Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan.
Dimana resiko infeksi nosokomial selain terjadi pada pasien yang dirawat di
Rumah Sakit, dapat juga terjadi pada para petugas Rumah Sakit tersebut. Berbagai
prosedur penanganan pasien memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang
berasal dari pasien. Infeksi petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena
petugas menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien. 1
Kasus infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi ketika pasien dirawat di
rumah sakit) di seluruh dunia rata-rata 9% dari 1,4 juta pasien rawat inap di sluruh
dunia. Di Indonesia, data akurat tentang angka kejadian infeksi nosokomial di
rumah sakit belum ada.
Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Dr Farid W
Husain menjelaskan, infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang
menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien.
Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin
meningkat

terlebih

lagi

dalam

keadaan

sosial

ekonomi

yang

kurang

menguntungkan seperti yang telah dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi rawat
pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam keadaan yang semakin
parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama yang juga berarti pasien dapat
memerlukan tindakan invasif yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya
tahan pasien lebih rendah dan pasien cenderung untuk mengalami berbagai

tindakan invasif yang akan memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab


infeksi nosokomial.2
Sekarang ini hampir pelayanan kesehatan di Indonesia melupakan tentang
bahaya infeksi nosokomial yang merupakan infeksi yang terjadi di Rumah Sakit
di Indonesia. Padahal infeksi ini sangat rawan terjadi terutama pada pasien yang
dirawat di rumah sakit. Resiko infeksi nosokomial selain terjadi pada pasien yang
dirawat di Rumah Sakit, dapat juga terjadi pada para petugas Rumah Sakit
tersebut. Infeksi petugas sangat berpengaruh pada mutu pelayanan karena petugas
menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien.
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk petugas
Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang rawan
untuk terjadi infeksi. Cara penanggulangan dalam penularan infeksi di Rumah
Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah hal yang harus diperhatikan dalam
mengatasi infeksi nosokomial. Namun selain itu, alat medis yang menjadi salah
satu faktor penting yang sangat berpengaruh dalam penularan infeksi tersebut.
Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas pengaruh alat medis terhadap
penyebaran infeksi nosokomial. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan
dalam penggunaan alat medis memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan,
karena mencakup setiap aspek penanganan pasien, sehingga petugas harus sangat
berhati-hati dalam penggunaannya.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu rentan
yang terjadi melalui kode transmisi kuman yang tertentu. Cara transmisi
mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,
dan dengan kontak langsung. Di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya,
infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas ke petugas,
dari petugas ke pasien dan antar petugas. Dengan berbekal pengetahuan tentang
patogenesis infeksi yang meliputi interaksi mikroorganisme dan pejamu, serta
cara transmisi atau penularan infeksi, dan dengan kemampuan memutuskan
interaksi antara mikroorganisme dan pejamu maka segala kemampuan
memutuskan interaksi antara mikoorganisme dan pejamu, maka segala bentuk
infeksi dapat dicegah.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan saat di dalam rumah
sakit, infeksi muncul setelah 48 jam setelah terjadi kontak di rumah sakit baik

dengan peralatan atau sarana dan prasarana maupun juga dengan petugas rumah
sakit tersebut. 4
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Sedangkan infeksi
nosokomial adalah Infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di
Rumah Sakit. Infeksi nosokomial biasanya terjadi setelah pasien dirawat minimal
3 x 24 jam di rumah sakit. Bisa saja ini merupakan persoalan serius yang dapat
menjadi penyebab langsung atau tidak langsung terhadap kematian pasien.
Mungkin saja di beberapa kejadian, Infeksi Nosokomial tidak menyebabkan
kematian pasien. Akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih
lama di Rumah Sakit.
Infeksi nosokomial tidak saja menyangkut penderita tetapi juga yang
kontak dengan rumah sakit termasuk staf rumah sakit, sukarelawan, pengunjung
dan pengantar. Suatu Infeksi dikatakan di dapat rumah sakit apa bila : 1)Pada
waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik
dari infeksi tersebut. 2)Pada waktu penderita dirawat di rumah sakit tidak sedang
dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut. 3) Tanda-tanda klinik tersesut baru
timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak dimulainya perawatan.
3)Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya. 4)Bila saat
mulai dirawat di rumah sakit sudah terdapat tanda-tanda infeksi dan dapat
dibuktikan infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang
sama pada waktu lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.5
2.2 Sejarah Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit

Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian


kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati
bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa
kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke
bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi
dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa
untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu
tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa
dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari
kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah
mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung
tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan
peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di
AS pada 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang
diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta
menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin
tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal
dikenalkan pada 1985.6
2.3 Rantai Penularan Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar
berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat

tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di


pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi
(terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat
tertular dan jatuh sakit tambahan. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari
pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.7

Penyebab Infeksi nosokomial Mikroorganisme penyebab infeksi dapat


berupa : bakteri, virus, fungi dan parasir, penyebab utamanya adalah bakteri dan
virus, kadang-kadang jamur dan jarang disebabkan oleh parasit. Peranannya
dalam menyebabkan infeksi nosokomial tergantung dari patogenesis atau virulensi
dan jumlahnya. Patogenesis adalah kemampuan mikroba menyebabkan penyakit,
patogenitas lebih jauh dapat dinyatakan dalam virulensi dan daya invasinya.
Virulensi adalah pengukuran dari beratnya suatu penyakit dan dapat diketahui
dengan melihat morbiditas dan derajat penularan, Daya invasi adalah kemampuan
mikroba menyerang tubuh. Jumlah mikroba yang masuk sangat menentukan

timbul atau tidaknya infeksi dan bervariasi antara satu mikroba dengan mikroba
lain dan antara satu host dengan host yang lain.8
Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari pasien, petugas rumah sakit,
pengunjung ataupun lingkungan rumah sakit. Selain itu setiap tindakan baik
tindakan invasif maupun non invasif yang akan dilakukan pada pasien mempunyai
resiko terhadap infeksi nosokomial. Adapun sumber infeksi tindakan invasif
(operasi) adalah :
1. Petugas

tidak/kurang
menguasai

Tidak/kurang

memahami

memperharikan
cara

cara-cara

kebersihan

mengerjaklan

memperhatikan/melaksanakan

aseptik

dan

penularan,

perorangan,

tidak

tindakan,

tidak

antiseptik,

tidak

mematuhi SOP (standar operating procedure), Menderita penyakit


tertntu/infeksi/carier
2. Alat : Kotor, tidak steril, rusak / karatan, penyimpangan kurang
baik
3. Pasien: Persiapan diruang rawat kurang baik, Higiene pasien
kurang baik, Keadaan gizi kurang baik (malnutrisi), Sedang
mendapat pengobatan imunosupresif
4. Lingkungan :Penerangan/sinar matahari kurang cukup, Sirkulasi
udarah kurang baik, Kebersihan kurang (banyak serangga, kotor,
air tergenang), Terlalu banyak peralatan diruangan -Banyak
petugas diruangan. 7

2.4 Cara penularan Infeksi Nosokomial

Infeksi silang (Cross Infection) Disebabkan oleh kuman yang didapat dari
orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak

langsung.
Infeksi sendiri (Self infection,Auto infection) Disebabkan oleh kuman dari
penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan kejaringan

lain.
Infeksi lingkungan (Enverenmental infection) Disebabkan oleh kuman
yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di
lingkungan rumah sakit. Misalnya : lingkungan yang lembab dan lain-lain
(Depkes RI 1995). 9
Menurut Jemes H,Hughes dkk yang dikutip oleh Misnadiarli 1994 tentang

model cara penularan, ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu : 1)Kontak
langsung antara pasien dan personil yang merawat atau menjaga pasien 2)Kontak
tidak langsung ketika obyek tidak bersemangat/kondisi lemah dalam lingkungan
menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan, sebagai contoh
perawatan luka paska operasi. 3)Penularan cara droplet infection dimana kuman
dapat mencapai keudara (air borne). 4)Penularan melalui vektor yaitu penularan
melalui hewan/serangga yang membawa kuman. 10
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial
Infeksi pada dasarnya terjadi karena interaksi langsung maupun tidak
langsung antara penderita (host) yang rentan mikroorganisme yang infeksius dan
lingkungan sekitarnya (Environment). Faktor-faktor yang saling mempengaruhi
dan saling berhubungan disebut rantai infeksi sebagai berikut :

Adanya mikroorganisme (Agent) yang infeksius mikroba penyebab


infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur maupun parasit.
Penyebab utama infeksi nosokomial biasanya bakteri dan virus dan
kadanga-kadang jamur dan jarang oleh parasit. Peranannya dalam
infeksi nosokomial tergantung antara lain dari patogenesis atau

virulensi dan jumlahnya.


