Anda di halaman 1dari 46

Laporan Mikropaleontologi

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil,
ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang lampau yang
berukuran sangat renik (mikroskopis),yang dalam pengamatannya harus menggunakan
Mikroskop atau biasa disebut micro fossils (fosil mikro). Pembahasan mikropaleontologi
ini sesungguhnya sangat heterogen, berasal baik dari hewan maupun tumbuhan ataupun
bagian dari hewan atau tumbuahan. Pada ilmu Mikropaleontologi ini dikenal adanya
Analisis Biostratigrafi. Dimana biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat
erat dalam penentuan umur relatif dan lingkungan pengendapan dari suatu batuan
berdasarkan kandungan fosil yang terkandung dalam batuan tersebut.
Yang melatarbelakangi kegiatan ini adalah salah satu kewajiban bagi mahasiswa yang
mengambil mata kuliah mikropaleontologi di Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
(STTNAS Yogyakarta) dan sebagai syarat dalam mengikuti responsi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakan ekskursi ini adalah untuk melakukan aplikasi secara langsung
ilmu yang telah ddapat pada praktikum. Adapun tujuan penyelenggaraan fieldtrip kali ini
adalah:
1. Agar praktikan mampu menganalisis suatu singkapan baik secara petrologi
maupun paleontologi.
2. Agar praktikan dapat merekonstruksi dan menganalisa data fosil yang diperoleh
langsung dilapangan.
1.3 Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan metode primer dan
metode sekunder. Metode primer adalah ialah metode yang menggunakan data lapangan
secara langsung. sedangkan metode sekunder yaitu metode berdasarkan dasar teori yang
diambil dari bukti panduan praktium,literature -literatur buku-buku lain yang berkaitan
dengan laporan ini serta pengambilan literatur yang ada di internet.

BAB 11
DASAR TEORI

Laporan Mikropaleontologi

11.1 Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil,
ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang lampau yang berukuran
sangat renik (mikroskopis), yang dalam pengamatannya harus menggunakan Mikroskop atau
biasa disebut micro fossils (fosil mikro). Pembahasan mikropaleontologi ini sesungguhnya
sangat heterogen, berasal baik dari hewan maupun tumbuhan ataupun bagian dari hewan atau
tumbuahan. Pada ilmu Mikropaleontologi ini dikenal adanya Analisis Biostratigrafi. Dimana
biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam penentuan umur relatif dan
lingkungan pengendapan dari suatu batuan berdasarkan kandungan fosil yang terkandung
dalam batuan tersebut.
11.1.1 Kegunaan Mikrofosil
Beberapa manfaat fosil antara lain sebagai berikut :
1.

Dalam korelasi :
Untuk membantu korelasi penampang satu daerah dengan daerah lain baik
dibawah permukaan maupun permukaan.

2.

Menetukan umur :
Misalnya umur suatu lensa batupasir yang terletak didalam lapisan serpih yang
tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil dengan batuan yang melingkupi.

3.

Membantu study mengenai species.

4.

Dapat memberikan keterangan-keterangan paleontologi yang penting dalam


menyusun suatu standart section suatu daerah.

5.

Membantu menentukan hubungan batas-batas suatu transgresi/regresi serta


tebal atau tipis lapisan.

Berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah, yaitu :


1.

Fosil index :
Yaitu fosil yang digunakan sebagai penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini
mempunyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas, serta
mudah dikenal.
Contoh : Globorotalina Tumida sebagai penciri N18 atau miocene akhir.

2.

Fosil bathymetry/Fosil kedalaman


Yaitu fosil yang dipergunakan untuk menentukan lingkungan kedalaman
pengendapan. Umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup didasar.

Laporan Mikropaleontologi

Contohnya : Elphidium spp sebagai penciri lingkungan transisi


3.

Fosil Horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic


Yaitu fosil yang mencirikan suatu kekhasan yang terdapat pada lapisan yang
bersangkutan.
Contoh : Globorotalia tumida sebagai penciri N18 atau Miocene akhir

4.

Fosil lingkungan
Yaitu fosil yang dapat ditunjukan sebagi penunjuk lingkungan sedimentasi.
Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.

5.

Fosil iklim
Yaitu fosil yang dapat deperfunakan sebagai penunjuk iklim pada saat itu.
Contoh : Globigerina pachyderma sebagai penciri dari iklim yang dingin.

11.1.2 Tahapan Penelitian Mikrofosil


Sebelum melakukan penelitian mikrofosil adapun tahap-tahap persiapan yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Sampling
Sampling adalah proses pengambilan sampel dari lapangan. Jika untuk fosil mikro maka
yang diambil adalah contoh batuan. Batuan yang diambil haruslah batuan yang masih dalam
keadan insitu, yaitu batuan yang masih ditempatnya. Pengambilan sampel batuan di lapangan
hendaknya dengan memperhatikan tujuan yang akan dicapai. Untuk mendapatkan sampel
yang baik diperhatikan interval jarak tertentu terutama untuk menyusun biostratigrafi. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel di lapangan, yaitu :
a. Jenis batuan
b. Metode sampling
c. Jenis sampel
d. Jenis Batuan

Laporan Mikropaleontologi

a. Jenis Batuan
Fosil mikro pada umumnya dapat dijumpai pada batuan berfraksi halus. Namun perlu
diingat bahwa jenis-jenis fosil tertentu hanya dapat dijumpai pada batuan-batuan tertentu.
Kesalahan pengambilan sampel berakibat pada tidak dijumpai fosil yang diinginkan. Fosil
foraminifera kecil dapat dijumpai pada batuan napal, kalsilutit, kalkarenit halus, batupasir
karbonatan halus. Fosil Foraminifera besar, dapat dijumpai pada Kalkarenit, dan Boundstone
b. Metode Sampling
Beberapa prosedur sampling pada berbagai tipe sekuen sedimentasi dapat dilakukan seperti
berikut ini :

Splot sampling

Spot Sampling dalah dengan interval tertentu, merupakan metoda terbaik untuk
penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada lapisan serpih tebal,
batu gamping dan batulanau. Pada metoda ini dapat ditambahkan dengan channel sample
(parit sampel) sepanjang 30 cm pada setiap interval 1,5 meter.

Channel Sampling (sampel paritan)

Dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m) pada suatu litologi yang
seragam. Atau pada perselingan batuan yang cepat, channel sample dilakukan pada setiap
perubahan unit litologi. Splot Sampling juga dilakukan pada lapisan serpih yang tipis atau
sisipan lempung pada batupasir atau batu gamping, juga pada serpih dengan lensa tipis
batugamping.
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel batuan, yaitu :
1. Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena dikhawatirkan
fosilnya sudah terdisplaced atau tidak insitu.
2. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena
batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang dapat
mengawetkan fosil antara lain batulempung (claystone), batuserpih (shalestone),

Laporan Mikropaleontologi

batunapal (marlstone), batutufa napalan (marly tuffstone), batugamping bioklastik,


batugamping dengan campuran batupasir sangat halus.
3. Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
4. Jika endapan turbidite diambil pada endapan berbutir halus, yang diperkirakan
merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi normal.
5. Jenis Sampel
Sampel permukaan adalah sampel yang diambil pada suatu singkapan. Sampel yang baik
adalah yang diketahui posisi stratigrafinya terhadap singkapan yang lain, namun terkadang
pada pengambilan sampel yang acak baru diketahui sesudah dilakukan analisa umur. Sampel
permukaan sebaiknya diambil dengan penggalian sedalam > 30 cm atau dicari yang masih
relatif segar (tidak lapuk).
Berikut adalah cara-cara atau tahap-tahap yang digunakan dalam aturan sampling batuan
hingga pemisahan fosil dari material asing yang non-fosil.

Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga berukuran dengan
diameter 3-6 mm.

Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk dan dipanaskan.

Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam) jika fosil masih
nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan air sabun, lalu
dibilas dengan air sampai bersih.

Keringkan dengan terik matahari dan fosil siap untuk diayak.

Pemisahan fosil

Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah dengan menggunakan jarum dari cawan
tempat contoh batuan, untuk memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu disediakan air
(jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum pengambilan), pada saat pengambilan fosil
dari pengotor harus dilakukan dengan hati-hati, karena apabila pada saat pengambilannya
tidak hati-hati maka fosil tersebut bias jatuh dan bias juga pecah, sehingga tidak bisa untuk
5

Laporan Mikropaleontologi

dilanjutkan pendeskripsiannya. Alat-alat yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara laian
adalah:
1. Cawan untuk tempat contoh batuan
2. Jarum untuk mengambil batuan
3. Kuas bulu halus
4. Cawan tempat air
5. Lem untuk merekatkan fosil
6. Kertas untuk memberi nama fosil
7. Tempat fosil
8. Mikroskop
2. Kualitas Sampel
Kualitas sampel batuan perlu diperhatikan agar fosil mikro yang didapatkan baik untuk
dideterminasi atau dianalisa. Untuk mendapatkan fosil yang baik maka dalam pengambilan
suatu contoh batuan untuk analisis mikropaleontologi harus memenuhi kriteria berikut ini:
a. Bersih
Sebelum merngambil contoh batuan yang dimaksud, kita harus membersihkannya dari
lapisan-lapisan pengotor yang menyelimutinya. Bersihkan dengan pisau kecil dari pelapukan
ataupun akar tumbuh-tumbuhan, juga dari polen dan serbuk sari tumbuh-tumbuhan yang
hidup sekarang. Khusus untuk sampel pada analisa Palynologi, sampel tersebut harus
terlindung dari udara terbuka karena dalam udara banyak mengadung polen dan serbuk sari
yang dapat menempel pada batuan tersebut. Suatu cara yang cukup baik, bisa dilkukan
dengan

memasukkan

sampel

yang

sudah

dibersihkan

tersebut

kedalam

lubang

metal/fiberglass yang bersih dan bebas karat. Atau dapat juga kita mengambil contoh batuan
yang agak besar, baru kemudian sesaat akan dilkukan preparasi kita bersihkan dan diambil
bagian dalam/inti dari contoh batuan tersebut.

Laporan Mikropaleontologi

b. Representif dan Komplit


Harus dipisahkan dengan jelas antara contoh batuan yang mewakili suatu sisipan ataupun
suatu lapisan batuan. Untuk studi yang lengkap, ambil sekitar 200-500 gram batuan sedimen
yang sudah dibersihkan. Untuk batuan yang diduga sedikit mengandung mikrofosil, berat
contohnya lebih baik dilebihkan. Sebaliknya pada analisa nannoplankton hanya dibutuhkan
beberapa gram saja untuk setiap sampelnya.
c. Pasti
Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air (plastik)
yang diatasnya tertulis dengan tinta tahan air, segala keterangan penting tentang sampel
tersebut seperti nomor sampel, lokasi (kedalaman), jenis batuan, waktu pengambilan dan
sebagainya maka hasil analisa sampel tersebut akan pasti manfaatnya.
Secara garis besar, jenis sampel apat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

Sampel permukaan (surface sample). Adalah sample yang diambil pada permukaan
tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam peta. Sampel bawah
permukaan (sub surface sample).

Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu pengeboran. Dari
cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini dapat dipisahkan menjadi 4
bagian, yaitu :
1. inti bor (core); seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil secara
utuh.
2. sampel hancuran (ditch-cutting); lapisan pada kedalaman tertentu dihancurkan
dan dipompa ke luar dan kemudian ditampung.
3. sampel sisi bor (side-wall core); diambil dari sisi-sisi dinding bor dari lapisan
pada kedalaman tertentu.
4. Setiap pada kedalaman tertentu pengambilan sampel harus dicatat dengan
cermat dan kemungkinan adanya fosil-fosil runtuhan (caving).

Laporan Mikropaleontologi

3. Preparasi Fosil
Preparasi adalah proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor
lainnya. Setiap jenis fosil memerlukan metode preparasi yang. Proses ini pada
umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan dari
material-material lempung (matrik) yang menyelimutinya.
Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri. Polusi,
terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada pemberian
label, harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum.
4. Penyajian Mikrofosil
Dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan mempergunakan
miroskop. Setelah sampel batuan selesai direparasi, hasilnya yang berupa residu ataupun
berbentuk sayatan pada gelas objek diamati di bawah mikroskop. Mikroskop yang
dipergunakan tergantung pada jenis preparasi dan analisis yang dilakukan. Secara umum
terdapat tiga jenis mikroskop yang dipergunakan, yaitu mikroskop binokuler, mikroskop
polarisasi dan mikroskop scanning-elektron (SEM).
b. Determinasi
Determinasi

merupakan

tahap

akhir

dari

pekerjaan

mikropaleontologis

di

laboratorium, tetapi juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting selanjutnya, yaitu
sintesis. Tujuan determinasi adalah menentukan nama genus dan spesies mikrofosil yang
diamati, dengan mengobservasi semua sifat fisik dan kenampakan optik mikrofosil tersebut.
c. Deskripsi
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik maupun
kenampakan optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci yang bila perlu dilengkapi
dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi. Deskripsi sangat penting karena merupakan dasar
untuk mengambil keputusan tentang penamaan mikrofosil yang bersangkutan.

Laporan Mikropaleontologi

d. Ilustrasi
Pada tahap ilustrasi, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat menjelaskan berbagai
sifat khas tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap gambar ilustrasi harus selalu dilengkapi
dengan skala ataupun ukuran perbesarannya.
e. Penamaan
Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (17071778) yang kemudian melatinkan
namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang dikenal dengan Law Of
Priority, 1958 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa nama yang telah dipergunakan pada
suatu individu tidak dipergunakan untuk individu yang lain.
Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata sedangkan tingkat spesies
terdiri dari dua kata, tingkat subspecies terdiri dari tiga kata. Nama-nama kehidupan selalu
diikuti oleh nama orang yang menemukannya. Contoh penamaan fosil sebagai berikut:

.Globorotalia menardi exilis Blow, 1998, arti dari penamaan adalah fosil hingga

subspesies diketemukan oleh Blow pada tahun 1969


Globorotalia ruber elogatus (DOrbigny), 1826, arti dari n. sp adalah spesies baru.
Pleurotoma carinata Gray, Var Woodwardi Martin, arti dari penamaan adalah Gray

memberikan nama spesies sedangkan Martin memberikan nama varietas.


Globorotalia acostaensis pseudopima Blow, 1969,s arti dari n.sbsp adalah subspecies.
Dentalium (s.str) ruteni Martin, arti dari penamaan adalah fosil tersebut sinonim

dengan dentalium rutteni yang diketemukan Martin.


Globorotalia of tumd, arti dari penamaan ini adalah penemu tidak yakin apakah
bentuk tersebut betul Globorotalia tumida tetapi dapat dibandingkan dengan spesies

ini.
Spaeroidinella aff dehiscen, arti dari penamaan tersebut adalah fosil ini berdekatan

(berfamily) dengan sphaeroidinella dehiscens. (aff = affiliation)


Ammobaculites sp, artinya mempunyai bermacam-macam spesies
Recurvoides sp, artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)
11.2 Foraminifera
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang

atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil,
setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari

Laporan Mikropaleontologi

kamar-kamar yang tersusun sambungmenyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan


ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola
dengan satu lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau
partikel-partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau
aragonit) tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran
berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter. Penelitian tentang fosil foraminifera
mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan
mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi,
paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.

