Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH PRESENTASI KASUS

Demam Berdarah Dengue

Oleh:
Danti Filiadini
1006658215

Narasumber:
dr. Ari Prayitno, SpA(K)

MODUL KESEHATAN ANAK DAN REMAJA


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA 2015

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi dengue adalah penyakit akut akibat virus dengue, dengan manifestasi yang sangat
bervariasi, dari demam akut hingga syok yang dapat menyebabkan kematian. Infeksi dengue
merupakan masalah kesehatan besar pada lebih dari 100 negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara,
Pasifik Barat, Amerika. Sekitar 2.5 milyar orang di dunia berisiko mengalami demam dengue, demam
berdarah dengue, atau sindrom syok dengue. Diperkirakan 50 juta kasus dengue terjadi setiap tahunnya
dan 500,000 di antaranya membutuhkan perawatan rumah sakit; dengan proporsi 90% kasus pada anakanak di bawah 5 tahun. Di Indonesia sendiri kasus dengue menunjukkan tren peningkatan; 106,425
kasus pada tahun 2006 menjadi 156,052 kasus pada tahun 2009.1,2
Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hammond, et al (2005) di Nicaragua,
manifestasi klinis infeksi dengue pada anak lebih berat daripada dewasa. Penelitian dilakukan
berdasarkan empat tanda klinis berat menurut WHO terkait dengue (syok, kebocoran plasma,
trombositopenia signifikan, perdarahan dalam) pada bayi, anak-anak, dan dewasa. Secara keseluruhan,
64% bayi, 55% anak, dan 36% dewasa pada penelitian mengalami satu atau lebih dari 4 tanda klinis
berat yang diteliti. 3
Oleh sebab itu, penulis merasa perlu untuk membahas kasus dengue dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman mengenai dengue pada anak melalui pengaplikasian ilmu terkait yang telah
diperoleh sebelumnya.

BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
Nomor rekam medis
Jenis kelamin
Tanggal lahir
Usia
Agama
Kebangsaan
Alamat rumah

: An. DR
: 400-10-31
: Perempuan
: 8 Juni 2012
: 2 tahun 6 bulan
: Islam
: Indonesia
: Menteng, Jakarta Pusat

Nama orang tua


Care giver

: Tn. DK (22 tahun) dan Ny. S (20 tahun)


: Ibu pasien

Masuk rumah sakit


Waktu pemeriksaan

: Jumat, 2 Januari 2015, pukul , IGD RSCM


: Selasa, 6 Januari 2015, pukul 12.00, Gedung A RSCM

2.2 Anamnesis (Alloanamnesis pada tanggal 6 Januari 2015)


2.2.1 Keluhan Utama
Demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Dua hari sebelum masuk rumah sakit (Rabu, 31 Desember 2014), pasien demam. Ibu pasien
menyadari pasien terlihat lemas dan tidak aktif seperti biasanya. Demam muncul mendadak tinggi
dengan suhu 40oC. Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari tanpa adanya pola tertentu. Satu
hari sebelum masuk rumah sakit, suhu pasien masih 40oC (hari kedua demam) sehingga dibawa berobat
ke puskesmas. Di puskesmas diberikan obat paracetamol, puyer mual, amoxicillin, cotrimoxazole, dan
oralit, tetapi demam tidak kunjung membaik. Pasien mengeluh kepalanya pusing dan kedua tungkai
pegal-pegal sehingga seringkali minta dipijat oleh ibu pasien. Ibu pasien juga menyadari timbul bintikbintik kemerahan pada kedua tungkai pasien. Menggigil, berkeringat, terlihat pucat, dan riwayat
bepergian ke daerah endemik malaria disangkal.
Pasien sempat diare selama 3 hari sekitar satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Diare dialami
3-4 kali perhari; BAB cair, berwarna coklat, tidak ada darah ataupun lendir. Asupan makanan dan
cairan dirasa masih banyak oleh ibu pasien. BAK sekitar 5 kali perhari dengan jumlah banyak. Mual
dan muntah disangkal. Tidak ada keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga; tidak ada nyeri berkemih

dan kesulitan menahan kemih; tidak ada batuk, pilek, maupun sakit tenggorokan; tidak ada sesak napas;
tidak ada kejang, penurunan kesadaran, ataupun defisit neurologis.
Oleh karena tidak ada perbaikan gejala, pasien dibawa ke IGD RSCM. Di RSCM, pada pasien
telah dilakukan pemeriksaan ditensi di lengan atas kanan selama 5 menit dan dikatakan hasilnya positif.
Pasien juga sempat muntah berwarna coklat selama perawatan di RSCM sehingga dipasang selang
melalui hidung dan dipuasakan selama 2 hari. Muntah berwarna coklat hanya dialami satu kali dan
tidak berulang. BAB hitam disangkal. Mimisan dan gusi berdarah disangkal.
Saat ini (demam hari ke-7) suhu tubuh sudah stabil berkisar antara 36-37 oC, pasien mulai kembali
aktif. Keluhan pusing, pegal-pegal pada tungkai, bintik-bintik merah, diare sudah tidak dirasakan.
Pemeriksaan IGD pada tanggal 2 Januari 2015 ketika pasien baru datang ke rumah sakit menunjukkan
kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, frekuensi napas 24 kali/menit, akral hangat, CRT<2
detik, frekuensi nadi 110 kali/menit, tidak pucat, dan suhu 38,5oC (aksila).
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat asma, alergi, sakit kuning,
kejang, sakit jantung, sakit ginjal, campak disangkal.
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan demam, diare, dan muntah. Tidak ada riwayat sakit
jantung, sakit paru, alergi, asma, sakit kuning, sakit ginjal di keluarga.
2.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Pasien tinggal di rumah milik kakek bersama kedua orang tua, kakek, nenek, paman, bibi, dan
kakak sepupu. Ayah pasien berusia 22 tahun dan bekerja sebagai pegawai tempat karaoke. Ibu pasien
berusia 20 tahun, tidak bekerja. Pembayaran biaya rumah sakit menggunakan BPJS. Ayah pasien
merokok, kadang merokok di dalam rumah. Rumah pasien terletak di pemukiman padat penduduk
dengan tingkat kebersihan yang menurut ibu pasien cukup baik. Tidak banyak genangan air di
lingkungan rumah pasien. Tetangga pasien, kira-kira seusia dengan pasien, juga menderita demam.
Pasien sehari-hari aktif bermain dengan kakak sepupu dan teman-teman sebaya yang tinggal di area
rumahnya. Pasien jarang jajan di pinggir jalan.
2.2.6 Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak satu-satunya. Ibu pasien tidak mengalami demam atau penyakit lain
selama kehamilan. Riwayat keputihan berbau, batuk lama, dan nyeri ketika berkemih tidak ada.

