Anda di halaman 1dari 2

Hukum Kurban Dengan Cara Iuran

Kurban secara iuran (patungan) dalam istilah fiqih disebut dengan istilah
isytirak, yaitu berserikatnya tujuh orang untuk mengumpulkan uang guna
membeli sapi atau unta, lalu mereka menyembelihnya sebagai kurban dan
masing-masing berhak atas sepertujuh dari kurban itu. (Hisamudin Ifanah, Al
Mufashshal fi Ahkam Al Udhhiyyah, hlm. 88).
Hukum kurban dengan cara iuran dapat dirinci sebagai berikut :
Pertama, iuran tujuh orang untuk berkurban seekor sapi atau unta hukumnya
boleh dan sah. Inilah pendapat jumhur ulama Syafiiyah, Hanafiyah, dan
Hanabilah. Namun ulama Malikiyah tidak membolehkan dan tidak menganggap
sah. (Imam Nawawi, Al Majmu, 8/398; Ibnu Qudamah, Al Mughni, 4/438; Al
Kasani, Bada`ius Shana`i, 4/208; Bulghah As Salik, 1/287; Dikutip oleh
Hisamudin Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkam Al Udhhiyyah, hlm. 89).
Jumhur ulama berdalil dengan hadits Jabir RA, Kami telah menyembelih
kurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Perjanjian Hudaibiyah, seekor
unta (badanah) untuk tujuh orang, dan seekor sapi untuk tujuh orang. (HR
Muslim). Juga berdasarkan hadits Hudzaifah RA, dia berkata,Rasulullah SAW
membolehkan berserikat seekor sapi untuk tujuh orang ketika beliau naik haji di
antara kaum muslimin. (HR Ahmad. Al Haitsami berkata dalam Majma Az
Zawaid,Perawi hadits ini orang-orang terpercaya). Dalil-dalil ini dengan jelas
menunjukkan bolehnya berkurban dengan iuran, yakni tujuh orang iuran untuk
satu unta atau satu sapi. (Nada Abu Ahmad, Al Jami li Ahkam Al Udhhiyah,
hlm. 12; Abu Abdurrahman Muhammad Al Alaawi, Fiqh Al Udhhiyyah, hlm. 85).
Adapun ulama Malikiyah berdalil dengan hadits dari Ibnu Syihab Az Zuhri,
Bahwa Rasulullah SAW tidak menyembelih kurban untuk anggota keluarganya,
kecuali satu ekor sapi saja. (HR Malik). Hadits ini menurut mereka
menunjukkan tak boleh iuran untuk satu ekor sapi, sebab anggota keluarga
beliau (para istri) tidak iuran untuk sapi itu. Namun Ibnu Abdil Barr berkata
dalam kitabnya Al Istidzkar (15/185-186), bahwa hadits tersebut tidak sahih dari
segi periwayatan (laa yashihhu min jihah an naql).
Dengan demikian, jelaslah pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat jumhur
ulama yang membolehkan berkurban secara iuran, yakni iuran tujuh orang
untuk berkurban seekor sapi atau unta. Sebab haditsnya sahih dan
kandungannya telah diamalkan oleh para shahabat Nabi SAW dengan
sepengetahuan Nabi SAW. (Hisamudin Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkam Al
Udhhiyyah, hlm. 90).

Kedua, iuran sejumlah orang untuk berkurban seekor kambing. Hukumnya tidak
boleh dan tidak sah, karena tidak ada dalilnya baik dari Alquran maupun
Sunnah. Imam Nawawi menegaskan bahwa kurban seekor kambing hanya sah
dari satu orang saja, yakni tidak sah dari iuran sejumlah orang. (Al Majmu,
8/399; Shahih Muslim bi Syarah An Nawawi, 13/109). Penjelasan serupa juga
dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin,Berkurban seekor
kambing yang dibeli secara bersama oleh dua orang atau lebih tidak sah.
Sebab tidak ada dalilnya dari Alquran dan Sunnah. (Muhammad bin Shalih
Utsaimin, Ahkamul Udhhiyah wa Al Dzakah, hlm. 9).
Dengan demikian, jelaslah bahwa berkurban secara iuran yang dilakukan di
sekolah-sekolah dari iuran para murid, tidak sah menurut syara. Maka
sembelihan yang ada tidak bernilai ibadah kurban, melainkan sembelihan
biasa. Seharusnya sekolah mengubah cara kurbannya agar sesuai syara,
misalnya dengan mengimbau orang tua murid yang mampu untuk berkurban
kambing di sekolah tersebut, sehingga satu ekor kambing merupakan kurban
dari satu orang, bukan kurban dari iuran sejumlah orang. Wallahu alam.

Anda mungkin juga menyukai