BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil,
ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang lampau yang
berukuran sangat renik (mikroskopis),yang dalam pengamatannya harus menggunakan
Mikroskop atau biasa disebut micro fossils (fosil mikro). Pembahasan mikropaleontologi
ini sesungguhnya sangat heterogen, berasal baik dari hewan maupun tumbuhan ataupun
bagian dari hewan atau tumbuahan. Pada ilmu Mikropaleontologi ini dikenal adanya
Analisis Biostratigrafi. Dimana biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat
erat dalam penentuan umur relatif dan lingkungan pengendapan dari suatu batuan
berdasarkan kandungan fosil yang terkandung dalam batuan tersebut.
Yang melatarbelakangi kegiatan ini adalah salah satu kewajiban bagi mahasiswa yang
mengambil mata kuliah mikropaleontologi di Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
(STTNAS Yogyakarta) dan sebagai syarat dalam mengikuti responsi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakan ekskursi ini adalah untuk melakukan aplikasi secara langsung
ilmu yang telah ddapat pada praktikum. Adapun tujuan penyelenggaraan fieldtrip kali ini
adalah:
1. Agar praktikan mampu menganalisis suatu singkapan baik secara petrologi
maupun paleontologi.
2. Agar praktikan dapat merekonstruksi dan menganalisa data fosil yang diperoleh
langsung dilapangan.
1.3 Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan metode primer dan
metode sekunder. Metode primer adalah ialah metode yang menggunakan data lapangan
secara langsung. sedangkan metode sekunder yaitu metode berdasarkan dasar teori yang
diambil dari bukti panduan praktium,literature -literatur buku-buku lain yang berkaitan
dengan laporan ini serta pengambilan literatur yang ada di internet.
BAB 11
DASAR TEORI
Laporan Mikropaleontologi
11.1 Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil,
ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang lampau yang berukuran
sangat renik (mikroskopis), yang dalam pengamatannya harus menggunakan Mikroskop atau
biasa disebut micro fossils (fosil mikro). Pembahasan mikropaleontologi ini sesungguhnya
sangat heterogen, berasal baik dari hewan maupun tumbuhan ataupun bagian dari hewan atau
tumbuahan. Pada ilmu Mikropaleontologi ini dikenal adanya Analisis Biostratigrafi. Dimana
biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam penentuan umur relatif dan
lingkungan pengendapan dari suatu batuan berdasarkan kandungan fosil yang terkandung
dalam batuan tersebut.
11.1.1 Kegunaan Mikrofosil
Beberapa manfaat fosil antara lain sebagai berikut :
1.
Dalam korelasi :
Untuk membantu korelasi penampang satu daerah dengan daerah lain baik
dibawah permukaan maupun permukaan.
2.
Menetukan umur :
Misalnya umur suatu lensa batupasir yang terletak didalam lapisan serpih yang
tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil dengan batuan yang melingkupi.
3.
4.
5.
Fosil index :
Yaitu fosil yang digunakan sebagai penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini
mempunyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas, serta
mudah dikenal.
Contoh : Globorotalina Tumida sebagai penciri N18 atau miocene akhir.
2.
Laporan Mikropaleontologi
4.
Fosil lingkungan
Yaitu fosil yang dapat ditunjukan sebagi penunjuk lingkungan sedimentasi.
Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.
5.
Fosil iklim
Yaitu fosil yang dapat deperfunakan sebagai penunjuk iklim pada saat itu.
Contoh : Globigerina pachyderma sebagai penciri dari iklim yang dingin.
Laporan Mikropaleontologi
a. Jenis Batuan
Fosil mikro pada umumnya dapat dijumpai pada batuan berfraksi halus. Namun perlu
diingat bahwa jenis-jenis fosil tertentu hanya dapat dijumpai pada batuan-batuan tertentu.
Kesalahan pengambilan sampel berakibat pada tidak dijumpai fosil yang diinginkan. Fosil
foraminifera kecil dapat dijumpai pada batuan napal, kalsilutit, kalkarenit halus, batupasir
karbonatan halus. Fosil Foraminifera besar, dapat dijumpai pada Kalkarenit, dan Boundstone
b. Metode Sampling
Beberapa prosedur sampling pada berbagai tipe sekuen sedimentasi dapat dilakukan seperti
berikut ini :
Splot sampling
Spot Sampling dalah dengan interval tertentu, merupakan metoda terbaik untuk
penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada lapisan serpih tebal,
batu gamping dan batulanau. Pada metoda ini dapat ditambahkan dengan channel sample
(parit sampel) sepanjang 30 cm pada setiap interval 1,5 meter.
Dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m) pada suatu litologi yang
seragam. Atau pada perselingan batuan yang cepat, channel sample dilakukan pada setiap
perubahan unit litologi. Splot Sampling juga dilakukan pada lapisan serpih yang tipis atau
sisipan lempung pada batupasir atau batu gamping, juga pada serpih dengan lensa tipis
batugamping.