Merokok, konsumsi obat-obatan, jamu, dan alkohol selama kehamilan disangkal. Ibu pasien rutin
kontrol kehamilan di puskesmas hampir setiap bulan. Status reproduksi ibu pasien P1A0.
2.2.7 Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di puskesmas dengan bantuan bidan secara spontan tanpa komplikasi selama proses
kelahiran. Pasien lahir cukup bulan dengan berat lahir 3000 gram dan panjang badan 49 cm. Ketuban
jernih dan tidak berbau. Pasien langsung menangis, tidak tampak biru ataupun kuning.
2.2.8 Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan. Makanan pendamping
ASI, berupa bubur instan, mulai diberikan ketika pasien berusia 6 bulan. Usia 11 bulan, pasien mulai
diperkenalkan dengan makanan rumah, seperti nasi yang dilunakkan, lauk pauk, dan sayur. Pasien
berhenti mendapatkan ASI pada usia 2 tahun dan digantikan dengan susu formula. Saat ini pasien
makan makanan rumah dengan komposisi bubur pada pagi hari, nasi beserta lauk dan sayur pada siang
hari, dan nasi beserta lauk pada malam hari. Pasien kadang-kadang diberi buah di antara waktu makan.
2.2.9 Riwayat Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang pasien selama ini sama dengan anak-anak seusianya. Ibu pasien mengatakan
pertumbuhan pasien berdasarkan Kartu Menuju Sehat (KMS) masih dalam batas normal. Pasien dapat
berjalan sejak usia 11 bulan. Saat ini pasien sudah mampu menyusun kalimat lengkap yang dapat
dimengerti orang lain.
2.2.10 Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan 5 imunisasi dasar lengkap, yang mencakup imunisasi hepatitis B,
BCG, polio, DPT, dan campak. Namun ibu pasien tidak ingat secara detail berapa kali dan pada usia
berapa tahun dilakukannya karena tidak membawa catatan imunisasi pasien. Riwayat demam setelah
imunisasi disangkal.
3. Pemeriksaan Fisik
3.1 Antropometri
BB: 10 kg
LK: 47 cm
TB: 84 cm
LLA: 18 cm
3.2 Status Nutrisi
Weight-for-length -1<z<-2 SD
Length-for-age 0<z<-2 SD
Weight-for-age 0<z<-2 SD
Head circumference 0<z<-2SD
Arm circumference 0<z<1 SD
5

Kesimpulan: gizi normal, normosefal


3.3 Pediatric Assessment Triangle (PAT)
(6 Januari 2015 di bangsal RSCM)
Appearance
: tampak sakit sedang, kontak mata adekuat, tonus kesan status gizi baik, gerakan
Work of breathing

keempat ekstrimitas aktif dan simetris


: frekuensi napas 32 kali/menit, abdominotorakal, kedalaman cukup, teratur,

Circulation

tidak ada napas cuping hidung, tidak ada retraksi ataupun stridor
: akral hangat, CRT <2 detik, tidak ada sianosis, frekuensi nadi 104 kali/menit,
teratur, isi cukup, ekual pada keempat ekstremitas

3.4 Status Generalis


Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Suhu
Kepala
Rambut
Mata

: kompos mentis
: 100/66 mmHg
: 104 kali/menit
: 32 kali/menit
: 36.9oC (aksila)
: normosefal, tidak ada deformitas, ubun-ubun datar
: hitam, lebat tersebar merata, tidak mudah dicabut
: pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada edema

THT

palpebra
: uvula di tengah, tidak ada cairan dari telinga, tidak ada sekret dari hidung, pada

Mulut
Leher
Paru

hidung terpasang NGT


: oral hygiene baik, bibir dan mukosa mulut lembab, tidak ada perdarahan gusi
: tidak teraba pembesaran KGB, tidak ada penggunaan otot bantu napas
: gerakan dada simetris baik saat inspirasi maupun ekspirasi, tidak ada retraksi,
bunyi napas vesikuler pada kedua lapang paru, tidak ada rhonki, tidak ada

Jantung

wheezing
: iktus kordis tidak terlihat, bunyi jantung I dan II normal reguler, tidak ada

Abdomen

murmur/gallop
: datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani,

Punggung
Ekstremitas

bising usus normal


: kurvatura normal, tidak tampak deformitas
: akral hangat, CRT < 2 detik, tidak sianosis, tidak ada baggy pants, tidak ada

Kulit

clubbing finger, gerakan keempat ekstrimitas aktif


: turgor baik, tidak ada ptekie

Suhu Tubuh
41
40
39
38
37
36
35
34
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7

Suhu Tubuh

Grafik 1. Pola demam pada pasien


3.5 Pemeriksaan Khusus
(2 Januari 2015 di IGD RSCM, berdasarkan data rekam medis)
Tes tourniquet
: positif
4. Pemeriksaan Penunjang
Parameter
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Hitung Jenis
Natrium
Kalium
Klorida
Dengue NS1 Ag
IgM-antidengue
IgG-antidengue

2/1
12.1
35.9
7,190
76,400
0/0/6/75/18/1
133
4.6
102
-

3/1 (1)
3/1 (2)
14.7
14.4
42.5
40.5
4,500
4,330
31,700
32,000
Positif
-

4/1 (1)
13.2
36.9
4,470
19,500
-

4/1 (2)
12.3
36.3
5,280
17,300
-

5/1 (1)
11.1
30.5
4,240
25,200
-

5/1 (2)
11.7
31.1
5,180
29,000
-

Positif
Positif

90
80
70
60
50

Hematokrit
Trombosit

40
30
20
10
0
Hari 3

Hari 4 (1) Hari 4 (2) Hari 5 (1) Hari 5 (2) Hari 6 (1) Hari 6 (2)

Grafik 2. Pola hematokrit dan trombosit


Analisis Tinja (3 Januari 2015)
Warna
: kuning coklat
Lendir
: negatif
Darah
: negatif
Leukosit
: 0-1/lpb
5. Diagnosis Kerja
Demam berdarah dengue grade II
6. Tatalaksana

Nutrisi dan cairan adekuat


o Makanan biasa 3 x sehari 1000 kkal
o IVFD NS 3 ml/kg/jam
Atasi demam (jika suhu >38.5)
o Paracetamol sirup 3x2 Corig
Cek hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan trombosit/6 jam
Ukur balans cairan/24 jam
Edukasi ibu pasien untuk tetap memberikan minum kepada pasien, menampung urin pasien untuk
pengukuran balans cairan, serta memperhatikan klinis pasien jika terdapat tanda-tanda syok

