologi Campak 2
4

Penyakit ini disebabkan oleh virus campak, merupakan virus RNA


berserat negatif yang terselubung (ber envelope), anggota genus Morbilivirus,
famili Paramyxoviridae. Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur
sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu < 37 oC atau bila dimasukkan
ke dalam lemari es selama beberapa jam, dengan pembekuan lambat maka
infektivitasnya akan hilang. Virus campak secara alami hanya menginfeksi
manusia dan binatang menyusui, serta dapat merangsang imunitas dalam
rentang waktu panjang jika seseorang telah terinfeksi.
C. Patofisiologi Campak 3,9
Bagan 1. Patofisiologi Campak. 3

Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel


dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi
dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang
pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul
terjadinya viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Giant cells dan
proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronkial
paru, juga terdapat edema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada
otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk,
pilek, mata merah (3C : coryza, cough and conjunctivitis) dan demam yang
makin lama makin tinggi.
Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10
sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai
timbul ruam makulopapuler warna kemerahan. Virus dapat berkembang biak

juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis.
Setelah masa konvalesen pada panas turun, hipervaskularisasi mereda dan
menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan
hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan pada awalnya terdapat perdarahan
perivascular dan infiltrasi limfosit.
D. Gejala Klinis Campak 7, 9
Gejala yang ditimbulkan antara lain:
1. Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5, pada saat
ruam keluar
2. Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang berat dan
membaik dengan cepat pada saat panas menurun
3. Conjunctivitis ditandai dengan mata merah pada konjungtiva disertai
dengan keradangan dengan keluhan fotofobia
4. Cough merupakan akibat keradangan epitel saluran nafas, mencapai
puncak pada saat erupsi dan menghilang setelah beberapa minggu
5. Muncul Kopliks spot pada saat sekitar 2 hari sebelum muncul ruam (hari
ke 3-4) dan cepat menghilang setelah beberapa jam atau hari. Kopliks
spot adalah sekumpulan noktah putih pada daerah epitel bucal yang merah
(a grain of salt in the sea of red)

Gambar 1. Kopliks spot pada Campak. 5

6. Ruam makulopapular semula berwarna kemerahan. Ruam ini muncul


pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga,
menyebar kearah perifer sampai pada kaki. Ruam ini umumnya saling
rengkuh sehingga pada daerah muka dan dada menjadi konvluens. Ruam
ini membedakan dengan rubella yang ruamnya discrete dan tidak
mengalami deskuamasi.

Gambar 2. Ruam Campak pada Anak. 3

E. Diagnosis Campak 1, 2, 9
1. Anamnesis
Demam tinggi terus-menerus 38,5 atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri
menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali
diikuti dengan diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului
oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak
dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare
bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga
stadium:
a. Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam
yang diikuti batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis dan
8

konjungtivitis. Tanda patognomonik timbul yaituenantema pada


mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak Koplik.
b. Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang
bertahan selama 5-6 hari. Timbul ruam dimulai dari batas batas rambut
dan dahi, di belakang telinga kemudian menyebar ke wajah, leher dan
akhirnya ke bagian ekstremitas.
c. Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam berangsurangsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi
kehitaman dan mengelupas yang menghilang setelah 1-2 minggu.
Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk
mewaspadai timbulnya komplikasi. Gizi buruk merupakan salah satu
resiko untuk terjadinya komplikasi berat.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabial ada
komplikasi infeksi bakteri
2) Pemeriksaan antibodi IgM anti campak
b. Pemeriksaan untuk penyulit
1) Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis
gas darah
2) Ensefalopati/ensefalitis : dilakukan pemeriksaan pengambilan
cairan serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah
3) Diare : feses lengkap
F. Diagnosis Banding Campak 4, 8
1. Campak yang termodifikasi
Penyakit campak yang termodifikasi muncul pada orang yang hanya
memiliki setengah daya tahan terhadap campak. Hal tersebut dapat