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel batuan, yaitu :
1. Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena dikhawatirkan
fosilnya sudah terdisplaced atau tidak insitu.
2. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena
batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang dapat
mengawetkan fosil antara lain batulempung (claystone), batuserpih (shalestone),
Laporan Mikropaleontologi
Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga berukuran dengan
diameter 3-6 mm.
Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk dan dipanaskan.
Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam) jika fosil masih
nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan air sabun, lalu
dibilas dengan air sampai bersih.
Pemisahan fosil
Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah dengan menggunakan jarum dari cawan
tempat contoh batuan, untuk memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu disediakan air
(jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum pengambilan), pada saat pengambilan fosil
dari pengotor harus dilakukan dengan hati-hati, karena apabila pada saat pengambilannya
tidak hati-hati maka fosil tersebut bias jatuh dan bias juga pecah, sehingga tidak bisa untuk
5
Laporan Mikropaleontologi
dilanjutkan pendeskripsiannya. Alat-alat yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara laian
adalah:
1. Cawan untuk tempat contoh batuan
2. Jarum untuk mengambil batuan
3. Kuas bulu halus
4. Cawan tempat air
5. Lem untuk merekatkan fosil
6. Kertas untuk memberi nama fosil
7. Tempat fosil
8. Mikroskop
2. Kualitas Sampel
Kualitas sampel batuan perlu diperhatikan agar fosil mikro yang didapatkan baik untuk
dideterminasi atau dianalisa. Untuk mendapatkan fosil yang baik maka dalam pengambilan
suatu contoh batuan untuk analisis mikropaleontologi harus memenuhi kriteria berikut ini:
a. Bersih
Sebelum merngambil contoh batuan yang dimaksud, kita harus membersihkannya dari
lapisan-lapisan pengotor yang menyelimutinya. Bersihkan dengan pisau kecil dari pelapukan
ataupun akar tumbuh-tumbuhan, juga dari polen dan serbuk sari tumbuh-tumbuhan yang
hidup sekarang. Khusus untuk sampel pada analisa Palynologi, sampel tersebut harus
terlindung dari udara terbuka karena dalam udara banyak mengadung polen dan serbuk sari
yang dapat menempel pada batuan tersebut. Suatu cara yang cukup baik, bisa dilkukan
dengan
memasukkan
sampel
yang
sudah
dibersihkan
tersebut
kedalam
lubang
metal/fiberglass yang bersih dan bebas karat. Atau dapat juga kita mengambil contoh batuan
yang agak besar, baru kemudian sesaat akan dilkukan preparasi kita bersihkan dan diambil
bagian dalam/inti dari contoh batuan tersebut.
Laporan Mikropaleontologi
Sampel permukaan (surface sample). Adalah sample yang diambil pada permukaan
tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam peta. Sampel bawah
permukaan (sub surface sample).
Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu pengeboran. Dari
cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini dapat dipisahkan menjadi 4
bagian, yaitu :
1. inti bor (core); seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil secara
utuh.
2. sampel hancuran (ditch-cutting); lapisan pada kedalaman tertentu dihancurkan
dan dipompa ke luar dan kemudian ditampung.
3. sampel sisi bor (side-wall core); diambil dari sisi-sisi dinding bor dari lapisan
pada kedalaman tertentu.
4. Setiap pada kedalaman tertentu pengambilan sampel harus dicatat dengan
cermat dan kemungkinan adanya fosil-fosil runtuhan (caving).
Laporan Mikropaleontologi
3. Preparasi Fosil
Preparasi adalah proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor
lainnya. Setiap jenis fosil memerlukan metode preparasi yang. Proses ini pada
umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan dari
material-material lempung (matrik) yang menyelimutinya.
Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri. Polusi,
terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada pemberian
label, harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum.
4. Penyajian Mikrofosil
Dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan mempergunakan
miroskop. Setelah sampel batuan selesai direparasi, hasilnya yang berupa residu ataupun
berbentuk sayatan pada gelas objek diamati di bawah mikroskop. Mikroskop yang
dipergunakan tergantung pada jenis preparasi dan analisis yang dilakukan. Secara umum
terdapat tiga jenis mikroskop yang dipergunakan, yaitu mikroskop binokuler, mikroskop
polarisasi dan mikroskop scanning-elektron (SEM).
b. Determinasi
Determinasi
merupakan
tahap
akhir
dari
pekerjaan
mikropaleontologis
di
laboratorium, tetapi juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting selanjutnya, yaitu
sintesis. Tujuan determinasi adalah menentukan nama genus dan spesies mikrofosil yang
diamati, dengan mengobservasi semua sifat fisik dan kenampakan optik mikrofosil tersebut.
c. Deskripsi
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik maupun
kenampakan optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci yang bila perlu dilengkapi
dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi. Deskripsi sangat penting karena merupakan dasar
untuk mengambil keputusan tentang penamaan mikrofosil yang bersangkutan.