7. Prognosis
Quo ad vitam

: bonam
8

Quo ad functionam

: bonam

Quo ad sanactionam : bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Demam
3.1.1 Definisi
Demam, atau pireksia, dapat didefinisikan berdasarkan patofisiologi dan klinisnya. Berdasarkan
patofisiologinya, demam adalah peningkatan set point termoregulator pada hipotalamus yang dimediasi
oleh interleukin-1 (IL-1). Sebagai respon terhadap peningkatan set point, proses aktif terjadi dengan
tujuan untuk mencapai set point yang baru; dengan cara minimalisasi kehilangan panas melalui
vasokonstriksi, memproduksi panas melalui mekanisme menggigil, dan memicu tingkah laku untuk
meningkatkan suhu tubuh seperti mencari lingkungan yang lebih hangat, menggunakan pakaian lebih
tebal, dan meringkuk.4,5
Berdasarkan klinisnya, demam adalah suhu tubuh 1 oC (1.8oF) atau lebih di atas rata-rata suhu di
lokasi tubuh tempat dilakukannya pengukuran temperatur. Sebagai contoh, dengan range suhu 34.737.4oC dan rata-rata 36.5oC pada aksila, pasien dikatakan demam jika memiliki suhu lebih dari sama
dengan 37.5oC. Berikut merupakan batas suhu yang dikatakan demam berdasarkan masing-masing
lokasi pengukuran:4
Suhu rektal

38.0oC

Suhu oral

37.6oC

Suhu aksila

37.4oC

Suhu timpani

37.6oC

Definisi demam sebagai suhu tubuh 1oC (1.8oF) atau lebih di atas rata-rata digunakan karena
adanya variasi diurnal pada suhu tubuh normal; mencapai suhu tertinggi pada sore hari (pukul 17.0019.00). Fluktuasi diurnal pada anak-anak lebih besar daripada orang dewasa dan lebih terlihat selama
episode demam. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada bayi yang sangat muda, seringkali respon
demam tidak mampu dilakukan terhadap infeksi sehingga justru menyebabkan kondisi hipotermia.4
3.1.2 Fisiologi Pengaturan Suhu
Pengaturan suhu atau termoreogulasi membutuhkan mekanisme untuk menjaga keseimbangan
antara produksi dan kehilangan panas tubuh; yang diatur oleh pusat termoregulator di hipotalamus.
Produksi panas dapat dilakukan melalui berbagai mekanisme. Ketika istirahat, organ-organ seperti
10

otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas, dan kelenjar adrenal berkontribusi dalam memproduksi panas
pada level seluler yang melibatkan adenosine triphosphate (ATP). Pada bayi baru lahir, panas
dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang terlokalisasi terutama di leher dan skapula melalui
nonshivering thermogenesis. Jaringan ini memiliki vaskularisasi tinggi dan sejumlah besar
mitokondria.4
Pada anak besar dan dewasa, konservasi panas dilakukan melalui vasokonstriksi dan respon
menggigil pada kondisi suhu lingkungan yang dingin. Aliran darah, diregulasi oleh susunan saraf pusat,
berperan penting dalam mendistribusikan panas di seluruh tubuh. Di lingkungan hangat atau ketika
suhu inti tubuh meningkat, pusat termoregulator hipotalamus akan mengaktivasi sistem saraf otonom
untuk menstimulasi terjadinya vasodilatasi. Meningkatnya aliran darah kulit menyebabkan lepasnya
panas melalui mekanisme berkeringat.4
Sebagai respon dari peningkatan suhu tubuh, tubuh berupaya melepaskan panas melalui proses
radiasi, evaporasi, konveksi, dan konduksi. Kegagalan regulasi pelepasan panas ini merupakan
penyebab utama dari infantile heat stroke, yang berperan dalam meningkatkan laju mortalitas bayi.4
Radiasi. Secara umum, 60% dari total pelepasan panas dilepaskan melalui radiasi, yaitu transfer
panas dari permukaan kulit ke lingkungan eksternal melalui gelombang elektromagnetik.
Evaporasi. Sekitar seperempat dari total pelepasan panas dilepaskan melalui evaporasi dari kulit
dan paru, yaitu perubahan air dari bentuk cair ke gas; 243 kJ (58 kkal) dilepaskan untuk setiap 100
ml air.
Konveksi. Transfer panas melalui pergerakan udara atau air di sekitar permukaan kulit, atau disebut
sebagai konveksi, menyumbangkan 12% dari total pelepasan panas.
Konduksi. Transfer panas melalui kontak langsung antara 2 objek dengan perbedaan temperatur,
atau disebut sebagai konduksi, menyumbangkan 3% dari total pelepasan panas.
Secara simultan, hipotalamus akan menstimulasi vasodilatasi untuk meningkatkan insensible loss
(tiap peningkatan suhu 1oC diperoleh 10% insensible loss) dan aktivasi kelenjar keringat untuk
meningkatkan produksi keringat.
3.1.3 Patogenesis Demam
Kaskade demam diawali dengan stimulasi leukosit oleh berbagai stimulan eksongen, yang disebut
sebagai pirogen eksogen. Pirogen eksogen, mikroorganisme atau produk yang dihasilkan (toksin),
merangsang sistem imun (khususnya makrofag dan neutrofil) untuk menghasilkan mediator inflamasi
11

yang berperan sebagai pirogen endogen. Pirogen endogen yang terdiri atas tumor necrosis factor
(TNF), interleukin (IL)-1, IL-6, dan interferon dibawa oleh sirkulasi darah menuju otak dan
merangsang area preoptik dan organum vasculosum of the lamina terminalis (OVLT) melalui serabut
saraf aferen. Pada level ini, pirogen endogen menginduksi pelepasan prostaglandin, khususnya PGE2,
yang memediasi peningkatan set point suhu.6

Gambar 1. Patogenesis demam6


3.1.4 Diagnosis Banding
Secara garis besar, penyebab demam dapat dibagi menjadi infeksi dan noninfeksi. Demam dengan
penyebab infeksi ditandai dengan adanya kondisi yang mendasari kemungkinan infeksi (misal
immunocompromised, splenektomi, neonatus); demam >40oC dengan gejala penyerta menggigil,
fluktuasi diurnal; fokus infeksi; durasi demam singkat, misal pada infeksi virus; respon cepat terhadap
12

antibiotik pada infeksi bakteri; leukositosis >20,000 bakteri dan leukopenia <5,000 pada virus; level
prokalsitonin tinggi pada bakteri.4
Penyebab demam noninfeksi umumnya ditandai dengan riwayat vaksinasi atau konsumsi obat;
demam subfebris (<39.5oC) menetap; berkaitan dengan ruam gatal atau beberapa sendi; tidak ada gejala
menggigil; eksklusi kemungkinan infeksi dari berbagai pemeriksaan; tidak respon terhadap antibiotik,
tetapi respon terhadap steroid; tidak ada leukositosis dan shift to the left, adanya antinuclear factor. 4
Infeksi merupakan penyebab demam paling sering pada anak. Infeksi virus, terutama menyerang
saluran napas atas, adalah penyebab demam pada 90-95% kasus demam pada anak. Penting bagi dokter
untuk mendeteksi infeksi bakteri pada 5-10% kasus lainnya yang membutuhkan antibiotik dan
menghindari penggunaan antibiotik secara tidak rasional pada infeksi virus. Beberapa tanda dan gejala
khas yang umumnya muncul pada masing-masing etiologi dapat membantu dokter membedakan
keduanya (Tabel 1). 4
Tanda dan gejala yang meningkatkan Tanda dan gejala yang meningkatkan
kecondongan ke arah infeksi virus
kecondongan ke arah infeksi bakteri
Berkaitan dengan beberapa organ dalam satu Terlokalisasi pada satu organ (misal telinga
waktu, terutama saluran napas atas
Riwayat paparan dengan orang

atau tonsil)
yang Demam tinggi (>39oC), durasi (>3 hari), dan

memiliki gejala serupa


Kondisi umum terlihat baik, senang, dan Irritable,

letargi,

terlihat

sakit

dengan

interaksi masih adekuat


tangisan yang lemah, interaksi inadekuat
Kadar CRP dan leukosit normal (kebanyakan Kadar CRP, LED, leukosit, hitung jenis
infeksi virus tidak menyebabkan leukositosis, neutrofil tinggi
kecuali

EBV

limfositosis

dan
(atau

CMV).