diakibatkan riwayat penggunaan serum globulin maupun pada anak usia


kurang dari 9 bulan karena masih terdapatnya antibodi campak
transplasental dari ibu.
Ditandai dengan gejala penyakit yang lebih ringan. Stadium
prodromal akan menjadi lebih pendek. Batuk, pilek dan demam lebih
ringan. Bercak Koplik lebih sedikit dan kurang jelas, namun dapat juga
tidak muncul sama sekali. Ruam yang muncul sama dengan infeksi
campak klasik, tetapi tidak bersifat konfluens. Pada beberapa orang,
infeksi campak yang termodifikasi ini dapat tidak memberikan gejala
apapun.
2. Campak atipikal
Didefinisikan sebagai sindroma klinik yang muncul pada orang yang
sebelumnya telah kebal akibat terpajan pada infeksi campak alamiah.
Biasanya muncul pada orang yang telah mendapat vaksin dari virus
campak yang dimatikan. Masa inkubasi dari campak atipikal sama seperti
pada campak yang tipikal yaitu sekitar 7 hingga 14 hari. Stadium
prodromal ditandai dengan demam tinggi yang mendadak (39,5C sampai
40,6C) dan biasanya sakit kepala. Bisa juga didapatkan gejala nyeri perut,
mialgia, batuk non-produktif, muntah, nyeri dada dan rasa lemah. Bercak
Koplik jarang ditemui.
Dua atau tiga hari setelah onset penyakit muncullah ruam yang
dimulai dari distal ekstremitas dan menyebar ke arah kepala. Ruam sedikit
berwarna kekuningan, terlihat jelas pada pergelangan tangan dan kaki
serta terdapat juga pada telapak tangan dan kaki. Ruam dapat berbentuk
vesikel dan terasa gatal..
3. Rubela (German Measles)

10

Etiologi Rubivirus (fam. Togaviridae), virus RNA. Masa inkubasi


14 21 hari. Masa penularan sejak akhir masa inkubasi sampai 5 hari
setelah timbulnya ruam. Cara penularan melalui droplet. Manifestasi klinis
masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise,
anoreksia, konjungtivitis ringan, koriza, nyeri tenggorokan, batuk dan limf
denopati. Gejala cepat menurun setelah hari pertama timbulnya ruam.
Demam berkisar 380C 38,70C. Biasanya timbul dan menghilang
bersamaan dengan ruam kulit. Enantema pada rubela (Forschheimer
spots) ditemukan pada periode prodrodromal sampai satu hari setelah
timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar, warna merah
muda, tampak pada palatum mole sampai uvula. Bercak Forsch heimer
bukan tanda patognomonik.
Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus
limfatikus suboksipital, retroaurikular atau suboksipital.

Eksantema

berupa makulopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak di


muka dan menyebar ke bawah dengan cepat (leher,badan dan ekstremitas)
Ruam pada akhir hari pertama mulai merata di badan kemudian pada hari
ke dua ruam di muka mulai menghilang, dan pada hari ke tiga ruam
tampak lebih jelas di ekstremitas sedangkan di tempat lain mulai
menghilang.
4. Scarlet Fever (Scarlatina)
Etiologi Streptococcus beta hemolyticus grup A. Masa inkubasi 1 7
hari, rata-rata 3 hari. Cara penularan melalui droplets dari pasien yang
terinfeksi atau karier. Fokus infeksi faring dan tonsil, jarang pada luka
operasi atau lesi kulit. Manifestasi klinis gejala prodromal berupa demam

11

panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri kepala, malaise dan menggigil.


Dalam 12 24 jam timbul ruam yang khas. Tonsil membesar dan eritem,
pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih keabu-abuan. Pada lidah
didapatkan

eritema

dan

edema

sehingga

memberikan

gambaran

strawberry tongue (tanda patognomonik). Ruam berupa erupsi punctiform,


berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan. Timbul pertama kali di
leher, dada dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan dalam 24
jam. Erupsi tampak jelas dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinal
dan lipatan poplitea. Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi
didaerah sekitar mulut sangat pucat (circumoral pallor).
Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit
tampak sandpaper yang kemudian menjadi deskwamasi setelah hari
ketiga. Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan
dan kaki. Deskuamasi kemudian akan mengelupas dalam minggu 1-6.
Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala
yang timbul tidak seberat campak.
5. Roseola Infantum (Exanthem Subitum)
Etiologi Human Herpes Virus tipe 6 (HHV6). Masa inkubasi sulit
ditentukan karena kontak tidak diketahui. Manifestasi klinis perjalanan
penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-40,60C,
anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat koriza, konjungtivitis
dan batuk. Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke
suhu normal disertai timbulnya ruam.
Ruam tampak pertama kali di punggung dan menyebar ke leher,
ekstremitas atas muka, dan ektremitas bawah. Ruam berwarna merah

12

muda, makulopapular, diskret, jarang koalesen sehingga mirip dengan lesi


rubela. Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam
beberapa jam. Ruam hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi
atau deskuamasi.
G. Penyulit Campak 2, 6, 7
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh
bakteri. Beberapa penyulit campak adalah:
1. Bronkopneumonia

Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat


disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder
oleh

bakteri

(Pneumococcus,

Streptococcus,

Staphylococcus,

dan

Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus,


batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala
pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang
masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang,
perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi
mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan
dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.
2. Reaktivasi tuberkulosis

Reaktivasi TB dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer,


reinfeksi biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder. Reaktivasi TB ini
biasanya terjadi di apeks paru. Lesi di apeks ini didapatkan melalui
penyebaran hematogen selama infeksi primer beberapa tahun sebelumnya.
Segmen apikal dan posterior dari lobus superior serta segmen apikal lobus

13

inferior merupakan tempat reaktivasi sering terjadi. Hal ini diakibatkan


tekanan

oksigen di tempat tersebut merupakan yang paling tinggi

dibandingkan bagian paru

lainnya. Penjelasan lain adalah sistem

pengaliran limfatik di daerah tersebut yang kurang baik.


