PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tembaga merupakan logam yang kelimpahannya dalam kerak bumi sebesar
68 ppm. Logam ini bersifat dapat ditempa sehingga mudah dibentuk sesuai desain
yang dikehendaki. Logam tembaga dapat diserang oleh asam-asam pekat disebut
destruksi (Sugiyarto dan Suyanti, 2010). Destruksi merupakan suatu perlakuan
penguraian senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah
destruksi ini disebut juga perombakan. Destruksi basah adalah perombakan sampel
dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi
dengan menggunakan zat oksidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk
destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, dan asam
klorida (Kristianingrum, 2012)
Umumnya, logam tembaga dapat ditemukan dalam bentuk hidrat. Menurut
Sugiyarto dan Suyanti (2010), hidrat merupakan zat yang dibentuk oleh ikatan kimia
suatu senyawa dengan satu atau lebih molekul air. Jumlah molekul air untuk setiap
senyawa berbeda-beda tergantung senyawa yang terbentuk misalnya natrium sulfat
dekahidrat mengandung sepuluh molekul air (Pudjaatmaka, 2002). Apabila senyawa
ionik mengkristal dari pelarutnya, sangat sering molekul air terkorporasi ke dalam
kristal dan terbentuklah senyawa hidrat. Dalam berbagai contoh, molekul air hanya
menempati rongga-rongga kosong dalam kisi-kisi kristal, tetapi umumnya molekul
air terasosiasi lebih dekat kepada ion-ion, biasanya kation. Berdasarkan uraian diatas
maka dilakukanlah percobaan sintesis senyawa tembaga(II) klorida dihidrat.
1.2
Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui metode
sintesis senyawa tembaga(II) klorida dihidrat.
1.2.2
Tujuan Percobaan
Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah mensintesis senyawa hidrat yaitu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tembaga merupakan logam yang dapat membentuk senyawa dengan tingkat
oksidasi +1 dan +2, namun hanya tembaga(II) yang stabil dan mendominasi dalam
larutannya. Dalam air, hampir semua garam tembaga(II) berwarna biru oleh karena
warna ion kompleks koordinasi enam. Suatu pengecualian yang terkenal adalah
tembaga(II) klorida berwarna hijau namun dapat berwarna biru jika terjadi
pendesakan ligan Cl- oleh ligan H2O. Oleh karena itu, jika warna hijau
ingin dipertahankan, dapat ditambahkan ion senama Cl- misalnya dengan
penambahan asam klorida pekat dan padatan natrium klorida ke dalam larutan
tembaga(II) klorida dalam air (Sugiyarto dan Suyanti, 2010).
Menurut Sugiyarto dan Suyanti (2010), pada dasarnya, tembaga bukanlah
logam reaktif, namun logam tembaga dapat diserang oleh asam-asam pekat disebut
destruksi. Secara khusus, tembaga bereaksi dengan asam hidroklorida pekat dalam
keadaan mendidih dengan menghasilkan larutan tidak berwarna dan gas hidrogen.
Secara teori, hal tersebut tidak dapat terjadi dikarenakan asam hidroklorida bukanlah
asam oksidator kuat seperti asam nitrat. Ion tembaga(I) yang terjadi segera bereaksi
dengan klorida membentuk ion kompleks tak berwarna diklorokuprat(I). Tahap
reaksi kedua inilah yang diduga berlangsung cepat sehingga memicu terjadinya tahap
reaksi pertama.
Cu(S) + H3O+(aq) Cu+(aq) + H2(g) + 2 H2O(l)
(2.1)
Cu+(aq) + 2 Cl-(aq) [CuCl2](2.2)
Menurut Sugiyarto dan Suyanti (2010), jika larutan ini dituangkan ke dalam
air suling bebas udara diperoleh endapan tembaga(I) klorida menurut persamaan:
[CuCl2]- (aq) CuCl(S) + Cl(2.3)
Tembaga dapat ditemukan dalam sebuah kawat yang disebut kawat tembaga.
Kawat tembaga merupakan bahan yang murah serta mudah didapat. Ketersediaan
kawat tembaga yang cukup banyak mendorong peneliti untuk mencoba mengkaji
karakteristik respon kawat tembaga terhadap perubahan suhu yang sangat rendah.
Kawat ini dibentuk menjadi lilitan kawat tembaga yang disebut sebagai koil untuk
memperbesar nilai resitansi kawat tembaga (Riswanto, 2015).
Umumnya tembaga dapat pula ditemukan dalam bentuk hidrat. Garam hidrat
merupakan garam yang ketika mengkristalisasi, molekul airnya akan terikat pada
kristal dimana jumlah molekul air yang terikat tergantung pada banyaknya kation dan
anion yang berada pada kristal. Garam yang mengalami hal tersebut sangat banyak,
contoh dari garam hidrat adalah tembaga sulfat pentahidrat, potassium alum dan
lain-lain (Markham dan Smith, 1955).