Biostratigrafi Foraminifera

Memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa fosil
foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan umur
relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di
bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu. Foraminifera mengalami
perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan
pada waktu (umur) yang berbeda beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah
dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut.
Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara
mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.

Paleoekologi dan Paleobiogeografi Foraminifera

Memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi). Karena spesies
foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang ahli
paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan lingkungan masa
lampau tempat foraminifera tersebut hidup.
Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa
lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global
yang terjadi selama jaman es. Sebuah sampel kumpulan fosil foraminifera mengandung
banyak spesies yang masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari
spesies-spesies tersebut dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau di tempat
kumpulan fosil foraminifera diperoleh, ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika
sebuah sampel mengandung kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar

10

Laporan Mikropaleontologi

sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga
lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari
spesies plangtonik dan bentonik (prosentase foraminifera planktonik dari total kumpulan
foraminifera planktonik dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae,
Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun cangkang. Aspek kimia
cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan sifat kimia perairan
tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perbandingan isotop oksigen stabil
tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih
banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang
foraminifera plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di
seluruh dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan
masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut telah
berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang akan
datang (keakurasiannya belum teruji).

Eksplorasi Minyak

Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Banyak spesies foraminifera


dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang pendek. Dan banyak pula spesies
foraminifera yang diketemukan hanya pada lingkungan yang spesifik atau tertentu. Oleh
karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti sekeping kecil sampel batuan yang
diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan selanjutnya menentukan umur geologi dan
lingkungan saat batuan tersebut terbentuk. Sejak 1920-an industri perminyakan
memanfaatkan jasa penelitian mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol
stratigrafi dengan menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga
dalam mengarahkan suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung
minyak bumi guna meningkatkan produktifikas minyak. Selain ketiga hal tersebut dia atas
foraminifera juga memiliki kegunaan dalam analisa struktur yang terjadi pada lapisan batuan.
Sehingga sangatlah penting untuk mempelajari foraminifera secara lengkap.
Dari cara hidupnya dibagi menjadi 2 :
1. Pellagic (mengambang)
a. Nektonic (bergerak aktif)
b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya
2. Benthonic (pada dasar laut)

11

Laporan Mikropaleontologi

a. Secile (mikro fosil yang menambat/menepel)


b. Vagile (merayap pada dasar laut)
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu
identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada Trap (jebakan). Dalam geologi
struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta
lipatan.
11.2.1 Ciri Fisik
Secara umum tubuh tersusun oleh protoplasma yang terdiri dari indoplasma dan
ectoplasma. Alat gerak berupa Pseudopodia (kaki semu) yang berfungsi juga untuk
menangkap makanan.

11.2.2 Cangkang
Dalam mempelajari fosil foraminifera biasanya dilakukan dengan mengamati
cangkangnya. Hal ini disebabkan bagian lunaknya (protoplasma) sudah tidak dapat
diketemukan. Cangkang foraminifera tersusun oleh :

Dinding
Kamar
Proloculum
Septa
Sutura
Aperture
11.3 Foraminifera Plangtonik
Foraminifera planktonik adalah foraminifera yang cara hidupnya mengambang atau

melayang di air, sehingga fosil ini sangat baik untuk menentukan umur dari suatu
lingkungan pengendapan (umur dari suatu batuan). Secara umum foraminifera dibagi
berdasarkan family, genus, serta spesies yang didasarkan antara ciri-ciri yang nampak.
11.3.1 Morfologi Foraminifera Plangtonik
Foraminifera
membedakannya

planktonik

dengan

ciri

yang

foraminifera yang lain. Ciri-ciri umum foraminifera

planktonik yakni sebagai berikut.


1 . Tes t ( c a n g k a n g ) b e r b e n t u k b u l a t .

12

mempunyai

Laporan Mikropaleontologi

2. Susunan kamar umumnya rochospiral.


3 . K o m p o s i s i t e s t b e r u p a g m p i n g h ya l i n e .
4. Hidup di laut terbuka (mengambang).
5. Di daerah tropis melimpah dan jenisnya sangat ber"ariasi.
6. Di daerah subtropis$sedang jumlahnya sedikit tapi spesiesnya

yang

ber"ariasi.
7. Di daerah subkutub jumlahnya melimpah tetapi spesiesnya sedikit.
11.3.2 Sistematika Foraminifera Plangtonik
Terdapat tiga (3) famili yang sering dijumpai pada foraminifera plangtonik
(Cushman, 1950). Ketiga famili tersebut adalah Globigerinidae, Globigerinidae dan
Hantkeninidae. Jumlah genus sekitar 23.
1. Famili Globigeriniidae
Famili ini pada umumnya mempunyai bentuk test spherical atau hemispherical,
bentuk kamar globular dan susunan kamar trochospiral rendah atau tinggi. Aperture pada
umumnya terbuka lebar dengan posisi yang terletak pada umbilicus dan juga pada suture atau
pada apertural face.

Genus Orbulina

Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening. Aperture ini adalah akibat dari
terselubungnya seluruh kamar-kamar sebelumnya oleh kamar terakhir.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :

Orbulina universa

Gambar 11.1 Orbulina universa

Orbulina bilobata

13

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 11.2 Orbulina bilobata

Orbulina suturalis

Gambar 11.3 Orbulina suturali

Genus Globigerina

Mempunyai susunan kamar trochospiral, aperture interiomarginal umbilical, dan hiasan


pada permukaan berupa punctate. Beberapa spesies yang termasuk genus ini :

Globigerina nepenthes
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran melipat ke atas.

Gambar 11.4 Globigerina nepenthes

Globigerina praebulloides
Ciri khas : kamar menggembung, suture pada bagian spiral radial hingga sangat
melengkung, tertekan, pada bagian umbilical radial, tertekan, umbilicusnya dalam.

Gambar 11.5 Globigerina Praebulloides

Globigerina seminulina
Ciri khas : kamar spherical satu yang terakhir elongate. Umbilicus kecil hingga sangat
lebar, sangat dalam. Aperture berbentuk elongate atau melengkung rendah, interiomarginal
umbulical dibatasi oteh lengkungan.

14

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 11.6 Globigerina seminulina

Genus Globigerinoides
Ciri morphologinya sama

dengan

Globigerina

tetapi

pada Globigerinoides

terdapat supplementary aperture. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :

Globigerinoides trilobus
Ciri khas : tiga kamar pada
Umbilicusnya

sangat

putaran

terakhir

membesar

sangat

cepat.

sempit. Aperture primernya interiomarginal umbilical, melengkung

lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada kamar terakhir terdapat aperture sekunder.
Gambar 11.7 globigerinoides trilobus

Globigerinoides conglobatus
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir bertambah secara
perlahan. Umbilicus

sempit, tertutup dan dalam. Aperture primer interiomarginal

umbilical, umbilical panjang, melengkung dibatasi oleh sebuah lengkungan, serta terdapat
aperture sekunder.

Gambar 11.8 Globigerinoides conglobatus

Globigerina extremus
Ciri khas : empat kamar terakhir bertambah besar, suture melengkung oblique
pada

spiral-spiral

dan

pada

bagian

umbilicusnya

tertekan, umbilicusnya sempit,

dalam. Semua kamar pada putaran terakhir yang tertekan, oblique lateral. Terdapat hiasan
berupa tooth pada aperturenya.

15

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 11.9 Globigerina extremus

Globigerinoides fistulosus
Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri-peri, suture pada
bagian spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat lebar. Aperture
interiomarginal umbilical, lebar, terbuka

primer

dengan adanya sebuah lip. Terdapat aperture

sekunder pada kamar awalnya.