Laporan Mikropaleontologi
d. Ilustrasi
Pada tahap ilustrasi, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat menjelaskan berbagai
sifat khas tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap gambar ilustrasi harus selalu dilengkapi
dengan skala ataupun ukuran perbesarannya.
e. Penamaan
Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (17071778) yang kemudian melatinkan
namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang dikenal dengan Law Of
Priority, 1958 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa nama yang telah dipergunakan pada
suatu individu tidak dipergunakan untuk individu yang lain.
Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata sedangkan tingkat spesies
terdiri dari dua kata, tingkat subspecies terdiri dari tiga kata. Nama-nama kehidupan selalu
diikuti oleh nama orang yang menemukannya. Contoh penamaan fosil sebagai berikut:
.Globorotalia menardi exilis Blow, 1998, arti dari penamaan adalah fosil hingga
ini.
Spaeroidinella aff dehiscen, arti dari penamaan tersebut adalah fosil ini berdekatan
atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil,
setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari
Laporan Mikropaleontologi
Biostratigrafi Foraminifera
Memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa fosil
foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan umur
relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di
bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu. Foraminifera mengalami
perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan
pada waktu (umur) yang berbeda beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah
dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut.
Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara
mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.
Memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi). Karena spesies
foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang ahli
paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan lingkungan masa
lampau tempat foraminifera tersebut hidup.
Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa
lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global
yang terjadi selama jaman es. Sebuah sampel kumpulan fosil foraminifera mengandung
banyak spesies yang masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari
spesies-spesies tersebut dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau di tempat
kumpulan fosil foraminifera diperoleh, ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika
sebuah sampel mengandung kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar
10
Laporan Mikropaleontologi
sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga
lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari
spesies plangtonik dan bentonik (prosentase foraminifera planktonik dari total kumpulan
foraminifera planktonik dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae,
Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun cangkang. Aspek kimia
cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan sifat kimia perairan
tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perbandingan isotop oksigen stabil
tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih
banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang
foraminifera plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di
seluruh dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan
masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut telah
berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang akan
datang (keakurasiannya belum teruji).
Eksplorasi Minyak
11
Laporan Mikropaleontologi
11.2.2 Cangkang
Dalam mempelajari fosil foraminifera biasanya dilakukan dengan mengamati
cangkangnya. Hal ini disebabkan bagian lunaknya (protoplasma) sudah tidak dapat
diketemukan. Cangkang foraminifera tersusun oleh :
Dinding
Kamar
Proloculum
Septa
Sutura
Aperture
11.3 Foraminifera Plangtonik
Foraminifera planktonik adalah foraminifera yang cara hidupnya mengambang atau
melayang di air, sehingga fosil ini sangat baik untuk menentukan umur dari suatu
lingkungan pengendapan (umur dari suatu batuan). Secara umum foraminifera dibagi
berdasarkan family, genus, serta spesies yang didasarkan antara ciri-ciri yang nampak.
11.3.1 Morfologi Foraminifera Plangtonik
Foraminifera
membedakannya
planktonik
dengan
ciri
yang
12
mempunyai
Laporan Mikropaleontologi
yang
ber"ariasi.
7. Di daerah subkutub jumlahnya melimpah tetapi spesiesnya sedikit.
11.3.2 Sistematika Foraminifera Plangtonik
Terdapat tiga (3) famili yang sering dijumpai pada foraminifera plangtonik
(Cushman, 1950). Ketiga famili tersebut adalah Globigerinidae, Globigerinidae dan
Hantkeninidae. Jumlah genus sekitar 23.
1. Famili Globigeriniidae
Famili ini pada umumnya mempunyai bentuk test spherical atau hemispherical,
bentuk kamar globular dan susunan kamar trochospiral rendah atau tinggi. Aperture pada
umumnya terbuka lebar dengan posisi yang terletak pada umbilicus dan juga pada suture atau
pada apertural face.
Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening. Aperture ini adalah akibat dari
terselubungnya seluruh kamar-kamar sebelumnya oleh kamar terakhir.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
Orbulina universa
Orbulina bilobata
13
Laporan Mikropaleontologi
Orbulina suturalis
Genus Globigerina
Globigerina nepenthes
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran melipat ke atas.
Globigerina praebulloides
Ciri khas : kamar menggembung, suture pada bagian spiral radial hingga sangat
melengkung, tertekan, pada bagian umbilical radial, tertekan, umbilicusnya dalam.
