PENDAHULUAN
Sebagian besar fraktur pada usia lanjut disebabkan karena kecelakaan di dalam
rumah. Cedera ini sering terjadi akibat jatuh karena ada tekanan dari lantai saat jatuh
merupakan sebagian dari penyebab fraktur. Diantaranya berbagai fraktur yang terjadi pada
usia lanjut terjadi, salah satunya adalah fraktur pada colum femur. Kejadian pada wanita 3
kali lebih besar dibandingkan dengan pria karena wanita dengan osteoporosis merupakan
faktor presdiposisi yang utama.1
Fraktur collum femur pada usia lanjut terjadi karena proses penurunan tensil strength
pada stifnes jaringan kolagen yang menyebabkan instabilitas persendian, selain itu
berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan yang akan menyebabkan
kekuatan dan kekakuan tulang menurun.2 Hal ini merupakan salah satu penyebab pada lansia
mudah menjadi trauma yang menyebabkan patah tulang.
Fraktur pada collum femoris merupakan masalah kesehatan yang penting pada usia
lanjut dan sering kali merubah kehidupan seorang lanjut usia menjadi buruk. Fraktur neck
femur juga dilaporkan sebagai salah satu jenis fraktur dengan prognosis yang tidak
terlalu baik, disebabkan oleh anatomi neck femur itu sendiri, vaskularisasinya yang
cenderung ikut mengalami cedera pada cedera neck femur, serta letaknya yang
intrakapsuler menyebabkan gangguan pada proses penyembuhan tulang
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
Identitas Pasien
Nama
Ny. Rh
Umur
58 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Alamat
Agama
Islam
Pekerjaan
Masuk RS
09 Agustus 2016
No. CM
1.09.88.31
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada daerah kaki
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Bunda, Lhoksumawe dengan keluhan nyeri
pada kaki sebelah kiri sejak 5 minggu yang lalu. Keluhan ini disebabkan karena pasien
sebelumnya terjatuh di kamar mandi. Pada saat terjatuh, posisi tubuh menimpa kaki sebelah
kanan. Setelah terjatuh, pasien mengaku ia tidak bisa berjalan. Pasien tidak bisa berjalan
karena merasa nyeri dikaki sebelah kiri terutama saat pasien menggerakkannya. Nyeri hanya
dirasakan pada anggota gerak bawah bagian kiri. Nyeri dirasakan terus menerus. Keluhan
tidak membaik walaupun pasien beristirahat. Pasien mengaku dalam kondisi tersadar saat
terjatuh. Pasien mengaku tidak sempat pingsan. Pasien kemudian berobat ke tukang pijat
namun nyeri kakinya semakin berat.
Pemeriksaan fisik :
A. Primary Survey
Airway
: clear
Breathing
Circulation
Disability
: GCS = E4M6V5 = 15
B. Secondary Survey
Keadaan umum
Kesadaraan
: Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8 C
Status Generalis
Kepala
Mata
Mulut
Telinga
Hidung
Leher
Thorak
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Kulit
: turgor baik
C.
Status Orthopedi
Regio femoralis
Look
Feel
Move
Look :
Dekstra
Hematoma (-), swelling (-)
Perdarahan (-), jejas (-),
perdarahan (-)
Sinistra
Hematoma (-), swelling (-)
Perdarahan (-), jejas (-),
perdarahan (-), skin traksi
(+)
Nyeri tekan (+), hangat,
krepitasi sulit dinilai
Pulsasi :
1. a.poplitea : (+) reguler,
isi dan tegangan cukup
2. a. Tibialis posterior : (+)
reguler, isi dan tegangan
cukup.