Leukopenia,

limfositopenia),

dan

trombositopenia
Penurunan kadar sitokin, kecual INF-alfa. Prokalsitonin tinggi (>1.2 ng/ml atau >5
Prokalsitonin normal
ng/ml pada kasus yang lebih berat)
Tabel 1. Perbedaan antara tanda dan gejala infeksi bakteri dan virus4
Pendekatan demam berdasarkan manifestasi klinisnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 di bawah
ini.
Diagnosis Demam

Didasarkan pada Keadaan


13

Infeksi virus dengue; demam


dengue,
demam
berdarah

dengue dan sindrom syok

dengue

Demam mendadak tinggi selama 2-7 hari


Manifestasi perdarahan
Pembesaran hati
Tanda gangguan sirkulasi
Peningkatan nilai Ht, trombositopenia dan leukopenia
Riwayat orang sekitar menderita atau tersangka

demam dengue
Demam tinggi khas intermiten
Demam terus menerus
Menggigil, nyeri kepala, keringat, nyeri otot
Anemia
Hepatosplenomegali
Apus darah positif plasmodium
Demam lebih dari 7 hari
Terlihat sakit dan kondisi serius tanpa sebab jelas
Nyeri perut, kembung, mual muntah, diare, konstipasi
Delirium
Demam terutama di bawah usia 2 tahun
Nyeri berkemih, berkemih lebih sering
Mengompol (di atas 3 tahun)
Tidak mampu menahan kemih yang sebelumnya bisa
Nyeri ketok CVA atau nyeri tekan suprapubik
Urinalisis ditemukan proteinuria, leukosituria (>5/lpb)

Malaria

Demam tifoid

Infeksi saluran kemih

Sepsis

dan hematuria (>5/lpb)


Terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius tanpa sebab

jelas
Hipo atau hipertermia
Takikardia, takipneu
Gangguan sirkulasi
Leukositosis atau leukopenia
Demam terkait infeksi HIV
Adanya tanda-tanda infeksi HIV
Orang tua HIV
Tabel 2. Diagnosis banding demam tanpa gejala lokal7
Diagnosis Demam
Infeksi virus pada
pernapasan bagian atas
Pneumonia

Didasarkan pada Keadaan


saluran Gejala batuk/pilek, nyeri menelan
Tanda radang di saluran napas atas
Tidak ada gangguan sistemik
Demam
14

Batuk, takipnea
Ronki pada auskultasi
Penggunaan otot bantu napas dan napas cuping hidung
Merintih (grunting)
Otitis media
Nyeri telinga
Otoskopi tampak membran timpani hiperemis /
Keadaan umum
Aktivitas menurun, tangisan lemah, kontak
perforasi
mata cembung
inadekuat,keluar
tidak /tersenyum
Riwayat
otorrheahipotermia
<2 minggu
Suhu tubuh
Tidak
stabil, demam,
Sinusitis
Perkusi
wajah
terdapat
tanda radang
Tanda syok
Dingin,
mottled
skin,
pemanjangan
CRT pada sinus
Cairan
hidung
berbau
Pernapasan
Apnea,
takipnea,
napas
dangkal, merintih
Mastoiditis
Benjolan
lunak dan
nyeri abdomen,
di daerah mastoid
Saluran cerna
Sulit
makan, muntah,
distensi
diare
Susunan saraf pusat
Penurunan
kesadaran,
irritable,
ubun-ubun
Radang setempat
Abses tenggorokan
Nyeri tenggorokan pada anak lebih besar
cembung
Sulit menelan
Teraba nodus servikal
Meningitis
Kejang, turun kesadaran, nyeri kepala, muntah
Kaku kuduk
Ubun-ubun cembung
Pungsi lumbal positif
Infeksi jaringan lunak dan kulit Selulitis
Demam rematik akut
Panas, nyeri, bengkak pada sendi
Karditis, eritema marginatum, nodul subkutan
Peningkatan LED dan ASTO
Tabel 3. Diagnosis banding demam dengan gejala lokal7
Penyebab demam dapat pula dibedakan berdasarkan kelompok usia. Peningkataan suhu tubuh pada
anak usia <3 hari dapat disebabkan oleh demam pada ibu, infeksi pada ibu, atau hipertermia akibat
infant warmer atau dehidrasi. Infeksi jarang menyebabkan demam pada kelompok usia ini. Kelompok
usia 4 hari sampai dengan <3 bulan memiliki insiden tertinggi serious bacterial infection (SBI); 12%
pada neonatus dan 6% pada anak usia 1-2 bulan. Identifikasi SBI dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kultur CSF, darah, feses, urin, atau ditemukan fokus infeksi bakteri dari klinis atau radiologi. Tanda dan
gejala anak dengan SBI dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. 4
Tabel 4. Tanda dan gejala anak dengan SBI4
Demam paling sering dialami oleh kelompok usia 3-36 bulan. Penyebab paling sering adalah
infeksi saluran napas atas, terjadi pada 50% kasus. Kebanyakan demam pada kelompok usia ini bersifat
self-limiting dan kejadian SBI lebih jarang ditemukan.4
15

3.1.5 Tatalaksana
Antipiretik bekerja sentral dengan cara menurunkan set point pusat termoregulasi di hipotalamus.
Kondisi ini dapat dicapai melalui inhibisi cyclooxygenase (COX), enzim yang bertanggung jawab
untuk mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien. PGE2 merupakan
prostaglandin yang paling berperan sebagai mediator demam. Kebanyakan antipiretik menginhibisi
efek PG pada reseptor nyeri, permeabilitas kapiler dan sirkulasi, dan migrasi leukosit, sehingga
mengurangi tanda klasik inflamasi. PG juga menyebabkan bronkodilatasi dan memiliki peran penting
pada saluran cerna dan medula ginjal. Oleh karena itu, efek samping dari obat-obat antipiretik
mencakup bronkospasme, perdarahan saluran cerna, dan gangguan ginjal.4
Antipiretik tidak menurunkan demam ke level normal, menurunkan durasi episode demam, atau
intervensi suhu normal tubuh, serta tidak pula berperan langsung dalam pembentukan pirogen atau
mekanisme pelepasan panas. Tujuan utama penggunaan antipiretik bukan untuk menurunkan suhu
tubuh, melainkan untuk memberikan kenyamanan pada anak. Umumnya, antipiretik digunakan bila
suhu tubuh anak lebih dari 38,5oC. 4
Indikasi pemberian antipiretik antara lain demam >39oC yang berhubungan dengan gejala nyeri
atau tidak nyaman; demam >40oC; riwayat kejang atau delirium akibat demam; demam berkaitan
dengan peningkatan kebutuhan metabolisme seperti penyakit jantung, undernutrition, luka bakar.
Antipiretik
Paracetamo