3. Encephalitis

Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala


encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah
onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak
akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat
muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi
nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi
ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus
campak tersebut.
4. Diare

Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat
menurunnya daya tahan penderita campak.
5. Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan
karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual
yang diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang ratarata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi
pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan.
Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif
dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x

14

lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah
mendapat vaksinasi.
6. Konjungtivitis

Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi


infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan
oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
7. Otitis Media
Biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
8. Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga
dibutuhkan tindakan trakeotomi.
9. Miokarditis dan perikarditis
Walaupun jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang
terlihat gejala kliniknya.
10. Black measles

Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak
yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik.
Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan
pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus.
Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata.
H. Penatalaksanaan Campak 1, 5, 9
1. Tatalaksana medik
a. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
1) Pemberian cukup cairan
2) Kalori dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
3)
4)
5)
6)

kesadaran dan komplikasi


Suplemen nutrisi
Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
Antikonvulsi apabila terjadi kejang
Pemberian vitamin A
Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran
nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna
untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total

15

b. Indikasi rawat inap :


1) Hiperpireksia (suhu >39,0C)
2) Dehidrasi
3) Kejang
4) Asupan oral sulit
5) Komplikasi (+)
c. Campak tanpa komplikasi
1) Hindari penularan
2) Tirah baring di tempat tidur
3) Vitamin A
< 6 bulan 50.000 IU, 6 - 11 bulan 100.000 IU, 12 bulan 5 tahun
200.000 IU. Bila pasien gizi buruk terapi vitamin A diberikan
dengan dosis 3x dari biasanya.
4) Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan
disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan komplikasi.
d. Campak dengan komplikasi
1) Ensefalopati/ensefalitis
a) Antibiotik, antivirus
b) Kortikosteroid
c) Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta
koreksi terhadap gangguan elektrolit
2) Bronkopneumonia
a) Antibiotik
b) Oksigen nasal atau dengan masker
c) Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa, gas darah dan
elektrolit
3) Diare : koreksi dehidrasi sesuai derajat
Padsa kasus campak dengsn komplikasi bronkopneumonia dan gizi
kurang, perlu dipantau kemungkinan terhadap infeksi TB laten. Pantau
gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk. Vitamin A diberikan 3x
yaitu hari ke 1, hari ke 2 dan 2-4 minggu setelah hari ke 2.
2. Tatalaksana Epidemiologik

16

Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi


Campak di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan
terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan
termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi
campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada
usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat
imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara
isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum
penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak.
I. Imunitas Campak 2, 6
1. Struktur antigenik
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak.
Kemudian IgM menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah
infeksi) sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya dapat diukur.
IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau baru mendapat vaksinasi. IgG
menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi dari
sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup yang
dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak
akan menghasilkan IgA sekretori.
2. Imunitas transplasental
Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena
campak. Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan
kadarnya akan menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level
antibodi maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun
antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang

17

menderita campak tidak akan mendapat kekebalan maternal dan justru


akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran .
3. Imunisasi
Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi
aktif dapat berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang
dimatikan. Vaksin dari virus yang dilemahkan akan memberi proteksi
dalam jangka waktu yang lama dan protektif meskipun antibodi yang
terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk karena infeksi alamiah.
Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut sensitif
terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu 4C, sehingga
harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari pendingin.
Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak
digunakan lagi. Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama
dan tidak dapat merangsang pengeluaran IgA sekretori. Indikasi kontra
pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita
demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki
riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahanbahan berasal dari darah.
Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan
morbili. Dosis serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5
hari setelah terinfeksi, tetapi semakin cepat semakin baik. Bila diberikan
pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan demam
dapat muncul meskipun tidak terlalu berat.
J. Prognosis Campak 8
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan
penyulit maka prognosisnya baik. Namun, prognosis dapat lebih buruk pada

18

anak dengan keadaan gizi buruk, anak yang menderita penyakit kronis atau
bila disertai penyulit yang tidak teratasi.

