Anda di halaman 1dari 40

CKR ( Cidera Kepala Ringan )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Trauma kepala atau cedera kepala merupakan kasus yang sangat sering terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari. Cedera kepala bisa terjadi pada semua orang tanpa kecuali,
misalnya terjatuh dari tempat tidur, terpeleset, terjatuh dari pohon maupun tepukul oleh
temannya ketika bertengkar. Cedera kepala yang sering terjadi pada orang dewasa karena
kecelakaan lalu lintas. Terjatuh dari sepeda motor, tabrakan, kepala terbentur bagian dari
mobil karena mobil yang dinaiki menabarak atau terjungkal dan lain sebagainya
Karena seringnya terjadi trauma kepala pada orang yang mengendarai sepeda motor
ketika kecelakaan, maka akhirnya diwajibkan siapa saja yang mengendarai sepeda untuk
menggunakan helm sebagai pelindung kepala. Namun masih banyak yang menggunakan
helm hanya sekedar sebagai syarat untuk mentaati peraturan lalu lintas yaitu dengan memakai
helm yang kurang memenuhi syarat maupun tali helm yang tidak terikat ketika dipakai
sehingga ketika terjadi kecelakaan lalu lintas masih terjadi cedera kepala yang berat.
Pada umumnya kematian pada trauma kepala terjadi setelah segera setelah injury
dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian
yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien yang
memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status
neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada
phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai
kegagalan sistem tubuh.
Faktor-faktor yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya
intracranial hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya
gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal,
hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP.
Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap
tahun. Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada
umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau terjatuh.

1.2

Maksud dan Tujuan Penulisan


Sebagai bagian dari perkuliahan kegawat daruratan dan untuk memenuhi penugasaan yang
diberikan kepada mahasiswa.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan secara terperinci mengenai ASKEP
trauma kepala
Makalah ini juga dibuat dengan tujuan untuk membantu mahasiswa untuk mengetahui
secara dalam mengenai trauma kepala
Makalah ini juga menjelaskan tentang berbagai aspek mengenai trauma kepala yang
meliputi patologi serta asuhan keperawatannya
Makalah ini juga membantu mahasiswa untuk membuat suatu asuhan keperawatan yang
baik dan benar.

1.3

Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan serta mengetahui ruang lingkup dalam karya tulis ini,
maka karya tulis ini di bagi menjadi bab-bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan dengan uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan, latar
belakang, sistematika penulisan.
BAB II : ISI
Pada bab ini berisi tentang patologi dan ASKEP lengkap yang berhubungan dengan trauma
kepala penjelasan secara rinci.
BAB III : PENUTUP
Dalam bab ini berisikan kesimpulan seluruh pembahasan mengenai trauma kepala dan saran
kepada pembaca.
BAB II
Tinjauan Teori

2.1

Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera

kepala

paling

sering

dan

penyakit

neurologik

yang

serius

diantara

penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya
(Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan
tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang
keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan
dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001).
2.2

Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :

a.

Kecelakaan lalu lintas.

b.

Terjatuh

c.

Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.

d.

Olah raga

e.

Benturan langsung pada kepala.

f.

Kecelakaan industri.

2.3

Klasifikasi CEDERA KEPALA


Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:

1.

Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti
fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).

2.

Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia
antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).

3.

Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga
meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilahistilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :

Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak.

Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.

2.4

Glasgow Coma Seale (GCS)


Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat
responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi

status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala.Evaluasi ini hanya terbatas pada
mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS :

Membuka mata :

Motorik :

Verbal :

2.5

Anatomi Kepala

1.

Kulit kepala

Spontan

Dengan perintah

Dengan Nyeri

Tidak berespon

Dengan Perintah

Melokalisasi nyeri

Menarik area yang nyeri

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak berespon

Berorientasi

Bicara membingungkan

Kata-kata tidak tepat

Suara tidak dapat dimengerti

Tidak ada respons

Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluhpembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah
yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit
kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio,
laserasi, atau avulasi.
2.

Tulang kepala

Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur
tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur
calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan
kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak
rusak).
Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar
(tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia
meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat
menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.

