Anda di halaman 1dari 29

TUGAS PORTOFOLIO

DOKTER INTERNSHIP

MEDIK
TB PARU PADA ANAK

Oleh:
dr. Bagoes Ario Bimo
Pembimbing:
dr. Setiyoko

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEROTO


KABUPATEN NGAWI
2016

PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Bagoes Ario Bimo
Nama Wahana : RSUD Dr. Soeroto Ngawi
Topik : TB Paru pada Anak
Tanggal Kasus : Senin, 14 Desember 2016
Nama Pasien : An. AA
No. RM : 247680
Tanggal Presentasi :
Nama Pembinging :
dr. Setiyoko
(NIP. 19740303201001013)
Obyektif Presentasi :
O Keilmuan O Keterampilan
O Diagnostik O Manajemen

O Penyegaran
O Masalah

O Tinjauan Pustaka
O Istimewa

O Neonatus

O Remaja

O Lansia

O Bayi

O Anak

O Dewasa

O Bumil

Deskripsi: Seorang Anak Perempuan 6 tahun, datang dengan keluhan demam


sejak 1 minggu
Tujuan: menegakkan diagnosis terhadap pasien dan melakukan tatalaksana
komprehensif sesuai diagnosis.
Bahan bahasan O Tinjauan Pustaka
O Riset
Kasus O Audit
Cara membahas O Diskusi O Presentasi & diskusi O E-mail O Pos
Data Pasien
Nama : An. AA
Nama Klinik :
Telp.: Terdaftar sejak : Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :

Keluhan Utama: Demam sejak 1minggu yang lalu


Riwayat Penyakit Sekarang: Keluhan Utama
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 minggu yang lalu, disertai
batuk berdahak dan pilek. Dahak berwarna putih. Pasien sudah berobat ke
dokter keluhan hilang timbul. Dan adanya keluhan muntah 1x tadi pagi
yang berisi sisa makanan dan air. Tidak disertai darah. Nafsu makan
menurun sejak 1 minggu. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien sering mengalami sakit seperti ini yaitu batuk pilek.
- Riwayat kejang tidak ada. Riwayat asma tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Di keluarga, kakek pasien menderita batuk lama dengan hasil BTA

(+)
Riwayat penyakit asma tidak ada. Riwayat kejang tidak ada.

Riwayat infeksi paru tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada


- Nenek DM (+)
Riwayat Pengobatan
Sudah berobat ke dokter dan diberi obat batuk berdahak yang hasilnya
tidak ada perbaikan.

Riwayat Psikososial
Pasien tinggal dengan kedua orang tua. Di lingkungan ibu mengatakan

tidak ada yang sedang mengalami keluhan yang sama.


Riwayat Alergi
Tidak ada alergi makanan, obat-obatan, atau debu.

Riwayat Imunisasi
Hepatitis B
Polio

Lahir, 1 bulan, 4 bulan, 6 bulan


1 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 2

tahun
BCG
2 bulan scar : 3 mm
DTP
2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 2 tahun
Hib
2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 2 tahun
PCV
Rotavirus
Influenza
Campak
9 bulan, 2 tahun
MMR
Tifoid
Hepatitis A
Varisela
HPV
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia. Imunisasi lanjutan tidak
lengkap sesuai usia

Riwayat Makanan
Asi Eksklusif : Tidak diberikan
Susu formula : Sejak lahir karena ASI hanya keluar sedikit
MP-ASI (bubur tim) + ASI : 7- sekarang
Kebiasaan makan 3 x sehari sedikit-sedikit dengan lauk selang seling yaitu
telur, ayam (jarang) tahu dan tempe. Pasien suka mengkonsumsi buah
sayur.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Ibu pasien rutin memeriksa kandungan ke dokter. Tidak ada riwayat
gangguan saat kehamilan, riwayat persalinan normal, BBL 2700 gram, PB
43 cm, cukup bulan dan menangis kuat. Tidak ada riwayat perdarahan.
Tidak ada riwayat kuning.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Tengkurap
: 3 bulan
Tumbuh gigi : 8 bulan
Bicara
: 1,5 tahun
Duduk
: 9 bulan
Berdiri
: 1,5 tahun
Berjalan

: 1,5 tahun

Kesan

: Tumbuh kembang anak sesuai usia 6 tahun


DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2,


Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1997, hal 573 761.
2. Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisikelima Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, 2009; h.
2230-22472.
3. WHO. TB/HIV a clinical manual. Edisi ke-2. Geneva: World Health
Organization;2004
4. Corry, S., Wahidiyat, I., Sastroasmoro, S. Diagnosis Fisis pada Anak. CV
Sagung Seto, Jakarta.2003
5. Departemen Kesehatan Republik
3

Indonesia.