Indikasi
Paling

digunakan
antipiretik

Dosis
umum Anak

Efek Samping
Umumnya ringan; muntah,

sebagai 10-15 mg/kg tiap 4-6 nyeri


dan jam

analgesik pada anak

atau

perut,

60-75 purpura,

urtikaria,
iritabilitas,

mg/kg/hari (oral dan hipotermia


rektal); 15 mg/kg (IV)
Neonatus
20 mg/kg inisiasi, lalu
10-15 mg/kg tiap 8-12

Ibuprofen

Selain

jam (oral dan rektal)


antipiretik, Antipiretik

juga

digunakan 5 mg/kg dalam 3-4 sering terjadi daripada PCT;

Terkait

sebagai antiinflamasi jam. Dosis 10 mg/kg muntah,

dosis

dan

pusing,

lebih
diare,
16

pada

juvenile

idiopathic

arthritis PCT

ginjal,

dan sebagai inhibitor Antiinflamasi

anemia

PG untuk menutup 20-40 mg/kg/hari

hipertermia

patent
Aspirin

lebih poten daripada iritabilitas, ruam, gangguan


agranulositosis,
hemolitik,

ductus

arteriosus
Sudah

tidak Antipiretik

direkomendasikan

10-15

mg/kg,

Muntah, nyeri perut, ulkus


4-6 gaster, perdarahan, reyes

sebagai

antipiretik, kali/hari

syndrome,

dapat

digunakan Antiinflamasi

angioedema, hiperventilasi,

sebagai antiinflamasi Dosis

inisial

pada penyakit rematik mg/hari

dalam

dan

ruam,

80 peningkatan suhu tubuh


3-4

antitrombotik dosis terbagi

pada kawasaki disease


dan penyakit jantung
bawaan
Antipiretik lain seperti naproxen, indomethacin, dipyrone, salicylamide, antipyrine,
nimesulide, chlorpromazine
Tabel 5. Antipiretik4

Tabel 6. Target penurunan suhu pada pemberian paracetamol4


Tatalaksana nonfarmakologi yang dapat dilaku kan untuk menurunkan suhu tubuh antara lain tirah
baring dan kompres air hangat. Kompres menggunakan air dingin untuk menurunkan demam
merupakan persepsi yang salah. Kompres dingin dapat menyebabkan vasokonstriksi yang justru akan
meningkatkan suhu tubuh.4
Pada beberapa kasus, rawat inap perlu dilakukan pada pasien demam. Indikasi rawat inap pada
pasien demam antara lain: 4
17

Neonatus (<28 hari)

Toxemia atau terlihat sakit (irritable,

inconsolable crying, letargi)


Riwayat PUO atau demam berkepanjangan
Kecurigaan serious bacterial infection

(SBI)
Diare berdarah, nyeri tekan abdomen,
Ptekie pada kulit

Demam >40oC, terutama >40oC tanpa

fokus infeksi
Episode kejang demam pertama
Takipnea, ruam, sakit kepala, atau muntah
Orang tua terlihat tidak dapat dipercaya

dan sulit untuk di follow-up


Faktor risiko imunodefisiensi
Hasil laboratorium abnormal,

seperti

leukosit>20,000

18

Indikasi pasien demam rawat inap untuk rawat jalan antara lain: 4

Anak terlihat senang dan aktif


Sampel urin telah dikirim untuk kultur atau hasil nitrat dan leukosit pada dipstick negatif
Follow-up dalam 24-48 jam pertama jika demam masih dirasakan
Orang tua diinformasikan untuk kembali jika kondisi anak memburuk

3.2 Demam Berdarah Dengue


3.2.1 Epidemiologi
Dengue merupakan infeksi virus yang paling cepat penyebarannya di dunia.
Dalam 50 tahun terakhir, insidens dengue meningkat 30 kali lipat. Sekitar 50 juta
kasus dengue terjadi tiap tahunnya dan sekitar 2.5 milyar orang tinggal di negaranegara endemik dengue. Dengue adalah masalah kesehatan yang cukup besar di Asia
Tenggara yang beriklim tropis, termasuk Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand,
dan Timor Leste; dimana Aedes aegypti tersebar luas di area urban dan rural. Pada
negara-negara tersebut, dengue menjadi salah satu penyebab utama rawat inap dan
kematian pada anak.1,2
Di Indonesia, dimana lebih dari 35% dari populasi tinggal di area urban,
150000 kasus dilaporkan pada tahun 2007, dengan 25000 kasus di antaranya berasal
dari Jakarta dan Jawa Barat. Laju mortalitas kasus sebesar 1%.1,2

3.2.2 Etiologi dan Transmisi


Virus dengue termasuk ke dalam genus Flavivirus dan famili Flaviviridae.
Virus ini berukuran 50 nm dan tersusun atas single-strand RNA sebagai genom.
Virion terdiri atas nukleokapsid dengan kapsul lipoprotein. Virus dengue tersusun atas
3 struktur protein gen, yaitu nucleocaprid atau core protein (C), membrane-associated
protein (M), envelope protein (E), dan 7 gen protein nonstruktural (NS). Di antara
protein-protein nonstruktural yang menyusun virus, envelope glycoprotein, NS1,
adalah penanda penting untuk diagnostik. Protein ini berukuran 45 kDa dan berkaitan
dengan hemaglutinasi virus dan aktivitas netralisasi. 1,2
Aedes (Stegomyia) aegypti (Ae. aegypti) dan Aedes (Stegomyia) albopictus
(Ae. albopictus) adalah vektor yang berperan dalam transmisi dengue. Supaya
transmisi dapat terjadi, Ae. aegypti betina harus menggigit manusia terinfeksi dalam
fase viremik, yang bermanifestasi 2 hari sebelum onset demam dan berakhir 4-5 hari
setelah onset demam. Kemudian virus bereplikasi di sel epitel midgut dan bermigrasi
ke kelenjar ludah nyamuk hingga akhirnya dapat menyebabkan infeksi ketika nyamuk
menggigit orang lain. 1,2