BAB III
STATUS PASIEN RAWAT INAP
A. Identitas Pasien
Nama
: An. L

19

Umur
Jenis kelamin
Alamat
Nama Ayah
Nama Ibu
Tanggal Masuk

: 1 tahun 5 bulan
: Laki-laki
: Mayangan Probolinggo
: Tn. A Pekerjaan: Petani
: Ny. S
Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga
: 6 November 2016

B. Subyektif
Pasien MRS dengan pengantar dari IGD RSUD Dr. Moh. Saleh 6 November
2016 pukul 09.45 WIB, Informasi anamnesis didapatkan melalui metode
alloanamnesis.
1. Keluhan Utama
Panas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakan bahwa pasien sudah demam naik turun selama 5 hari mulai
hari Selasa malam. Tidak ada kejang. Keluhan batuk sejak timbulnya panas
diikuti dengan pilek yang timbul pada hari Rabu. Keluhan muncul ruam
merah menyebar di sekitar telinga. Tidak ada keluhan mual dan muntah.
Tida ada sakit saat menelan. Ada keluhan mata merah. Ada keluhan diare
sejak semalam dan dalam 24 jam terakhir diare 13 kali

dengan

konsistensi cair, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Nafsu makan
menurun, minum banyak seperti kehausan. BAK masih normal.
3. Riwayat Penyakit Terdahu
Pasien pernah MRS karena diare cair akut selama 5 hari 8 bulan yang
lalu. Tidak ada riwayat kejang.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat asma disangkal
b. Riwayat alergi disangkal
c. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung disangkal
5. Imunisasi
a. BCG (+)
b. Hepatitis B I, II, III (+)
c. Polio I, II, III, IV (+)
d. DPT I, II, III (+)
e. Campak (-)
6. Riwayat Diet

20

a.
b.
c.
d.

ASI : 0 sekarang
PASI : usia 6 bulan sekarang
Bubur sun : usia 6 bulan 1 tahun
Nasi : 1 tahun sekarang

7. Riwayat Kehamilan Ibu


Riwayat penggunan obat (-), riwayat sakit (-), riwayat kontrol (+) ke bidan.
Hamil cukup bulan.
8. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di bidan cukup bulan, Spt-B dengan BBL 2900 g, tidak ada
kelainan bawaan.
9. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Ibu pasien mengatakan perkembangan anak baik, sesuai dengan usianya.
C. Obyektif
1. Keadaan umum
: Lemah
2. Kesadaran
: Kompos mentis
3. Nilai Gizi
a. Berat Badan
: 8 kg
b. Panjang Badan : 78 cm
c. Status gizi
: - 3 SD (Kurang)
4. Tanda tanda Vital
a. Nadi
: 110 kali/menit
b. Pernafasan
: 28 kali/menit
c. Suhu
: 40C
5. Kepala/leher
A/I/C/D (-/-/-/-), PCH (-), T0/T0 faring dan tonsil hiperemi (-),
6.
7.
8.
9.

Pembesaran KGB (-), Mata cowong (+)


Dada
Bentuk simetris (+/+), Retraksi dinding dada (-/-)
Pulmo
Vesikuler/vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
S1-S2 tunggal regular, Murmur (-)
Abdomen
Supel (+), Bising Usus (+) meningkat, Turgor melambat, Meteorismus (-),

Asites (-)
10. Genetalia
Laki-laki dengan genetalia normal
11. Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik
12. Status Neurologis

21

Kaku kuduk (-)


13. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tangal 6 November 2016.

Nama Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hematokrit
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
KIMIA KLINIK
GDA

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

34,2
10,9
5670
220000

%
g/dL
/mm3
/mm3

42-52
13-18
4000-11000
150000-350000

45

mg/dL

<180

D. Assessment
Campak + diare cair akut dengan dehidrasi sedang
E. Planning
Diagnosis : Hasil pemeriksaan laboratorium terlampir
Konsultasi : dr. Sp.A
Terapi
:
1. IVFD RL 560 cc / 3 jam lihat tanda-tanda dehidrasi; jika tanda metetap
ulangi rehidrasi cairan dengan waktu yang sama, jika tanda-tanda
2.
3.
4.
5.
6.

dehidrasi hilang lanjutkan IVFD maintenance KAEN 3B 800 cc / 24 jam.