Gambar 11.10 Globigerinoides fistulosus

Globigerinoides immaturus
Tiga kamar terakhir bertambah besar tidak begitu cepat. Umbilicus sempit. Aperture
primer interiomarginal umbilical dengan lengkungan yang rendah sampai sedang, dibatasi
oleh sebuah rim. Terdapat aperture sekunder pada kamar terakhir.
Gambar 11.11 Globigerinoides immaturus

Globigerinoides primordius
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides tetapi mempunyai
aperture sekunder pada sisi dorsal.
Gambar 11.12 Globigerinoides primordius

16

Laporan Mikropaleontologi

Globigerinoides obliquus
Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer interiomarginal umbilical,
sangat melengkung yang dibatasi oleh sebuah rim. Sebagian kecil dari kamar terakhir
memperlihatkan sebuah aperture sekunder yang berseberangan dengan aperture primer.
Gambar 11.13 Globigerinoides obliquus

Globigerinoides ruber
Perputaran
kamarnya
terlihat
interiomarginal

umbilical,

dengan

mulai

lengkungan

dari
sedang

samping.
yang

Aperture

terbuka dibatasi oleh

sebuah rim. Pada sisi dorsal terdapat aperture sekunder.

Gambar 11.14 Globigerinoides ruber


Genus Globoquadrina
Bentuk test spherical, bentuk kamar globural, aperture terbuka lebar dan

terletak

pada

umbilicus

dengan

bentuk

segiempat,

yang

kadang-kadang

mempunyai bibir.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
Globoquadrina dehiscens
Kamar subglobular menjadi semakin melingkupi pada saat dewasa. Tiga kamar
terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Pada kena
mpakan samping sisi dorsal terlihat datar.

17

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 11.15 Globoquadrina dehiscens

Globoquadrina altispira
Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang, umbilicus sangat
lebar, dalam, aperture interiomarginal sangat lebar terlihat elongate pada bagian atas,
terdapat flap.

Gambar 11.16 Globoquadrina altispira

Genus Sphaeroidinella
Bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globular dengan jumlah kamar tiga

buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture terbuka lebar dan memanjang di
dasar suture. Pada dorsal terdapat supplementary aperture. Mempunyai hiasan berupa
suture bridge.Spesies yang termasuk dalam genus ini :
Sphaeroidinella dehiscens

Gambar 11.17 Sphaeroidinella dehiscens


Genus Sphaeroidinellopsis
Mempunyai ciri
hampir

sama

dengan

genus

Sphaeroidinella

mempunyai aperture sekunder. Spesies yang termasuk dalam genus ini :


Sphaeroidinellopsis seminulina

18

tapi

tidak

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 11.18 Sphaeroidinellopsis seminulina

Genus Pulleniatina
Susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang dari

umbilicus kearah dorsal dan terletak didasar apertural face.


Spesies yang termasuk dalam genus ini :

Pulleniatina obliqueloculata
Gambar 11.19 Pulleniatina obliqueloculata

Genus Catapsydrax
Mempunyai hiasan pada aperture berupa bulla pada Catapsydrax dissimilis dan

tegilla

pada

Catapsydrax

stainforthi.

Juga

mempunyai

accessory aperture yaitu

infralaminal accessory aperture pada tepi hiasan aperturenya.


Spesies yang termasuk dalam genus ini:
Catapsydrax dissimillis

Gambar 11.20 Catapsydrax dissimillis


2. Famili Globorotaliidae
Umunmya mempunyai bcntuk test biconvex, bentuk kamar subglobular atau angular
conical, susunan kamar trochospiral. Aperture memanjang dari umbilicus ke pinggir test dan
terletak pada dasar apertural face. Pada pinggir test ada yang mempunyai keel dan ada pula yang
tidak. Genus yang termasuk dalam famili ini :

Genus Globorotalia
Berdasarkan ada atau tidaknya keel, maka genus ini dapat dihagi 2 subgenus, yaitu :

Subgenus Globorotalia Subgenus ini mencakup seluruh Globorotalia yang mempunyai keel.
Untuk membedakan subgenus ini dengan subgenus lainnya maka dalam penulisannya, biasanya
diberi kode sebagai berikut : Contoh : Globorotalia (G)
Beberapa spesies yang termasuk. dalam subgenus ini :
Globorotalia tumida
Test trochospiral rendah sampai sedang, sisi spirallebih convex daripada sisi

19

Laporan Mikropaleontologi

umbilical, permukaannya licin kecuali pada kamar dari putaran akhir dan umbilical pada
kamar akhir yang pustulose. Suture disisi spiral pada mulanya melengkung halus Ialu
melengkung tajam mendekati akhir hampir lurus hingga radial, pada distal kembali
melengkung hampir tangensial ke peri-peri.

Gambar 11.21 Globorotalia tumida

Globorotalia plesiotumida
Test trochospiral sangat rendah, biconvex, tertekan, peri-peri equatorial globulate,
keel tipis. Suture pad a bagian spiral melengkung satu pada bagian yang terakhir subradial,
pada sisi distalnya melengkung sangat kuat. Umbilical sempit dan tertutup dalam aperture
interiomarginal umbilical extra umbilical melengkung lemah di batasi oleh lip yang tipis.

Gambar 11.22 Globorotalia plesiotumida

Subgenus turborotalia
Mencakup sebruh Globorotalia yang tidak mempunyai keel. Untuk penulisannya,

biasanya diberi kode sebagai berikut : Contoh : Globorotalia (T)


Spesies yang termasuk dalam genus ini, an tara lain:

Globorotalia siakensis
Susunan kamar trochospiral lemah, peri-peri equatorial lobulate, kamar tidak rata,
subglobular, kamar ke 5-6 terakhir membesar tidak teratur. POOa kedua sisi suturenya
radial, tertekan, umbilical agak lebar sampai agak sempit, dalam. Aperture interiomarginal
umbilical extra umbilical, agak rendah, terbuka, melengkung, dibatasi oleh bibir atau rim.

20

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 11.23 Globorotalia siakensis

3. Famili Hantkeniidae
Pada test terdapat dua umbilicus yang masing-masing terletak pada salah satu sisi test
yang berseberangan. Susunan kamar planispiral involute. Beberapa genus kamar-kamar
ditumbuhi oleh spine-spine panjang. Beberapa genus yang termasuk dalam famili ini

Genus Hantkenina
Bentuk test biumbilicate, bentuk kamar tabular spinate dan susunan kamar planispiral

involute, tiap-tiap kamar terdapat spine-spine yang panjang.


Contoh : Hantkenina alabamensis

Genus Cribrohantkenina
Mempunyai ciri hampir sama dengan Hantkenina tetapi kamar akhir sangat

gemuk dan mempunyai Cribate" yang terletak pada apertural face.

Contoh :

Cribrohantkenina bermudez

Gambar 11.24 Cribrohantkenina bermudez

Genus Hastigerina

Bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau loosely coiled".
Mempunyai aperture equatorial yang terletak pada apertural face.
Contoh : Hastigerina aequilateralis

21

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 11.25 Hastigerina aequilateralis

11.4 Foraminifera Benthonik


Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara
vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alatyang digunakan untuk merayap pada
benthos yang vagile adalahpseudopodia. Terdapat yang semula sesile dan berkembang
menjadivagile serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaanlaut. Material
penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin,gampingan. Foraminifera benthonik
sangat baik digunakan untuk indikatorpaleoecology dan bathymetri, karena sangat peka
terhadap perubahanlingkungan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologi
dariforaminifera benthonic ini adalah :

Kedalaman laut
Suhu/temperature
Salinitas dan kimia air
Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis
Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen)

Makanan yang tersedia


Tekanan hidrostatik dan lain-lain.
Faktor salinitas dapat dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipedari
lautan yang mengakibatkan perbedaan pula bagi ekologinya.