Globigerina seminulina
Ciri khas : kamar spherical satu yang terakhir elongate. Umbilicus kecil hingga sangat
lebar, sangat dalam. Aperture berbentuk elongate atau melengkung rendah, interiomarginal
umbulical dibatasi oteh lengkungan.
14
Laporan Mikropaleontologi
Genus Globigerinoides
Ciri morphologinya sama
dengan
Globigerina
tetapi
pada Globigerinoides
terdapat supplementary aperture. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
Globigerinoides trilobus
Ciri khas : tiga kamar pada
Umbilicusnya
sangat
putaran
terakhir
membesar
sangat
cepat.
lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada kamar terakhir terdapat aperture sekunder.
Gambar 11.7 globigerinoides trilobus
Globigerinoides conglobatus
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir bertambah secara
perlahan. Umbilicus
umbilical, umbilical panjang, melengkung dibatasi oleh sebuah lengkungan, serta terdapat
aperture sekunder.
Globigerina extremus
Ciri khas : empat kamar terakhir bertambah besar, suture melengkung oblique
pada
spiral-spiral
dan
pada
bagian
umbilicusnya
dalam. Semua kamar pada putaran terakhir yang tertekan, oblique lateral. Terdapat hiasan
berupa tooth pada aperturenya.
15
Laporan Mikropaleontologi
Globigerinoides fistulosus
Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri-peri, suture pada
bagian spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat lebar. Aperture
interiomarginal umbilical, lebar, terbuka
primer
Globigerinoides immaturus
Tiga kamar terakhir bertambah besar tidak begitu cepat. Umbilicus sempit. Aperture
primer interiomarginal umbilical dengan lengkungan yang rendah sampai sedang, dibatasi
oleh sebuah rim. Terdapat aperture sekunder pada kamar terakhir.
Gambar 11.11 Globigerinoides immaturus
Globigerinoides primordius
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides tetapi mempunyai
aperture sekunder pada sisi dorsal.
Gambar 11.12 Globigerinoides primordius
16
Laporan Mikropaleontologi
Globigerinoides obliquus
Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer interiomarginal umbilical,
sangat melengkung yang dibatasi oleh sebuah rim. Sebagian kecil dari kamar terakhir
memperlihatkan sebuah aperture sekunder yang berseberangan dengan aperture primer.
Gambar 11.13 Globigerinoides obliquus
Globigerinoides ruber
Perputaran
kamarnya
terlihat
interiomarginal
umbilical,
dengan
mulai
lengkungan
dari
sedang
samping.
yang
Aperture
terletak
pada
umbilicus
dengan
bentuk
segiempat,
yang
kadang-kadang
mempunyai bibir.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
Globoquadrina dehiscens
Kamar subglobular menjadi semakin melingkupi pada saat dewasa. Tiga kamar
terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Pada kena
mpakan samping sisi dorsal terlihat datar.
17
Laporan Mikropaleontologi
Globoquadrina altispira
Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang, umbilicus sangat
lebar, dalam, aperture interiomarginal sangat lebar terlihat elongate pada bagian atas,
terdapat flap.
Genus Sphaeroidinella
Bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globular dengan jumlah kamar tiga
buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture terbuka lebar dan memanjang di
dasar suture. Pada dorsal terdapat supplementary aperture. Mempunyai hiasan berupa
suture bridge.Spesies yang termasuk dalam genus ini :
Sphaeroidinella dehiscens
sama
dengan
genus
Sphaeroidinella
18
tapi
tidak
Laporan Mikropaleontologi
Genus Pulleniatina
Susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang dari
Pulleniatina obliqueloculata
Gambar 11.19 Pulleniatina obliqueloculata
Genus Catapsydrax
Mempunyai hiasan pada aperture berupa bulla pada Catapsydrax dissimilis dan
tegilla
pada
Catapsydrax
stainforthi.
Juga
mempunyai
Genus Globorotalia
Berdasarkan ada atau tidaknya keel, maka genus ini dapat dihagi 2 subgenus, yaitu :
Subgenus Globorotalia Subgenus ini mencakup seluruh Globorotalia yang mempunyai keel.
Untuk membedakan subgenus ini dengan subgenus lainnya maka dalam penulisannya, biasanya
diberi kode sebagai berikut : Contoh : Globorotalia (G)
Beberapa spesies yang termasuk. dalam subgenus ini :
Globorotalia tumida
Test trochospiral rendah sampai sedang, sisi spirallebih convex daripada sisi
19
Laporan Mikropaleontologi
umbilical, permukaannya licin kecuali pada kamar dari putaran akhir dan umbilical pada
kamar akhir yang pustulose. Suture disisi spiral pada mulanya melengkung halus Ialu
melengkung tajam mendekati akhir hampir lurus hingga radial, pada distal kembali
melengkung hampir tangensial ke peri-peri.
