Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN BST

STROKE HEMORAGIK
Diajukan untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit
Saraf diRumahSakitUmumDaerahTugurejoSemarang

Disusun oleh :
Siti Khotijah
H2A012012

Pembimbing Klinik:
dr.Istiqomah, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK


ILMU PENYAKIT SARAF
Presentasi laporan kasus dengan judul :
STROKE HEMORAGIK

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit


Saraf diRumahSakitUmumDaerahTugurejoSemarang

Disusun Oleh:
Siti Khotijah
H2A012012
Telah disetujui oleh Pembimbing:
Nama pembimbing

Tanda Tangan

dr. Istiqomah, Sp.S

...........................

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan


kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga
penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas.
Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke
hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya.(1,2,3)
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal atau global akibat dan gejala-gejala yang
berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular.(2)
Stroke hemoragik

adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular

intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan kedalam ruang


subaraknoid atau langsung kedalam jaringan otak.(4) Stroke hemoragik dapat
dibagi menjadi 2 subtipe, yaitu perdarahan intraserebral (PIS) yaitu terjadi
perdarahan langsung kejaringan otak atau disebut juga sebagai perdarahan
parenkim otak, dan perdarahan subarakhnoid (antara arachnoid dan piamater).(2)

BAB II
STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS
Nama
Umur
Agama
Jenis Kelamin
Suku
Pekerjaan
Alamat
Status
Diruang
Tanggal Masuk RS
Tanggal pemeriksaan
No RM

: Tn.A
: 63 tahun
: Islam
: Laki-laki
: Jawa
: Tidak bekerja
: Kendal
: Menikah
: Bangsal Kenanga RSUD Tugurejo Semarang
: 19 September 2016
: 26 September 2016
: 513376

DAFTAR MASALAH
I.

ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis di Bangsal

kenanga RSUD Tugurejo Semarang pada tanggal 26 September 2016 pukul


14.30
1. Keluhan Utama
: Kelumpuhan anggota gerak kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a) Onset
: Tiba-tiba saat sedang ke Kamar Mandi
b) Lokasi
: Anggota gerak kiri
c) Kronologi
:
Pada dini hari tanggal 19 September 2016 pasien tiba-tiba terjatuh
setelah dari Kamar Mandi, dan sempat tidak sadarkan diri. Pasien
mengeluh anggota gerak kiri tidak dapat digerakkan. Pasien merasa
badannya lemas, matanya tidak bias terbuka dan susah diajak
komunikasi. Pukul 04.00 pasien diantar keluarganya ke IGD RSUD
Tugurejo Semarang karena pasien kehilangan kesadaran.
d) Kualitas
: Kaki dan tangan kiri dapat digerakkan,
kaki dan tangan kiri bisa melawan

gravitasi namun tidak bisa melawan


e) Kuantitas

tahanan ringan.
: Pasien sulit untuk berjalan, jika berjalan

harus dibantu
f) Faktor yang memperberat
: berdiri
g) Faktor yang memperingan : Tidur terlentang
h) Gejala penyerta
: Mual (-), muntah (-), nyeri kepala
(+), demam (-), kejang (-), bicara pelo (+), BAB dan BAK normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
:
a) Riwayat Hipertensi
: diakui
b) Riwayat Diabetes Melitus
: disangkal
c) Riwayat Sakit Telinga
: disangkal
d) Riwayat Trauma Kepala
: disangkal
e) Riwayat Alergi obat
: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
a) Riwayat Sakit Sama
: disangkal
b) Riwayat Hipertensi
: diakui, pada ibu pasien
c) Riwayat DM
: disangkal
5. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien tinggal bersama anak-anaknya. Biaya pengobatan ditanggung
BPJS. Kebiasaan merokok (+), minum alkohol (-), minum obat-obatan (-).
Kesan ekonomi : cukup

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan di Bangsal Kenanga RSUD Tugurejo
Semarang pada tanggal 26 September 2016 pukul 14.30.
A. Status Generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
Kualitatuif : Compos mentis
Kuantitatif : GCS : E4M6V5= 15
c. Status Gizi
: kesan cukup
d. Vital Sign
TD

: 145/75 mmHg

Nadi

: 86 xmenit, regular, isi dan tegangan cukup

RR

: 20x / menit, regular

Suhu

: 36,5 C

B. Status Internus

a) Kepala
Kesan mesocephal.
b) Mata
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil anisokor
(4mm/2,5mm), reflek pupil direk (-/+), reflek pupil indirek (-/+).
c) Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), pembesaran KGB(-/-)
d) Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-)
e) Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-).
f) Leher
Simetris, trakea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal), nyeri
tekan(-), JVP meningkat (-).
g) Thorax
Dextra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak
Dinamis
2. Palpasi
Stem fremitus
Nyeri tekan
Pelebaran ICS
Arcus Costa
3. Perkusi

4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan

Sinistra

Lateral
posterior
Simetris
Simetris

>Antero
Lateral
posterior
Simetris
Simetris

>Antero

Dextra = sinistra
Dextra = sinistra
(-)
(-)
(-)
(-)
Normal
Normal
Sonor diseluruh lapang Sonor di seluruh lapang
paru
paru
Vesikuler
Wheezing(-), ronki (-)

Belakang
1. Inspeksi

Vesikuler
Wheezing(-), ronki (-)

Bentuk dada
Hemitorak
2. Palpasi
Stem fremitus
Nyeri tekan
Pelebaran ICS
3. Perkusi
Suara lapang paru
Peranjakan paru

Dalam batas normal


Simetris

Dalam batas normal


Simetris

Dextra = sinistra
(-)
(-)

Dextra = sinistra
(-)
(-)

Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang


paru
paru
Sulit dinilai
Sulit dinilai

4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan

Vesikuler
Wheezing(-), ronki (-)

Tampak anterior paru

Vesikuler
Wheezing(-), ronki (-)

Tampak posterior paru

SD : vesikuler

SD

vesikuler
ST : ronki (-), wheezing (-)

ST : ronki (-), wheezing (-)

Cor
-

Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

Perkusi

batas atas

: ICS II parasternal sinistra

pinggang jantung

: ICS III parasternal sinistra

batas kanan bawah

: ICS V linea sternalis dextra

kiri bawah

: ICS V linea midclavicula sinistra 1


cm kearah medial

konfigurasi jantung
7

: dalam batas normal

Auskultasi

: reguler

Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.


Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)
h) Abdomen
Inspeksi

: Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,

ikterik (-), spider nevi (-).


Auskultasi : Bising usus (+) tiap 5 detik, bruit hepar (-), bruit aorta
abdominalis(-), bruit a. iliaca dextra (-), bruit a. iliaca
sinistra (-).
Perkusi

: Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+) normal,

pekak alih (-),


ruang traube (timpani).
Palpasi

: Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,


Obturator Sign(+)

i) Ekstremitas
Superior
-/-/-/-/-

Akral dingin
Oedem
Sianosis
Jaundice

B. Status Neurologis
1. Kepala
Bentuk
Nyeri tekan
Simetris
2. Leher
Sikap
Gerakan
Kaku kuduk

Inferior
-/-/-/-/-

: mesosefal
:: simetris
: normal
: normal
:-

3. Nervi Cranialis
N I. (OLFAKTORIUS)
Daya pembau

Kanan

Kiri

Normal

Normal

N II. (OPTIKUS)
Daya penglihatan
Lapang pandang

Kanan
Normal
Normal

Kiri
Normal
Normal

N III.(OKULOMOTORIUS)
Ptosis
Reflek cahaya langsung
Gerak mata ke atas
Gerak mata ke bawah
Reflek akomodasi
Gerak mata medial
Ukuran pupil
Bentuk pupil
Diplopia

Kanan
(-)
midriasis
Normal
Normal
Normal
Normal
4 mm
Bulat central
reguler
(-)

Kiri
(-)
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
2,5 mm
Bulat central
reguler
(-)

N IV. (TROKHLEARIS)
Gerak mata lateral bawah
Diplopia

Kanan
Normal
(-)

Kiri
Normal
(-)

N V. (TRIGEMINUS)

Kanan

Kiri

Menggigit
Membuka mulut
Reflek masseter
Sensibilitas
Reflek kornea

(+)
(+)
(+)
(+)
(+)

(+)
(+)
(+)
(+)
(+)

N VI. (ABDUSEN)
Gerak mata ke lateral
Diplopia

Kanan
Normal
(-)

Kiri
Normal
(-)

N VII. (FASIALIS)
Mengerutkan dahi
Mengangkat alis
Menutup mata
Lipatan naso-labia
Sudut mulut
Senyum
Menggembungkan pipi
Tic fasialis

Kanan
Normal
(-)
Normal
Normal
Normal
normal
normal
-

Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
merot
(-)
(-)
-

N VIII. (AKUSTIKUS)
Mendengar suara
Penurunan pendengaran

Kanan
Normal
(-)

Kiri
Normal
(-)

N IX. (GLOSOFARINGEUS)

Kanan

Kiri

Arkus faring
Sengau
Tersedak

simetris (-)
(-)
(-)

simetris (-)
(-)
(-)

N X. (VAGUS)
Arcus faring
Bersuara
Menelan

Kanan
Simetris
(+)
(+)

Kiri
Simetris
(+)
(+)

N XI. (AKSESORIUS)
Memalingkan kepala
Mengangkat bahu
Sikap bahu

Kanan
Adekuat
Adekuat
simetris

Kiri
Adekuat
Adekuat
Simetris

N. XII (HIPOGLOSUS)

Kanan

Kiri

Sikap lidah
Artikulasi
Tremor lidah
Menjulurkan lidah
Fasikulasi lidah

Normal
Pelo
+
-

Normal
Pelo
-

Kanan

Kiri

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal

Normal
4-4-4
Normal
(+) normal
(+) normal

Normal
3-3-3
Normal
(+) normal
(+) normal

(+) normal
(+) normal

(+) normal
(+) normal

Badan dan anggota gerak


ANGGOTA GERAK ATAS
Inspeksi:
Drop hand
Claw hand
Kontraktur
Warna kulit
Sistem motorik :
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Sensibilitas
Nyeri
Reflek fisiologik :
Bisep
Trisep

10

kiri

Radius
Reflek Patologi :
Hoffman
Tromer

(+) normal

(+) normal

(-)
(-)

(-)
(-)

ANGGOTA GERAK BAWAH

Kanan

Kiri

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal

Normal
4-4-4
Normal
(-)
(+) normal
Normal
Normal

Normal
3-3-3
Normal
(-)
(+) normal
Normal
Normal

Kanan

Kiri

Inspeksi:
Drop foot
Claw foot
Pitchers foot
Kontraktur
Warna kulit
Sistem motorik
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologik (patella)
Sensibilitas
Nyeri

Keterangan
Reflek Patologis
Babinski
Chaddock
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk
Kernig sign
Rangsang Radikuler
Tes Lasegue
Tes Patrik
Tes Kontra Patrik