Pedoman

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI, 2005


6. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K)
et al: Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2000, hal
1028 1042.
7. Kartasasmita CB, Basir D. Epidemiologi Tuberkulosis. Dalam : Buku
Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta ; IDAI. 2013. h.162-166
8. Rahajoe NN, Setyanto DB. Patogenesis dan Perjalanan Alamiah
Tuberkulosis. Dalam : Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama.
Jakarta ; IDAI. 2013. h.169-177
9. Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak. Dalam :
Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta ; IDAI. 2013. h.194211
10. Rahajoe NN, Setyanto DB. Tatalaksana Tuberkulosis. Dalam : Buku Ajar
Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta ; IDAI. 2013. h.214-277
11. Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. : Patofisiologi Klinik, edisi ke 5,
Tuberkulosis, 2005 hal 753 761
12. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2013. Petunjuk Teknis
Manajemen Tb Anak. Jakarta: Kemenkes RI 2013
Hasil Pembelajaran
1. Mengetahui prinsip TB Paru pada Anak
2. Mengetahui alur pemeriksaan untuk menegakkan diagnosaTB Paru pada
Anak.
3. Mampu melakukan tata laksana TB Paru pada Anak.
SUBJEKTIF
Anak perempuan, 6 tahun, 21 kg datang ke RS dengan keluhan batuk
berdahak dan pilek 1 minggu yang lalu. Dahak berwarna putih. Demam sejak 1
minggu yang lalu. Demam timbul mendadak dan dirasakan tinggi terus menerus
sepanjang hari. Muntah 1x tadi pagi yang berisi sisa makanan dan air. Tidak
disertai darah. Nafsu makan menurun sejak 1 minggu yang lalu.

OBJEKTIF

Keadaan umum : Sakit sedang


Kesadaran
: Composmentis
TANDA VITAL :
Suhu
: IGD: 36C, Bangsal: 37C
Frekuensi Pernapasan
: 36x/menit
Nadi
: 90x/menit
Jenis Pernapasan
: Thorakal
Isi/tegangan
: Cukup, teratur
STATUS GIZI :
BB : 21 kg
TB : 109 cm
Kesimpulan Status Gizi :
BB/U : 21/21 x 100% = 100%
TB/U : 109/115 x 100% = 94%
BB/TB : 21/19 x 100% = 110%
Kesan : Gizi baik
Lingkar Kepala: 50 cm (Normocephal)
Kulit : Sianosis tidak ada, bintik bintik merah tidak ada
Kepala :
Bentuk Kepala : Normochepal
Rambut : Coklat, tidak mudah dicabut
Ubun-ubun : Sudah tertutup, Cekung (-/-)
Mata : Mata merah tidak ada, mata cekung tidak ada, Konjungtiva tidak
anemis, Sklera tidak ikterik, Pupil Ishokor, Refleks cahaya normal.
Hidung : Tidak ada epistaksis, tidak ada sekret, cuping hidung ada.
Telinga : Normotia, nyeri tekan daun telinga tidak ada.
Mulut :
Bibir : mukosa bibir kering, sianosis tidak ada
Lidah : tremor tidak ada, lidah kotor tidak ada
Tonsil : tidak ada pembesaran tonsil
Pharinx : tidak hiperemis
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (+)
Thorax (Paru dan Jantung)
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi.
Palpasi : Tidak ada bagian dinding thorax yang tertinggal, vocal
fremitus simetris.
Perkusi :
Paru : sonor
Jantung : pekak
Auskultasi :
Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, wheezing -/ Jantung : Bj I dan II reguler

Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Turgor kulit normal, nyeri tekan tidak ada,
pembesaran organ tidak ada, supel
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat pada kedua ekstremitas, CRT 2 dtk.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Test

Hasil

Satuan

Nilai Normal

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
MCV/VER
MCH/HER
MCHC/KHER
LED