Molekul air yang terdapat pada sebagian senyawa hidrat dapat terikat pada
kation saja, terikat pada anion saja bahkan bisa saja terikat pada keduanya yaitu
kation dan anion. Salah satu contohnya pada tembaga sulfat pentahidrat dimana
sebanyak empat molekul air terikat pada ion tembaga dan molekul air yang kelima
terletak antara ion tembaga dan ion sulfat. Molekul air yang terikat pada kation
logam melalui ikatan kovalen koordinat akan memiliki sudut derajat yang besar
yang berkarakter ionik. Sebuah pasangan elektron pada kulit terluar dari kation akan
terbawa ke ikatan pada setiap molekul air (Markam dan Smith, 1954).
Senyawa hidrat yang terikat pada molekul air tidak berarti bahwa senyawa
tersebut basah atau dalam bentuk larutan, akan tetapi molekul air tersebut akan ikut
ke dalam struktur padatan senyawa tersebut. Molekul air pada kebanyakan garam
hidrat akan berkoordinasi dengan ion logam pada kation kompleks, contohnya yaitu
nikel(II) nitrat heksahidrat. Selain itu terdapat pula senyawa hidrat dimana molekul
airnya berada pada kristal dan tidak berikatan pada ion-ion tertentu (Umland, 1993).
Jenis senyawa hidrat lainnya yaitu hidrat gas. Terjadinya kristalisasi pada gas
hidrat ini terjadi tiga fase yaitu fase gas, fase gas dicampurkan dengan larutan dan
fase kristal hidrat gas. Proses kristalisasi hidrat gas tersebut terjadi pada
satu komponen dalam larutan dari gas dimana terjadi kondisi pelepasan gas ke
dalam fase air. Kondisi ini tergantung pada konsentrasi sebenarnya dari gas dalam
larutan. Kristalisasi yang terjadi ini dapat dianalogikan seperti terjadinya
pengendapan contohnya yaitu pembentukan garam anorganik dalam pelarut
akuades (Kashchiev dan Firoozabadi, 2002).
Proses cepatnya terbentuk kristal pada proses kristalisasi dan kinetika
pertumbuhan senyawa hidrat dapat diidentifikasi dengan alat SCIM. Kinetika
pertumbuhan kristal dapat terhambat dengan ditambahkan suatu senyawa contohnya
yaitu ketika larutan asam poli-aspartik ditambahkan ke kalsium oksalat monohidrat
menyebabkan pertumbuhan kristal tidak teratur (Grohe, dkk., 2006). Adapun untuk
menguji keberadaan hidrat dapat menggunakan uji FTIR (Nugrahani, 2013).
Menurut Trausel dkk (2014), garam hidrat merupakan bahan termokimia yang
paling sering digunakan dimana energi panas disimpan dengan mengeringkan garam
hidrat dan menyimpan garam kering dan air secara terpisah. Reaksi reversibel yang
terjadi dari hidrat garam yaitu hidrasi dan dehidrasi yang ditunjukkan pada
reaksi dibawah ini:
garam + xH2O
garam.xH2O + panas (energi)
(2.4)
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat Percobaan
Alat yang digunkan dalam percobaan ini adalah gelas kimia 250 mL,
pipet tetes, gelas kimia 500 mL, gelas ukur 25 mL, gelas kimia 300 mL, cawan petri,
bulb, labu ukur 100 mL, sendok tanduk, batang pengaduk, desikator, pipet skala dan
hot plate.
3.2
Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kawat tembaga,
Prosedur Percobaan
Kawat tembaga dipotong sepanjang kurang lebih 15 cm, kemudian ditimbang,
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Saran
Ditimbang
kemudian
dimasukkan
ke
dalam
membentuk gelembung.
Diambil kawat sisa yang tidak ikut terlarut dan
ditimbang
Endapan-
Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Grohe, B., Rogers, K. A., Goldberg, H. A., dan Hunter, G. K., 2006, Crystallization
Kinetics of Calcium Oxalate Hydrates Studied by Scanning Confocal
Interference Microscopy, Journal of Crystal Growth, 295(2006): 148-157.
Kashchiev, D., dan Firoozabadi, A., 2002, Driving Force for Crystallization of Gas
Hydrates, Journal of Crystal Growth, 241(2002): 220-230.
Kristianingrum, S., 2012, Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel Dan Efeknya,
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
1(1): 197
Markham, S. C., dan Smith, S. E., 1954, General Chemistry, The Riversibe Press,
Amerika.
Nugrahani, I., 2013, Studi Transformasi Hidrat Sefadroksil Monohidrat dan
Sefaleksin Monohidrat dengan FTIR, Jurnal Matematika dan Sains, 18(1): 1-9.
Pudjaatmaka, A. H., 2002, Kamus Kimia, Balai Pustaka, Jakarta.
Riswanto, 2015, Analisis Resistansi Coil Kawat Tembaga Terhadap Perubahan Suhu
Sangat Rendah Sebagai Rancang Dasar Pengukuran Suhu Rendah, JPF,
3(1): 73-83.
Sugiyarto, K. H., dan Suyanti, R. D., 2010, Kimia Anorganik Logam, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Trausel, F., Jong, A., dan Cuypers, R., 2014, A Review On The Properties of Salt
Hydrates for The Thermochemical Storage,
Energy Procedia,
48(2014): 447-452.
Umland, J. B., 1993, General Chemistry, West Publishing Company, Amerika.