Di suatu desa, hiduplah seorang petani yang sudah tua. Petani ini hidup seorang diri dan sangat miskin,
pakaiannya penuh dengan tambalan dan rumahnya terbuat dari gubuk kayu. Musim dingin sudah tiba,
pak petani tidak punya makanan, juga tidak mempunyai kayu bakar untuk menghangatkan diri. Hari itu
pak petani hendak pergi ke pasar untuk mencari pekerjaan. Ketika keluar dari rumah, dilihatnya ada
sebutir telur tergeletak diatas tanah bersalju. Dengan hati-hati dipungutnya telur tersebut dan dibawanya
ke dalam rumah.
Pak petani menyelimuti telur itu dengan kain lusuh dan meletakkannya di dalam kardus agar tetap
hangat. Setelah itu dia pergi ke pasar untuk bekerja. Pak petani membuat telur itu menjadi hangat setiap
hari sampai telur itu menetas. Ternyata telur itu adalah telur burung camar. Mungkin induknya
menjatuhkannya ketika hendak pindah ke tempat yang lebih hangat. Pak petani merawat burung camar
kecil itu dengan penuh kasih sayang. Dia selalu membagi setiap makanan yang diperolehnya dari
bekerja di pasar. Ketika harus meninggalkan burung camar itu sendirian, pak petani akan meletakkannya
di dalam kardus dan menyalakan perapian agar burung camar tetap hangat.
Hari-hari berlalu, burung camar kecil tumbuh semakin besar. Pak petani sadar, burung camar ini tidak
selamanya akan tinggal bersama dirinya. Dengan berlinang air mata, pak petani melepaskan burung
camar itu agar pergi ke selatan, ke tempat yang hangat.