13,2
11,6
33
347
4,29
78
27
34
25/40

g/dL
10*3/uL
%
10*3/uL
10*6/uL
fL
pg
g/dL

10,8-15,6
5,0-14,5
33-45
184-488
3,8-5,8
(69-93)
(22-34)
(32-36)

Radiologi
Thorax PA

Kesimpulan: TB PARU
Pada kasus ini, skor:
-

Kontak dengan pasien TB


Uji tuberkulin
Berat badan/keadaan badan
Demam tanpa sebab jelas
Batuk
Pembesaran kelenjar limfe

:3
: Tidak dilakukan
: 0 (Gizi Normal)
:1
:1
: 1 (Ada pembengkakan

kelenjar leher)
Foto Dada
Total Skor

: 1 (Sugestif TB)
:7

ASSESSMENT
TB PARU
PLAN
Terapi
Medikamentosa
KDT 4-0-0
Lasal sirup 3x cth I
Lycavit sirup 2 x cth I
Progesic sirup 3x 5ml

di

Non Medikamentosa
KIE kepada keluarga pasien bahwa pengobatan penyakit anaknya dilakukan
selama 6 bulan, dan tidak boleh putus obat.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.6
Tuberkulosis adalah penyakit menular akibat infeksi kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis) yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai
hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer.5,6 TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada
anak usia 0-14 tahun.12
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis (MTB) yaitu
suatu jenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan
tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
8

pewarnaan. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es) dimana kuman dalam
keadaan dormant.1,2
Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang
merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 spesies dari
Mycobacterium yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M. Tuberculosis,
M. Bovis, M. Africanum, M. Microti dan M. Canetti. Dari kelima jenis ini M.
Tuberkulosis merupakan penyebab paling penting dari penyakit tuberkulosis pada
manusia. Ada 3 varian M. Tuberkulosis yaitu varian humanus, bovinum dan
avium. Yang paling banyak ditemukan menginfeksi manusia M. Tuberkulosis
varian humanus.
Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Dinding sel yang kaya akan lipid
menjadikan basil ini resisten terhadap aksi bakterisid dari antibodi dan
komplemen. Sebagian besar dari dinding selnya terdiri atas lipid (80%),
peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan terhadap asam
sehingga disebut BTA dan kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika.
Oleh karena ketahanannya terhadap asam, M. Tuberkulosis dapat membentuk
kompleks yang stabil antara asam mikolat pada dinding selnya dengan berbagai
zat pewarnaan golongan aryl methan seperti carbolfuchsin, auramine dan
rhodamin. Kuman ini dapat bertahan hidup di udara yang kering atau basah karena
kuman dalam keadaan dorman. Dan dari keadaan dorman ini kuman dapat
reaktivasi kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob sehingga kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Bakteri TB akan
cepat mati bila terkena sinar ultraviolet (sinar matahari) langsung dan mudah mati
pada air mendidih (5 menit pada suhu 80C dan 20 menit pada suhu 60C).1,2

3. Epidemiologi
Di negara berkembang, TB pada anak < 15 tahun adalah 15 % dari seluruh
kasus TB, sedangkan dinegara maju, angkanya lebih rendah, yaitu 5-7%.
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena
jumlah anak berusia <15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi.7
World Health Organization memperkirakan bahwa TB merupakan
penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak dan orang
dewasa.5,9 Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit (RS) Pusat
Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB
dengan angka kematian yang bervariasi dari 0-14,1%. Kelompok usia terbanyak
adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi <12 bulan didapatkan 16,5%.7
Kurang lebih 500.000 anak menderita TB setiap tahun. 200 anak di dunia
meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB.12
4. Klasifikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis primer
Tuberkulosis primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil
tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan
spesifik tehadap basil tersebut. Pembagian tuberkulosis paru primer:5
1. Tuberkulosis primer yang potensial (potential primary tuberculosis) terjadi
kontak dengan kasus terbuka, tetapi uji tuberculin masih negative.
2. Tuberkulosis primer laten (latent primary tuberculosis). Tanda tanda
infeksi sudah kelihatan, tetapi luas dan aktivitas penyakit tidak diketahui.
Uji tuberculin masih negative. Radiologis tidak tampak kelainan.
3. Tuberkulosis primer yang manifest (manifest primary tuberculosis), uji
tuberculin positif dan terlihat kelainan radiologis.
Penyulit tuberkulosis paru primer1,5
1. Pembesaran

kelenjar

servikal

superficial,

Penyebaran

langsung

tuberkulosis ke kelenjar limfe mediastinum bagian atas dan paratrakea


yang berasal dari kelenjar hilus, selain itu juga menyerang kelenjar limfe
supraklavikula dan servikal anterior. Kelainan di kelenjar tersebut bereaksi