Injeksi Santagesik 3 x 100 mg
Injeksi Ranitidin 2 x 8 mg
Zinc 1 x 20 mg
Lapifed Sirup 3 x Cth I
Oralit

F. Lembar Pemeriksaan Harian


Tabel 2. Follow Up Pasien.
Ket/Hari

Senin, 7 November 2016

Selasa, 8 November 2016

Rabu, 9 November 2016

(dr. Sp.A)
Panas naik turun 6 hari,

(dr. Sp.A)
Panas naik turun 7 hari,

(dr. Sp.A)
Panas naik turun 8 hari,

batuk (+) pilek (+), mual /

batuk

(+)

batuk pilek (+) makin

muntah (-), sesak (-),

semakin sering, mual /

sering, mual / muntah (+)

ruam kemerahan semakin

muntah (-), sesak (-), ruam

5x,

22

(+)

pilek

sesak

(-),

ruam

luas, makan (<), minum

kemerahan semakin luas,

kemerahan semakin luas,

sering,

BAB

7x

cair

makan (<), minum sering,

makan (<), minum sering,

ampas

(+)

BAB 5x cair kehijauan

BAB 13x cair kehijauan

lendir (-) darah (-),

ampas (+) lendir (-) darah

ampas (+) lendir (-) darah

BAK normal
KU : lemah

(-), BAK normal


KU : lemah

(-), BAK normal


KU : lemah

Vital sign :

Vital sign :

Vital sign :

N : 110 x/min S: 37,7 C

N : 100 x/min S: 36,7 C

N : 92 x/min S: 36,6 C

RR : 30 x/min

RR : 32 x/min

RR : 41 x/min

K/L : A/I/C/D -/-/-/-

K/L : A/I/C/D -/-/-/-

Cowong (+),

Cowong (+)

kehijauan

K/L

A/I/C/D

-/-/-/-

Cowong (+),
T0/T0

faring

tonsil

T0/T0

faring

tonsil

T0/T0

faring

tonsil

hiperemi (-), PCH (-),

hiperemi (-), PCH (-),

hiperemi (-), PCH (-),

Pembesaran KGB (-)

Pembesaran KGB (-)

Pembesaran KGB (-)

Toraks : Simetris (+)

Toraks : Simetris (+)

Toraks : Simetris (+)

Retraksi (-/-)

Retraksi (-/-)

Retraksi (-/-)

Pulmo : Vesikuler (+/+)

Pulmo : Vesikuler (+/+)

Pulmo : Vesikuler (+/+)

Ronki (-/-) Wheezing (-/-)

Ronki (-/-) Wheezing (-/-)

Ronki (-/-) Wheezing (-/-)

Jantung : S1-S2 tunggal

Jantung : S1-S2 tunggal

Jantung : S1-S2 tunggal

reguler

reguler

reguler

Abd. : Supel (+),BU (+)

Abd. : Supel (+),BU (+)

Abd. : Supel (+),BU (+)

meningkat,Turgor 2 detik

meningkat,Turgor 2 detik

meningkat,Turgor 2 detik

Ekst. : Akral hangat

Ekst. : Akral hangat

Ekst. : Akral hangat

CRT< 2 dtk
CRT< 2 dtk
Campak + Diare Cair Akut Campak + Diare Cair Akut

CRT< 2 dtk
Campak + Diare Cair Akut

dengan Dehidrasi Sedang


Terapi :

dengan Dehidrasi Sedang


Terapi :

dengan Dehidrasi Sedang


Terapi :

Infus KAEN 3B 800 cc /

Infus KAEN 3B 800 cc /

Infus KAEN 3B 800 cc /

kgBB / 24jam, Sanmol 3

kgBB / 24jam, Sanmol 4 x

kgBB / 24jam, Sanmol 4 x

23

x 100 mg i.v K/P,

100 mg i.v jika suhu

100 mg i.v jika suhu

Inj. Ranitidin 2 x 10mg,

380C, PO: Oralit,

380C, PO: Oralit,

PO: Vit. A 100.000 IU

L-Bio 3 x 1 sach,

L-Bio 3 x 1 sach,

(2x), Oralit, Xanda Syr 2

Zinc 1 x 1 tab, Xanda Syr

Zinc 1 x 1 tab, Xanda Syr

x Cth I, Lapifed eks. 3 x

2 x Cth I, Ambroxol 3 x 1

2 x Cth I, Ambroxol 3 x 1

Cth 1/2, L-Bio 2 x 1 sach,

pulv

pulv

Zinc 1 x 1 tab

Tabel 3. Follow Up Pasien.