Adanya portal of exit/pintu keluar. Portal of exit mikroba dari
manusia biasanya melalui satu tempat, meskipun dapat juga dari
beberapa tempat. Portal of exit yang utama adalah saluran

pernapasan, daluran cerna dan saluran urogenitalia.


Adanya porta of entry / Pintu masuk Tempat masuknya kuman
dapat melalui kulit, dinding mukosa, saluran cerna, saluran
pernafasan dan saluran urogenitalia. Mikroba yang terinfesius
dapat masuk ke saluran ceran melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi seperti: E.coli, Shigella. Mikroba penyebab rubella

dan toxoplasmosis dapat masuk ke host melalui placenta.


Terdapatnya cara penularan. Penularan atau transmission adalah
perpindahan mikroba dari source ke host. Penyebaran dapat
melalui kontak, lewat udara dan vektor. Cara penularan yang
paling sering terjadi pada infeksi nosokomial adalah dengan cara
kontak. Pada cara ini terdapat kontak antara korban dengan sumber
infeksi baik secara langsung, tidak langsung maupun secara droplet

infection.
Penderita (host) yang rentan. Masuknya kuman kedalam tubuh
penderita tidak selalu menyebabkan infeksi. Respon penderita
terhadap mikroba dapat hanya infeksi subklinis sampai yang

terhebat yaitu infeksi berat yang dapat menyebabkan kematian.


Yang memegang peranan sangat penting adalah mekanisme
pertahanan tubuh hostnya. Mekanisme pertahana tubuh secara non
spesifik antara lain adalah kulit, dinding mukosa dan sekret,
kelenjar-kelenjar tubuh. Mekanisme pertahanan tubuh yang
spesifik timbul secara alamia atau bantuan , secara alamia timbul
karena pernah mendapat penyakit tertentu, seperti poliomyelitis
atau rubella. Imunitas buatan dapat timbul secara aktif karena
mendapat vaksin dan pasif karena pemberian imuneglobulin
(Serum

yang

mengandung

antibodi).

Lingkungan

sangat

mempengaruhi rantai infeksi sebagai contoh tindakan pembedahan


di kamar operasi akan lebih kecil kemungkinan mendapatkan
infeksi luka operasi dari pada dilakukan ditempat lain.3,4
Selain

pembagian

faktor-faktor

diatas,

infeksi

nosokomial

juga

dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen adalah faktor yang
ada didalam tubuh penderita sendiri antara lain umur, jenis kelamin, daya tahan
tubuh dan kondisi lokal. Faktor eksogen adalah faktor dari luar tubuh penderita
berupa lamanya penderita dirawat, kelompok yang merawat, lingkungan,
peralatan tehnis medis yang dilakukan dan adanya benda asing dalam tubuh
penderita yang berhubungan dengan udarah luar (Roeshadi Joko,1991). Kondisikondisi yang mempermudah terjadinya Infeksi nosokomial Infeksi nosokomial
mudah terjadi karena adanya beberapa keadaan tertentu : 1.Rumah sakit
merupakan tempat berkumpulnya orang sakit/pasien, sehingga jumlah dan jenis
kuman penyakit yang ada lebih penyakit dari pada ditempat lain. 2.Pasien

10

mempunyai daya tahan tubuh rendah, sehingga mudah tertular. 3.Rumah sakit
sering kali dilakukan tindakan invasif mulai dari sederhana misalnya suntukan
sampai tindakan yang lebih besar, operasi. Dalam melakukan tindakan sering kali
petugas

kurang

memperhatikan

tindakan

aseptik

dan

antiseptik.