10

sangat lambat terhadap obat anti tuberkulosis. Bila terjadi abses pada
kelenjar dilakukan pembedahan.
2. Pleuritis tuberkulosis merupakan penyakit dini tuberkulosis primer dan
terjadi 6 8 bulan setelah serangan awal sering disertai kelainan pada kulit
yaitu eritema nodosum.
3. Efusi pleura biasanya jernih, prognosa masih baik, reaksi tehadap obat anti
tuberkulosis sering kali dramatis karena dapat memberi resolusi sempurna
dalam 1 2 minggu. Kemungkinan untuk menderita tuberkulosis post
primer di kemudian hari lebih besar.
4. Tuberkulosis millier merupakan kelainan paling dini dibanding dengan
penyakit tuberkulosis primer yang lain. Proses tuberkulosis milier terjadi 8
bulan setelah timbul tuberkulosa primer. Gambaran radiologi tampak 2
minggu setelah gejala klinis.
5. Meningitis tuberkulosis dapat

terjadi

sebagai

akibat

penyebaran

hematogen atau fokus perkejuan yang pecah di rongga subarachnoid pada


tahap akhir dari tuberkulosis millier.
Tuberkulosis paru post primer
Tuberkulosis paru post primer adalah peradangan paru yang disebabkan
oleh basil tuberkulosis pada tubuh yang telah peka tehadap tuberkuloprotein.

Dari luar ( eksogen ) infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita

tuberkulosis.
Dari dalam ( endogen ) infeksi berasal dari basil yang sudah berada
dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya tenang dan
oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali. Adapun pembagian primer

paru post primer adalah :


a. Tuberkulosis minimal terdapat adanya sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak
melebihi satu lobus paru.
b. Moderately advanced tuberkulosis, terdapat kavitas dengan diameter
tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari
satu bagian paru, bila bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian
pada satu paru.
c. Far advanced tuberculosis, terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi
keadaan pada moderately advanced tuberkulosis

11

5. Patogenesis Tuberkulosis pada Anak


Paru merupakan port d entre pada lebih dari 98 % kasus infeksi
tuberkulosis. Karena ukurannya yang sangat kecil (<5 m), kuman tuberkulosis
dalam droplet yang terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus,
bakteri Tuberkulosis dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis
non-spesifik. Akan tetapi pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,
makrofag alveolus akan memfagosit bakteri tuberkulosis yang sebagian besar
dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman tuberkulosis yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,dan akhirnya
menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya bakteri membentuk lesi ditempat
tersebut.8
Dari parenkim paru yang terinfeksi, bakteri tuberkulosis menyebar melalui
aliran pada saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang
mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi disaluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah,
kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak diapeks paru, yang akan terlibat adalah
kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis
dinamakan kompleks primer.8
Waktu yang diperlukan sejak masuknya bakteri tuberkulosis hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi.
Masa inkubasituberkulosis berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8
minggu.8
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi tuberkulosis primer
dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh
terhadap

tuberkulosis

terbentuk,

yang

dapat

diketahui

dengan

adanya

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama


masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan
sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler berkembang,
proliferasi bakteri tuberkulosis terhenti. Akan tetapi sebagian kecil akan dapat

12

tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, bakteri
tuberkulosis baru yang masuk kedalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh
imunitas seluler spesifik (cellular mediated immunity).8
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru. Bakteri tuberkulosis
dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi
tidak menimbulkan gejala penyakit tuberkulosis.8
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus primer di paru atau di kelenjar limfe regional.
Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau
pleuritisfokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan
mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru(kavitas).8
Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal
pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,sehingga
bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanismeventil.
Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis kelenjar yang mengalami inflamasi
dan nekrosis pengkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus,
sehingga menyebabkan tuberkulosis endobronkial atau membentuk fistula. Massa
keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gangguan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi
segmentalkolaps-konsolidasi.8
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapa
tterjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruhtubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan
tuberkulosis disebut sebagai penyakit sistemik.8