Streblusbiccarii adalah tipe yang hidup pada daerah lagoon dan daerah dekatpantai.
Lagoon mempunyai salinitas yang sedang karena merupakanpercampuran antara air laut
dengan air sungai.
Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara
vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alat yang digunakan untuk merayap
pada benthos yang vagile adalah pseudopodia. Terdapat yang semula sesile dan berkembang
menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut. Material
penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan.
11.4.1 Morfologi Foram Bentonik

22

Laporan Mikropaleontologi

Jumlah spesies Foraminifera bentonik sangat besar. Golongan ini mempunyai arti
penting, terutama dalam penentuan lingkungan pengendapan. Golongan ini sangat peka
terhadap lingkungan pengendapan, sehingga baik untuk analisa lingkungan pengendapan.
Secara umum cukup mudah untuk membedakan antara foram kecil benthonik dengan
foram kecil plangton. Foraminifera benthonik memiliki ciri umum sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Test/cangkang : Bulat, beberapa agak prismatik


Susunan kamar : Sangat bervariasi
Komposisi test : Gamping Hyalin, arenaceous, silikaan
Hidup di laut pada dasar substratum.

11.5 Foraminifera Besar


Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar di bandingkan dengan yang
lainnya. Sebagian besar hidup didasar laut degan kaki semu dan type Letuculose, juga ada
yang hidup di air tawar, seperti family Allogromidae. Memiliki satu kamar atau lebih yang
dipisahkan oleh sekat atau septa yang disebut suture . aperture terletak pada permukaan
septum kamar terakhir. Hiasan pada permukaan test ikut menentukan perbedaan tiap - tiap
jenis. Foraminifera besar benthonik baik digunakan untuk penentu umur. Pengamatan
dilakukan degan mengunakan sayatan tipis vertical, horizontal, atau, miring di bawah
miroskop. Pemberiam sitematik foraminifera benthonik besar yang umum ( A. Chusman
1927).
a. Famili Discocyclidae
Mempunyai cangkang discoidae atau lenticular. Pada bentuk megalosfeer, kamar
embrionik biasanya biloculer, sedang pada bentuk mikrosfeer, kamar embrionik terputar
secara planispiral. Mempunyai septasepta sekunder yang membatasi kamar-kamar lateral.
Genus Aktinocyclina : kenampakan luar bulat, tidak berbentuk bintang, di jumpai rusak rusak
yang memancar.
Genus Asterocyclina : kenampakan luar seperti bintang polygonal, dijumpai
rusak - rusak radier.
Genus Discocyclina : kenampakam luar merupakan lensa, kadang bengkok
menyerupai lensa, kadang bengkok menyerupai pelana, kelilingnya bulat
dengan/ tanpa tonggak tonggak.
b. Famili Camerinidae
Genus Asslina : kenampakan luar pipih (lentukuler) discoidal, test besar
ukuran

23

Laporan Mikropaleontologi

50 mm, di jumpai tonggak tonggak. Genus Cycloclypeus : kenampakan luar


seperti lensa dan kamarsekunder yang siku siku terlihat dari luar. Genus
Nummulites : kenampakan luar seperti lensa, terputar secara planispiral,
hanya putaran terluar yang terlihat, pada umumnya licin.
c. Famili Alveolinelliadae
Genus Alveolina : kenampakan luar berbentuk telur/slllips (fusiform), panjang
kurang lebih 1 cm. Genus Alveolinella : bentuk sama degan Alveolina
panjang sumbunya 0,5 1,5 cm serta ada suatu kanal (pre septa). Celah
celahnya tersusun menjadi 3 baris dan tersusun bergantian, tetapi sambung
menyambung.

d. Famili Miogpsinidae
Bentuk test pipih, segitiga atau asimetris, kamar embryonik bilocular terletak
dipinggir (eksentris) atau dipuncak (apical ) terdiri dari protoconc yang hampir sama besar.
Kamar embryonik ini seluruhnya dikelilingi oleh kamar-kamar nepionik. Kamar-kamar
median berbentuk rhombik atau hexagonal yang memanjang, pilar-pilar dapat terlihat jelas.
Genus Miogypsian : kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong hingga bulat, kadang
seperti bintang/pligonal, permukaan papilliate, sering di jumpai tongkak. Genus
Miogypsinoides ; kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong dan kulit luarnya datar.
e. Famili Calcarinidae
Genus Biplanispira : kenampakan luar pipih hingga seperti lensa, discoidal, hampir
bilateral simetri dengan/tanpa tonggak. Genus Pellatispira : kenampakan luar seperti lensa
(lentikuler) dan bulat sering dijumpai tonggak.
f. Famili Orbitoididae
Golongan ini mempunyai test besar, lenticular/discoidal, biconcave, berkamar banyak
dimana hubungan antara kamar-kamarnya dilakukan dengan stolon (pori-pori yang terbentuk
tabung), dinding lateralnya berpori dan tebal, dimana terdapat kamar-kamar dan pillar-pillar.
Untuk bentuk yang megalosfer, kamar utamanya terdiri dari :
1. Kamar embrionik/initial chamber/nucleoconch
Merupakan kamar permulaan yang tersusun dari beberapa inti. Berdasarkan jumalah dan
kedudukan inti-inti tersebut dapat dibedakan beberapa bentuk yang akan membedakan
penamaan sub-genusnya. Dari susunan inti-intinya, nucleoconch dapat berbentuk : Bilocular,
terdiri dari protoconch dan deuteroconch beberapa deuteroconch lebih kecil dan mengelilingi

24

Laporan Mikropaleontologi

protoconch polylepidina. Biasanya terdapat pada bentuk yang microsfeer. denteroconchsama


besar dengan protococh. Isolepidina atau sebagai Lepidocyclina ss.
embryonic chamber
Merupakan kamar-kamar yang mengelilingi kamar embrionik, terletak antara kamar
embrionik dan kamar-kamar post nepionik. Berdasarkan letak dan susunan kamar nepionik
dapat digunakan untuk klasifikasi golongan Ortoididae (Tan Sin Hok, 1932)
2. Kamar post nepionik/median or equatorial chamber
Merupakan kamar-kamar yang terbentuk setelah kamar nepionik. Pada sayatan
horizontal, kamar ini dapat mempunyai bentuk yang bermacammacam, seperti
rhombie hexagonal, spatulate, arcuate, ogival. Bentukbentuk kamar post nepionik ini juga
merupakan kendala dalam klasifikasi foraminifera besar.
3. Kamar lateral
Merupakan rongga-rongga yang letaknya teratur, terletak di atas dan di bawah
lapisan tengah (median layer).
11.5.1 Morfologi Foraminifera Besar
Penggunaan

foraminifera

besar

sebagai

penujuk

lingkungan.

Berdasarkan

karateristiknya dan morfologi cangkangnya dapat digunakan sebagai indikator potensial


dalam memahami lingkungan hidup di perairan modern maupun purba. Salah satu karateristik
yang menonjol adalah struktur tubuhnya yang sederhana dan memiliki cangkang yang keras
dan sebarannya yang luas.
11.6 Aplikasi Mikropaleontologi
11.6.1 Penentuan Umur
Cara menentukan umur relative pada umumnya didasarkan atas dijumpainya fosil
didalam batuan. Didalam mikropaleontologi cara menentukan umur relatif dengan
menggunakan :
1. Foraminifera Kecil Planktonik : disamping jumlah genus sedikit, plankton sangat peka
terhadap perubahan kadar garam, hal ini menyebabkan hidup suatu spesies mempunyai
kisaran umur yang pendek sehingga baik untuk penciri umur suatu lapisan batuan.
Biozonasi foraminifera planktonik yang populer dan sering digunakan di Indonesia adalch
Zonasi Blow ( 1969 ), Bolli ( 1966 ) dan Postuma ( 1971).