Ket/Hari

Kamis, 10 Nov. 2016

Jumat, 11 Nov. 2016

Sabtu, 12 Nov. 2016

(dr. Sp.A)
Panas naik turun hari ke 9,

(dr. Sp.A)
Panas turun hari ke 10,

(dr. Umum)
Panas hari ke 10, batuk

batuk (+) pilek (+), mual /

batuk pilek (+) berkurang,

pilek

muntah (-), sesak (-), ruam

mual / muntah (-), sesak

mual / muntah (-), sesak

hiperpigmentasi,

makan

(-), ruam hiperpigmentasi,

(-), ruam hiperpigmentasi

(<), minum sering, BAB

makan bertambah, minum

di badan dan menghilang

9x cair kehijauan ampas

sering, BAB 3x lembek ,

di

(+) lendir (-) darah

BAK normal

makan

(-), BAK normal


O

(+)

berkurang,

belakang
mau

telinga,
minum

banyak, BAB 2x lembek,

KU : cukup

KU : baik

BAK normal
KU : baik

Vital sign :

Vital sign :

Vital sign :

N : 94x/min S: 37 C

N : 100 x/min S: 36,5 C

N : 98 x/min S: 36, 7 C

RR : 40 x/min

RR : 30 x/min

RR : 30 x/min

K/L : A/I/C/D -/-/-/-

K/L : A/I/C/D -/-/-/-

Cowong (-),

Cowong (-)

K/L

A/I/C/D

-/-/-/-

Cowong (-),
T0/T0

faring

tonsil

T0/T0

faring

tonsil

T0/T0

faring

tonsil

hiperemi (-), PCH (-),

hiperemi (-), PCH (-),

hiperemi (-), PCH (-),

Pembesaran KGB (-)

Pembesaran KGB (-)

Pembesaran KGB (-)

24

Toraks : Simetris (+)

Toraks : Simetris (+)

Toraks : Simetris (+)

Retraksi (-/-)

Retraksi (-/-)

Retraksi (-/-)

Pulmo : Vesikuler (+/+)

Pulmo : Vesikuler (+/+)

Pulmo : Vesikuler (+/+)

Ronki (-/-) Wheezing (-/-)

Ronki (-/-) Wheezing (-/-)

Ronki (-/-) Wheezing (-/-)

Jantung : S1-S2 tunggal

Jantung : S1-S2 tunggal

Jantung : S1-S2 tunggal

reguler

reguler

reguler

Abd. : Supel (+),BU (+)

Abd. : Supel (+),BU (+)N,

Abd. : Supel (+),BU (+)N,

meningkat,Turgor 2 detik

Turgor normal

Turgor normal

Ekst. : Akral hangat

Ekst. : Akral hangat

Ekst. : Akral hangat

CRT< 2 dtk
Campak + Diare Cair Akut

CRT< 2 dtk
Campak + Diare Cair Akut

CRT< 2 dtk
Campak + Diare Cair Akut

dengan Dehidrasi Sedang


Terapi :

dengan Dehidrasi Sedang


Terapi :

dengan Dehidrasi Sedang


Terapi :

Infus KAEN 3B 800 cc /

Infus KAEN 3B 800 cc /

Tunggu infus habis

kgBB / 24jam, Sanmol 4 x

kgBB / 24jam, Sanmol 4 x

KRS

100 mg i.v jika suhu

100 mg i.v jika suhu

380C, PO: Oralit,

380C, PO: Oralit

L-Bio 3 x 1 sach,

L-Bio 3 x 1 sach,

Zinc 1 x 1 tab, Xanda Syr

Zinc 1 x 1 tab, Xanda Syr

2 x Cth I, Ambroxol 3 x 1

2 x Cth I, Ambroxol 3 x 1

pulv

pulv

25

BAB IV
PEMBAHASAN
Anak bernama L, umur 1 tahun 5 bulan, MRS dengan pengantar dari IGD
RSUD Moh. Saleh pada hari Minggu 19 Agustus 2016 pukul 09.45 WIB.
Anamnesis yang didapatkan dari ibu pasien, diketahui bahwa pasien sudah panas
dari 5 hari yang lalu tepatnya dari hari Selasa (1 November 2016) malam. Panas
naik turun tidak disertai kejang. Tidak ada keluhan mual muntah. Keluhan batuk
sejak timbulnya panas diikuti dengan pilek yang timbul pada hari Rabu. Keluhan
muncul ruam merah menyebar di sekitar telinga. Ada keluhan mata merah. Ada
keluhan diare sejak semalam dan dalam 24 jam terakhir diare 13 kali dengan
konsistensi cair, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Nafsu makan menurun,
minum banyak seperti kehausan. BAK masih normal.
Dari riwayat penyakit dahulu pasien pernah MRS karena diare cair akut
selama 5 hari 8 bulan yang lalu. Tidak ada riwayat kejang, asma atau alergi.
Riwayat penyakit keluarga juga tidak didapatkan kelainan di mana dalam
keluarga tidak ada yang menderita asma, hipertensi, diabetes mellitus ataupun
riwayat penyakit jantung. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien telah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Diketahui pasien lahir normal, spontan
belakang kepala dengan umur kehamilan cukup bulan, berat badan lahir 2,9 kg
dan tidak mengalami kelainan bawaan. Riwayat diit pasien yaitu mengkonsumsi
ASI dari umur 0 bulan sampai sekarang serta mendapatkan makanan PASI sejak
umur 6 bulan sampai sekarang. Pasien juga mengkonsumsi bubur sun dari umur 6
26