3.

Lapisan Pelindung otak / Meninges


Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter.

Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat
pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna.
Fungsi durameter :

1. Melindungi otak.
2

Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa
jaringan vaskuler ).

3. Membentuk periosteum tabula interna.


-

Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara
durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial.
Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks
serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan
penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.

Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk
kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya
menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar
membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur
penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan
mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada
kedalam system vena.

4.

Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada
trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma.

Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium
terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan
keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak
merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian
tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial).
5.

Tekanan Intra Kranial (TIK).


Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah
intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan
normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar 15 mmHg. Ruang cranial yang
kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2
tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa
Monro Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam
tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada
volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi
batang otak) yang berakibat kematian.

2.6

Jenis-Jenis Cedera Kepala

1.

Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan
tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan
otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh
pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur
tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius
karena les dapat keluar melalui fraktur ini.

2.

Cedera otak dan gegar otak

Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan
oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan
suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat
pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa
menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang
menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran
pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang
konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.
Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio, laserasi dan hemoragi.
3.

Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio
umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama
beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan
amnesia atau disonentasi.

4.

Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan
adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post
truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).

5.

Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )


Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara
tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda
diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi
karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.

6.

Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan
oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan
aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya
pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau
kronik.

hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi
kontusio atau lasersi.

Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada
pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.

7.

Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.
Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan
diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering
kali bersifat kronik.

8.

Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada
parenkim otak.Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan
deseterasi yang tiba-tiba.

2.7

Manifestasi Klinis.

1.

Nyeri yang menetap atau setempat.

2.

Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.

3.

Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros
piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).

4.

Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.

5.

Penurunan kesadaran.

6.

Pusing / berkunang-kunang.

7.

Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler

8.

Peningkatan TIK

9.

Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas

10.Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan


2.8

Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana


penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1.

Cedera kepala primer


Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang menyebabkan
gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:

Gegar kepala ringan


Memar otak
Laserasi
2.

Cedera kepala sekunder


Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:

Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikai pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

PAhtway
Cidera kepala

TIK - oedem
- hematom

Respon biologi

Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak sekunder

Cidera otak primer

Kontusio
Laseras

Kerusakan Sel otak

Gangguan autoregulasi

Aliran darah keotak

rangsangan simpatis

tahanan vaskuler

Sistemik & TD

O2 ggan metabolisme

tek. Pemb.darah

katekolamin

sekresi asam lambung

Mual, muntah
Pulmonal

Stress

Asam laktat

tek. Hidrostatik

Oedem otak

kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan

Cerebral
Difusi O2 terhambat

oedema paru cardiac out put

Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea

Asupan nutrisi kurang

Mekanisme Cedera Kepala


Menurut tarwoto (2007) mekanisme cedera memegang peranan yang sangat sadar
dalam berat ringannya dari trauma kepala. Mekanisme cedera kepala dapat dibagi menjadi :
a.

Cedera Percepatan (akselerasi) yaitu jika benda yang bergerak membentur kepala yang
diam, misalnya pada orang-orang diam kemudian terpukul atau terlempar batu.

b.

Cedera Perlambatan (Deselerasi) yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang diam,
misalnya pada saat kepala terbentur.

c.

Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma,
misalnya ada fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.

a.

Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala menurut Eka J. Wahjoepramono
(2005 : 90) antara lain :

b.

Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi


Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang terjadinya
bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran nafas, atelektasis, aspirasi,
pneumotoraks, atau gangguan gerak pernafasan dapat berdampak pasien mengalami kesulitan
bernafas dan pada akhirnya mengalami hipoksia.

c.

Edema Serebral
Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan. Edema serebral
akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di dalam rongga tulang
tengkorak yang merupakan ruang tertutup. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya juga berakibat penurunan perfusi jaringan
otak.

d.

Peningkatan Tekanan Intra Kranial


Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu pada perdarahan
selaput otak (misalnya hematoma epidural dan subdural). Pada perdarahan dalam jaringan

otak (misalnya laserasi dan hematoma serebri), dan dapat pula akibat terjadinya kelainan
parenkim otak yaitu berupa edema serebri.
e.