4.Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotik, akibat


penggunaan berbagai macam antibiotik yang sering tidak rasional. 5.Adanya
kontak langsung antara pasien atau petugas dengan pasien, yang dapat
menularkan

kuman

patogen.

6.Penggunaan

alat-alat

kedokteran

yang

terkontaminasi dengan kuman.8,9


2.6 Peranan Dokter Muda dalam Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial di
Rumah Sakit
Peranan dokter muda sebagai salah satu petugas yang terlibat dalam
kegiatan dan tindakan-tindakan dalam Rumah Sakit sangat penting dalam
menjaga tidak terjadinya dan mencegah terjadinya infeksi nosokomial dengan
melakukan perlindungan terhadap diri, seperti mencucui tangan sebelum dan
sesudah memegang pasien, memakai sarung tangan saat sedang menangani
pasien, dan sebagainya. Secara umum dokter
kualifikasi

umum

punya

interest,

muda tersebut harus memiliki

wakil

kelompok

besar,

punya

wibawa,komunikatif, ahli dalam bidangnya, dan tekun; dan secara khusus


mempunyai pengetahuan yang cukup dalam bidang : epidemiologi,bakteriologi
penyakit infeksi, antibiotika, antiseptik - desinfektan, disposal, hospital
architecture, psikologi, dan cukup
mengenal masalah UPF.

11

Ada tiga hal yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi
nosokomial yaitu :
1. Adanya sistem surveilan yang mantap.
Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan
dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu
populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan
pengendalian. Jadi tujuan dari surveilan adalah untuk menurunkan risiko
terjadinya infeksi nosokomial.
Perlu ditegaskan di sini bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial
bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh
kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara
benar (the proper nursing care).Dalam pelaksanaan surveilan ini, perawat sebagai
petugaslapangan di garis paling depan, mempunyai peran yang sangat
menentukan.
2. Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan,
merupakan hal yang sangat penting adanya.
Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah
dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus)
ataupun standar pelaksanaan tugas.Dalam pelaksanaan dan pengawasan
pelaksanaan peraturan ini, peran dokter muda besar sekali.
3. Adanya program pendidikan yang terus menerus.
Seperti disebutkan di atas, pada hakekatnya keberhasilan program ini ditentukan
oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan yang sempurna kepada
penderita. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan

12

mengajar yang terus menerus.Program pendidikan hendaknya tidak hanya


ditekankan pada aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek
epidemiologi dari infeksi nosokomial ini.
Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini program pengendalian infeksi nosokomial,
dokter muda mempunyai peran yang sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan
bahwa pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh peralatan yang
canggih (dengan harga yang mahal) ataupun dengan pemakaian antibiotika yang
berlebihan

(mahal

dan

bahaya

resistensi),

melainkan

ditentukan

oleh

kesempurnaan setiap petugas dalam melaksanakan perawatan yang benar untuk


penderitanya. 5,10
2.7 Cara Mencegah Infeksi Nosokomial
Dengan menggunakan Standar kewaspadaan terhadap infeksi antara lain :
Cuci Tangan

Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan


terkontaminasi

Segera setelah melepas sarung tangan

Di antara sentuhan dengan pasien

Sarung Tangan

Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang
terkontaminasi

13

Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka

Masker, Kaca Mata, Masker Muka

Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan


mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh
Baju Pelindung

Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh

Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak


langsung dengan darah atau cairan tubuh
Kain

Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir

Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien

Peralatan Perawatan Pasien

Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak


langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada
pakaian dan lingkungan

Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali

Pembersihan Lingkungan

14

Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan


dalam ruang perawatan pasien
Instrumen Tajam

Hindari memasang kembali penutup jarum bekas

Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai

Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas


dengan tangan

Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan

Resusitasi Pasien

Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk
menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut
Penempatan Pasien

Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi /


isolasi. 8,11

15

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin
meningkat

terlebih

lagi

dalam

keadaan

sosial

ekonomi

yang

kurang

menguntungkan seperti yang telah dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi rawat
pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam keadaan yang semakin
parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama yang juga berarti pasien dapat

