BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Trauma kepala atau cedera kepala merupakan kasus yang sangat sering terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari. Cedera kepala bisa terjadi pada semua orang tanpa kecuali,
misalnya terjatuh dari tempat tidur, terpeleset, terjatuh dari pohon maupun tepukul oleh
temannya ketika bertengkar. Cedera kepala yang sering terjadi pada orang dewasa karena
kecelakaan lalu lintas. Terjatuh dari sepeda motor, tabrakan, kepala terbentur bagian dari
mobil karena mobil yang dinaiki menabarak atau terjungkal dan lain sebagainya
Karena seringnya terjadi trauma kepala pada orang yang mengendarai sepeda motor
ketika kecelakaan, maka akhirnya diwajibkan siapa saja yang mengendarai sepeda untuk
menggunakan helm sebagai pelindung kepala. Namun masih banyak yang menggunakan
helm hanya sekedar sebagai syarat untuk mentaati peraturan lalu lintas yaitu dengan memakai
helm yang kurang memenuhi syarat maupun tali helm yang tidak terikat ketika dipakai
sehingga ketika terjadi kecelakaan lalu lintas masih terjadi cedera kepala yang berat.
Pada umumnya kematian pada trauma kepala terjadi setelah segera setelah injury
dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian
yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien yang
memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status
neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada
phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai
kegagalan sistem tubuh.
Faktor-faktor yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya
intracranial hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya
gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal,
hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP.
Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap
tahun. Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada
umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau terjatuh.
1.2
1.3
Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan serta mengetahui ruang lingkup dalam karya tulis ini,
maka karya tulis ini di bagi menjadi bab-bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan dengan uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan, latar
belakang, sistematika penulisan.
BAB II : ISI
Pada bab ini berisi tentang patologi dan ASKEP lengkap yang berhubungan dengan trauma
kepala penjelasan secara rinci.
BAB III : PENUTUP
Dalam bab ini berisikan kesimpulan seluruh pembahasan mengenai trauma kepala dan saran
kepada pembaca.
BAB II
Tinjauan Teori
2.1
Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera
kepala
paling
sering
dan
penyakit
neurologik
yang
serius
diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya
(Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan
tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang
keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan
dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001).
2.2
Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a.
b.
Terjatuh
c.
d.
Olah raga
e.
f.
Kecelakaan industri.
2.3
1.
Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti
fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
2.
Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia
antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3.
Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga
meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilahistilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak.
Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.
2.4
status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala.Evaluasi ini hanya terbatas pada
mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS :
Membuka mata :
Motorik :
Verbal :
2.5
Anatomi Kepala
1.
Kulit kepala
Spontan
Dengan perintah
Dengan Nyeri
Tidak berespon
Dengan Perintah
Melokalisasi nyeri
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak berespon
Berorientasi
Bicara membingungkan
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluhpembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah
yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit
kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio,
laserasi, atau avulasi.
2.
Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur
tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur
calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan
kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak
rusak).
Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar
(tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia
meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat
menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
3.
Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat
pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna.
Fungsi durameter :
1. Melindungi otak.
2
Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa
jaringan vaskuler ).
Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara
durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial.
Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks
serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan
penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk
kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya
menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar
membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur
penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan
mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada
kedalam system vena.
4.
Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada
trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium
terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan
keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak
merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian
tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial).
5.
2.6
1.
Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan
tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan
otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh
pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur
tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius
karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2.
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan
oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan
suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat
pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa
menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang
menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran
pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang
konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.
Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio, laserasi dan hemoragi.
3.
Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio
umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama
beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan
amnesia atau disonentasi.
4.
Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan
adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post
truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).
5.
6.
Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan
oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan
aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya
pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau
kronik.
hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi
kontusio atau lasersi.
Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada
pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
7.
Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.
Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan
diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering
kali bersifat kronik.
8.
Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada
parenkim otak.Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan
deseterasi yang tiba-tiba.
2.7
Manifestasi Klinis.
1.
2.
3.
Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros
piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).
4.
5.
Penurunan kesadaran.
6.
Pusing / berkunang-kunang.
7.
8.
Peningkatan TIK
9.
Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikai pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
PAhtway
Cidera kepala
TIK - oedem
- hematom
Respon biologi
Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Cidera otak sekunder
Kontusio
Laseras
Gangguan autoregulasi
rangsangan simpatis
tahanan vaskuler
Sistemik & TD
O2 ggan metabolisme
tek. Pemb.darah
katekolamin
Mual, muntah
Pulmonal
Stress
Asam laktat
tek. Hidrostatik
Oedem otak
Cerebral
Difusi O2 terhambat
Cedera Percepatan (akselerasi) yaitu jika benda yang bergerak membentur kepala yang
diam, misalnya pada orang-orang diam kemudian terpukul atau terlempar batu.
b.
Cedera Perlambatan (Deselerasi) yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang diam,
misalnya pada saat kepala terbentur.
c.
Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma,
misalnya ada fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.
a.
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala menurut Eka J. Wahjoepramono
(2005 : 90) antara lain :
b.
c.
Edema Serebral
Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan. Edema serebral
akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di dalam rongga tulang
tengkorak yang merupakan ruang tertutup. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya juga berakibat penurunan perfusi jaringan
otak.
d.
otak (misalnya laserasi dan hematoma serebri), dan dapat pula akibat terjadinya kelainan
parenkim otak yaitu berupa edema serebri.
e.
f.
Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki resiko
terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi dapat
menyebabkan terjadinya Meningitis, Ensefalitis, Empyema subdural, Osteomilietis tulang
tengkorak, bahkan abses otak.
g.
Hidrisefalus
Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang cukup sering
terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.
Penatalaksanaan
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal
1.
Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien
harus diintubasi.
2.
Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri
O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt
pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2
yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah
maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi
3.
Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat
frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg
besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4.
Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih
kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB
5.
6.
Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang
servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan
bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal
7.
-
Lakukan CT scan
8.
1.
Hematoma epidural
2.
3.
4.
Edema cerebri
5.
6.
Fraktur kranium
Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi lakukan :
Elevasi kepala 30
Hiperventilasi
Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 46 jam kemudian yaitu sebesar dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub
dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)
Pengkajian
1.
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a.
hemiparese
cedera/trauma ortopedi
b.
:c.
Sirkulasi
Perubahan tekanan darah atau normal
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg diselingi bradikardia disritmia
Integritas ego
Eliminasi
Makanan/cairan
Neurosensori
Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran
Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang,
gangguan pengecapan dan penciuman
:-
Perubahan pupil
Kehilangan penginderaan
g.
Nyeri/kenyamanan
Pernafasan
Keamanan
Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari
telin ga atau hidung
Gangguan kognitif
Demam
2.
Prioritas Keperawatan
a)
b)
c)
d)
e)
2.9
1.
Diagnosa Keperawatan
Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi:
-
Kaji apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari kepala ekstensi dan hatihati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan
pengisapan lendir
Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 30
derajat.
2.
Bila akan memiringkan klien, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan,
fleksi (harus bersamaan)
Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang
emosional.
Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.
Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
Pada pasien , libatkan keluarga dalam perawatan klien dan jelaskan hal-hal yang dapat
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan minum, mengenakan pakaian,
BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
Libatkan
4.
keluarga dalam
perawatan
pemenuhan
kebutuhan
sehari-hari
dan
Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata
cekung dan out put urine.
5.
Tujuan : klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
6.
Intervensi :
Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
Kurangi rangsangan.
Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : klien terbebas dari injuri.
Intervensi :
Kaji status neurologis klien: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,
menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.
Pengkajian
Tanggal Pengkajian
: 2 Juli 2012
Tanggal Masuk
: 1 Juli 2012
Ruang
: Melati
Nomor Register
: 10775609
Diagnosa Medis
1. Identitas Klien
Nama Klien
Jenis Kelamin
Usia
Status Perkawinan
Agama
Pendidikan
Bahasa
Pekerjaan
Alamat
Sumber biaya
Sumber informasi
2.
3.
a.
1)
b.
1)
2)
3)
c.
Resume
Tn. A laki-laki tahun dibawa ke ruang IGD pada tanggal 1Juli 2012 jam 09.50 dengan dengan
keadaan umum lemah, kesadaran composmentis. Pingsan (-), muntah (-) luka robek didagu
(+), Perut tebentur stang motor(+), Hasil observasi TTV klien menunjukan
TD: 110/80 mmHg, N: 102 x/menit, suhu:360C dan hasil pemeriksaan labtgl 1 Juli
2012 darah menunjukan Hb:14,3 g/dl, Ht: 43,9%, leukosit: 16800/ul, trombosit: 280.000 L/ul
dengan. masalah keperawatan yang ditemukan adalah: Resiko infeksi berhubungan dengan
adanya trauma jaringan. Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan adalah: beri kompres
hangat, observasi vital sign. Tindakan kolaborasi yang dilakukan adalah pemasangan IVFD
RL 30tpm, oksigen 3liter, ranitidin 1amp, ketorolac, pasang NGT dan DC. Evaluasi : tidak
terjadi infeksi yang berkelanjutan.