Herniasi Jaringan Otak


Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya karena adanya
hematoma) akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan intrakranial. Sampai batas
tertentu kenaikan ini akan dapat ditoleransi. Namun bila tekanan semakin tinggi akhirnya
tidak dapat diltoleransi lagi dan terjadilah komplikasi berupa pergeseran dari struktur otak
tertentu kearah celah-celah yang ada.

f.

Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki resiko
terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi dapat
menyebabkan terjadinya Meningitis, Ensefalitis, Empyema subdural, Osteomilietis tulang
tengkorak, bahkan abses otak.

g.

Hidrisefalus
Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang cukup sering
terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.

Penatalaksanaan
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal
1.

Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien
harus diintubasi.

2.

Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri
O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt
pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2
yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah
maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi

3.

Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat
frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg
besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.

4.

Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih
kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB

5.

Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB

6.

Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang
servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan
bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal

7.
-

Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :


Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah
edema cerebri

Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah

Lakukan CT scan

Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :

8.

1.

Hematoma epidural

2.

Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel

3.

Kontusio dan perdarahan jaringan otak

4.

Edema cerebri

5.

Pergeseran garis tengah

6.

Fraktur kranium
Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi lakukan :

Elevasi kepala 30

Hiperventilasi

Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 46 jam kemudian yaitu sebesar dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I

Pasang kateter foley

Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub
dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)
Pengkajian

1.

Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital

a.

Aktifitas dan istirahat

: merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan


:`

Perubahan kesadaran, letargi


-

hemiparese

ataksia cara berjalan tidak tegap

masalah dlm keseimbangan

cedera/trauma ortopedi

kehilangan tonus otot

b.
:c.

Sirkulasi
Perubahan tekanan darah atau normal
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg diselingi bradikardia disritmia
Integritas ego

: Perubahan tingkah laku atau kepribadian


: Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi
d.

Eliminasi

: Inkontensia kandung kemih/usus mengalami


gangguan fungsi
e.

Makanan/cairan

: Mual, muntah dan mengalami perubahan selera


: Muntah,gangguan menelan
f.
: -

Neurosensori
Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran

Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang,
gangguan pengecapan dan penciuman

:-

Perubahan kesadran bisa sampai koma

Perubahan status mental

Perubahan pupil

Kehilangan penginderaan

Wajah tdk simetris

Genggaman lemah tidak seimbang

Kehilangan sensasi sebagian tubuh

g.

Nyeri/kenyamanan

; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda


biasanya lama
: Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan
nyeri nyeri yg hebat,merintih
h.

Pernafasan

: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,


tersedak, ronkhi,mengi
i.

Keamanan

: Trauma baru/trauma karena kecelakaan


:-

Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari
telin ga atau hidung

Gangguan kognitif

Gangguan rentang gerak

Demam

2.

Prioritas Keperawatan

a)

Memaksimalkan perfusi serebral

b)

Mencegah dan meminimalkan komplikasi

c)

Mengoptimalkan fungsi otak

d)

Menyokong proses koping

e)

Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit

2.9
1.

Diagnosa Keperawatan
Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.

Intervensi:
-

Kaji Airway, Breathing, Circulasi

Kaji apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari kepala ekstensi dan hatihati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.

Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan
pengisapan lendir

Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas

Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 30
derajat.

2.

oksigen sesuai program.


Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,
kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
Tinggikan posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline untuk menurunkan
tekanan vena jugularis.

Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan intrakranial:

Bila akan memiringkan klien, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan,
fleksi (harus bersamaan)

Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver

Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang
emosional.

Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai


program.

Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.

Monitor intake dan out put.

Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.

Pada pasien , libatkan keluarga dalam perawatan klien dan jelaskan hal-hal yang dapat

meningkatkan tekanan intrakranial.


3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau
tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh klien bersih, tidak ada
iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
-

Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan minum, mengenakan pakaian,
BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.

Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.

Perawatan kateter bila terpasang.

Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.