Penyebaran dengue umumnya terjadi pada musim hujan ketika temperatur dan
kelembapan udara konduktif untuk perkembangbiakan vektor dan ketahanan hidup

nyamuk.
3.2.3 Patogenesis dan Patofisiologi
Kebanyakan kasus demam berdarah dengue bermanifestasi pada infeksi
sekunder, walaupun dapat pula terjadi pada paparan pertama (primer). Asosiasi antara
kejadian DBD dan infeksi sekunder mengimplikasikan besarnya peranan sistem imun,
baik imunitas bawaan maupun adaptif, pada patogenesis DBD. Peningkatan aktivasi
imun, terutama pada infeksi sekunder, menghasilkan respon sitokin berlebih yang
menyebabkan perubahan permeabilitas vaskular. Selain itu, produk virus seperti NS1
juga bertanggung jawab atas regulasi aktivasi sistem komplemen dan permeabilitas
vaskular. 1
Tanda utama dari DBD adalah terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular
yang menyebabkan kebocoran plasma, penurunan volume intravaskular, dan syok
pada kasus-kasus yang lebih berat. Kebocoran yang terjadi ditandai dengan kebocoran
plasma selektif pada pleura dan rongga peritoneum, serta periode kebocoran yang
cenderung singkat (24-48 jam). Fase pemulihan yang cepat tanpa sekuele dan tidak
adanya inflamasi pada pleura dan peritoneum mengindikasikan adanya perubahan
fungsional dari integritas vaskular; dengan kata lain, kebocoran plasma tidak didasari
oleh kerusakan struktural dari endotelium. 1
Berbagai sitokin yang menginduksi permeabilitas telah diimplikasikan
memiliki peran dalam patogenesis DBD. Penelitian menunjukkan adanya kaitan
antara pola respon sitokin dan pola cross-recognition sel T spesifik dengue. Sel T
cross-reactive

dikatakan

memiliki

aktivitas

sitolitik

yang

rendah,

tetapi

mengekspresikan produksi sitokin seperti TNF-alfa, IFN-gamma, dan kemokinkemokin. 1


Peningkatan permeabilitas vaskular dapat pula dimediasi oleh aktivasi sistem
komplemen. Peningkatan kadar fragmen komplemen telah dilaporkan pada kasus
DBD. Beberapa fragmen komplemen seperti C3a dan C5a diketahui memiliki efek
meningkatkan permeabilitas vaskular. Pada penelitian-penelitian terbaru, NS1
diketahui dapat mengaktivasi komplemen dan berperan dalam patogenesis DBD. 1
Viral load dan kadar NS1 pada DBD lebih tinggi daripada demam dengue.
Derajat viral load berkorelasi dengan pengukuran keparahan penyakit seperti jumlah

efusi pleura dan trombositopenia yang terjadi, mengindikasikan bahwa viral burden

merupakan determinan penting dari keparahan penyakit. 1

3.2.4 Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit


Spektrum klinis dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan
tanpa gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue, (3) demam berdarah

dengue, (4) demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome)

Fase Febris2
Masa sakit pasien umumnya diawali dengan demam tinggi mendadak. Fase
akut ini berlangsung selama 2-7 hari dan disertai flushing pada wajah, eritema,
myalgia, arthralgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien mengeluhkan radang
tenggorokan, injeksi konjungtiva, anoreksia, pusing, dan muntah. Pada fase awal ini,
seringkali sulit membedakan dengue dengan infeksi penyebab demam lainnya. Hasil
positif pada pemeriksaan tourniquet meningkatkan posibilitas dengue. Pemantauan
adanya warning sign atau parameter klinis lainnya penting dilakukan untuk
mengetahui progres menuju fase kritis.
Manifestasi perdarahan seperti petechiae dan perdarahan mukosa (hidung dan
gusi) dapat dialami. Perdarahan vagina (wanita usia produktif) dan perdarahan saluran
cerna dapat pula terjadi, namun tidak umum. Hepar seringkali membesar beberapa
hari setelah onset demam. Abnormalitas awal pada pemeriksaan darah adalah
penurunan progresif dari total leukosit.

Fase Kritis2
Turunnya suhu tubuh hingga lebih rendah atau sama dengan 37.5-38 dan
menetap di bawah batas ini (umumnya pada hari ke-3 hingga 7 penyakit) dengan
adanya tanda peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan hematokrit,
menandakan dimulainya fase kritis. Periode klinis kebocoran plasma berlangsung
selama 24-48 jam. Leukopenia progresif dan penurunan kadar trombosit umumnya
mendahului kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma bervariasi (misal efusi
pleura dan asites) sehingga pemeriksaan foto toraks dan USG dapat digunakan untuk
mendukung diagnosis. Peningkatan hematokrit di atas nilai normal seringkali
merefleksikan keparahan kebocoran plasma.
Syok terjadi jika sejumlah besar plasma keluar melalui kebocoran yang terjadi;
yang diawali dengan warning signs. Hipoperfusi organ pada syok berkepanjangan
dapat menyebabkan gangguan organ progresif, asidosis metabolik, dan DIC; yang

mengakibatkan perdarahan dan menurunnya kadar hematokrit pada syok berat.


Gangguan organ berat seperti hepatitis, ensefaliti, atau myokarditis dan/atau
perdarahan berat dapat terjadi tanpa tanda yang jelas dari kebocoran plasma.

Fase Penyembuhan2
Jika pasien bertahan selama 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi gradual dari
cairan ekstravaskular akibat kebocoran plasma akan terjadi pada 48-72 jam
selanjutnya. Keadaan umum membaik, nafsu makan kembali, keluhan gastrointestinal
tidak dirasakan lagi, status hemodinamik stabil, dan diuresis kembali normal. Kadar
hematokrit stabil kembali atau lebih rendah akibat efek dilusi dari cairan yang
direabsorpsi. Leukosit umumnya mulai meningkat segera setelah fase kritis berakhir,
lebih cepat daripada kembalinya kadar platelet. Respiratory distress akibat efusi
pleura masif dan asites dapat terjadi sewaktu-waktu jika rehidrasi cairan intravena
diberikan secara berlebihan.
Berbagai masalah klinis selama masing-masing fase dirangkum dalam tabel 7

di bawah ini.

Tabel 7. Masalah klinis pada masing-masing fase dengue2

Gambar 2. Perjalanan penyakit dengue2

3.2.5 Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis demam berdarah dengue dapat
ditegakkan dengan 2 kriteria klinis ditambah 1 dari kriteria laboratorium (atau hanya
peningkatan hematokrit) dengan klasifikasi yang tercantum pada tabel 6. Kriteria
klinis antara lain: 8

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi

perdarahan

yang

ditandai dengan

uji

bendung positif,

ptekie/ekimosis/purpura, perdarahan mukosa, hematemesis dan/atau melena


3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah, penyempitan tekanan nadi kurang dari sama
dengan 20 mmHg, hipotensi, akral dingin dan lembab, CRT >2 detik
Kriteria laboratorium antara lain:
1. Trombositopenia
2. Kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas vaskular dengan manifestasi: (a)
peningkatan Ht 20% dari nilai standar; (2) penurunan Ht 20% setelah terapi cairan;
(c) efusi pleura/perikardial, asites.