bulan hingga 1 tahun dan mulai makan nasi sejak usia 1 tahun. Sedangkan riwayat
tumbuh kembah diketahui sesuai dengan usianya yang diketahui dari jawaban
ibunya.
Pasien kemudian diperiksa dengan pemeriksaan fisik menyeluruh dan
didapatkan hasil diantaranya keadaan umum pasien dianggap lemah dengan
kesadaran kompos mentis. Didapatkan tanda vital yaitu frekuensi nadi 110
kali/menit, frekuensi napas 28 kali/menit, serta suhu tubuh per aksiler 40C.
Frekuensi nadi dan napas masih dalam batas normal, sedangkan suhu diketahui
masuk kriteria febris. Pemeriksaan kepala leher tidak ada kelaian yaitu anemis (-),
icterus (-), cyanosis (-), dipsneu (-), titak didapatkan pernapasan cuping hidung,
pembesaran KGB (-), namun didapatkan mata cowong.
Pemeriksaan toraks didapatkan bentuk dada simetris kanan dan kiri, tidak
ditemukan retraksi dinding dada, suara paru normal vesikuler di kedua bagian
paru, tidak terdengar rhonki dan wheezing. Jantung dalam batas normal dengan
suara jantung S1S2 tunggal regular, murmur tidak terdengar. Pemeriksaan
abdomen didapatkan bising usus positif meningkat, supel, turgor melambat.
Pemeriksaan genetalia dalam batas normal dan pemeriksaan ekstremitas
didapatkan akral hangat di keempat anggota gerak tubuh dengan capillary refill
time < 2 detik.
Dari pemeriksaan fisik dan anamnesa, pasien didiagnis campak dengan diare
cair akut disertai dehidrasi sedang. Selain itu dilihat dari klinisnya yang sesuai
dengan campak antara lain panas yang diikuti dengan batuk pilek dan gejala
konjungtivitis. Selain itu didapatkan munculnya ruam makulopapuler di sekitar
telinga.

Karena didapatkan pula keluhan diare dengan tanda-tanda dehidrasi

sedang, maka diberikan terapi sesuai dengan diagnosis yaitu terapi cairan

27

menggunakan IVFD RL 560 cc / 3 jam lihat tanda-tanda dehidrasi; jika tetap


dehidrasi ulangi rehidrasi cairan dan waktu yang sama, jika tanda-tanda dehidrasi
hilang lanjutkan terapi cairan maintenance dengan rumus Halliday Segar sesuai
dengan berat badan pasien yaitu IVFD KAEN 3B 800 cc / 24 jam. Sedangkan
untuk terapi suportif diberikan Injeksi Santagesik 3 x 100 mg i.v dan Injeksi
Ranitidin 2 x 8 mg i.v. Sedangkan untuk terapi per oral diberikan Zinc 1 x 1
tablet, Lapifed Sirup 3 x Cth I dan Oralit.
Tanggal 7 November 2016, pasien masih mengalami demam yang naik
turun, serta mengalami batuk dan pilek. Ruam makulopapul menyebar ke badan.
Mual muntal disangkal, makan sulit dan minum banyak. BAB 7 kali cair warna
kuning kehijauan, BAK dalam batas normal. Tanda-tanda vital dalam batas
normal yaitu frekuensi nadi 110 kali/menit, suhu 37,7C, dan frekuensi napas 30
kali/menit. Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil dari kepala/leher normal
didapatkan mata cowong, toraks normal, abdomen supel bising usus meningkat
sedangkan genetalia, ekstremitas dan status neurologis dalam batas normal. Terapi
dilanjutkan Infus KAEN 3B 800 cc / kgBB / 24jam, Sanmol 3 x 100 mg i.v, Inj.
Ranitidin 2 x 10mg, untuk per oral diberikan Vit. A 100.000 IU (2x), Oralit,
Xanda Syr 2 x Cth I, Lapifed eks. 3 x Cth 1/2, L-Bio 2 x 1 sach, Zinc 1 x 1 tab.
Tanggal 8 November 2016, pasien masih mengalami demam yang naik
turun, serta mengalami batuk dan pilek yang semakin sering. Ruam makulopapul
menyebar ke semakin luas. Mual muntal disangkal, makan sulit dan minum
banyak. BAB 5 kali cair warna kuning kehijauan, BAK dalam batas normal.
Tanda-tanda vital dalam batas normal yaitu frekuensi nadi 100 kali/menit, suhu
36,7C, dan frekuensi napas 32 kali/menit. Dilakukan pemeriksaan fisik dengan