Globorotalia plesiotumida
Test trochospiral sangat rendah, biconvex, tertekan, peri-peri equatorial globulate,
keel tipis. Suture pad a bagian spiral melengkung satu pada bagian yang terakhir subradial,
pada sisi distalnya melengkung sangat kuat. Umbilical sempit dan tertutup dalam aperture
interiomarginal umbilical extra umbilical melengkung lemah di batasi oleh lip yang tipis.
Subgenus turborotalia
Mencakup sebruh Globorotalia yang tidak mempunyai keel. Untuk penulisannya,
Globorotalia siakensis
Susunan kamar trochospiral lemah, peri-peri equatorial lobulate, kamar tidak rata,
subglobular, kamar ke 5-6 terakhir membesar tidak teratur. POOa kedua sisi suturenya
radial, tertekan, umbilical agak lebar sampai agak sempit, dalam. Aperture interiomarginal
umbilical extra umbilical, agak rendah, terbuka, melengkung, dibatasi oleh bibir atau rim.
20
Laporan Mikropaleontologi
3. Famili Hantkeniidae
Pada test terdapat dua umbilicus yang masing-masing terletak pada salah satu sisi test
yang berseberangan. Susunan kamar planispiral involute. Beberapa genus kamar-kamar
ditumbuhi oleh spine-spine panjang. Beberapa genus yang termasuk dalam famili ini
Genus Hantkenina
Bentuk test biumbilicate, bentuk kamar tabular spinate dan susunan kamar planispiral
Genus Cribrohantkenina
Mempunyai ciri hampir sama dengan Hantkenina tetapi kamar akhir sangat
Contoh :
Cribrohantkenina bermudez
Genus Hastigerina
Bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau loosely coiled".
Mempunyai aperture equatorial yang terletak pada apertural face.
Contoh : Hastigerina aequilateralis
21
Laporan Mikropaleontologi
Kedalaman laut
Suhu/temperature
Salinitas dan kimia air
Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis
Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen)
Streblusbiccarii adalah tipe yang hidup pada daerah lagoon dan daerah dekatpantai.
Lagoon mempunyai salinitas yang sedang karena merupakanpercampuran antara air laut
dengan air sungai.
Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara
vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alat yang digunakan untuk merayap
pada benthos yang vagile adalah pseudopodia. Terdapat yang semula sesile dan berkembang
menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut. Material
penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan.
11.4.1 Morfologi Foram Bentonik
22
Laporan Mikropaleontologi
Jumlah spesies Foraminifera bentonik sangat besar. Golongan ini mempunyai arti
penting, terutama dalam penentuan lingkungan pengendapan. Golongan ini sangat peka
terhadap lingkungan pengendapan, sehingga baik untuk analisa lingkungan pengendapan.
Secara umum cukup mudah untuk membedakan antara foram kecil benthonik dengan
foram kecil plangton. Foraminifera benthonik memiliki ciri umum sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
23
Laporan Mikropaleontologi
d. Famili Miogpsinidae
Bentuk test pipih, segitiga atau asimetris, kamar embryonik bilocular terletak
dipinggir (eksentris) atau dipuncak (apical ) terdiri dari protoconc yang hampir sama besar.
Kamar embryonik ini seluruhnya dikelilingi oleh kamar-kamar nepionik. Kamar-kamar
median berbentuk rhombik atau hexagonal yang memanjang, pilar-pilar dapat terlihat jelas.
Genus Miogypsian : kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong hingga bulat, kadang
seperti bintang/pligonal, permukaan papilliate, sering di jumpai tongkak. Genus
Miogypsinoides ; kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong dan kulit luarnya datar.
e. Famili Calcarinidae
Genus Biplanispira : kenampakan luar pipih hingga seperti lensa, discoidal, hampir
bilateral simetri dengan/tanpa tonggak. Genus Pellatispira : kenampakan luar seperti lensa
(lentikuler) dan bulat sering dijumpai tonggak.
f. Famili Orbitoididae
Golongan ini mempunyai test besar, lenticular/discoidal, biconcave, berkamar banyak
dimana hubungan antara kamar-kamarnya dilakukan dengan stolon (pori-pori yang terbentuk
tabung), dinding lateralnya berpori dan tebal, dimana terdapat kamar-kamar dan pillar-pillar.
Untuk bentuk yang megalosfer, kamar utamanya terdiri dari :
1. Kamar embrionik/initial chamber/nucleoconch
Merupakan kamar permulaan yang tersusun dari beberapa inti. Berdasarkan jumalah dan
kedudukan inti-inti tersebut dapat dibedakan beberapa bentuk yang akan membedakan
penamaan sub-genusnya. Dari susunan inti-intinya, nucleoconch dapat berbentuk : Bilocular,
terdiri dari protoconch dan deuteroconch beberapa deuteroconch lebih kecil dan mengelilingi
24
Laporan Mikropaleontologi
foraminifera
besar
sebagai
penujuk
lingkungan.