Riwayat keperawatan
Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama : pusing
Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit sebelumnya
: tidak ada
Riwayat alergi
: tidak ada
Riwayat pemakaina obat
: tidak ada
Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi factor resiko:
d.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Tidak ada
Riwayat psikososial dan spiritual
Orang terdekat dengan klien : kakak klien
Masalah yang mempengaruhi klien : tidak dapat bekerja
Mekanisme koping terhadap stress : tidur
Persepsi klien terhadap pemyakitnya : ingin cepat sembuh agar dapat bekerja kembali
System nilai kepercayaan : berdoa, sholat dan mengaji
Kondisi lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini :
Kondisi lingkungan baik
7)
Pola kebiasaan
Hal Yang Dikaji
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Pola nutrisi
Frekuensi makan
Nafsu makan
Alasan
Porsi makan yang dihabiskan
Makanan yang tidak disukai
Makanan yang membuat alergi
Makanan pantangan
Makanan diet
Pengunaan obat sebelum makan
Penggunaan alat bantu
2.
a.
1)
2)
3)
4)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Pola eliminasi
B.A.K
Frekuensi
Warna
Keluhan
Penggunaan alat bantu
B.A.B
Frekuensi
Waktu
Warna
Konsistensi
Keluhan
Penggunaan laxative
3.
a.
1)
2)
b.
1)
2)
c.
1)
Cuci rambut
Frekuensi
4.
a.
b.
5.
a.
5-6
Kuning jernih
Tidak ada
Tidak ada
1
Tidak tentu
kuning
Lunak
Tidak ada
Tidak ada
2
Pagi dan sore
2
Pagi dan sebelum tidu
1x/hari
1-2jam
6-8 jam
Pagi
Ya
Sepak bola
1x/minggu
Olahraga
Jenis olahraga
Frekuensi
Keluhan dalam aktifitas
6.
a.
1)
2)
3)
b.
1)
2)
3)
4.
a.
1)
2)
3)
4)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik umum
Berat badan
: 50 kg
(sebelum sakit:) 50 kg
Tinggi badan
: 167 cm
Keadaan umum
: ringan
Pembesaran kelenjar getah bening : tidak
System penglihatan
Posisi mata
Kelopak mata
Pergerakan bola mata
Konjungtiva
Kornea
Sclera
Pupil
Otot-otot mata
Fungsi penglihatan
Tanda-tanda radang
Pemakaian kaca mata
Pemakaian lensa kontak
Reaksi terhadap cahaya
: simetris
: normal
: normal
: merah muda
: normal
: anikterik
: isokor
:tidak ada kelainan
: baik
; tidak ada
: tidak
: tidak
: normal
Ya
3x
5 batang
2 tahun
Tidak
c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
System pendengaran
Daun telinga
Karakteristik serumen
Kondisi telinga tengah
Cairan pada telinga
Perasaan penuh di telinga
Titinus
Fungsi pendengaran
Gangguan keseimbangan
Pemakaian alat bantu
d.
System wicara
e.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
; normal
: tidak ada
: normal
: tidak ada
: tidak
: tidak ada
: normal
: tidak ada
: tidak ada
: normal
System pernafasan
Jalan nafas
: bersih
Pernafasan
; sesak
Penggunaan otot bantu : tidak
Frekuensi
; 34x/menit
Irama
: teratur
Jenis pernafasan
: kusmaul
Kedalaman
: dangkal
Batuk
; tidak
Sputum
: tidak
Konsistensi
: tidak
Terdapat darah
: tidak
Palpasi dada
: tidak ada nyeri
Perkusi dada
: redup
Suara nafas
: vesikuler
Penggunaan alat bantu nafas : ada
f.
1)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2)
a)
b)
c)
d)
g.
1)
2)
System kardiovaskular
Sirkulasi perifer
Nadi
: 102 x/ menit
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Distensi vena jugularis : tidak
Temperature kulit
: hangat
Warna kulit
: kemerahan
Pengisian kapiler
: < 3 detik
Edema
: tidak ada
Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical: 102 x/menit
Irama
: teratur
Kelaianan bunyi jantung: tidak ada
Sakit dada
: tidak
System hematologi
Pucat
: tidak
Perdarahan : tidak
k.
l.
System endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid
Nafas bau keton
V: 5
: tidak ada
: tidak
System urogenital
Balance cairan : + 1810 ml
intake: 4900
Perubahan pola kemih : tidak ada
Warna bak
: merah pink
Distensi kandung kemih
: tidak
Keluhan sakit pinggang : tidak ada
System integlumen
Turgor kulit
Temperature kulit
: tidak elastis
: hangat
output: 3090
Warna kulit
: kemerahan
Keadaan kulit
: baik
Kelainan kulit
: tidak ada
Kondisi kulit daerah pemasangan infuse
: baik tidak ada plebitis
Keadaan rambut
: tekstur baik, terdapat ketombe
m.
System musculoskeletal
Kesulitan dalam pergerakan
: tidak ada
Sakit pada tulang, sendi, kulit : tidak
Fraktur
: tidak ada
Kelainan bentuk tulang sendi : tidak
Kelainan bentuk tulang belakang: tidak
Keadaan tonus otot
: baik
Kekuatan otot
4444 4444
: 4444 4444
5.
Data Penunjang
Hasil lab tanggal 1Juli 2012 : Hb: 14,3 g/dl, Ht: 43,9%, leukosit: 4870 L/ul,
trombosit: 280000 L/ul, masa perdarahan: 2, masa pembekuan: 10, GDS:139, ureum:
21mg/dl, kreatinin: 0,99mg/dl, SGOT 10, SGPT 19.
Hasil lab tanggal 2 Juli 2012 : Hb: 15,2 g/dl, leukosit: 18100/ul, trombosit: 285000,Ht:
45,2%,
Hasil lab urin tanggal 2 Juli 2012: warna: kuning, kejernihan: agak keruh, PH: 6,0, Bj: 1,025,
Albumin(-), Glukosa (-), Urobilinogen 0,2, bilirubin(-), keton (-), darah +3, nitrit (-), eritrosit:
25-30, Leukosit 5-8, epitel (+), kristal (-), silinder (-), Bakteri (+)
6.
Penatalaksanaan
Terapi O2 3liter
Terpasang DC dan NGT
Infus RL 30tpm dan Glukosa 5% 30tpm
Ranitidin
Ketorolac 3x1
Kaltrofen
Proris supos
B.
Analisa Data
No
1
Data
DS:
Klien mengatakan sesak
Klien mengatakan selang NGT membuat sesak
Klien mengatakan merasa sesak setelah terpasang selang NGT
Masalah
DO:
Klien terlihat menggunakan otot bantu napas
Irama napas teratur
Cepat dan dangkal
Ttv : td: 10070mmhg
Sh: 38,7c
RR: 42x/mnt
Nd: 84x/mnt
Klien terlihat tepasang oksigen 3liter
DS:
DO:
Td:110/70 mmhg
Nd:84 x/menit
Sh:37 c
RR: 42x/menit
Cairan NGT berwarna hijau
Muntah klien berwarna hijau
Data Leb:tgl 01-07-2012
Leukosit=16800
Data Leb:tgl 02-07-2012
Leukosit=18100
Urin:tgl 02-07-2012
Kejernihan agak keruh
PH=6,0
Bakteri=positif
2
DS:
Klien mengatakan lemas
Klien mengatakan sesak
Klien mengatakan pusing
DO
GCS 13
TTV td: 100/70mmhg
Sh: 38,7C
Resiko Infeksi
No
Data
Nd: 84x/mnt
RR: 42x/mnt
Terpasang O2 3liter
Klien membuka mata bila diberi rangsangan
Motorik klien dapat melawan tahanan
Verbal berbicara membingungkan
Kesadaran: somnolen
Masalah
C.
Diagnosa keperawatan
Tanggal
Tanggal teratasi
Nama jelas
ditemukan
1
2 Juli 2012
2 Juli 2012
trauma jaringan
2 Juli 2012
D.