25

Laporan Mikropaleontologi

2. Foraminifera Besar Bentonik : Dipakai sebagai penentu umur relatif karena umumnya
mempunyai umur pendek sehingga sangat baik sebagoi fosil penunjuk.
Penentuan umur berdasarkan foraminifera besar, khususnya di Indonesia biasanya
menggunakan Klasifikasi Huruf, antara lain. Klasifikasi 'Huruf yang dikemukakan oleh
Adams ( 1970 ).
11.6.2 Penentuan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan adalah suatu kumpulan dari kondisi fisika, kimia, dari
biologi dimana sedimen terakumulasi (Krumbein & Sloss, 1963). Selain tersabut di atas
banyak pula para ahli yang mengemukakan tentang definisi lingkungan pengendapan antara
Selly, 1978, mendefinisikan suatu keadaan dipermukaan bumi yang disebabkan olen
interaksi antara faktor-faktor fisika kimia dan biologi dimana sedimen tersebut diendapkan.
Faktor fisika meliputi kadar garam, kecepatan arus, kedalaman air, kecepatan angin dan
sebagainya. Faktor kimia meliputi kadar garam, keasaman, kebasaan air serta komposisi
kimiu batuan.
Sedangkan yang dipelajari dalam praktikum ini adalah faktor biologi yang
mempelajari kehidupan organisme masa lampau berdasarkan Iingkungan hidupnya.
Metode yang dipakai untuk menentukan lingkungan pengendapan tersebut adalah :

Menggunakan Foraminifera Kecil Bentonik

Menggunakan Ratio Plankton / Bentos


Penentuan Lingkungan Pengendapan dengan Rasio Plankton/ Bentos
% Ratio
Plankton

1- 10
10 - 20
20 - 30
30 - 40
40 - 50
50:- 60
60 -70
70 - 80
80 - 90
90 - 100

26

Kedalaman (m)

0-70
0-'70
60 - 120
100 - 600
100 - 600
550 -700
680 - 825
700 - 1100
900 - 1200
1200 - 2000
Tabel 11.1 Kedalaman Lingkungan Pengendapan

Laporan Mikropaleontologi

Foraminifera kecil benthonik dipakai sebagai penentu lingkungan pengendapan


karena golongan ini hidupnya sangat peka terhadap lingkungan, sehingga hanya hidup pada
lingkungan dan kedalaman tertentu. Selain itu karena benthonik hidup di dasar laut baik
menambat ataupun merayap. Berdasarkan hal tersebut diatas maka beberapa ahli
mengelompokkan suatu komuniti yang hidup sesuai dengan lingkungan hidupnya jika
dihubungkan dengan faktor kedalaman yang dikenal dengan nama zona bathymetri.
Tipsword, Setzer dan Smith (1966) Menyusun klasifikasi "Zona bathymetri untuk
lingkungan pengendapan marine bdsr data asosiasi mikrofosil & rasio P/B dari Teluk Mexico,
digabungkan dengan data asosiasi Iitologi, sedimentologi & tektoniknya. Klasifikasinya
dapat digunakan untuk dasar penentuan paleobatimetri batuan Kenozoikum. Dari
penelitiannya diusulkan 8 zona Iingkungan pengendapan sbb:
1. Darat: Miskin fauna
2. Transisi: air asin, teluk, payau, lagoon, estuarine.
3. Paparan dalam - laut terbuka yang terdangkal (neritik tengah) kedalamannya 0-20m (0-66
ft)
4. Paparan tengah - laut terbuka intermediate (neritik tengah) kedalaman 20-100m (66-328
ft)
5. Paparan luar - laut terbuka lebih dalam (neritik luar) kedalamn 100-200m (328-656 ft).
6. Lereng atas - laut dalam (bathyal atas) kedalaman 200-500m (656-1640ft).
7. Lereng bawah - laut dalam (bathyal bawah) kedalaman 500-2000m (1640-5650 ft).
8. Abysal - laut dalam lebih besar 2000m, lebih besar dari 6560 ft.
Setelah fosil diketahul genus dan spesiesnya, kemudian dikelompokkan menjadi satu.
Dari asosiasi fosil dalam satu sampel kemudian dicocokkan dengan zona ekologi yang dibuat
oleh Tipsword dkk.

27

Laporan Mikropaleontologi

BAB 111
PEMBAHASAN
111.1 Deskripsi Morfologi Foraminifera
1.

Bentuk Test dan Kamar Foraminifera

Yang dimaksud dengan bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang
foraminifera. Sedangkan bentuk kamar adalah bentuk dari masing-masing kamar
pembentukan test.

Bentuk test foraminifera:

1.

Tabular

2.
3.

: tabung

10. Cancellate

: seperti gada

Bifurcating : cabang

11. Discoidal

: cakram

Radiate

12. Biumbilicate

: radial

: 2 umbilicus
planispiral

4. Arborescent : pohon

13. Biconvex

: cembung di dua
sisi

5.

Irregular

: tidak teratur

6.

Hemisperical

14. Flaring

: setengah bola

: seperti obor

15. Spiroconvex

: cembung di sisi

dorsal
7.

Zigzag

: berbelok-belok 16. Umbilicoconvex : cembung di sisi


ventral

8. Conical

: kerucut

17. Lenticular

9. Spherical

: bola

18. biumbilicate
19. Fusiform

Bentuk Kamar

1. Spherical
2. Pyriform
3. Tabular
4. Globular
5. Oved
6. Hemisperical

28

: pipih
: lensa.
: gabungan

Laporan Mikropaleontologi

7. Angular truncate
8. Angular rhomboid
9. Angular conical
10. Radiaal elongate
11. Claved
12. Tubulospinate
13. Cyclical
14. Flatulose Semicircular

Cancellate

Tabular

Discoidal

Bifurcating

Hemispherical

Spiroconvex

29

Zigzag

Biumbilicate

Biconvex

Radiate

Arborescent

Conical

Flaring

Spherical

Umbilicoconvex Lenticular Biumbilicate

Fusiform

Irregular

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 111.1 Bentuk Test Foraminifera

2.

Hiasan Pada Test Foraminifera

Pada Permukaan Test

Punctate

Smooth

Cancellate

Open Umbilicus

30

Spiral Costae

Umbilicus

Ventral Umbo

Pada Aperture

Flape

Axial Costae

Pustulose

Pada Umbilicus

Deeply Umbilicus

Reticulate

Pada Peri- peri

Tooth

Lip/Rim

Bulla

Tegilla

Laporan Mikropaleontologi

Keel

Spine

Pada Suture

Bridge

Limbate

Retral Processes

Raised Bosses
Gambar 111.2 Hiasan Pada Foraminifera
3.

Bentuk Kamar Foraminifera

Hemispherical

Angular Rhomboid

Tubulospinate

Angular Conical

Cyclical

Radial Elongate Claved

Flatulose

Tabular

Semicirculer
Spherical

31

Pyriform

Globular

Oved

Angular truncate

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 111.3 Bentuk kamar Foraminifera

a.

Susunan kamar pada fora.minifera plankton dapat dibagi :

Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat, pandangan serta
jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh : Hastigerina

b.

Trochospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlibat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Contoh: Globigerina

c.

Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral sehingga menutupi


sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh: Pulleniatina.
4.

Septa dan Suture

Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan yang lainnya,
biasanya terdapat lubang-lubang halus yang disebut dengan foramen. Septa tidak dapat
dilihat dari luar test, sedangkan yang tampak pada dinding luar test hanya berupa garis
yang disebut suture.
Suture merupakan garis yang terliliat pada dinding luar test, merupakan perpotongan
septa dengan dinding kamar. Suture penting dalam pengklasifikasian foraminifera karena
beberapa spesies memiliki suture yang khas. Macam-macam bentuk suture adalah :

Tertekan (melekuk), rata, atau muncul dipermukaan test. Contoh : Chilostomella


colina, untuk bentuk suture tertekan.

32

Laporan Mikropaleontologi

Lurus,

melengkung

lemah,

sedang

atau

kuat.