Berdasarkan
25
Laporan Mikropaleontologi
2. Foraminifera Besar Bentonik : Dipakai sebagai penentu umur relatif karena umumnya
mempunyai umur pendek sehingga sangat baik sebagoi fosil penunjuk.
Penentuan umur berdasarkan foraminifera besar, khususnya di Indonesia biasanya
menggunakan Klasifikasi Huruf, antara lain. Klasifikasi 'Huruf yang dikemukakan oleh
Adams ( 1970 ).
11.6.2 Penentuan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan adalah suatu kumpulan dari kondisi fisika, kimia, dari
biologi dimana sedimen terakumulasi (Krumbein & Sloss, 1963). Selain tersabut di atas
banyak pula para ahli yang mengemukakan tentang definisi lingkungan pengendapan antara
Selly, 1978, mendefinisikan suatu keadaan dipermukaan bumi yang disebabkan olen
interaksi antara faktor-faktor fisika kimia dan biologi dimana sedimen tersebut diendapkan.
Faktor fisika meliputi kadar garam, kecepatan arus, kedalaman air, kecepatan angin dan
sebagainya. Faktor kimia meliputi kadar garam, keasaman, kebasaan air serta komposisi
kimiu batuan.
Sedangkan yang dipelajari dalam praktikum ini adalah faktor biologi yang
mempelajari kehidupan organisme masa lampau berdasarkan Iingkungan hidupnya.
Metode yang dipakai untuk menentukan lingkungan pengendapan tersebut adalah :
1- 10
10 - 20
20 - 30
30 - 40
40 - 50
50:- 60
60 -70
70 - 80
80 - 90
90 - 100
26
Kedalaman (m)
0-70
0-'70
60 - 120
100 - 600
100 - 600
550 -700
680 - 825
700 - 1100
900 - 1200
1200 - 2000
Tabel 11.1 Kedalaman Lingkungan Pengendapan
Laporan Mikropaleontologi
27
Laporan Mikropaleontologi
BAB 111
PEMBAHASAN
111.1 Deskripsi Morfologi Foraminifera
1.
Yang dimaksud dengan bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang
foraminifera. Sedangkan bentuk kamar adalah bentuk dari masing-masing kamar
pembentukan test.
1.
Tabular
2.
3.
: tabung
10. Cancellate
: seperti gada
Bifurcating : cabang
11. Discoidal
: cakram
Radiate
12. Biumbilicate
: radial
: 2 umbilicus
planispiral
4. Arborescent : pohon
13. Biconvex
: cembung di dua
sisi
5.
Irregular
: tidak teratur
6.
Hemisperical
14. Flaring
: setengah bola
: seperti obor
15. Spiroconvex
: cembung di sisi
dorsal
7.
Zigzag
8. Conical
: kerucut
17. Lenticular
9. Spherical
: bola
18. biumbilicate
19. Fusiform
Bentuk Kamar
1. Spherical
2. Pyriform
3. Tabular
4. Globular
5. Oved
6. Hemisperical
28
: pipih
: lensa.
: gabungan
Laporan Mikropaleontologi
7. Angular truncate
8. Angular rhomboid
9. Angular conical
10. Radiaal elongate
11. Claved
12. Tubulospinate
13. Cyclical
14. Flatulose Semicircular
Cancellate
Tabular
Discoidal
Bifurcating
Hemispherical
Spiroconvex
29
Zigzag
Biumbilicate
Biconvex
Radiate
Arborescent
Conical
Flaring
Spherical
Fusiform
Irregular
Laporan Mikropaleontologi
2.
Punctate
Smooth
Cancellate
Open Umbilicus
30
Spiral Costae
Umbilicus
Ventral Umbo
Pada Aperture
Flape
Axial Costae
Pustulose
Pada Umbilicus
Deeply Umbilicus
Reticulate
Tooth
Lip/Rim
Bulla
Tegilla
Laporan Mikropaleontologi
Keel
Spine
Pada Suture
Bridge
Limbate
Retral Processes
Raised Bosses
Gambar 111.2 Hiasan Pada Foraminifera
3.
Hemispherical
Angular Rhomboid
Tubulospinate
Angular Conical
Cyclical
Flatulose
Tabular
Semicirculer
Spherical
31
Pyriform
Globular
Oved
Angular truncate
Laporan Mikropaleontologi
a.
Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat, pandangan serta
jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh : Hastigerina
b.
Trochospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlibat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Contoh: Globigerina
c.
Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan yang lainnya,
biasanya terdapat lubang-lubang halus yang disebut dengan foramen. Septa tidak dapat
dilihat dari luar test, sedangkan yang tampak pada dinding luar test hanya berupa garis
yang disebut suture.