13

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk


penyebaran hematogenik tersamar. Melalui cara ini, bakteri tuberkulosis
menyebar secarasporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan
gejala klinis bakteri tuberkulosis kemudian mencapai berbagai organ diseluruh
tubuh, bersarang diorgan yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di
apeks paru, limpa dankelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang
di organ lain sepertiotak, hepar, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya,
kuman di sarang tersebuttetap hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan
proses patologiknya. Sarangdi apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di
kemudian hari dapatmengalami reaktivasi dan terjadi tuberculosis pada apeks paru
saat dewasa.8
Pada anak, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun
pertama) biasanya sering terjadi komplikasi tuberkulosis. Menurut Wallgren, ada
tiga bentuk dasar tuberkulosis paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen,
tuberkulosisendobronkial, dan tuberkulosis paru kronik. Tuberkulosis paru kronik
adalah tuberkulosis pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman di dalam fokus
yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak
tetapi seringterjadi pada remaja dan dewasa muda.8
Tuberkulosis

ekstrapulmonal,

yang

biasanya

juga

merupakan

manifestasituberkulosis pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang


terinfeksi tuberkulosis. Tuberkulosis padasistem skeletal terjadi pada 5-10% anak
yang terinfeksi, paling banyak terjadidalam 1 tahun pertama, tetapi dapat juga 2-3
tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun
setelah infeksi primer.8

14

Gambar 1. Patogenesis tuberkulosis.

Gambar 2. Kalender perjalanan penyakit tuberkulosis primer.8


Proses infeksi tuberkulosis tidak langsung memberikan gejala. Uji
tuberkulin biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan bakteri
tuberkulosis.Padaawal terjadinya infeksi tuberkulosis, dapat dijumpai demam
yang tidak tinggi dan eritemanodusum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung

15

singkat sehingga jarang terdeteksi.tuberkulosis primer dapat terjadi kapan saja


pada tahap ini.8
Tuberkulosis

milier

dapat

terjadi

setiap

saat,

tetapi

biasanya

berlangsungdalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi tuberkulosis, begitu juga


dengan meningitis tuberkulosis.Tuberkulosis pada pleura terjadi dalam 3-6 bulan
pertama setelah infeksi tuberkulosis.Tuberkulosis pada sistem skeletal terjadi pada
tahun pertama, walaupun dapat terjadi pada tahun kedua dan ketiga.Tuberkulosis
ginjal biasanya terjadi lebih lama,yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer.
Sebagian besar manifestasi klinis sakit tuberculosis terjadi pada 5 tahun pertama,
terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematiankarena tuberkulosis terjadi pada
tahun pertama setelah diagnosis tuberkulosis.8

6 Manifestasi Klinis

Manifestasi sistemik (umum/nonspesifik)


a. Demam lama (>2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat
disertai dengan keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi.
b. Batuk lama >3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.
c. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1 bulan
dengan penanganan gizi yang adekuat.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB tidak naik
dengan adekuat (failure to thrive).
e. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel
f. Lesu atau malaise
g. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.

Manifestasi spesifik organ/tunggal

Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena, misalnya


kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit.
Secara ringkas, gejala spesifik sesuai organ yang terkena adalah sebagai berikut :
a. TB kelenjar

: terbanyak di regio kolli, multipel, tidak nyeri dan

saling melekat.
b. TB otak dan saraf

: meningitis TB dan tuberkuloma otak (gejala

iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun).

16

c. TB tulang dan sendi

: gejala berupa pembengkakan sendi, gibbus,

pincang,
lumpuh dan sulit membungkuk.
: skrofuloderma.
e.
TB mata

d. TB kulit

konjungtivitis fliktenularis dan tuberkel koroid (hanya


terlihat dengan funduskopi).
f. TB organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal, dll.