4. Pemeriksaan Otonom Dan Fungsi Vegetatif


Miksi
: tidak ada gangguan
Defekasi
: tidak ada gangguan
5. Gerakan-Gerakan Abnormal
Tremor
: (-)
Atetosis
: (-)
Mioklonus
: (-)
Chorea
: (-)
IV. RESUME:
Seorang laki-laki 63 tahun datang diantar keluarganya ke IGD
RSUD Tugurejo Semarang karena penurunan kesadaran dan anggota gerak
11

kiri tidak dapat digerakkan. Pasien merasa badannya lemas, dan susah
diajak komunikasi. Mual (-), muntah (-), nyeri kepala (+), demam (-),
kejang (-), bicara pelo (+), BAB dan BAK normal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit
sedang , GCS E4M6V5, TD:

145/75 mmHg, mata anisokor dengan

diameter ukuran pupil mata kanan 4mm dan pupil mata kiri 2,5 mm.
Terdapat parese n. VII dan n. XII sinistra sentral dan Hemiparese sinistra
spastik.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis

: Hemiparese sinistra spastik


Parese n.VII dan n. XII sinitra sentral

Diagnosis Topis

: Pons

Diagnosis Etiologis

: Stroke Hemoragik

VI. PLANNING
1. Dx
a. Laboratorium : darah rutin, elektrolit, GDS, profil lipid
b. CT-Scan kepala non kontras
2. Terapi
Medika mentosa
a. Inj citicolin 2 x 500 mg
b. Inj asam tranexamat 3 x 1 g
c. Manitol drip 4 x 125 cc
d. Inj ranitidin 2 x 50 mg
e. Amlpodipin 1 x 10 mg
Non medika mentosa:
a. Bed rest
b. Terapi latihan fisik dan latihan mobilisasi
3. Monitoring :
12

a. Keadaan umum
b. Tanda vital
c. Defisit neurologi
4.

Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien,
penyebab, faktor pencetus dan penatalaksanaan.
b. Menjelaskan kepada keluarga dan pasien untuk latihan fisioterapi
jika keluhan mereda

PROGNOSA
Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad sanam

: dubia ad malam

Quo ad fungsionam

: dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi
Stroke hemoragik

adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular

intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan kedalam ruang

13

subaraknoid atau langsung kedalam jaringan otak.(4) Stroke hemoragik dapat


dibagi menjadi 2 subtipe, yaitu perdarahan intraserebral (PIS) yaitu terjadi
perdarahan langsung kejaringan otak atau disebut juga sebagai perdarahan
parenkim otak, dan perdarahan subarakhnoid (antara arachnoid dan piamater).(2)
II. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. Sekitar 0,2 % dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan bertahan hidup dengan
kecacatan dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari
keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai
9% (sekitar 4 juta dari total kematian pertahunnya).(3)
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan
modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk
terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya
cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat
setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh
mereka yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia,
namun yang sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke
meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi
kemungkinan terkena serangan stroke.(4)
III. Anatomi dan Vaskularisasi Otak
Sistem persyarafan utama manusia terbagi atas 2 bagian yaitu sistem
syaraf pusat (otak) dan sistem syaraf tepi (tulang belakang).
1.Otak (sistem syaraf pusat)

14

Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak
tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla
oblongata),dan jembatan varol
a. Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas
mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan
(memori),kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari
semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada
juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang
15

berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang


terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan
sadar atau merespon rangsangan.
Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor
dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan,
membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area
tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi.
Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat,
analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di
bagian belakang.
b. Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di
depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur
kerja kelenjar kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah
merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan
pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
c. Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan
otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada
rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang
normal tidak mungkin dilaksanakan.
d. Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak
kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum
tulang belakang.
e. Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari
medulla spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi
jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume
dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks
yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
2. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)

16

Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak


bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu
dan berwarna kelabu.
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian
seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap
bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk
ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor
keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju
efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi
konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan
menghantarkannya ke saraf motoric

Vaskularisasi Otak
Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur sub kortikal
mendapat dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan sepertiga bagian
belakang yang meliputi serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan
batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri vertebralis kanan dan kiri
yang kemudian bersatu menjadi arteri basillaris. Kedua arteri utama ini
disebut sistem karotis interna dan sistem vertebrobasiller. Kedua sistem ini
beranastomosis

membentuk

sirkulus arteriosus Willisi.