Contoh

orthomorphiao

challengeriana, untuk bentuk suture lurus.

Suture yang mempunyai hiasan. Contoh : Elphindium

incertum, untuk bentuk

hiasan yang berupa bridge.

Jumlah Kamar dan Jumlah Putaran


Mengklasifikasikan foraminifera, jumlah karnar dan jumlah putaran perlu diperhatikan.

Karena spesies tertentu mempunyai jumlah karnar pada sisi ventral yang hampir pasti sedang
pada bagian sisi dorsal akan berhubungan erat dengan jumlah putaran. Jumlah putaran yang
banyak umumnya mempunyai jumlah kamar yang banyak pula, namun jumlah putaran itu
juga jumlah karnarnya dalam satu spesies mempunyai kisaran yang harnpir pasti.
Pada susunan kamar trochospiral jumlah putaran dapat diamati pada sisi dorsal,
sedangkan pada planispiral jumlah putaran pada sisi ventral dan dorsal mempunyai
kenarnpakan yang sarna. Cara menghitung putaran adalah dengan menentukan arah
perputaran dari cangkang. Kemudian menentukan urutan pertumbuhan kamar-kamamya dan
menarik garis pertolongan yang memotong kamar 1 dan 2 dan menarik garis tegak lurns yang
melalui garis pertolongan pada kamar 1 dan 2.

33

Trochospiral

Laporan Mikropaleontologi

Planispiral

Gambar 111.4 Arah perputaran dari 1 ke 13

Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada kamar
terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun variasinya lebih
sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal yang
terletak pada dasar (tepi) kamar akhir (septal face) dan melekuk kedalam,
ter1ihat pada bagian ventral (perut). Macam-macam aperture yang dikenal pada
foraminifera plankton:
a. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
-

Primary Aperture Interiomarginal Umbilical, adalah aperture utama


interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus atau pusat putaran.
Contoh : Globigerina

34

Laporan Mikropaleontologi

Primary Aperture Interiomarginal Umbilical Extra Umbilical, adalah


aperture utama interiomarginal yaatg terletak pada daerah umbilicus
melebar sampai ke peri-peri. Contoh : Globorotalia

Primary Aperture Interiomarginal Equatorial, adalah aperture utama


interiomarginal yang, terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri dari
samping kelihatan simetri dan hanya dijumpai pada susunan kamar
planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan putaran
sebelum pada peri-peri. Contoh : Hastigerina

b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture


Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang tambahan
dari aperture utama.
Contoh : Globigerinoides
c. Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau aperture
tambahan.
Contoh : Catapsydrax

Ornamen (Hiasan) Foraminifera

Ornamen atau hiasan dapat juga dipakai sebagai penciri khas untuk genus atau spesies
tertentu, Contohnya pada Globoquadrina yang memiliki hiasan pada aperture yaitu flap.
8. Komposisi Test Foraminifera
Berdasarkan komposisi test foraininifera dapat dikelompokan menjadi empat,
yaitu:
a. Dinding Chitin / tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun foraminifera,
dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Foraminifera yang mempunyai
dinding chitin, anatara lain :
o GolonganAllogromidae

35

Laporan Mikropaleontologi

o Golongan Miliolidae
o Golongan Lituolidae
o Golongan Astrorhizidae .
Ciri-ciri dinding chitin adalah flexible, transparan, berwarna kekuningan dan
imperforate.
b. Dinding Arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan aglutinous terbuat dari zat atau mineral asing
disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama dengan

zat perekat oleh organisme

tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari butir-butir pasir saja,
sedangkan dinding agglutinin materialnya diambil butir-butir, sayatan-sayatan mika, spone
specule, fragmen-fragmen dari foraminifera lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin,
oksida besi atau zat perekat gampingan. Zat perekat gampingan adalah khas untuk
foraminifera yang hidup didaerah tropis, sedangan zat perekat silika adalah khas untuk
foraminifera yang hidup perairan dingin.
c. Dinding Siliceous
Beberapa ahli (Brady, Humbler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa dinding
silicon dihasilkan oleli organisme itu sendiri, Menurut Glessner dinding silicon berasal dari
zat sekunder. Galloway berpendapat bahwa, dinding silicon dapat dibentuk oleh organisme
itu sendiri (zat primer) ataupun terbentuk secara sekunder. Tipe dinding ini jarang
ditemukan, hanya dijumpai pada beberapa golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies
dari Miliodae.
d. Dinding Calcareous atau gatupingan
Dinding yang terdiri dari zat-zat gampingan dijumpai pada sebagian besar
foraminifera.bDinding yang gampingan dapat dikelompokam menjadi :
Gampingan Porselen
Gampingan porselen adalah dinding gampingan yang tidak berpori, mempunyai
kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar langsung berwarna putih opaque,
contoh : Quinqueloculina, Pyrgo
Gamping Granular

36

Laporan Mikropaleontologi

Gamping granular adalah dinding yang terdiri dari kristal-kristal kalsit yang
granular, pada sayatan tipis ini kelihatan gelap. Dijumpai pada golongan endothyra dan
beberapa spesies dari bradyina serta Hyperammina.
Gamping Komplek
Gamping komplek adalah dinding dijumpai berlapis, kadang-kadang terdiri dari
satu lapis yang homogen, kadang-kadang dua lapis bahkan sampai empat lapis. Terdapat
pada golongan Fussulinidae.
Gamping Hyaline
Terdiri dari zat-zat gampingan yang transparan dan berpori, Kebanyakan dari
foraminifera. plankton mempunyai dinding seperti ini.

111.2 Deskripsi Foraminifera Plangtonik


Didalam mendiskripsi foraminifera plankton baik dalam penentuan genus maupun
spesies di sini harus diperhatikan, antara lain:

37

Susunan Kamar

Bentuk Kamar/Test

Suture

Jumlah Kamar dan Jumlah Putaran

Aperture

Komposisi Test

Hiasan/Ornamen

Susunan Kamar

Laporan Mikropaleontologi

Planispiral : Terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat, pandangan dan
jumlah kamar ventral dan dorsal sama.
Trochospiral :Terputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat.

Pandangan pada ventral dan dorsal berbeda.


Bentuk
Bentuk kamar : Globular, rhomboid, menyudut dan kerucut menyudut
Bentuk test : Membulat dan elips
Suture
Dalam penentuan genus foraminifera, suture sangat berguna. Suture dapat tertekan

atau tidak. Pendeskripsian dapat meliputi pandangan dorsal maupun ventral.

Jumlah Kamar dan Putaran


Jumlah kamar sangat mempengaruhi penamaan, untuk itu perlu dilakukan, terutama

pada kamar terakhir. Selain itu perlu diperhatikan pula pertambahan ukuran kamar,
apakah berangsur atau berubah mendadak. Perlu diperhatikan pula arah putaran apakah
searah jarum jam (dextral) atau berlawanan arah jarum jam (sinistral).