7 Diagnosis TB Paru Anak

Uji tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein pada bakteri tuberkulosis yang
mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada
seseorang yang telah terinfeksi tuberkulosis, maka akan terjadi reaksi berupa
indurasi di lokasi suntikan. Uji tuberculin dengan cara mantoux dilakukan dengan

17

menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU secara intrakutan di bagian volar lengan
bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.Pengukuran
dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Jika tidak timbul indurasi sama sekali
hasilnya dilaporkan sebagai negatif, diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif
tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan
oleh infeksi tuberkulosis alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh
imunisasi BCG atau infeksi mycobacterium atipik. Pada anak balita yang telah
mendapat BCG, diameter indurasi 10-14 cm dinyatakan uji tuberkulin positif,
kemungkinan besar karena infeksi tuberkulosis alamiah, tetapi masih mungkin
disebabkan oleh pasca imunisasi BCG, namun bila ukuran indurasinya 15 mm
sangat mungkin karena infeksi alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm
dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 cm dinyatakan positif meragukan.
Pada keadaan immunocompromised atau pada pemeriksaan foto thorak terdapat
kelainan radiologis hasil positif yang digunakan 5mm.2,5
Untuk mempermudah pemahaman mengenai konsep infeksi tuberculosis
dan sakit tuberculosis, klasifikasi tuberculosis yang dibuat oleh American
Thoracoc Society (ATS) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
Amerika.
Kelas

Kontak

Infeksi /tes

Sakit

Tindakan

Klasifikasi 0
Klasifikasi I
Klasifikasi II
Klasifikasi III

+
+
+

tuberkulis
+
+

Profilakis I
Profilaksis II
Terapi

Tabel 2 : Klasifikasi individu berdasarkan status tuberkulosis9


Pada anak tanpa risiko tetapi tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu
dilakukan pada umur 1 tahun, 4-6 tahun dan 11-16 tahun. Tetapi, pada anak
dengan risiko tinggi di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan secara
rutin, bila hasilnya negatif dapat diulang setiap tahun. 9
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut: 9
1. Infeksi TB alamiah

18

a) Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten).


b) Infeksi TB dan sakit TB.
c) TB yang telah sembuh.
2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium atipik.
Uji tuberkulin negatif pada 3 kemungkinan keadaan berikut: 9
1. Tidak ada infeksi TB.
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.
3. Anergi.

Anergi adalah keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan,


sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun
sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi,
misalnya gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika,
penyakit morbili, pertusis, varisela, influenza, TB yang berat, serta pemberian
vaksinasi dengan vaksin virus hidup. Yang dimaksud dengan influenza adalah
infeksi oleh virus influenza, bukan batuk-pilek panas biasa, yang umumnya
disebabkan oleh rhinovirus dan disebut sebagai selesma (common cold). 9
a. Radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95%
infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan.
Komplek primer lebih banyak ditemukan pada foto torax paru bayi dan anak kecil
daripada dewasa. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah
sebagai pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate,
Konsolidasi segmental/lobar, Milier, Kalsifikasi dengan infiltrate, Atelektasis,
Kavitas, Efusi pleura, Tuberkuloma.
Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), tetapi
harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah
hilus biasanya lebih jelas pada foto lateral. 9
b. Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan pada anak karena sulitnya
mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan

19

bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil


pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan
hasil biakan M. tuberculosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8
minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1-3
minggu), yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi
lebih rumit. 9
c. Patologi Anatomi
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya
kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa
di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinudeated
giant cell (sel datia Langhans). Diagnosis histopatologik dapat ditegakkan dengan
menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit, dan sel datia Langhans.
Kadang-kadang dapat ditemukan juga BTA. 9
8. Tatalaksana
Medikamentosa
Obat TB utama (first line) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H),
pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid
merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah para-aminosalicylic acid (PAS),
cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxiflokxacin,
gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika
terjadi MDR.10
a.

Isoniazid (INH)
INH adalah obat antituberkulosis yang sangat efektif saat ini, bersifat

bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu
kuman yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang
diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman. INH cukup murah dan
sangat efektif untuk mencegah multiplikasi basil tuberkulosis. Terdapat dalam
sediaan oral dan intramuskuler (i.m). Dalam sediaan oral, kadar obat dalam

20

plasma, sputum dan cairan seresrospinal dapat dicapai dalam 1-2 jam dan
bertahan minimal 6 8 jam. INH diberikan secara oral, dosis harian yang biasa
diberikan (5 15 mg/kgbb/hari), maksimal 300 mg/hari, diberikan satu kali
pemberian. INH yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100mg dan 300mg,
dan dalam bentuk sirup 100mg/5ml. INH dimetabolisme melalui asetilasi di hati.
INH terdapat pada ASI ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar
darah plasenta,tetapi kadar obat yang mencapai janin/bayi tidak membahayakan. 10
b.

Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki

semua jaringan, dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar
serum puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin diberikan dalam
bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600
mg/hari, dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan
dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis
isoniazid 10 mg/kgBB/hari. Seperti halnya isoniazid, rifampisin didistribusikan
secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk CSS. Distribusi rifampisin ke
dalam CSS lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami
peradangan daripada keadaan normal. Ekskresi rifampisin terutama terjadi melalui
traktus bilier. Kadar yang efektif juga dapat ditemukan di ginjal dan urin. 10
Rifampisin umumnya tersedia dalam sediaan kapsul 150mg, 300mg dan
450mg sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada anak-anak dengan berbagai
kisaran berat badan. Suspensi dapat dibuat dengan menggunakan berbagai jenis
zat pembawa, tetapi sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan pemberian
makanan karena dapat timbul malabsorbsi. 10
c.

Pirazinamid
Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada

jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel pada
suasana asam, dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Pemberian pirazinamid
secara oral sesuai dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2
gram/hari. Kadar serum puncak 45 pg/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid

21

diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat
suasana asam, yang timbul akibat jumlah kuman masih sangat banyak. Penggunaan
pirazinamid aman pada anak. 10
d.

Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada

mata. Peran utama dari obat ini adalah untuk mencegah resistensi obat lain. Dosis
15 20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1,25 gram/hari, dengan dosis tunggal.
EMB tersedia dalam tablet

250 mg dan 50 0mg. Sifat etambutol adalah

bakteriostatik dan bakterisidal. Toksisitas utama adalah neuritis optika berupa


kebutaan terhadap warna merah-hijau ( red-green color blindness). Efek ini cukup
sering dijumpai pada orang dewasa. Insidensi dari toksisitas optalmologika cukup
rendah. Oleh karena pemeriksaan lapang pandang dan warna pada anak-anak
cukup sulit dilakukan maka etambutol tidak direkomendasikan untuk terapi rutin
pada anak-anak. EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan
TB resisten-obat, jika obat-obatan lainnya tidak tersedia atau tidak dapat
digunakan.10
e.

Streptomisin
Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik kuman ekstraselular

pada keadaan basa atau netral, jadi efektif membunuh kuman intraseluler.
Streptomisin dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 15 40
mg/kgBB/hari, maksimal dosis 1 gram/hari. Obat ini dapat melewati selaput
otak yang meradang, berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura,
diekskresi melalui ginjal. Toksisitas utama dari streptomisin terjadi pada nervus
kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa tinismus
dan pusing. 10
Prinsip dasar OAT adalah harus dapat menembus berbagai jaringan
termasuk selaput otak. Farmakokinetik OAT pada anak berbeda dengan orang
dewasa. Toleransi anak terhadap dosis obat per kgBB lebih tinggi. Secara ringkas,
dosis dan efek samping OAT dapat dilihat pada gambar dibawah ini.10

22

Paduan Obat TB 10
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama)
dan sisanya sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga
macam obat pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua
macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian paduan obat ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka panjang, selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.
Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan
dua atau tiga kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan
setiap hari. Saat ini paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB pada
anak adalah paduan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Pada fase intensif
diberikan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid, sedangkan pada fase lanjutan
hanya diberikan rifampisin dan isoniazid.
Pada keadaan TB berat, baik TB pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti
TB milier, meningitis TB, TB sistem skeletal, dan lain-lain, pada fase intensif
diberikan minimal empat macam obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
etambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan
isoniazid selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu meningitis TB, TB
milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, dan peritonitis TB,

23

diberikan kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dibagi


dalam 3 dosis, maksimal 60 mg dalam 1 hari. Lama pemberian kortikosteroid
adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama 1-2
minggu.
Fixed Dose Combination 10
Salah satu masalah dalam terapi TB adalah keteraturan (adherence)
pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat
yang banyak. Untuk mengatasi hal tersebut, dibuat suatu sediaan obat kombinasi
dengan dosis yang telah ditentukan, yaitu FDC atau Kombinasi Dosis Tetap
(KDT).