Sirkulus ini

merupakan lingkaran tertutup dan berada didasar hipotalamus chiasma

17

optikum. Sirkulus ini, mempunyai salah satu cabang aorta yang menjadi
arteri perforata.(5)
Trunkus brakiosefalik muncul dari arkus aorta di belakang manubrium
sternum dan bercabang menjadi arteri subklavia kanan dan arteri karotis
komunis kanan setinggi sendi sternoklavikula. Sedangkan arteri karotis
komunis kiri dan arteri subclavia kiri muncul langsung dari arkus aorta.
Arteri karotis komunis kemudian bercabang menjadi arteri karotis interna dan
arteri karotis eksterna kanan dan kiri setinggi kartilago tiroid dengan posisi
arteri karotis eksterna disisi medial.(5)
Arteri karotis eksterna bercabang - cabang menjadi arteri tiroid
superior, arteri lingual, arteri fasial, arteri maksillaris anterior. Sedangka
arteri karotis interna, berjalan sepanjang leher bagian dalam tampa
percabangan. Selama perjalanannya melalui kanalis karotikus dari tulang
petrosus dan sinus kavernosus, memberi percabangan (kecil-kecil) ke dasar
telinga tengah klivus duramater, ganglion semilunar dari saraf trigeminus dan
kelenjar di pitiutari. Dibawah kanalis optikus, arteri karotis interna masuk
kedalam ruang subarakhnoid dan memberi percabangan arteri oftalmika.
Akhir percabangan ini akan beranastomosis dengan arteri fasial dan arteri
maksilaris interna yang merupakan cabang arteri karotis eksterna. Pada level
setinggi ciasma optikum yang berputar membentuk sudut, dan masuk
kevisura silvii, mempercabangkan arteri komunikans posterior yang
kemudian menghubungkan arteri serebri media dengan arteri serebri posterior
dalam lingkaran sirkuli Willisi. Arteri karotis interna ini selanjutnya
bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media.(5,6,7)
Arteri serebri anterior berjalan melalui bagian medial atas dari chiasma
optikum dan selanjutnya terletak di fisura longitudinalis lobus frontalis.
Arteri ini memasok darah daerah lobus frontalis dan parietalis, baik untuk
korteks sensorik maupun motorik. Arteri serebri anterior kiri berhubungan
dengan arteri serebri anterior kanan melalui arteri komunikans anterior yang
merupakan bagian sirkulus arteriosus Willisi.(6,7)
Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan
bercabang untuk memasok darah sebagian besar daerah permukaan lateral

18

lobus frontalis, parietalis, dan temporalis termasuk korteks motorik, korteks


sensorik, insula dan korteks sensorik, insula dan korteks auditorik. Arteri
vertebralis, merupakan percabangan dari arteri subklavia dan masuk kedalam
rongga tengkorak melalui foramen magnum. Kedua arteri vertebaralis
kemudian bersatu menjadi arteri basillaris yang berjalan sepanjang pons
varoli. Sebelum bersatu menjadi arteri basillng laris, arteri vertebralis ini
mempercabangkan arteri spinalis posterior dan arteri spinalis arterior yang
memperdarahi medulla spinalis. Cabang lainnya dan yang besar adalah arteri
serebelaris posterior inverior (PICA) yang mensuplai bagian inferior
serebelum. Cabang-cabang arteri basillaris adalah cabang kecil dispons dan
arteri sereberallis anterior inferior yang memperdarahi bagian inferior dan
anterior serebellum. Selain itu, arteri basillaris mempercabangkan arteri
labirin yang memperdarahi meatus akustikus interna untuk mensuplai telinga
dalam. Cabang akhir dan merupakan cabang utama arteri basillaris adalah
arteri serebri posterior dan cabang arteri serebelaris superior yang
memperdarahi bagian superior.(6,7)

Dikutip dari kepustakaan 6

Gambar 1. Arteri dilihat dari dasar tengkorak


Dikutip dari kepustakaan 6

19

IV. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: (7,8)
a.
b.
c.
d.

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)


Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau antikoagulan, hipo

fibrinogenemi dan hemophilia.


e. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
f. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
V. Faktor resiko stroke hemoragik
Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain: (7,8)
1. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :
a. Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan.
Pembuluh darah yang tidak normal tersebut dapat pecah atau robek
sehingga menimbulkan perdarahan otak. Adapula yang dapat
mengganggu kelancaran aliran darah otak sehingga menimbulkan
iskemik.
b. Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko
terkena stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi
sekitar 20 % daripada wanita. Resiko terkena stroke meningkat sejak
usia 45 tahun. Setelah mencapai 50 tahun, setiap penambahan usia 3
tahun meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan
bertambah seiring usia terutama pada pasien yang berusia lebih dari 64
tahun dimana pada usia ini 75% stroke ditemukan.
c. Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang menjadi
penyebab langsung stroke. Namun gen berperan besar dalam beberapa
20

faktor risiko stroke misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes,


dan kelainan pembuluh darah.
d. Ras di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi kulit
hitam daripada populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki insidens 93
per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian mencapai 51% sedang pada
wanita negro memiliki insidens 79 per 100.000 jiwa dengan tingkat
kematian 39,2%. Lelaki kulit putih memiliki insidens 62,8 per 100.000
jiwa dengan tingkat kematian mencapai 26,3% sedang pada wanita
kulit putih memiliki insidens 59 per 100.000 jiwa dengan tingkat
kematian 39,2%.
2. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :(8,9)
a. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis
infark cerebral dan perdarahan intrakranial. Hipertensi mengakibatkan
pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.

Pecahnya

pembuluh darah otak menimbulkan perdarahan otak, dan apabila


pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak terganggu
mengakibatkan sel-sel otak mengalami kematian. Usia 30 tahun
merupakan kewaspadaan terhadap munculnya hipertensi, makin lanjut
usia seseorang makin tinggi kemungkinan terjadinya hipertensi.
b. Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung berpotensi menyebabkan
stroke dikemudian hari antara lain: penyakit jantung rematik, penyakit
jantung koroner, dan gangguan irama jantung. Faktor resiko ini
umumnya menimbulkan sumbatan/hambatan darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang mati ke
dalam aliran darah. Munculnya penyakit jantung dapat disebabkan
oleh

hipertensi,

diabetes

mellitus,

obesitas

ataupun

hiperkolesterolemia.
c. Diabetes mellitus, berdasarkan sifat lesi serebral, stroke dibagi menjadi
2 yaitu iskemik/infark dan perdarahan. Sekitar 80 % kasus stroke
iskemik

dan

20

lainnya

21

merupakan

stroke

hemoragik.

Iskemik/infark serebral terjadi akibat oklusi sementara atau permanen.


Sedangkan perdarahan serebral spontan terjadi akibat pecahnya
aneurisma arteri penetrating otak yang disebabkan oleh hipertensi atau
pecahnya pembuluh darah yang abnormal (aneurisma, AVM) dengan
manifestasi perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.