Libatkan

4.

keluarga dalam

perawatan

pemenuhan

kebutuhan

sehari-hari

dan

demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan klien.


Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang
ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :

Kaji intake dan out put.

Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata
cekung dan out put urine.

5.

Berikan cairan intra vena sesuai program.


Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Tujuan : klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
6.

Intervensi :
Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
Kurangi rangsangan.
Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : klien terbebas dari injuri.
Intervensi :

Kaji status neurologis klien: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,
menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.

Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

Monitor tanda-tanda vital klien setiap jam.

Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.

Berikan analgetik sesuai program.

BAB III
TINJAUAN KASUS
A.

Pengkajian
Tanggal Pengkajian

: 2 Juli 2012

Tanggal Masuk

: 1 Juli 2012

Ruang

: Melati

Nomor Register

: 10775609

Diagnosa Medis
1. Identitas Klien
Nama Klien
Jenis Kelamin
Usia
Status Perkawinan
Agama
Pendidikan
Bahasa
Pekerjaan
Alamat
Sumber biaya
Sumber informasi
2.

3.
a.
1)
b.
1)
2)
3)
c.

: Cedera Kepala Ringan (CKR)


: Tn. A
: Laki - laki
: 25 tahun
: belum menikah
: Islam
: STM
: bahasa indonesia
: Swasta
: Gunung putri Bogor
: Pribadi
: Klien dan keluarga

Resume
Tn. A laki-laki tahun dibawa ke ruang IGD pada tanggal 1Juli 2012 jam 09.50 dengan dengan
keadaan umum lemah, kesadaran composmentis. Pingsan (-), muntah (-) luka robek didagu
(+), Perut tebentur stang motor(+), Hasil observasi TTV klien menunjukan
TD: 110/80 mmHg, N: 102 x/menit, suhu:360C dan hasil pemeriksaan labtgl 1 Juli
2012 darah menunjukan Hb:14,3 g/dl, Ht: 43,9%, leukosit: 16800/ul, trombosit: 280.000 L/ul
dengan. masalah keperawatan yang ditemukan adalah: Resiko infeksi berhubungan dengan
adanya trauma jaringan. Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan adalah: beri kompres
hangat, observasi vital sign. Tindakan kolaborasi yang dilakukan adalah pemasangan IVFD
RL 30tpm, oksigen 3liter, ranitidin 1amp, ketorolac, pasang NGT dan DC. Evaluasi : tidak
terjadi infeksi yang berkelanjutan.
Riwayat keperawatan
Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama : pusing
Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit sebelumnya
: tidak ada
Riwayat alergi
: tidak ada
Riwayat pemakaina obat
: tidak ada
Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi factor resiko:

d.
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Tidak ada
Riwayat psikososial dan spiritual
Orang terdekat dengan klien : kakak klien
Masalah yang mempengaruhi klien : tidak dapat bekerja
Mekanisme koping terhadap stress : tidur
Persepsi klien terhadap pemyakitnya : ingin cepat sembuh agar dapat bekerja kembali
System nilai kepercayaan : berdoa, sholat dan mengaji
Kondisi lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini :
Kondisi lingkungan baik

7)

Pola kebiasaan
Hal Yang Dikaji

1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Pola nutrisi
Frekuensi makan
Nafsu makan
Alasan
Porsi makan yang dihabiskan
Makanan yang tidak disukai
Makanan yang membuat alergi
Makanan pantangan
Makanan diet
Pengunaan obat sebelum makan
Penggunaan alat bantu

2.
a.
1)
2)
3)
4)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Pola eliminasi
B.A.K
Frekuensi
Warna
Keluhan
Penggunaan alat bantu
B.A.B
Frekuensi
Waktu
Warna
Konsistensi
Keluhan
Penggunaan laxative

3.
a.
1)
2)
b.
1)
2)

Pola Personal Hygiene


Mandi
Frekuensi
Waktu
Oaral Hygiene
Frekuensi
Waktu

c.
1)

Cuci rambut
Frekuensi

4.
a.
b.

Pola istirahat dan tidur


Lama tidur siang
Lama tidur malam

5.
a.