3. a. Dorsalis pedis (+)
reguler, isi dan tegangan
cukup
Feel :
Move :
Articulatio coxae
Articulatio coxae
Exorotasi (+), endorotasi Pergerakan sendi terbatas
(+), abduksi (+), adduksi karena nyeri
(+), fleksi (+), ekstensi (+)
Articulatio genue :
Fleksi (+), ekstensi (+)
Articulatio genue:
Pergerakan sendi terbatas
karena nyeri
Jenis
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
LED
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Batang
Netrofil
Segmen
Limfosit
Monosit
SGOT
SGPT
Protein Total
Albumin
Globulin
Natrium
Kalium
Clorida
Kalsium (Ca)
Magnesium
Ureum
Kreatinin
KGDS
HbA1c
Hasil
Nilai Normal
09/08/2016
10,1
33
3,8
18/08/2016
9,8
33
3,7
6,9
12,0
360
322
87
27
31
14,5
9,5
7
0
89
27
30
14,4
9,6
3
0
2-6%
50-70%
47
83
20-40%
2-8%
<31 U/L
<34 U/L
6.4-8.3 U/L
3.5 - 5.2 g/dL
34
11
134
4,2
106
55
2,20
252
9,40
10
4
5,3
2,40
3,00
-
12,0-15,0gr/dl
37-47%
4,2-5,4 106/L
4,5-10,5
103/mm3
150400.103/mm3
80-100 fL
27-31 pg
32-36 %
11,5-14,5%
7,2-11,1 fL
<15mm/jam
0-6%
0-2%
135-145 mmol/L
3.5- 4.5 mmol/L
90-110 mmol/L
8,6-10,3 mmol/L
1,6-2,6 mmol/L
13-43 mg/dl
0.51-0.95 mg/dl
<200 mg/dl
<6,5 %
IV.
22/08/2016
10,7
36
4,0
8,2
335
88
27
30
14,6
10,0
2
1
0
69
17
11
-
RESUME
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Bunda, Lhoksumawe dengan keluhan nyeri
pada kaki sebelah kiri sejak 5 minggu yang lalu. Keluhan ini disebabkan karena pasien
8
sebelumnya terjatuh di kamar mandi. Pada saat terjatuh, posisi tubuh menimpa kaki sebelah
kanan. Setelah terjatuh, pasien mengaku ia tidak bisa berjalan. Pasien mengaku dalam kondisi
tersadar saat terjatuh. Pasien mengaku tidak sempat pingsan.
Pemeriksaan fisik
Abdomen soepel, datar, jejas (-) , nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien
tidak teraba membesar. Regio femoralis: Look: skin trash (+), jejas (-), perdarahan (-).
Feel : nyeri tekan (+) Move: ROM terbatas karena nyeri
Pemeriksaan penunjang :
VI.
DIAGNOSIS
VII.
PENATALAKSANAAN
VIII. PROGNOSIS
-
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
IX.
10
HASIL
NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
-
Hemoglobin
11,1
14,0-17,0 g/dl
Hematokrit
33
45-55 %
Leukosit
17,6
4,5-10,5.103/mm3
Trombosit
531
150-450.103/mm3
Eritrosit
4,0
4,7-6,1.106/mm3
HEMOSTASIS
-
Waktu perdarahan
2 menit
1-7 menit
Waktu Pembekuan
7 menit
5-15 menit
KIMIA KLINIK
Fungsi ginjal
-
Ureum darah
Creatinin darah
44
13-43 mg/dl
0,90
0,67-1,17 mg/dl
110
Elektrolit
-
Natrium
137
135-145 mmol/l
Kalium
4,5
3,5-5,5 mmol/l
Klorida
101
90-110 mmol/l
HEMATOLOGI
-
Hemoglobin
10,8
14,0-17,0 g/dl
Hematokrit
33
45-55 %
Leukosit
17,6
4,5-10,5.103/mm3
Trombosit
521
150-450.103/mm3
Eritrosit
3,9
4,7-6,1.106/mm3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Anatomi Fem
3.2
Definisi
12
Fraktur kolum femur adalah fraktur intrakapsuler yang terjadi di femur proksimal
pada daerah yang berawal dari distal permukaan artikuler caput femur hingga
berakhir di proksimal daerah intertrokanter
13
iii.
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi kolum femur menurut anatomis dapat dibagi tiga. Fraktur kolum
femur terbagi menjadi tiga tipe yaitu subkapital, trans atau mid-servikal, dan
basicervikal. Tipe yang paling sering adalah subkapital pada pasien lanjut usia
dan basicervikal pada pasien dewasa muda.