VI. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Strok hemoragik, yang merupakan sekitar 15 % sampai 20 % dari
semua strok, dapat terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami
rupture sehingga mengalami perdarahan subarakhnoid atau langsung kedalam
jaringan otak. Pada perdarahan intraserebral terjadi didalam substansi atau
parenkim otak (di dalam piamater). Penyebab utamanya adalah hipertensi,
khususnya yang tidak terkontrol. Perdarahan ini, arteri yang berfungsi
memvaskularisasi otak ruptur atau pecah, sehingga akan menyebabkan
kebocoran darah ke otak, dan kadang menyebabkan otak tertekan karena
adanya penambahan volume cairan. Pada orang dengan hipertensi kronis
terjadi proses degeneratif pada otot dan unsur elastik dari dinding arteri.
Perubahan degeneratif ini dan ditambah dengan tekanan darah tinggi, dapat
membentuk penggembungan-penggembungan kecil setempat yang disebut
aneurisma Cahrcot-Bouchard. Aneurisma ini merupakan suatu locus minorus
resisten (LMR). Pada lonjakan tekanan darah sistemik, misalnya sewaktu
marah, saat aktivitas yang mengeluarkan tenaga banyak, mengejan dan
sebagainya dapat menyebabkan pecahnya LMR ini. Oleh karena itu stroke
hemoragik dikenal juga sebagai stres stroke.

Pada perdarahan

subarakhnoid, penyebab tersering dari perdarahan ini adalah rupturnya


aneurisma arterial yang terletak didasar otak dan perdarahan dari malformasi
vaskuler yang terletak dekat dengan permukaan piamater. Sebagain dari lesi
vaskuler yang dapat menyebabkan pendarahan subaraknoid adalah aneurisma
sakular (Berry) dan malformasi arterio vena (MAV) mekanisme lain pada
stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin karena zat-zat ini
dapat menyebabkan hipertensi berat dan pendarahan intraserebrum atau

22

subaraknoid. Aneurisma yang menjadi sumber PSA dan PIS mempunyai


perbedaan letak dan ukuran. Pada PIS, aneurisma sering muncul pada arteriarteri di dalam parenkim otak dan aneurisma ini kecil. Sedangkan aneurisma
pada perdarahan subarakhnoid muncul dari arteri-arteri diluar parenkim dan
aneurisma ini mempunyai ukuran lebih besar. Perdarahan dapat dengan cepat
menimbulkan gejala karena tekanan struktur-struktur saraf didalam
tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari pendarahan baik yang
spontan maupun kromatik. Berdasarkan presentasi klinis pasien (WFNS).
Telah menyusun klasifikasi PSA karena aneurisma. Sistem yang membagi
pasien PSA berdasarkan derajat kegawatannya ini mempunyai implikasi
terhadap prognosis pasien. Sistem kalsifikasi PSA WFNS ini adalah sebagai
berikut (derajat 1 prognosisnya paling baik, derajat 5 terjelek, defisit
didefinisikan disini sebagai hemiparesis atau afasia).(2)
1. (Derajat 1) GCS = 15, tidak ada defisit fokal
2. (Derajat 2) GCS = 13-14, tidak ada defisit fokal
3. (Derajat 3) GCS = 13-14, ada defisit fokal
4. (Derajat 4) GCS = 7-12, dengan atau tanpa defisit fokal
5. (Derajat 5) GCS = <7, dengan atau tanpa defisit
Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi
otak dan kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan berlangsung lambat,
pasien kemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan khas
perdarahan subaraknoid (PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan
otak adalah mengendalikan tekanan darah. (1,5,7)
Pada stroke perdarahan, kematian neuron terjadi karena 3 hal berikut :
1. Efek toksik darah, eritrosit dapat menyebabkan kematian sel-sel neuron
2. Peningkatan TIK yang berakibat iskemia global karena penekanan
pembuluh darah diseluruh otak. Mekanismenya sama seperti pada stroke
iskemik
3. Pelepasan agen-agen vasokonstriktor seperti serotonin, progstaglandin,dan
darah yang mengakibatkan terjadinya iskemik fokal dan akhirnya
kematian neuron.

23

Gambar 2.1. Daerah Terjadi Perdarahan Intraserebral Paling Sering7

Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada


daerah sekitar arteri kommunikans anterior dan arteri serebri anterior,
pada percabangan dekat arteri serebri media dan percabangan antara
arteri basiler dan arteri serebri posterior. Terjadinya perdarahan
parenkim otak pada aneurisma tersebut merupakan perdarahan
intraserebral.29,30 Perdarahan intraserebral terdiri dari tiga fase, (1)
perdarahan awal, (2) ekspansi hematoma, dan (3) edema perihematom.7
Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang
disebabkan faktor risiko yang telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi
hematoma terjadi beberapa jam setelah gejala awal terjadi dimana
terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Ekspansi ini akan berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam. Ekspansi hematoma juga akan
mengganggu integritas jaringan lokal (cedera otak primer yang
diakibatkan dari efek masa hematom).7