Perencanaan Keperawatan
e keperawatan
Pola
ungan dengan
efektif/normal
gan:
ngatakansesak
ngatakan selang
uat sesak
ngatakan merasa
h terpasang selang
KH:
Mempertahankan pola napas normal/efektif
Tidak ada sianosis
Tidak ada sesak napas
Rencana tindakan
Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernapasan. Catat
ketidakteraturan pernapasan
Catat kompetensi refleksi
gangguan/menelan dan
kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas
Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturan
Perubahan dapat
komplikasi pulmona
keterlibatan otak
Kemampuan me
sekresi. Penting untu
e keperawatan
ihat
n otot bantu napas
pas teratur
n dangkal
10070mmhg
c
mnt
mnt
ihat tepasang
r
erfusi jaringan
n dengan
etabolik
ngatakan lemas
ngatakan sesak
ngatakan pusing
100/70mmhg
C
mnt
mnt
g O2 3liter
mbuka mata bila
angan
klien dapat
anan
rbicara
Rencana tindakan
suara-suara tidak normal
Berikan oksigen
Mencegah/ menu
Untuk mengiden
atelektasis
Memaksimalkan
membantu pencegah
Menentukan pem
Mempertahankan
Perubahan kepal
menimbulkan penek
Dapat mencetusk
peningkatan intrakra
e keperawatan
gkan
omnolen
si berhubungan
Rencana tindakan
Observasi warna/
kejernihan urin, catat adanya
bau busuk( tidak enak)
Batasi pengunjung yang
dapat menularkan infeksi
Kolaborasi:
Berikan antibiotik sesuai
indikasi
Menghindari ede
sensorik
KH:
Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil
dan ada tidaknya peningkatan TIK
Menurunkan hip
meningkatkan dilata
ya trauma
ndai dengan:
0 mmhg
menit
menit
GT berwarna
klien berwarna
:tgl 01-07-2012
800
:tgl 02-07-2012
100
02-07-2012
gak keruh
itif
Cara pertama un
infeksi nosokomial
Dapat mengindik
Sebagai indikato
pada saluran kemih
dengan segera
Menurunkan pem
kuman penyebab inf
Terapi profilaktik
e keperawatan
Rencana tindakan
e keperawatan
E.
Rencana tindakan
Pelaksanaan Keperawatan
No dk
F.
Evaluasi
Hari/tgl/jam
Evaluasi Hasil
Feb 2012
30 wib
eb 2012
Hari/tgl/jam
Evaluasi Hasil
Klien mengatakan sesak berkurang
eb 2012
S:
O: TTV TD: 110/80mmhg Sh: 36, 7c RR: 30x/mnt Nd: 80x/mnt
Urin berwarna kecoklatan
A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan ( accelerasi
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Cedera kepala
hebat juga bisa menyebabkan kerusakan yang serius pada otak.
Penyebabnya adalah karena adannya benturan yang terjadi di otak yang disebebkan
oleh erbagai hal, diantarannya adalah kecelakaan, yang merupakan penyebeb terbesar
adannya trauma kepala.
Jika terjadi trauma kepala dengan kekuatan/gaya akeselereasi, deselerasi dan rotatorik
akan menimbulkan lesi atau perdarahan di berbagai tempat sehingga timbul gejala deficit
neurologist berupa babinski yang positif dan GCS kurang dari 15 (Sindrom Otak Organik).
Dari trauma kepala tersebut juga bisa terjadi pergerakan, penekanan dan pengembangan gaya
kompresi yang destruktif sehingga otak akan membentang batang otak dengan sangat kuat
dan terjadi blokade reversible terhadap lintasan assendens retikularis difus serta berakibat
otak tidak mendapatkan input afferent yang akhirnya kesadaran hilang selama blockade
tersebut berlangsung. Dari trauma kepala tersebut juga bisa berdampak pada sistem tubuh
yang lainnya.
Trauma kepala mempunyai beberapa macm klasifikasi berdasarkan letak, penyebab
danlainnya, komplikasi pada trauma kepala pu mempinyai pengaruh yangbesar terhadap kerja
otak.
Otak adalah bagian terpenting dari tubuh kita, olej karena itu kita harus
melindunginnya dari segala macam hal yang data menyebabkan salah satu fungsinnya
terganggu, sebagai contohny adalah massalah trauma kepala yang seharusnya dapat kita
kendalikan yaitu dengan lebih berhati-hati terhadap keadaan tubuh kita.
4.2 Saran
Semoga deengan pembuatan makalah ini, teman-teman semuannya dapat lebih
memahami tentang masalah Trauma kepala dan khususnya adalah agar sebabgai mahasiswa
keperawatan kita harus dapat membuat sebuah ASKEP yang baik untuk dijalankan kepada
pasien-pasien kita nantinnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perwatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I Made Kariasa, dkk).
Jakarta : EGC.
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Iskandar. (2004). Memahami Aspek-aspek Penting Dalam Pengelolaan Penderita Cedera Kepala.
Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. (Alih
bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah.
http: www.Dr. Mashur Afandi.com