D/

Gr

Tanda & Gejala

Laboratorium

D
D

penyerta:

Sakit kepala
Nyeri retroorbita
Myalgia
Arthralgia/nyeri tulang
Ruam
Manifestasi perdarahan
Tidak ada tanda bocor plasma
Demam dan manifestasi

perdarahan (tes tourniquet

Demam dengan 2 gejala

positif) dan adanya tanda-

II

tanda bocor plasma


Grade I ditambah adanya
perdarahan spontan

Leukopenia 5000
Trombositopenia < 150000
Peningkatan Ht (5-10%)
Tidak ada tanda hilangnya
plasma

Trombositopenia < 100000


Peningkatan Ht 20%

Trombositopenia < 100000


Peningkatan Ht 20%

D
D

III

Grade I atau II ditambah


adanya kegagalan sirkulasi

D*

(pulsasi

lemah,

Trombositopenia < 100000


Peningkatan Ht 20%

selisih

sistole dan diastole sempit


( 20 mmHg), hipotensi,

IV

D*

gelisah)
Grade III ditambah syok
berat dengan tekanan darah
dan

pulsasi

yang

tidak

Trombositopenia < 100000


Peningkatan Ht 20%

teraba
*DBD III dan IV adalah DSS
Tabel 6. Klasifikasi grading dengue berdasarkan WHO 19978

Berdasarkan kriteria WHO 2009, infeksi dengue dapat dibagi menjadi dengue
tanpa warning signs, dengue dengan warning signs, dan dengue berat (DSS); dengan
kriteria pada tabel 7. 2

Dengue dengan atau tanpa warning signs


Kemungkinan dengue, tinggal atau
Warning signs:

riwayat bepergian ke area endemik

Nyeri atau nyeri tekan abdomen

dengue.

Muntah persisten

Demam ditambah 2 kriteria:

Manifestasi akumulasi cairan

Mual, muntah

Perdarahan mukosa

Ruam

Letargi, cemas

Nyeri otot atau sendi

Pembesaran hepar >2 cm

Positif tes tourniquet

Laboratorium, peningkatan hematokrit

Leukopenia

bersamaan dengan penurunan cepat

Terdapat warning signs

trombosit

Hasil

laboratorium

telah

mengkonfirmasi dengue (penting jika tidak

Membutuhkan observasi ketat dan

intervensi medis

terdapat tanda kebocoran plasma)

Dengue berat
Kebocoran plas berat berujung pada:

Syok (DSS)

Akumulasi cairan dengan respiratory distress

Perdarahan berat yang dievaluasi oleh klinisi

Keterlibatan organ berat:

Hepar: SGOT atau SGPT 1000

Susunan saraf pusat: gangguan kesadaran

Jantung dan organ lain


Tabel 7. Klasifikasi dengue berdasarkan WHO 20092

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk diagnosis dengue antara lain: 2

Isolasi virus serotipik/genotipik


Deteksi asam nukleat virus
Deteksi antigen virus
Tes respon imun IgM dan IgG
Analisis parameter hematologi

Tabel 8. Metode diagnosis dengue2

Durasi viremia pada pasien dengue singkat, umumnya dimulai dari 2-3 hari
sebelum onset demam dan berakhir selama 4-7 hari masa sakit. Pada periode ini, asam
nukleat dan antigen virus dapat dideteksi dalam sirkulasi darah.
Respon antibodi terhadap infeksi beberapa jenis imunoglobulin (IgM dan IgG)
terhadap infeksi dapat digunakan sebagai alat diagnosis dengue. IgM mulai dapat
dideteksi pada hari ke-3 sampai 5 setelah onset penyakit, meningkat cepat dalam
waktu 2 minggu dan menurun hingga tidak terdeteksi kembali setelah 2-3 bulan. IgG
dapat dideteksi dengan kadar rendah pada satu minggu pertama penyakit, meningkat
perlahan dan bertahan dalam jangka waktu lebih lama (beberapa tahun). 1,2
Pada infeksi sekunder (ketika pasien sebelumnya pernah hterinfeksi virus
dengue), titer antibodi meningkat secara cepat. IgG terdeteksi dengan kadar tinggi,
walaupun masih dalam fase inisial, dan bertahan hingga beberapa bulan sampai
seumur hidup. Kadar IgM lebih rendah secara signifikan pada kasus infeksi sekunder.
Oleh karena itu, rasio IgM/IgG umum digunakan untuk mendiferensiasi infeksi
dengue primer dan sekunder. Kadar trombosit dan hematokrit juga dievaluasi selama
masa sakit. 1,2

Gambar 3. Pemeriksaan penunjang diagnosis dengue2

3.2.6 Tatalaksana
Berdasarkan Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun
2009, tatalaksana dengue dapat dibagi menjadi 4, yakni (1) tersangka demam
berdarah dengue, (2) demam dengue, (3) demam berdarah dengue derajat I dan II, dan
(4) demam berdarah dengue derajat III dan IV (DSS). Algoritma masing-masing
kelompok dicantumkan pada gambar di bawah. Antipiretik dapat diberikan pada
demam tinggi jika pasien merasa tidak nyaman. Interval pemberian paracetamol tidak
boleh kurang dari 6 jam. Pemberian aspirin dan NSAID lainnya tidak disarankan
karena dapat memperberat gastritis atau perdarahan. 9

Gambar 4. Tatalaksana kasus tersangka infeksi dengue9

Gambar 5. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam dengue9

Gambar 6. Tatalaksana DBD derajat I-II9

Gambar 7. Tatalaksana DBD derajat III-IV9

Pemberian cairan 10ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam setelah syok teratasi.
Volume pemberian cairan diturunkan menjadi 7ml/kgbb/jam, kemudian 5ml dan 3ml
jika tanda vital dan diuresis baik. Indikasi sirkulasi telah membaik adalah jumlah urin
1 ml/kgbb/jam. Pada

DBD syok, evaluasi dan koreksi asidosis metabolik dan

elektrolit tidak boleh terlupakan. 9


Indikasi pemberian darah:

Secara klinis terdapat perdarahan


Jika setelah pemberian cairan syok menetap dan hematokrit turun, diduga telah terjadi

perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgbb


Jika kadar hematokrit tetap >40%, berikan darah dalam volume kecil

Fresh frozen plasma (FFP) dan suspensi trombosit dapat diberikan untuk koreksi
koagulopati atau disseminated intravascular coagulation (DIC) pada syok berat yang

menimbulkan perdarahan masif


Pemberian transfusi trombosit pada DIC harus selalu disertai FFP untuk cegah
perdarahan yang lebih hebat
Selama perawatan, hal-hal yang perlu dipantau antara lain: (1) tanda klinis,
apakah syok telah teratasi dengan baik, apakah ada hepatomegali, perdarahan saluran
cerna, ensefalopati; (2) kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit diperiksa tiap 6
jam, minimal tiap 12 jam; (3) balans cairan, mencatat jumlah input cairan, diuresis,
dan perdarahan; (4) persiapkan transfusi darah jika diperlukan.