24

Gambar 2.2. Patogenesis Perdarahan Intraserebral7


Cedera otak sekunder, sebagian besar, menyebabkan perdarahan
intraparenkim otak dan terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti (1)
sitotoksisitas darah, (2) hipermetabolisme, (3) eksitotoksisitas, (4)
penyebaran tekanan, dan (5) stres oksidatif dan inflamasi. Keseluruhan hal
ini pada akhirnya menyebabkan gangguan ireversibel neurovaskular dan
diikuti dengan gangguan sawar darah otak, dan edema yang diikuti
kematian sel otak secara masif. Selain itu, gangguan aliran keluar vena
yang terobstruksi akan menginduksi pelepasan tromboplastin, yang
menyebabkan koagulopati.7
Lebih dari sepertiga pasien, terjadi ekspansi hematom yang
disebabkan hiperglikemia, hipertensi, dan antikoagulan. Ukuran awal
hematom dan kecepatan penyebaran hematom merupakan salah satu faktor
prognostik untuk menentukan perburukan neurologis. Ukuran hematoma >

25

30 ml berhubungan dengan tingginya mortalitas. Diikuti penyebaran


hematoma, edema serebri terbentuk sekitar hematoma yang disebabkan
inflamasi dan gangguan sawar darah otak. Edema peri-hematoma ini
merupakan penyebab utama terjadi perburukan neurologis dan terus
berkembang hingga beberapa hari sejak perdarahan awal.7
Perdarahan intraserebral mempunyai daerah predileksi pada otak
seperti talamus, putamen, serebelum, dan batang otak. Selain daerah otak
yang rusak karena perdarahan, otak sekeliling dapat rusak karena tekanan
yang disebabkan efek masa hematom. Peningkatan tekanan intrakranial
dapat terjadi.7
Pada sekitar 40% kasus ICH, perdarahan menyebar sampai
ventrikel serebri menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan
intraventrikel

dapat

menyebabkan

hidrosefalus

obstruksi

dan

memperburuk prognosis. ICH dan edema yang terjadi dapat mengganggu


dan menekan jaringan sekitar. Hal ini yang menyebabkan gangguan
neurologis.36 Tergesernya parenkim otak dapat meningkatkan tekanan
darah intrakranial dengan menyebabkan sindroma herniasi.7
Patofisiologi Perdarahan Subarakhnoid
Proses patologis yang terjadi pada PSA adalah terjadi pecahnya
darah arteri secara tiba-tiba yang terjadi pada ruang subarakhnoid atau ke
bagian otak. Pada perdarahan subarakhnoid, perdarahan disebabkan dari
aneurisma Berry pada salah satu arteri pada dasar otak, sekitar sirkulus
Willis.7

26

Gambar 2.3 Patofisiologi Terjadinya Perdarahan Subarachnoid

Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada


percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi
arterivena atau tumor. Efek patologis dari perdarahan subarakhnoid
bersifat

multifokal.

Pada

PSA,

terjadi

iritasi

meningens

yang

mengakibatkan peningkatan TIK dan mengganggu autoregulasi serebri.


Gangguan ini dapat terjadi dengan adanya vasokonstriksi akut, agregasi
platelet mikrovaskular, dan hilangnya perfusi mikrovaskular serebri yang
menyebabkan penurunan aliran darah otak dan iskemik serebri.7

VII.Gejala Klinis

27

Gejala neurologis yang timbul tergantung berat ringannya gangguan


pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa:(7,8,9)
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemihipestesi )
c. Perubahan mendadak status mental (somnolen, delirium, letargi,stupor,
atau koma)
d. Afasia (bicara tidak jekas,kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami
e.
f.
g.
h.
i.

ucapan)
Disartria (bicara pelo atau cadel)
Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia
Ataksia (trunkal atau anggota badan)
Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
Gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan mendadak, kesadaran

sering terganggu up and down, tanda rangsang meanings (+) pada PSA
Gejala klinis perdarahan intraserebri:
a. Sering pada usia dekade 5-8
b. Tidak ada gejala prodromal yang jelas
c. Kadang hanya berupa nyeri kepala hebat, mual, muntah
d. Sering terjadi waktu siang hari, waktu bergiat, emosi
e. Sering disertai kesadaran menurun
Gejala klinis perdarahan subarachnoid:
a. Sering pada usia dekade 3-5 dan 7
b. Gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan mendadak
c. Kesadaran sering terganggu up and down
d. Tanda rangsang menings (+)

VIII. Diagnosis
Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis
dan manajemen yang cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada
beberapa jam setelah onset serangan. Lebih dari 20% pasien akan
mengalami penurunan GCS > 2 poin sebelum tiba pada pelayanan
kesehatan gawat darurat dan penilaian awal pada ruang gawat darurat.
Apabila terjadi penurunan kesadaran sebanyak 6 poin pada pasien
prehospital, telah diketahui angka mortalitasnya > 75%.7

28

Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang


diderita adalah stroke infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke
iskemik atau perdarahan di pusat neurologis tidak sulit karena adanya CTScan, tetapi karena alat ini hanya dijumpai pada kota besar, maka
diagnosis harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis.7
a. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah
gejala dialami pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana
perjalanan gejala, faktor-faktor risiko yang ada pada pasien, berapa kali
serangan telah dialami oleh penderita. Apakah serangan disertai nyeri
kepala, mual dan muntah.7
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien
mengalami kesemutan separuh badan, gangguan penglihatan, apakah
terjadi penurunan intelektualitas, dan riwayat pemakaian obat
sebelumnya. Riwayat trauma juga perlu ditanyakan.7
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan
umum meliputi kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas.
Pemeriksaan kepala dan leher (cedera kepala akibat jatuh saat kejang,
bruit karotis, dan tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif).7
Pemeriksaan

neurologis

dan skala stroke. Pemeriksaan

neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak,


sistem motorik, sikap dan cara jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan
fungsi kognitif. Skala stroke yang digunakan adalah NIHSS (National
Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi (tekanan darah sistolik di
atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke hemoragik. Tekanan
darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan neurologis dini.
Hal yang sama juga berlaku pada demam.7
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status
mental lebih sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini

29

disebabkan karena peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus


dapat juga terjadi karena darah pada ruang subarakhnoid.7
Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang
terlibat. Apabila terkena pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut
dapat terjadi: 8
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, bervariasi mulai dari nyeri kepala ringan sampai
gangguan neurologis. Perdarahan serebri pada onset awal dapat
menimbulkan kejang.
Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik8

Gejala
Permulaan
Waktu serangan
Peringatan sebelumnya
Nyeri kepala
Muntah
Kejang-kejang
Kesadaran menurun
Bradikardi
Perdarahan di retina
Papiledema
Kaku
kuduk,
Kernig,
Brudzinki
Ptosis
Lokasi

Stroke Hemoragik
Sangat akut
Aktif
++
++
++
++
+++ (dari hari I)
++
+
++

Stroke Iskemik
Subakut
Bangun pagi
++
+/+ (terjadi hari ke 4)
-

++
Subkortikal

Kortikal/subkortikal

Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid8

Gejala
Nyeri kepala
Kaku kuduk
Kernig
Gangguan n III, IV
Kelumpuhan
Cairan serebrospinal
Hipertensi

c.

Perdarahan Intraserebral
++
+
+
+ (bila besar)
Biasanya hemiplegi
Eritrosit > 1000
++

Pemeriksaan Penunjang

30

Perdarahan Subarakhnoid
+++
+++
+++
+++
Hemiparesis
Eritrosit > 25000
-

Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah,


tekanan darah sistolik > 220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan
kesadaran, dan onset secara tiba-tiba diasumsikan merupakan stroke
hemoragik.39 Untuk membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab
gangguan neurologis yang lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang
merupakan gold standard adalah CT-Scan atau MRI.8
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk
mengetahui apakah perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam
setelah onset. CT-Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi,
ukuran infark atau perdarahan, apakah perdarahan dapat menyebar ke
ruang intraventrikular, serta membantu perencanaan operasi. Di antara
pasien yang diperiksa head CT dalam 3 jam setelah onset ICH, 28-38%
mengalami ekspansi hematoma. Ekspansi hematom diketahui merupakan
perburukan klinis dan peningkatan morbiditas dan mortalitas.8
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam
beberapa saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum
terlihat. Sedangkan pemeriksaan MRI pada perdarahan intraserebral baru
dapat terdeteksi setelah beberapa jam pertama perdarahan. Pemeriksaan ini
rumit serta memerlukan waktu lama sehingga kurang digunakan pada
stroke perdarahan akut.8
Angiografi dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada
perdarahan intraserebral non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis.
Untuk mencari kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai
penyebab perdarahan intraserebral.8
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap,
elektrolit, kadar ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang
tinggi berhubungan dengan adanya ekspansi hematom. Kadar glukosa
yang tinggi juga menunjukkan adanya ekspansi hematoma dan prognosis
yang lebih buruk.8
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan
hematologi yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia.
Selain itu, kadar gula darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM.
Tingginya kadar gula darah berkaitan dengan angka kecacatan dan
31

kematian. Kadar gula darah diperiksa juga untuk menyingkirkan


hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik menyerupai stroke.8
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum
yang berkaitan dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita
stroke dengan peningkatan tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti
jumlah trombosit, waktu protrombin, dan tromboplastin (aPTT) diperlukan
untuk pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik.8
Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik
dan aritmia jantung atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi
jantung. Foto toraks digunakan untuk menilai besar jantung ataupun
adanya edema paru.8,9
Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes
faal hati, saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol
dalam

darah,

pungsi

lumbal

(apabila

dugaan

kuat

perdarahan

subarakhnoid, tetapi gambaran CT scan normal), elektroensefalografi


(terutama pada paralisis Todd).8
Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan,
jika sarana tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring
Siriraj Stroke Score9

32

Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X


sakit kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) (3 X ateroma) 12 .Apabila
skor yang didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan
apabila didapatkan skor 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.

ALGORITMA STROKE GAJAHMADA

33

IX. Penatalaksanaan

34

Setelah evaluasi dan diagnosis pasien, terapi yang dilakukan di ruang


gawat darurat adalah:10
1. Stabilisasi jalan napas
a. Pemantauan terhadap status neurologis, tanda vital, dan saturasi
oksigen dalam 72 jam pertama pada pasien dengan defisit neurologis
yang nyata.
b. Pemberian oksigen pada keadaan saturasi oksigen < 95%. Oksigen
diberikan 2 liter/menit.
c. Perbaiki jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran.
d. Intubasi ETT (Endotracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasen hipoksia (pO 2 < 60 mmHg atau pCO2 >
50 mmHg), yang berisiko terjadi aspirasi atau syok.
2. Stabilisasi Hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid. Hindari pemberian cairan
hipotonik seperti dekstrosa.
b. Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) untuk
memantau kecukupan cairan. Tekanan dijaga 5-12 mmHg.
c. Optimalisasi tekanan darah
d. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obatan vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg.
e. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal.
3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari pertama setelah serangan stroke.
b. Monitor TIK harus dilakukan pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadran karena penurunan TIK.
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg.
c. Penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan TIK:
- Tinggikan posisi kepala 20-30o
- Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
- Hindari hipertermia

35

Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi sebagai berikut:
o Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama > 20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L.
o Kalau perlu, furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB/iv
Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi dapat
mengurangi naiknya TIK dengan mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking

ventilator.
Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema
otak dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dan dapat

diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.