Pola aktifitas dan latihan


Waktu bekerja

Sebelum sakit / selelum d


3
Baik
1
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

5-6
Kuning jernih
Tidak ada
Tidak ada
1
Tidak tentu
kuning
Lunak
Tidak ada
Tidak ada

2
Pagi dan sore

2
Pagi dan sebelum tidu
1x/hari
1-2jam
6-8 jam
Pagi
Ya
Sepak bola
1x/minggu

Hal Yang Dikaji


b.
c.
d.
e.

Olahraga
Jenis olahraga
Frekuensi
Keluhan dalam aktifitas

6.
a.
1)
2)
3)
b.
1)
2)
3)

Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan


Merokok
Frekuensi
Jumlah
Lama pemakaian
Minuman keras/NABZA
Frekuensi
Jumlah
Lama pemakaian

4.
a.
1)
2)
3)
4)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)

Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik umum
Berat badan
: 50 kg
(sebelum sakit:) 50 kg
Tinggi badan
: 167 cm
Keadaan umum
: ringan
Pembesaran kelenjar getah bening : tidak
System penglihatan
Posisi mata
Kelopak mata
Pergerakan bola mata
Konjungtiva
Kornea
Sclera
Pupil
Otot-otot mata
Fungsi penglihatan
Tanda-tanda radang
Pemakaian kaca mata
Pemakaian lensa kontak
Reaksi terhadap cahaya

: simetris
: normal
: normal
: merah muda
: normal
: anikterik
: isokor
:tidak ada kelainan
: baik
; tidak ada
: tidak
: tidak
: normal

Sebelum sakit / selelum d


Tidak ada

Ya
3x
5 batang
2 tahun
Tidak

c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

System pendengaran
Daun telinga
Karakteristik serumen
Kondisi telinga tengah
Cairan pada telinga
Perasaan penuh di telinga
Titinus
Fungsi pendengaran
Gangguan keseimbangan
Pemakaian alat bantu

d.

System wicara

e.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)

; normal
: tidak ada
: normal
: tidak ada
: tidak
: tidak ada
: normal
: tidak ada
: tidak ada

: normal

System pernafasan
Jalan nafas
: bersih
Pernafasan
; sesak
Penggunaan otot bantu : tidak
Frekuensi
; 34x/menit
Irama
: teratur
Jenis pernafasan
: kusmaul
Kedalaman
: dangkal
Batuk
; tidak
Sputum
: tidak
Konsistensi
: tidak
Terdapat darah
: tidak
Palpasi dada
: tidak ada nyeri
Perkusi dada
: redup
Suara nafas
: vesikuler
Penggunaan alat bantu nafas : ada

f.
1)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2)
a)
b)
c)
d)
g.
1)
2)

System kardiovaskular
Sirkulasi perifer
Nadi
: 102 x/ menit
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Distensi vena jugularis : tidak
Temperature kulit
: hangat
Warna kulit
: kemerahan
Pengisian kapiler
: < 3 detik
Edema
: tidak ada
Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical: 102 x/menit
Irama
: teratur
Kelaianan bunyi jantung: tidak ada
Sakit dada
: tidak
System hematologi
Pucat
: tidak
Perdarahan : tidak

h. Sisitem saraf pusat


1)
Keluhan sakit kepala
: tidak
2)
Tingkat kesadaran
: somnolent
3)
GCS
: E: 3 M: 6
4)
Tanda-tanda PTIK
: tidak ada
5)
Pemeriksaan reflex
: positf
i.
System pencernaan
1)
Gigi
: terdapat caries
2)
Penggunaan gigi palsu : tidak
3)
Stomatitis : tidak
4)
Lidah kotor : ya
5)
Salifa
: normal
6)
Muntah
: tidak
7)
Nyeri daerah perut : tidak
8)
Bising usus : 15x/menit
9)
Hepar
: tidak teraba
10) Abdomen : distensi
j.

k.

l.

System endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid
Nafas bau keton

V: 5

: tidak ada
: tidak

System urogenital
Balance cairan : + 1810 ml
intake: 4900
Perubahan pola kemih : tidak ada
Warna bak
: merah pink
Distensi kandung kemih
: tidak
Keluhan sakit pinggang : tidak ada
System integlumen
Turgor kulit
Temperature kulit

: tidak elastis
: hangat

output: 3090

Warna kulit
: kemerahan
Keadaan kulit
: baik
Kelainan kulit
: tidak ada
Kondisi kulit daerah pemasangan infuse
: baik tidak ada plebitis
Keadaan rambut
: tekstur baik, terdapat ketombe
m.

System musculoskeletal
Kesulitan dalam pergerakan
: tidak ada
Sakit pada tulang, sendi, kulit : tidak
Fraktur
: tidak ada
Kelainan bentuk tulang sendi : tidak
Kelainan bentuk tulang belakang: tidak
Keadaan tonus otot
: baik

Kekuatan otot
4444 4444

: 4444 4444

5.

Data Penunjang
Hasil lab tanggal 1Juli 2012 : Hb: 14,3 g/dl, Ht: 43,9%, leukosit: 4870 L/ul,
trombosit: 280000 L/ul, masa perdarahan: 2, masa pembekuan: 10, GDS:139, ureum:
21mg/dl, kreatinin: 0,99mg/dl, SGOT 10, SGPT 19.
Hasil lab tanggal 2 Juli 2012 : Hb: 15,2 g/dl, leukosit: 18100/ul, trombosit: 285000,Ht:
45,2%,
Hasil lab urin tanggal 2 Juli 2012: warna: kuning, kejernihan: agak keruh, PH: 6,0, Bj: 1,025,
Albumin(-), Glukosa (-), Urobilinogen 0,2, bilirubin(-), keton (-), darah +3, nitrit (-), eritrosit:
25-30, Leukosit 5-8, epitel (+), kristal (-), silinder (-), Bakteri (+)

6.

Penatalaksanaan
Terapi O2 3liter
Terpasang DC dan NGT
Infus RL 30tpm dan Glukosa 5% 30tpm
Ranitidin
Ketorolac 3x1
Kaltrofen
Proris supos

B.

Analisa Data
No
1

Data
DS:
Klien mengatakan sesak
Klien mengatakan selang NGT membuat sesak
Klien mengatakan merasa sesak setelah terpasang selang NGT

Masalah

Tidak efektinya pola na

DO:
Klien terlihat menggunakan otot bantu napas
Irama napas teratur
Cepat dan dangkal
Ttv : td: 10070mmhg
Sh: 38,7c
RR: 42x/mnt
Nd: 84x/mnt
Klien terlihat tepasang oksigen 3liter
DS:
DO:
Td:110/70 mmhg
Nd:84 x/menit
Sh:37 c
RR: 42x/menit
Cairan NGT berwarna hijau
Muntah klien berwarna hijau
Data Leb:tgl 01-07-2012
Leukosit=16800
Data Leb:tgl 02-07-2012
Leukosit=18100
Urin:tgl 02-07-2012
Kejernihan agak keruh
PH=6,0
Bakteri=positif
2
DS:
Klien mengatakan lemas
Klien mengatakan sesak
Klien mengatakan pusing

DO
GCS 13
TTV td: 100/70mmhg
Sh: 38,7C

Resiko Infeksi

No

Data
Nd: 84x/mnt
RR: 42x/mnt
Terpasang O2 3liter
Klien membuka mata bila diberi rangsangan
Motorik klien dapat melawan tahanan
Verbal berbicara membingungkan
Kesadaran: somnolen

Masalah

Gangguan perfusi jarin


3

C.

Diagnosa Keperawatan( sesuai prioritas)


NO

Diagnosa keperawatan

Tanggal

Tanggal teratasi

Nama jelas

ditemukan
1

Tidak efektif Pola nafas b.d

2 Juli 2012

depresi pada pusat napas


otak

Gangguan perfusi jaringan


b.d perubahan metabolik

2 Juli 2012

Resiko infeksi b.d adanya


3

trauma jaringan
2 Juli 2012

D.