BAB IV

PEMBAHASAN

Anak perempuan berusia 2 tahun 6 bulan datang dengan keluhan demam sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari keluhan utama diperoleh data bahwa demam
yang dialami pasien bersifat akut, dengan onset 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam muncul mendadak dengan suhu 40oC. Onset akut dengan suhu tinggi
mengarahkan kecurigaan ke arah penyebab infeksi. Dipikirkan infeksi tanpa disertai
gejala lokal karena tidak ditemukan keluhan terkait saluran napas atas (batuk, pilek,
sakit tenggorokan); saluran kemih (nyeri berkemih, sulit menahan kemih); susunan
saraf pusat (penurunan kesadaran, kejang, defisit neurologis); telinga (nyeri telinga,
cairan yang keluar dari telinga); pneumonia (sesak napas).
Demam dirasakan terus menerus tanpa pola tertentu. Demam disertai keluhan
pusing, pegal pada kedua tungkai, dan diare. Dari berbagai kemungkinan infeksi tanpa
disertai gejala lokal, dipikirkan diagnosis banding infeksi dengue, malaria, dan tifoid.
Riwayat bepergian ke daerah endemik malaria disangkal. Keluhan menggigil dan
berkeringat, yang merupakan bagian dari trias malaria, tidak ditemukan pada pasien
sehingga kemungkinan malaria dapat disingkirkan.
Berdasarkan gejala demam yang disertai dengan riwayat keluhan saluran cerna
berupa diare, kemungkinan tifoid masih dipikirkan. Namun, demam baru berlangsung
selama 2 hari (kurang dari 7 hari) dan tidak ada pola peningkatan suhu step-ladder
sehingga diagnosis banding tifoid untuk sementara waktu dapat disingkirkan.
Ibu pasien menyadari timbul bintik-bintik merah pada kedua tungkai pasien
pada hari ke-3 demam. Demam muncul mendadak tinggi. Dari anamnesis diperoleh
data riwayat muntah berwarna coklat gelap selama masa perawatan di RSCM yang
menunjukkan manifestasi perdarahan. Didukung dengan adanya tetangga pasien yang
juga mengalami demam dan hasil positif pada pemeriksaan tes tourniquet yang
dilakukan di RSCM, diagnosis saat ini mengarah pada infeksi dengue.
Pemeriksaan antopometri menunjukkan pasien memiliki status gizi normal.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada hari pemeriksaan, tidak ditemukan
adanya abnormalitas. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
memastikan kecurigaan infeksi dengue, yang disimpulkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, adalah darah perifer lengkap, NS1, dan uji serologi. Pada pasien

diperoleh peningkatan hematokrit, trombositopenia, NS1 positif pada hari ke-4


demam, uji IgM dan IgG positif pada hari ke-6 yang mengkonfirmasi diagnosis
demam berdarah dengue.
Berdasarkan kriteria WHO, diagnosis demam berdarah dengue dapat
ditegakkan dengan 2 kriteria klinis ditambah 1 dari kriteria laboratorium (atau hanya
peningkatan hematokrit). Kriteria klinis antara lain:
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi

perdarahan

yang

ditandai dengan

uji

bendung positif,

ptekie/ekimosis/purpura, perdarahan mukosa, hematemesis dan/atau melena


3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah, penyempitan tekanan nadi kurang dari sama
dengan 20 mmHg, hipotensi, akral dingin dan lembab, CRT >2 detik
Kriteria laboratorium antara lain:
1. Trombositopenia
2. Kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas vaskular dengan manifestasi: (a)
peningkatan Ht 20% dari nilai standar; (2) penurunan Ht 20% setelah terapi cairan;
(c) efusi pleura/perikardial, asites.
Pada pasien ditemukan gejala klinis demam tinggi mendadak selama 3 hari
ketika datang ke rumah sakit dengan tes tourniquet positif dan riwayat hematemesis
yang menandakan terjadinya perdarahan; memenuhi 2 kriteria klinis. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan trombositopenia kurang dari 100000 dan peningkatan
hematokrit 20% setelah mendapatkan terapi cairan (Ht terendah 30.5, Ht tertinggi
42.5); memenuhi 2 kriteria laboratorium.
Dari derajat penyakit, pasien ini diklasifikasikan ke dalam demam berdarah
dengue grade II, yaitu demam disertai gejala tidak khas dan terdapat perdarahan
spontan yang pada kasus ini riwayat ptekie dan hematemesis. Pada pasien ini,
tatalaksana yang diberikan bertujuan untuk menggantikan cairan yang hilang akibat
kebocoran plasma dengan cara pemberian cairan parenteral kristalloid. Pada kasus ini
diberikan NaCl 0,9% 3 ml/kg/jam karena kondisi saat ini sudah stabil; klinis baik,
hematokrit stabil, trombosit menunjukkan tren peningkatan. Tatalaksana awal
diberikan 7 ml/kg/jam yang kemudian diturunkan menjadi 5 ml/kg/jam dan 3
ml/kg/jam jika kondisi mengalami perbaikan. Paracetamol juga dapat diberikan jika
suhu >38.5.

Untuk usia 1-3 tahun, kalori perhari yang direkomendasikan adalah 100
kkal/kg sehingga pada pasien diberikan nutrisi 1000 kkal/hari. Pasien memiliki
riwayat hematemesis selama dirawat di RSCM. Saat itu, pasien dipuasakan dan
dipasangkan NGT untuk mengevaluasi perdarahan saluran cerna yang terjadi; total
parenteral nutrition. Setelah cairan NGT jernih, pasien mulai diberikan makanan cair,
selanjutnya makanan padat biasa. Secara keseluruhan, prognosis pasien ini baik jika
seluruh tatalaksana dilakukan dengan adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of


Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. New Delhi; 2012
2. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention
and Control. Geneva: WHO Press; 2009
3. Hammond SN, Balmaseda A, Perez L, Tellez Y, Saborio SI, et al. Differences in
Dengue Severity in Infants, Children, and Adults in A 3-Year Hospital-Based Study in
Nicaragua. Am J Trop Med Hyg. 2005; 73(6):1063-1070
4. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Chapter 1: Fever. In: El-Radhi AS, Carroll
J, Klein N (editors). Clinical Manual of Fever in Children. Berlin: Springer Verlag
Berlin Heidelberg. 2009; p2-21
5. Bernstein D, Shelov S. Pediatrics for Medical Students, American Academy of
Pediatrics. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2012; p
6. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007: p.201.
7. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
2009. Jakarta: WHO.h.157-64.
8. World Health Organization. Dengue: Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
Geneva: WHO Press; 1997
9. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmonati ED, editor.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.h.141-9.

Anda mungkin juga menyukai