4. Apabila kejang, dapat diberikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg
dan diikuti pemberian fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, rawat di
ICU.
5. Pada stroke perdarahan intraserebral, pemberian antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila
kejang tidak dijumpai selama pengobatan.
6. Pengendalian suhu tubuh:
a. Setiap pasien demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
b. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5-38,5oC.
c. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan (trakea, darah, urin) dan diberikan antibiotik.
Penatalaksanaan pada ruang rawat inap.
1. Cairan diberikan cairan isotonis seperti 0,9% salin untk menjaga euvolemi
dengan kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran, nutrisi diberikan
melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, komposisi kalori 25-30 kkal/kg/hari, dengan
komposisi:
i. Karbohidrat 30-40% dari total kalori

36

ii. Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat diberikan lebih


tinggi 35-55%)
iii. Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein 1,42,0 g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal < 0,8
g/kgBB/hari).
3. Pencegahan dan Komplikasi
a. Mobilisasi untuk mencegah komplikasi subakut malnutrisi,
pneumonia, trombosis vena dalam, emboli, dekubitus perlu
dilakukan
b. Berikan antibiotika sesuai indikasi.
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi
4. Penatalaksanaan medis lain
a. Pemantauan kadar glukosa darah diperlukan. Hiperglikemia (KGD
> 180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin.
Hipoglikemia berat (<50mg/dL) harus diobati dengan dekstrosa
40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi
c. Berikan H2 antagonis sesuai indikasi
d. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan

lendir,

atau

memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.


e. Kandung kemih yg penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut10
Pada pasien dengan stroke perdarahan intraserebral akut, apabila
TDS > 200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg,
tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi secara kontiniu
dengan pemantauan TD setiap 5 menit.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan
tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral 60 mmHg.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah
diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah

37

setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90
mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg
masih diperbolehkan. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan
TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS
140 mmHg cukup aman.
Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan
tekanan darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral. Pemakaian
obat antihipertensi parenteral yang dianjurkan adalah golongan penyekat
beta (labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena.
Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah
harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi
serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA
serta

perdarahan

ulang.

Untuk

mencegah

terjadinya

perdarahan

subarakhnoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subarakhnoid akut,


tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS
160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah
resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung
pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan
komorbiditas kardiovaskular.
Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai
panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran
fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan
akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek
neuroprotektif dari nimodipin. Tindakan bedah

(ligasi, embolisasi,

ekstirpasi, maupun gamma knife) dianjurkan jika penyebabnya adalah


aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation,
AVM).
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan
hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang
mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard
akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target

38

penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90
mmHg dalam 6 jam pertama. Bahkan, sebuah review sistematik dan
beberapa penelitian multisenter di China menunjukkan tekanan darah
sistolik di atas 140 sampai 150 mmHg dalam 12 jam ICH meningkatkan
risiko sebanyak dua kali terhadap kematian.
Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil
yang efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin
sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3
hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan
dalam penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in Acute Stroke).10
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian
dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
X.

Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma
tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam
pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama
dari disabilitas permanen.(11,12)

XI. Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih

39

tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari
volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya
juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah
dalam ventrikel meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan peradarahan
intraserbral juga memiliki outcome fungsonal yang buruk dan tingkat
mortalitas yang tinggi.10
XII.

Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya
hidup dan mengatasi berbagai risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat
maupun kelompok risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke.
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:(1,2,3)
a. Mengatur pola makan yang sehat
b. Melakukan olah raga yang teratur
c. Menghentikan rokok
d. Menghindari minum penyalahgunaan obat
e. Memelihara berat badan yang layak
f. Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
g. Penanganan dan beristirahat yang cukup
h. Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
i.

Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah

pengendalian risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian


risiko yang dapat dimodifikasiseperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya. (1,2,3)

40

KESIMPULAN
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal atau global akibat dan gejala-gejala yang
berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Stroke hemoragik

adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular

intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan kedalam ruang


subaraknoid atau langsung kedalam jaringan otak. Stroke hemoragik dapat dibagi
menjadi 2 subtipe, yaitu perdarahan intraserebral (PIS) yaitu terjadi perdarahan
langsung kejaringan otak atau disebut juga sebagai perdarahan parenkim otak, dan
perdarahan subarakhnoid (antara arachnoid dan piamater).
Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia
di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia,
makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan stroke.
Penanganan gawat darurat pada stroke hemoragik adalah evaluasi cepat
dan diagnosis, Terapi umum (suportif), Stabilisasi jalan napas dan pernapasan,
Stabilisasi hemodinamik/sirkulasi, Pemeriksaan awal fisik umum, Pengendalian
peninggian TIK, Penanganan transformasi hemoragik, Pengendalian kejang,
Pengendalian suhu tubuh.
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup
dan mengatasi berbagai risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke.

DAFTAR PUSTAKA
41

1. Mardjono, M dkk. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian Rakyat.2008


2. Gofir, A. Manajemen Stroke. Yogyakarta. Pustaka Cendekia Press.2009
3. Misbach, Yusuf. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Jakarta.kelompok studi stroke PERDOSSI.2011
4. Baehr, M dkk. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta. Buku
kedokteran. 2010
5. Kumar, dkk. Buku Ajar Patologi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.2007
6. Price, A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta.2006
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
8. Sidharta, P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta. Dian
Rakyat. 2008
9. Nasissi, D. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.

Diakses

pada

26

September 2016.
10. Sjahrir dkk. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003.Ropper AH, Brown
RH.Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.Major
Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw
Hill: New York.2005

42

Anda mungkin juga menyukai