28

hasil dari kepala/leher normal didapatkan mata cowong, toraks normal, abdomen
supel bising usus meningkat sedangkan genetalia, ekstremitas dan status
neurologis dalam batas normal. Terapi dilanjutkan diantaranya Infus KAEN 3B
800 cc / kgBB / 24jam, Sanmol 4 x 100 mg i.v jika suhu 38 0C, per oral
diberikan Oralit, L-Bio 3 x 1 sach, Zinc 1 x 1 tab, Xanda Syr 2 x Cth I, Ambroxol
3 x 1 pulv.
Tanggal 9 November 2016, pasien masih mengalami demam yang naik
turun, serta mengalami batuk dan pilek yang semakin sering. Ruam makulopapul
menyebar ke semakin luas. Mual muntal kurang lebih 5 kali, makan sulit dan
minum banyak. BAB 13 kali cair warna kuning kehijauan, BAK dalam batas
normal. Tanda-tanda vital dalam batas normal yaitu frekuensi nadi 92 kali/menit,
suhu 36,6C, dan frekuensi napas 41 kali/menit. Dilakukan pemeriksaan fisik
dengan hasil dari kepala/leher normal didapatkan mata cowong, toraks normal,
abdomen supel bising usus meningkat sedangkan genetalia, ekstremitas dan status
neurologis dalam batas normal. Terapi dilanjutkan.
Tanggal 10 November 2016, pasien masih mengalami demam yang naik
turun, serta mengalami batuk dan pilek yang sudah berkurang. Ruam
hipopigmentasi. Mual muntal disangkal, makan kurang dan minum banyak. BAB
9x kali cair warna kuning kehijauan, BAK dalam batas normal. Tanda-tanda vital
dalam batas normal yaitu frekuensi nadi 94 kali/menit, suhu 37C, dan frekuensi
napas 40 kali/menit. Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil dari kepala/leher
normal, toraks normal, abdomen supel bising usus meningkat, sedangkan
genetalia, ekstremitas dan status neurologis dalam batas normal. Terapi
dilanjutkan.

29

Tanggal 11 November 2016, demam sudah turun dalam 24 jam terakhir,


serta mengalami batuk dan pilek yang sudah berkurang. Ruam hipopigmentasi.
Mual muntal disangkal, makan bertambah dan minum banyak. BAB 3x kali
lembek, BAK dalam batas normal. Tanda-tanda vital dalam batas normal yaitu
frekuensi nadi 100 kali/menit, suhu 36,5C, dan frekuensi napas 30 kali/menit.
Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil normal dari kepala/leher, toraks,
abdomen, genetalia, ekstremitas dan status neurologis. Terapi dilanjutkan.
Tanggal 12 November 2016 pasien KRS dengan indikasi kondisi klinis
sudah stabil, tidak ada demam tanpa pemberian antipiretik, intensitas batuk dan
pilek berkurang, intake makanan dan minuman kembali normal dan komplikasi
diare dengan dehidrasi sedang sudah teratasi. Pasien dipulangkan dengan tetap
melanjutkan pengobatan secara per oral dirumah dan dianjurkan untuk
selanjutnya kontrol ke poli anak RSUD Muh. Saleh dan membawa surat kontrol
poli. Diagnosis akhir pasien adalah campak dan diare cair akut dengan dehidrasi
sedang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut


dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi & Penyakit Tropis Edisi I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 113

30

2. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds)
Textbook of Pediatrics Infectious Disease 5th edition Vol 3. Philadelphia:
Saunders. p.2283 2298
3. Halim Gustian. 2016. Campak pada Anak, RS Hosana Medica Lippo
Cikarang. Cikarang, Indonesia
4. Markum. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI
5. Phillips C.S. 1983. Measles In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson
Textbook of Pediatrics 12th edition. Japan: Igaku-Shoin/Saunders. p.743
6. Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk.
(ed) Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Hal. 105
7. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo,
dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis Edisi 1.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 125
8. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90
9. Tim Revisi PDT. 2006. Pedoman Diagnostik dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak. Surabaya: Rumah Sakit Dokter Soetomo. h. 71-75
10. WHO., 2013. World Health Statistic. Diakses 22 November 2016
http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/en/
11. WHO., 2014. WHO Warns That Progress Towards Eliminating Measles Has
Stalled. Diakses 22 November 2016
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2014/eliminating-measles/en/

31

12. WHO., 2015. Measles. Diakses 22 November 2016


http://www.who.ints/mediacentre/factsheets/fs286/en/

32

Anda mungkin juga menyukai