Suture merupakan garis yang terliliat pada dinding luar test, merupakan perpotongan
septa dengan dinding kamar. Suture penting dalam pengklasifikasian foraminifera karena
beberapa spesies memiliki suture yang khas. Macam-macam bentuk suture adalah :
32
Laporan Mikropaleontologi
Lurus,
melengkung
lemah,
sedang
atau
kuat.
Contoh
orthomorphiao
Karena spesies tertentu mempunyai jumlah karnar pada sisi ventral yang hampir pasti sedang
pada bagian sisi dorsal akan berhubungan erat dengan jumlah putaran. Jumlah putaran yang
banyak umumnya mempunyai jumlah kamar yang banyak pula, namun jumlah putaran itu
juga jumlah karnarnya dalam satu spesies mempunyai kisaran yang harnpir pasti.
Pada susunan kamar trochospiral jumlah putaran dapat diamati pada sisi dorsal,
sedangkan pada planispiral jumlah putaran pada sisi ventral dan dorsal mempunyai
kenarnpakan yang sarna. Cara menghitung putaran adalah dengan menentukan arah
perputaran dari cangkang. Kemudian menentukan urutan pertumbuhan kamar-kamamya dan
menarik garis pertolongan yang memotong kamar 1 dan 2 dan menarik garis tegak lurns yang
melalui garis pertolongan pada kamar 1 dan 2.
33
Trochospiral
Laporan Mikropaleontologi
Planispiral
Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada kamar
terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun variasinya lebih
sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal yang
terletak pada dasar (tepi) kamar akhir (septal face) dan melekuk kedalam,
ter1ihat pada bagian ventral (perut). Macam-macam aperture yang dikenal pada
foraminifera plankton:
a. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
-
34
Laporan Mikropaleontologi
Ornamen atau hiasan dapat juga dipakai sebagai penciri khas untuk genus atau spesies
tertentu, Contohnya pada Globoquadrina yang memiliki hiasan pada aperture yaitu flap.
8. Komposisi Test Foraminifera
Berdasarkan komposisi test foraininifera dapat dikelompokan menjadi empat,
yaitu:
a. Dinding Chitin / tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun foraminifera,
dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Foraminifera yang mempunyai
dinding chitin, anatara lain :
o GolonganAllogromidae
35
Laporan Mikropaleontologi
o Golongan Miliolidae
o Golongan Lituolidae
o Golongan Astrorhizidae .
Ciri-ciri dinding chitin adalah flexible, transparan, berwarna kekuningan dan
imperforate.
b. Dinding Arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan aglutinous terbuat dari zat atau mineral asing
disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama dengan
tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari butir-butir pasir saja,
sedangkan dinding agglutinin materialnya diambil butir-butir, sayatan-sayatan mika, spone
specule, fragmen-fragmen dari foraminifera lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin,
oksida besi atau zat perekat gampingan. Zat perekat gampingan adalah khas untuk
foraminifera yang hidup didaerah tropis, sedangan zat perekat silika adalah khas untuk
foraminifera yang hidup perairan dingin.
c. Dinding Siliceous
Beberapa ahli (Brady, Humbler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa dinding
silicon dihasilkan oleli organisme itu sendiri, Menurut Glessner dinding silicon berasal dari
zat sekunder. Galloway berpendapat bahwa, dinding silicon dapat dibentuk oleh organisme
itu sendiri (zat primer) ataupun terbentuk secara sekunder. Tipe dinding ini jarang
ditemukan, hanya dijumpai pada beberapa golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies
dari Miliodae.
d. Dinding Calcareous atau gatupingan
Dinding yang terdiri dari zat-zat gampingan dijumpai pada sebagian besar
foraminifera.bDinding yang gampingan dapat dikelompokam menjadi :
Gampingan Porselen
Gampingan porselen adalah dinding gampingan yang tidak berpori, mempunyai
kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar langsung berwarna putih opaque,
contoh : Quinqueloculina, Pyrgo
Gamping Granular
36
Laporan Mikropaleontologi
Gamping granular adalah dinding yang terdiri dari kristal-kristal kalsit yang
granular, pada sayatan tipis ini kelihatan gelap. Dijumpai pada golongan endothyra dan
beberapa spesies dari bradyina serta Hyperammina.
Gamping Komplek
Gamping komplek adalah dinding dijumpai berlapis, kadang-kadang terdiri dari
satu lapis yang homogen, kadang-kadang dua lapis bahkan sampai empat lapis. Terdapat
pada golongan Fussulinidae.
Gamping Hyaline
Terdiri dari zat-zat gampingan yang transparan dan berpori, Kebanyakan dari
foraminifera. plankton mempunyai dinding seperti ini.
37
Susunan Kamar
Bentuk Kamar/Test
Suture
Aperture
Komposisi Test
Hiasan/Ornamen
Susunan Kamar
Laporan Mikropaleontologi
Planispiral : Terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat, pandangan dan
jumlah kamar ventral dan dorsal sama.