Aperture
1. Aperture Primer
Primary Aperture

Interiomarginal,

yaitu

Primary

Aperture

Interiomarginal Umbilical, adalah aperture utama interiomarginal yang


terletak pada daerah umbilicus atau pusat putaran. Contoh : Globigerina
Primary Aperture Interiomarginal Umbilical Extra Umbilical, adalah
aperture utama interiomarginal yaatg terletak pada daerah umbilicus
melebar sampai ke peri-peri. Contoh : Globorotalia
Primary Aperture Interiomarginal Equatorial, adalah aperture utama
interiomarginal yang, terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri dari
samping kelihatan simetri dan hanya dijumpai pada susunan kamar
planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan putaran
sebelum pada peri-peri. Contoh : Hastigerina
2. Aperture Sekunder
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang tambahan
dari aperture utama. Contoh : Globigerinoides
3. Accessory Aperture

38

Laporan Mikropaleontologi

Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau aperture
tambahan. Contoh : Catapsydrax

Komposisi Test
Berdasarkan komposisi test foraininifera dapat dikelompokan menjadi empat,

yaitu:
Dinding Chitin / tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun foraminifera,
dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Foraminifera yang mempunyai
dinding chitin, anatara lain :
o GolonganAllogromidae
o Golongan Miliolidae
o Golongan Lituolidae
o Golongan Astrorhizidae .
Ciri-ciri dinding chitin adalah flexible, transparan, berwarna kekuningan dan
imperforate.
Dinding Arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan aglutinous terbuat dari zat atau mineral asing
disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama dengan

zat perekat oleh organisme

tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari butir-butir pasir saja,
sedangkan dinding agglutinin materialnya diambil butir-butir, sayatan-sayatan mika, spone
specule, fragmen-fragmen dari foraminifera lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin,
oksida besi atau zat perekat gampingan. Zat perekat gampingan adalah khas untuk
foraminifera yang hidup didaerah tropis, sedangan zat perekat silika adalah khas untuk
foraminifera yang hidup perairan dingin.
Dinding Siliceous
Beberapa ahli (Brady, Humbler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa dinding
silicon dihasilkan oleli organisme itu sendiri, Menurut Glessner dinding silicon berasal dari
zat sekunder. Galloway berpendapat bahwa, dinding silicon dapat dibentuk oleh organisme
itu sendiri (zat primer) ataupun terbentuk secara sekunder. Tipe dinding ini jarang

39

Laporan Mikropaleontologi

ditemukan, hanya dijumpai pada beberapa golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies
dari Miliodae.
Dinding Calcareous atau gatupingan
Dinding yang terdiri dari zat-zat gampingan dijumpai pada sebagian besar
foraminifera.bDinding yang gampingan dapat dikelompokam menjadi :
Gampingan Porselen
Gampingan porselen adalah dinding gampingan yang tidak berpori, mempunyai
kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar langsung berwarna putih opaque, contoh
: Quinqueloculina, Pyrgo
Gamping Granular
Gamping granular adalah dinding yang terdiri dari kristal-kristal kalsit yang
granular, pada sayatan tipis ini kelihatan gelap. Dijumpai pada golongan endothyra dan
beberapa spesies dari bradyina serta Hyperammina.

Gamping Komplek
Gamping komplek adalah dinding dijumpai berlapis, kadang-kadang terdiri dari
satu lapis yang homogen, kadang-kadang dua lapis bahkan sampai empat lapis. Terdapat
pada golongan Fussulinidae.
Gamping Hyaline
Terdiri dari zat-zat gampingan yang transparan dan berpori, Kebanyakan dari
foraminifera. plankton mempunyai dinding seperti ini.

Hiasan atau Ornamentasi

Ornamen atau hiasan dapat juga dipakai sebagai penciri khas untuk genus atau spesies
tertentu, Contohnya pada Globoquadrina yang memiliki hiasan pada aperture yaitu flap.

40

Laporan Mikropaleontologi

111.3 Deskripsi Foraminifera Benthonik


Dalam mendeskripsi foraminifera benthonik baik dalam penentuan genus maupun
spesies disini harus diperhatikan antara lain:

Susunan Kamar
Monothalamus:

susunan

dan

bentuk

kamar-kamar

foraminifera yang hanya terdiri dari satu kamar

41

akhir

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 111.5 Bentuk Monothalamus Test


Polythalamus
Merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar foraminifera yang
terdiri dari lebih satu kamar, misalnya uniserial saja atau biserial saja.
Uniserial, terdiri dari satu macam susunan kamar dan sebaris kamar, terdiri dari :
Uniformed, terdiri dari Biserial test yang tersusun dua baris kamar yang terletak
berselang-seling Contoh: TextularIa danTriserial test yang tersusun oleh tiga baris
kamar yang terletak berselang-seling Contoh : Uvigerina, Bulimina

42

Laporan Mikropaleontologi

Gambar 111.6 Polytalamus Test


Biformed Test
Merupakan dua macam susunan kamar yang sangat berbeda satu dengan yang lain dalam
satu buah test, misalnya biserial pada awalnya kemudian menjadi uniserial pada akhirnya.
Contoh : Bigerina
Triformed Test
Merupakan tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test, misalnya permulaan
biserial kemudian berputar sedikit dan akhirnya menjudi uniserial.
Contoh: Vulvulina

Multiformed Test, dalam sebuah test tdpt >3 susunan kamar.


Bentuk ini sangat jarang ditemukan.

Aperture

Macam-macam aperture pada foraminifera bentos:

43

Laporan Mikropaleontologi

Simple Aperture, yaitu :


at end of tabular chamber
at base of aperture face
in middle aperture face
aperture yang bulat dan sederhana, biasanya terletak diujung sebuah test (terminal),
lubangnya bulat.
Aperture comma shaped, mempunyai koma/melengkung, tetapi tegak lurus pada
permukaan septal face.
Aperture phyaline, merupakan sebuah lubang yang terletak diujung neck yang pendek
tapi menyolok.
Aperture slit like, berbentuk lubang sempit yang memanjang, umum dijumpai pada
foraminifera yang bertest hyaline.
Aperture crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda.
Supplementary Aperture, yaitu
Infralaminal accessory aperture dendritik
Aperture yang memancar (radiate), merupakan sebuah lubang yang bulat, tapi
mempunyai pematang yang memancar dari pusat lubang.
Radiate with apertural facechamberlet.
Multiple Aperture, yaitu
multiple sutural, aperture yang terdiri dari banyak lubang, terletak di sepanjang suture.
Aperture cribratelareal, cribrate/inapertural face cribrate. Bentuknya seperti
saringan, lubang uummnya halus dan terdapat pada permukaan kamar akhir.
Terminal

111.4 Deskripsi Foraminifera Besar

44

Laporan Mikropaleontologi

Pendeskripsian foraminifera besar tergantungbentuk kamar kamarnya karena


kamarnya menjadi penentu dalam penamaan dan hanya dapat diamati dengan metode
sayatan tipis.

Kamar embrionik/initial chamber/nucleoconch


Merupakan kamar permulaan yang tersusun dari beberapa inti. Berdasarkan jumalah

dan kedudukan inti-inti tersebut dapat dibedakan beberapa bentuk yang akan membedakan
penamaan sub-genusnya. Dari susunan inti-intinya, nucleoconch dapat berbentuk : Bilocular,
terdiri dari protoconch dan deuteroconch beberapa deuteroconch lebih kecil dan mengelilingi
protoconch polylepidina. Biasanya terdapat pada bentuk yang microsfeer. denteroconchsama
besar dengan protococh. Isolepidina atau sebagai Lepidocyclina ss.
Embryonic chamber merupakan kamar-kamar yang mengelilingi kamar embrionik,
terletak antara kamar embrionik dan kamar-kamar post nepionik. Berdasarkan letak dan
susunan kamar nepionik dapat digunakan untuk klasifikasi golongan Ortoididae (Tan Sin
Hok, 1932)

Kamar post nepionik/median or equatorial chamber


Merupakan kamar-kamar yang terbentuk setelah kamar nepionik. Pada sayatan

horizontal, kamar ini dapat mempunyai bentuk yang bermacammacam, seperti


rhombie hexagonal, spatulate, arcuate, ogival. Bentukbentuk kamar post nepionik ini juga
merupakan kendala dalam klasifikasi foraminifera besar.

Kamar lateral
Merupakan rongga-rongga yang letaknya teratur, terletak di atas dan di bawah lapisan

tengah (median layer).

BAB 1V
PENUTUP

45

Laporan Mikropaleontologi

Kesimpulan
Daftar Pustaka
Kritik dan Saran
Lampiran

46

Anda mungkin juga menyukai