Perencanaan Keperawatan

e keperawatan

Tujuan dan criteria hasil

Pola

setelah dilakukan tindakan

ungan dengan

keperawatan2x24jam diharapkan pola napas

pusat napas otak

efektif/normal

gan:

ngatakansesak
ngatakan selang
uat sesak
ngatakan merasa
h terpasang selang

KH:
Mempertahankan pola napas normal/efektif
Tidak ada sianosis
Tidak ada sesak napas

Rencana tindakan
Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernapasan. Catat
ketidakteraturan pernapasan
Catat kompetensi refleksi
gangguan/menelan dan
kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas
Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturan

Perubahan dapat
komplikasi pulmona
keterlibatan otak

Kemampuan me
sekresi. Penting untu

Anjurkan pasien untuk


melakukan napas dalam yang
efektif jika pasien sadar
Untuk memudah
Auskultasi suara napas.
paru dan menurunka
Perhatikan daerah
jatuh yang menyum
hipoventilasi dan adanya

e keperawatan
ihat
n otot bantu napas
pas teratur
n dangkal
10070mmhg
c
mnt
mnt
ihat tepasang
r

erfusi jaringan

n dengan

etabolik

ngatakan lemas
ngatakan sesak
ngatakan pusing

100/70mmhg
C
mnt
mnt
g O2 3liter
mbuka mata bila
angan
klien dapat
anan
rbicara

Tujuan dan criteria hasil

Rencana tindakan
suara-suara tidak normal
Berikan oksigen

Mencegah/ menu

Monitor dan catat status


neurologis dengan metode
GCS
Monitor tanda-tanda vital
taip 30menit
Pertahankan posisi kepala
yang sejajajr dan tidak
menekan

Untuk mengiden
atelektasis

Hindari batuk yang


berlebihan, muntah,
menegdan, pertahankan
pengukuran urin dan hindari
konstipasi yang
berkepanjangan
Observasi kejang dan
lindungi pasien dari cedera
akibat kejang
Perhatikan adanya gelisah
yang meningkat, peningkatan
keluhan dan tingkah laku
yang tidak sesuai
Batasi pemberian cairan
sesuai indikasi
Berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi
Berikan aseptik dan
antisept
pertahankan teknik cuci
tangan yang baik
Observasi daerah kulit
yang mengalami kerusakan,
catat karakteristik dari
adanya inflamasi
Pantau suhu tubuh secara
teratur

Memaksimalkan
membantu pencegah

Menentukan pem
Mempertahankan
Perubahan kepal
menimbulkan penek

Dapat mencetusk
peningkatan intrakra

Kejang dapat ter

e keperawatan
gkan

Tujuan dan criteria hasil

omnolen

si berhubungan

setelah dilakukan tindakan keperawatan2x24


jam diharapkan mempertahankan tingkat
kesadaran biasa/ perbaikan dan fungsi motorik/

Rencana tindakan
Observasi warna/
kejernihan urin, catat adanya
bau busuk( tidak enak)
Batasi pengunjung yang
dapat menularkan infeksi
Kolaborasi:
Berikan antibiotik sesuai
indikasi

hipoksia dan kejang

Petunjuk non ver


peningkatan TIK/ ad

Menghindari ede

sensorik
KH:
Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil
dan ada tidaknya peningkatan TIK

Menurunkan hip
meningkatkan dilata

ya trauma

ndai dengan:

0 mmhg
menit

menit
GT berwarna

klien berwarna

:tgl 01-07-2012
800

:tgl 02-07-2012
100
02-07-2012
gak keruh

itif

Cara pertama un
infeksi nosokomial

Deteksi dini perk


memungkinkan mel
segera dan pencegah
selanjutnya

Dapat mengindik

Sebagai indikato
pada saluran kemih
dengan segera

Menurunkan pem
kuman penyebab inf

Terapi profilaktik

e keperawatan

Tujuan dan criteria hasil

Rencana tindakan

yang mengalami tra

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama


2x24jam diharapkan nomotermia bebas tandatanda infeksi
KH:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu

e keperawatan

E.