Trochospiral :Terputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat.
pada kamar terakhir. Selain itu perlu diperhatikan pula pertambahan ukuran kamar,
apakah berangsur atau berubah mendadak. Perlu diperhatikan pula arah putaran apakah
searah jarum jam (dextral) atau berlawanan arah jarum jam (sinistral).
Aperture
1. Aperture Primer
Primary Aperture
Interiomarginal,
yaitu
Primary
Aperture
38
Laporan Mikropaleontologi
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau aperture
tambahan. Contoh : Catapsydrax
Komposisi Test
Berdasarkan komposisi test foraininifera dapat dikelompokan menjadi empat,
yaitu:
Dinding Chitin / tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun foraminifera,
dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Foraminifera yang mempunyai
dinding chitin, anatara lain :
o GolonganAllogromidae
o Golongan Miliolidae
o Golongan Lituolidae
o Golongan Astrorhizidae .
Ciri-ciri dinding chitin adalah flexible, transparan, berwarna kekuningan dan
imperforate.
Dinding Arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan aglutinous terbuat dari zat atau mineral asing
disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama dengan
tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari butir-butir pasir saja,
sedangkan dinding agglutinin materialnya diambil butir-butir, sayatan-sayatan mika, spone
specule, fragmen-fragmen dari foraminifera lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin,
oksida besi atau zat perekat gampingan. Zat perekat gampingan adalah khas untuk
foraminifera yang hidup didaerah tropis, sedangan zat perekat silika adalah khas untuk
foraminifera yang hidup perairan dingin.
Dinding Siliceous
Beberapa ahli (Brady, Humbler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa dinding
silicon dihasilkan oleli organisme itu sendiri, Menurut Glessner dinding silicon berasal dari
zat sekunder. Galloway berpendapat bahwa, dinding silicon dapat dibentuk oleh organisme
itu sendiri (zat primer) ataupun terbentuk secara sekunder. Tipe dinding ini jarang
39
Laporan Mikropaleontologi
ditemukan, hanya dijumpai pada beberapa golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies
dari Miliodae.
Dinding Calcareous atau gatupingan
Dinding yang terdiri dari zat-zat gampingan dijumpai pada sebagian besar
foraminifera.bDinding yang gampingan dapat dikelompokam menjadi :
Gampingan Porselen
Gampingan porselen adalah dinding gampingan yang tidak berpori, mempunyai
kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar langsung berwarna putih opaque, contoh
: Quinqueloculina, Pyrgo
Gamping Granular
Gamping granular adalah dinding yang terdiri dari kristal-kristal kalsit yang
granular, pada sayatan tipis ini kelihatan gelap. Dijumpai pada golongan endothyra dan
beberapa spesies dari bradyina serta Hyperammina.
Gamping Komplek
Gamping komplek adalah dinding dijumpai berlapis, kadang-kadang terdiri dari
satu lapis yang homogen, kadang-kadang dua lapis bahkan sampai empat lapis. Terdapat
pada golongan Fussulinidae.
Gamping Hyaline
Terdiri dari zat-zat gampingan yang transparan dan berpori, Kebanyakan dari
foraminifera. plankton mempunyai dinding seperti ini.
Ornamen atau hiasan dapat juga dipakai sebagai penciri khas untuk genus atau spesies
tertentu, Contohnya pada Globoquadrina yang memiliki hiasan pada aperture yaitu flap.
40
Laporan Mikropaleontologi
Susunan Kamar
Monothalamus:
susunan
dan
bentuk
kamar-kamar
41
akhir
Laporan Mikropaleontologi
42
Laporan Mikropaleontologi
Aperture
43
Laporan Mikropaleontologi
44
Laporan Mikropaleontologi
dan kedudukan inti-inti tersebut dapat dibedakan beberapa bentuk yang akan membedakan
penamaan sub-genusnya. Dari susunan inti-intinya, nucleoconch dapat berbentuk : Bilocular,
terdiri dari protoconch dan deuteroconch beberapa deuteroconch lebih kecil dan mengelilingi
protoconch polylepidina. Biasanya terdapat pada bentuk yang microsfeer. denteroconchsama
besar dengan protococh. Isolepidina atau sebagai Lepidocyclina ss.
Embryonic chamber merupakan kamar-kamar yang mengelilingi kamar embrionik,
terletak antara kamar embrionik dan kamar-kamar post nepionik. Berdasarkan letak dan
susunan kamar nepionik dapat digunakan untuk klasifikasi golongan Ortoididae (Tan Sin
Hok, 1932)
Kamar lateral
Merupakan rongga-rongga yang letaknya teratur, terletak di atas dan di bawah lapisan
BAB 1V
PENUTUP
45
Laporan Mikropaleontologi
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Kritik dan Saran
Lampiran
46