Evaluasi Hasil Pengobatan 10


Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan untuk menilai perkembangan
hasil terapi memantau timbulnya efek samping obat. Evaluasi hasil pengobatan
dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED.

24

a. Respon pengobatan baik : gejala klinis hilang dan terjadi penambahan berat
badan, maka pengobatan dilanjutkan.
b. Respon tidak ada : pengobatan dilanjutkan dan diberi tambahan dengan
merujuk ke sarana yang lebih tinggi. Kemungkinan terjadi misdiagnosis,
mistreatment atau resisten terhadap OAT.
Apabila pada saat diagnosis terdapat kelainan radiologis, maka dianjurkan
pemeriksaan radiologis ulangan.
Multidrug Resistance (MDR-TB)10
MDR-TB adalah isolat M. Tuberculosis yang resisten terhadap dua atau
lebih OAT lini pertama biasanya isoniazid dan rifampisin.
Daftar OAT lini kedua untuk MDR-TB dapat dilihat pada tabel :

Non Medikamentosa 10

Pendekatan DOTS
Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah kepatuhan

(adherens) menelan obat. Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan


beberapa minggu setelah pengobatan, sehingga merasa telah sembuh dan tidak
melanjutkan pengobatan.
Penanggulangan TB dengan strategi DOTS dapat memberikan angka
kesembuhan yang tinggi. Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS
terdiri atas lima komponen, yaitu sebagai berikut :
a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.
25

c. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung


oleh pengawas menelan obat (PMO).
d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB.

Lacak Sumber Penularan dan Case Finding


Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari

sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber


penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan
anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi sentripetal dilakukan dengan cara
pemeriksaan radiologis dan BTA sputum. Bila telah ditemukan sumbernya, perlu
pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang
mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin. 10
Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak di
sekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB
(pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. 10
9 Pencegahan 10

Imunisasi BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi

sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah
insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebih
tebal, ulkus tidak menganggu struktur otot dan sebagai tanda Baku). Bila BCG
diberikan pada usia >3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih
dahulu.

Kemoprofilaksis
Terdapat dua macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan

kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah


terjadinya

infeksi

TB,

sedangkan

kemoprofilaksis

sekunder

mencegah

berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan

26

isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis


ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA
sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Obat diberikan
selama 6 bulan. Pada akhir bulan ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji
tuberkulin ulang. Jika tetap negatif, profilaksis dilanjutkan hingga 6 bulan. Jika
terjadi konversi tuberkulin menjadi positif, evaluasi status TB pasien. Pada akhir
bulan keenam pemberian profilaksis, dilakukan lagi uji tuberkulin, jika tetap
negatif profilaksis dihentikan, jika terjadi konversi tuberkulin menjadi positif,
evaluasi status TB pasien.
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi
belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologis
normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak
yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit
TB, yaitu anak-anak pada keadaan imunokompromais. Contoh anak-anak
dengan imunokompromais adalah usia balita, menderita morbili, varisela, atau
pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid),
usia remaja, dan infeksi TB baru (konversi uji tuberkulin dalam waktu kurang
dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12
bulan.
10 Komplikasi Tuberkulosis
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis,
penyebaran ke ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi.Bayi yang
dilahirkan dari orang tua yang menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang
besar untuk menderita tuberkulosis. Kemungkinan terjadinya gangguan jalan
nafas yang mengancam jiwa harus dipikirkan pada pasien dengan pelebaran
mediastinum atau adanya lesi pada daerah hilus.11
11 Prognosis Tuberkulosis
Prognosis dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama
setelah mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi

27

keluarga, diagnosa dini, pengobatan adekuat, kepatuhan minum obat, dan adanya
infeksi lain seperti morbilli, pertusis, diare yang berulang dan lain lain.
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan obat
anti-tuberkulosis

memberikan

hasil

yang

potensial

untuk

mencapai

kesembuhan.Jika bakteri sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak


sembuh dengan gejala sisa yang minimal.Terapi ulangan lebih sulit dan kurang
memuaskan hasilnya.Perhatian lebih harus diberikan pada pasien dengan
imunodefisiensi, yang resisten terhadap berbagai regimen terapi, yang berespon
buruk terhadap terapi atau dengan komplikasi lanjut.
Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan
Rifampicin, angka kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi.11

28

Anda mungkin juga menyukai