Tujuan dan criteria hasil

Rencana tindakan

Pelaksanaan Keperawatan

No dk

Tindakan keperawatan dan hasil


Memberikan posisi semi fowler
H: sesak berkurang
Memberikan oksigen
H: Oksigen 3liter. Klien merasa tidak sesak
Memonitor tanda-tanda vital
H: td: 110/80mmhg sh: 37,5c RR 30x/mnt Nd 88x/mnt
Mencatat status neurologis dengan GCS
H: E3 M6 V4 kesadaran somnolen
Memberikan proris supos
H: suhu 37c
Memantau suhu tubuh tiap 1jam
H: 38, 7c
Mengobservasi warna/ kejernihan urin dan mencatat adanya bau busuk(tidak enak)
H: warna urin kemerahan (pink). Tidak ada bau
Mencatat ketidak teraturan pernapasan
H: napas cepat dan dangkal. Menggunakan otot bantu napas
Memantau adanya gelisah yang meningkat
H: klien cenderung tidur

F.

Evaluasi

Hari/tgl/jam

Evaluasi Hasil

Feb 2012

S: - klien mengatakan sesak berkurang

30 wib

O: TTV TD: 110/80mmhg Sh: 36, 7c RR: 30x/mnt Nd: 80x/mnt

eb 2012

A: masalah teratasi sebagiank


P: intervensi di lanjutkan 1-6

S: - klien mengatakan masih lemas

Hari/tgl/jam

Evaluasi Hasil
Klien mengatakan sesak berkurang

eb 2012

O: GCS =13 terpasang oksigen 2liter


A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan 1-8

S:
O: TTV TD: 110/80mmhg Sh: 36, 7c RR: 30x/mnt Nd: 80x/mnt
Urin berwarna kecoklatan
A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan ( accelerasi
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Cedera kepala
hebat juga bisa menyebabkan kerusakan yang serius pada otak.
Penyebabnya adalah karena adannya benturan yang terjadi di otak yang disebebkan
oleh erbagai hal, diantarannya adalah kecelakaan, yang merupakan penyebeb terbesar
adannya trauma kepala.
Jika terjadi trauma kepala dengan kekuatan/gaya akeselereasi, deselerasi dan rotatorik
akan menimbulkan lesi atau perdarahan di berbagai tempat sehingga timbul gejala deficit
neurologist berupa babinski yang positif dan GCS kurang dari 15 (Sindrom Otak Organik).
Dari trauma kepala tersebut juga bisa terjadi pergerakan, penekanan dan pengembangan gaya
kompresi yang destruktif sehingga otak akan membentang batang otak dengan sangat kuat
dan terjadi blokade reversible terhadap lintasan assendens retikularis difus serta berakibat
otak tidak mendapatkan input afferent yang akhirnya kesadaran hilang selama blockade
tersebut berlangsung. Dari trauma kepala tersebut juga bisa berdampak pada sistem tubuh
yang lainnya.
Trauma kepala mempunyai beberapa macm klasifikasi berdasarkan letak, penyebab
danlainnya, komplikasi pada trauma kepala pu mempinyai pengaruh yangbesar terhadap kerja
otak.
Otak adalah bagian terpenting dari tubuh kita, olej karena itu kita harus
melindunginnya dari segala macam hal yang data menyebabkan salah satu fungsinnya
terganggu, sebagai contohny adalah massalah trauma kepala yang seharusnya dapat kita
kendalikan yaitu dengan lebih berhati-hati terhadap keadaan tubuh kita.
4.2 Saran
Semoga deengan pembuatan makalah ini, teman-teman semuannya dapat lebih
memahami tentang masalah Trauma kepala dan khususnya adalah agar sebabgai mahasiswa
keperawatan kita harus dapat membuat sebuah ASKEP yang baik untuk dijalankan kepada
pasien-pasien kita nantinnya.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perwatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I Made Kariasa, dkk).
Jakarta : EGC.
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Iskandar. (2004). Memahami Aspek-aspek Penting Dalam Pengelolaan Penderita Cedera Kepala.
Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. (Alih
bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah.
http: www.Dr. Mashur Afandi.com

Anda mungkin juga menyukai