Klasifikasi fraktur femur menurut Garden berdasarkan pengerasanfraktur
dapat dibagi menjadi empat derajat yaitu :
Derajat 1 : Fraktur inkomplit impaksi kolum femur.
Derajat 2 : Fraktur komplit tidak bergeser.
14
15
3.3
Mekanisme Trauma
Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat
yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam keadaan
fleksi dan rotasi.
3.5
Manifestasi Klinis
Biasanya terdapat riwayat jatuh, yang diikuti nyeri pinggul. Tungkai pasien terletak pada
rotasi lateral, dan terlihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan tungkai kanan.
Jarak antara trochanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek, karena
trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial. Namun, tidak semua
fraktur nampak demikian jelas. Pada fraktur yang terimpaksi pasien mungkin masih dapat
berjalan; dan pasien yang sangat lemah atau cacat mental mungkin tidak mengeluh sekalipun
mengalami fraktur bilateral
16
3.6
Tatalaksana
Life saving dan life limb adalah tindakan prioritas utama pada penderita trauma
multipel, mungkin keadaan pasien tidak menguntungkan untuk dilakukan pembiusan
tapi demi kehidupan penderita tindakan operasi tetapi dijalankan demi life saving
seperti perdarahan intra abdominal massive karena ruptur lien dan sebagainya.
Tindakan pembebasan jalan nafas seperti yang diterangkan sebelumnya perlu
dilakukan terhadap gangguan jalan nafas. Demikian juga penanganan sok karena
perdarahan dengan mengontrol perdarahan secara balut menekan dan resusitasi cairan
kristalloid maupun tranfusi.
Setelah tindakan life saving dan life limb diatasi, tindakan awal untuk
menangani fraktur dapat dilakukan. Tindakan awal yang dapat dilakukan adalah
dengan memberikan pembidaian sementara untuk imobilisasi fraktur, selain itu dapat
mengurangi rasa nyeri dan mengurangi perdarahan. Adanya deformitas yang hebat
perlu dikoreksi secara perlahan-lahan dengan menarik bagian distal secara lembut.
Pada fraktur femur terbuka, perlu dilakukan debridement dan irigasi cairan fisiologis
kemudian luka ditutup dengan kasa steril untuk kemudian dilakukan pemeriksaan foto
rongent.
1. Terapi konservatif
Terapi konservatif fraktur femur antara lain meliputi tindakan imobilisasi
dengan bidai eksterna tanpa reduksi dan reduksi tertutup dan imobilisasi dengan
fiksasi kutaneus. Tindakan ini biasanya dilakukan jika fraktur terjadi pada daerah
proksimal, suprakondilar, dan corpus femoris dengan menggunakan, Buck
Extension, Weber Extensionsapparat, Well-leg traction, atau traksi 90/90 femoral.
a. Imobilisasi dengan bidai eksterna
Indikasi: fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan seperti
fraktur femur.
b. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips
Indikasi: diperlukan manipulasi pada fraktur displaced dan diharapkan dapat direduksi
dengan cara tertutup dan dipertahankan.
c. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Indikasi: bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan,
mencegah tindakan operatif, terdapat angulasi, overriding, dan rotasi yang beresiko
menimbulkan penyembuhan tulang abnormal, fraktur yang tidak stabil pada tulang
panjang dan vertebra servikalis, fraktur femur pada anak mupun dewasa9 .
18
Terdapat empat jenis traksi kontinu yaitu traksi kulit, traksi menetap, traksi tulang serta
traksi berimbang dan traksi sliding.
2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Metode ini merupakan metode operatif dengan cara membuka daerah fraktur dan
fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung menggunakan metode
AO.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna: diperlukan fiksasi rigid misalnya pada
fraktur collum femur, fraktur terbuka, fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi
dengan baik, eksisi fragmen yang kecil, fraktur epifisis, dan fraktur multipel pada
tungkai atas dan bawah.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna: fraktur terbuka grade II dan II, fraktur
dengan infeksi, fraktur yang miskin jaringan ikat, fraktur tungkai bawah pada penderita
diabetes melitus.
3. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis
Protesis merupakan alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan
bagian tulang yang nekrosis. Biasanya digunakan pada fraktur collum femur dan
sendi siku pada orang tua yang terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau
nonunion
4. Terapi Operatif
Terapi operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal, maupun karena
kondisi tertentu, misalnya pada fraktur terbuka, fraktur multipel, adanya
interposisi jaringan di antara fragmen, fraktur pada collum femoris yang
membutuhkan fiksasi yang rigit dan beresiko terjadinya nekrosis avaskuler, dan
adanya kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi
yang cepat, misalnya fraktur femur pada lansia.
Untuk kasus-kasus tertentu, misalnya pada fraktur collum femoris pada
orang tua karena terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen, maupun non union,
dilakukan pemasangan protesis, yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk
menggantikan jaringan tulang yang nekrosis.
19
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari ilustrasi kasus diatas, berdasarkan dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang didapatkan serta disesuaikan dengan teori yang ada, maka
mengarah pada suatu diagnosis yaitu fraktur pelvis.
Fraktur pelvis
Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan berupa : nyeri di daerah panggul yang terjadi
setelah tertimpa beban tembk. Nyeri panggung dirasakan terutama saat menggerakkan
panggulnya. Tedapat memar pada panggul pasien. Keluhan ini sesuai dengan teori yang
1
2
3
4
5
6
7
20
Farktur pelvis
Dari hasil pemeriksaan penunjang tersebut gambarannya menyerupai gambaran
Stabilisasi fraktur panggul, misalnya traksi skeletal, pelvic sling, spika panggul.
Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat, traksi,
dan pelvic sling.
-Fraktur yang tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi.
21
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi dengan instabilitas hemodinamik ada diantara
cedera traumatik yang paling berat. Pengobatan dan penilaian terkoordinasi yang efisien
penting untuk memastikan kesempatan terbaik untuk bertahan hidup. Evaluasi hemodinamik
dan pengenalan pola fraktur merupakan langkah pertama dalam manajemen. berkekuatantinggi rangkaian besar. Perdarahan sehubungan fraktur pelvis menuntut evaluasi yang efisien
dan intervensi yang cepat. Evaluasi dan perawatan pasien dengan fraktur pelvis
membutuhkan sebuah pendekatan multidisiplin.
Karena trauma multipel biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur pelvis, hipotensi
yang terjadi belum tentu berasal dari fraktur pelvis yang terjadi. Walaupun demikian, pada
pasien fraktur pelvis yang meninggal, perdarahan pelvis terjadi pada 50% pasien yang
meninggal. Pasien dengan fraktur pelvis mempunyai 4 daerah potensial perdarahan hebat,
yaitu : (6)
1.
2.
3.
4.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Sathy AK, Starr AJ, Smith WR, Elliott A, Agudelo J, Reinert CM. The effect of pelvic
fracture on mortality after trauma: an analysis of 63,000 trauma patients. J Bone Joint Surg
Am. Dec 2009;91(12):2803-10.
2. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa, Liliana
Sugiharto; editor edisi bahasa indonesia, Huriawati Hartanto. Ed.6. Jakarta: EGC, 2006.
3. Crawford
Mechem.
Fracture
pelvic.
Di
unduh
dari
http://www.emedicine.com/orthoped/Fracture-Pelvic.html.
4. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone. Makassar: 2007.
Hal: 424-428.
5. Fracture of the Pelvis. Di unduh dari http:// www. American Academy of Orthopaedic
Surgeons/fracture pelvic.html.
6. Schwartz, AK et. al. Pelvic trauma in Trauma, Volume 1: Emergency Resuscitation,
Perioperative, Anesthesia, Surgical Management and Trauma, William C Wilson et. al,
Chapter 28, Page 533-550, Informa, healthcare, USA, 2007
7. Flint, Lewis et. al. Special Interdisciplinary Problem: Pelvic Fracture in Trauma
contemporary Principles and therapy, Chapter 45, page 524-536, Lippincot William and
Wilkins, 2008.
8. Jackson Lee Pelvic fractures and general surgeon in Trauma Management by Demetrios
Demetriades, Chapter 43, Page 450-457, Landes Bioscience, 2000
23