16

memerlukan tindakan invasif yang lebih banyak. Mutu pelayanan di Rumah Sakit
dapat berpengaruh karena pasien bertambah sakit akibat infeksi nosokomial.
Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin
meningkat

terlebih

lagi

dalam

keadaan

sosial

ekonomi

yang

kurang

menguntungkan seperti yang telah dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi rawat
pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam keadaan yang semakin
parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama yang juga berarti pasien dapat
memerlukan tindakan invasif yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya
tahan pasien lebih rendah dan pasien cenderung untuk mengalami berbagai
tindakan invasif yang akan memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab
infeksi nosokomial. Sementara itu jenis infeksi yang dialami dapat berupa
berbagai jenis infeksi yang baru diketahui misalnya infeksi HIV / AIDS atau
Ebola dan infeksi lama yang semakin virulen, misalnya tuberkulosis yang resisten
terhadap pengobatan. Mutu pelayanan di Rumah Sakit dapat berpengaruh karena
pasien bertambah sakit akibat infeksi nosokomial.
Pengetahuan tentang pencegahan ineksi sangat penting untuk petugas
Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang sangat
berbahaya. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit, dan
upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan
yang bermutu. Untuk seorang petugas pertama dalam pemberian pelayanan yang
bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan mencegah infeksi
memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan, karena mencakup setiap aspek
penanganan pasien.

17

Upaya pencegahan penularan infeksi di Rumah Sakit melibatkan berbagai


unsur, mulai dari peran pimpinan sampai petugas kesehatan sendiri. Peran
pimpinan adalah penyediaan sistem, sarana, dan pendukung lainnya. Peran
petugas adalah sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan infeksi.
Dengan berpedoman pada perlunya peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit
dan sarana kesehatan lainnya, maka perlu dilakukan pelatihan yang menyeluruh
untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam pencegahan ineksi di Rumah
Sakit.
Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian
infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam
metode Universal Precautions atau dalam bahasa Indonesia Kewaspadan
Universal ( KU ) yaitu suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan
darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi.
Dasar KU adalah cuci tangan secara benar, penggunaan alat pelindung, desinfeksi
dan mencegah tusukan alat tajam, dalam upaya

mencegah transmisi

mikroorganisme melalui darah dan cairan tubuh.

Strategi inti meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam KU


adalah dengan pelatihan KU di seluruh Indonesia sehingga merupakan langkah
strategis dalam peningkatan kemampuan petugas / SDM. untuk penyebarluasan
pengetahuan tentang KU melalui pelatihan diperlukan pengembangan pedoman
pelatihan yang dapat digunakan di seluruh Indonesia.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Hartono.2000.Mengenal Alat Kesehatan dan Kedokteran.Jakarta : Heins
2.
3.
4.
5.

Von Hare
http://klikharry.wordpress.com/2006/12/21/infeksi-nosokomial/
www.infeksi.com
Ramah Surbakti. Pendekatan tim dalam pengendalian infeksi nosokomial,
Penataran Infeksi Nosokomial Perawat - Dokter, Surabaya, 7 Desember

1988.
6. Simposium - Lokakarya Nasional : Pengendalian Infeksi Nosokomial,
Surabaya,9 11 Juni 1988, hal. 10 dan 35.
7. Wenzel RP. Prevention and Control of Nosocomial Infections. Baltimore,
London, Los Angeles, Sydney: Williams & Wilkins.
8. www.depkes.go.id
9. Usman Chatib Warsa. Aspek Mikrobiologi Infeksi Nosokomial. Maj
Infonnasi Kesehatan No. 19, Januari 2011.

19

10. Susilo Surachmad, Sutoto, Josodipuro K. Kumpulan Makalah Penataran


Isolasi Penderita Penyakit Menular. (Infeksi Nosokomial dan
Pencegahannya).Dep Kes RI, Jakarta 2013.
11. Janas, Sutoto, Punjabi HN. Infeksi Nosokomial Saluran Cema (INCS)
pada Penderita Anak di Rumah Sakit Khusus Peayakit Menular,
Jakarta.Medika (Sept) 2013; 11(a) : 851-8.

20

Anda mungkin juga menyukai