Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Sebagian besar fraktur pada usia lanjut disebabkan karena kecelakaan di dalam
rumah. Cedera ini sering terjadi akibat jatuh karena ada tekanan dari lantai saat jatuh
merupakan sebagian dari penyebab fraktur. Diantaranya berbagai fraktur yang terjadi pada
usia lanjut terjadi, salah satunya adalah fraktur pada colum femur. Kejadian pada wanita 3
kali lebih besar dibandingkan dengan pria karena wanita dengan osteoporosis merupakan
faktor presdiposisi yang utama.1
Fraktur collum femur pada usia lanjut terjadi karena proses penurunan tensil strength
pada stifnes jaringan kolagen yang menyebabkan instabilitas persendian, selain itu
berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan yang akan menyebabkan
kekuatan dan kekakuan tulang menurun.2 Hal ini merupakan salah satu penyebab pada lansia
mudah menjadi trauma yang menyebabkan patah tulang.
Fraktur pada collum femoris merupakan masalah kesehatan yang penting pada usia
lanjut dan sering kali merubah kehidupan seorang lanjut usia menjadi buruk. Fraktur neck
femur juga dilaporkan sebagai salah satu jenis fraktur dengan prognosis yang tidak
terlalu baik, disebabkan oleh anatomi neck femur itu sendiri, vaskularisasinya yang
cenderung ikut mengalami cedera pada cedera neck femur, serta letaknya yang
intrakapsuler menyebabkan gangguan pada proses penyembuhan tulang

Ada dua metode penanganan fraktur leher femur, yaitu konservatif


dan operatif. Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa
muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yangakurat dan stabil dan diperlukan
mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat
dilakukan, yaitu pemasangan pin,pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang
dilakukan pada penderita umur diatas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti,
dan artroplasti total.

BAB II
LAPORAN KASUS

I.

Identitas Pasien
Nama

Ny. Rh

Umur

58 tahun

Jenis Kelamin

Perempuan

Alamat

Peukan Baro , Pidie

Agama

Islam

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

Masuk RS

09 Agustus 2016

No. CM

1.09.88.31

II. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada daerah kaki
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Bunda, Lhoksumawe dengan keluhan nyeri
pada kaki sebelah kiri sejak 5 minggu yang lalu. Keluhan ini disebabkan karena pasien
sebelumnya terjatuh di kamar mandi. Pada saat terjatuh, posisi tubuh menimpa kaki sebelah
kanan. Setelah terjatuh, pasien mengaku ia tidak bisa berjalan. Pasien tidak bisa berjalan
karena merasa nyeri dikaki sebelah kiri terutama saat pasien menggerakkannya. Nyeri hanya
dirasakan pada anggota gerak bawah bagian kiri. Nyeri dirasakan terus menerus. Keluhan
tidak membaik walaupun pasien beristirahat. Pasien mengaku dalam kondisi tersadar saat
terjatuh. Pasien mengaku tidak sempat pingsan. Pasien kemudian berobat ke tukang pijat
namun nyeri kakinya semakin berat.

Riwayat Penyakit Dahulu


. Riwayat sakit seperti ini sebelumnya tidak ada, riwayat patah tulang tidak ada.
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien
III.

Pemeriksaan fisik :

A. Primary Survey
Airway

: clear

Breathing

: spontan, pernafasan 20 x/menit

Circulation

: baik, nadi 84 x/menit, tekanan darah 120/70 mmHg, CRT< 2

Disability

: GCS = E4M6V5 = 15

B. Secondary Survey
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaraan

: Compos mentis

Tanda vital
Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,8 C

Status Generalis
Kepala

: normochepali, rambut putih, lurus, distribusi


merata, jejas (-)

Mata

: conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL


+/+, RCTL +/+, pupil bulat isokor, diameter
3 mm/3 mm

Mulut

: Mukosa kering (-), oral hygiene baik


3

Telinga

: normotia, serumen +/+, sekret -/-, othore (-/-)

Hidung

:normosepta, sekret -/-, tidak ada nafas cuping hidung, rhinore


(-/-)

Leher

: pembesaran kelenjar KGB (-), kelenjar tiroid


tidak teraba membesar, jejas (-), deviasi trakhea (-)

Thorak
Pulmo

Inspeksi

: Simetris saat statis maupun dinamis

Palpasi

: Vocal fremitus kiri dan


kanan sama

Perkusi

: Sonor pada paru kiri dan kanan

Auskultasi

: Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/- wheezing -/-

Jantung

Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba pada ICS V 1 jari medial linea


midklavikula sinistra

Perkusi

: Batas jantung kiri ICS V 1 jari medial linea Midklavikula


Sinistra. Batas jantung kanan di linea sternalis dextra

Auskultasi

Abdomen

: Bunyi jantung I > II reguler, murmur (-),gallop (-)

Inspeksi

: Datar, distensi (-), jejas (-)

Palpasi

: Dinding abdomen soepel, turgor baik, nyeri tekan(-) ,


hepar dan limpa tidak teraba membesar.

Perkusi

: Timpani pada seluruh abdomen, shifting dullness (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat pada keempat ekstremitas, edema (-)

Kulit

: turgor baik

C.

Status Orthopedi
Regio femoralis

Look

: Hematoma (-), swelling (-)


Perdarahan (-), jejas (-), tampak skin traksi

Feel

: Nyeri tekan (+)

Move

: ROM terbatas karena nyeri

Look :

Dekstra
Hematoma (-), swelling (-)
Perdarahan (-), jejas (-),
perdarahan (-)

Sinistra
Hematoma (-), swelling (-)
Perdarahan (-), jejas (-),
perdarahan (-), skin traksi
(+)
Nyeri tekan (+), hangat,
krepitasi sulit dinilai
Pulsasi :
1. a.poplitea : (+) reguler,
isi dan tegangan cukup
2. a. Tibialis posterior : (+)
reguler, isi dan tegangan
cukup.
3. a. Dorsalis pedis (+)
reguler, isi dan tegangan
cukup

Feel :

Nyeri tekan (-), hangat,


krepitasi (-)
Pulsasi :
1. a.poplitea : (+) reguler,
isi dan tegangan cukup
2. a. Tibialis posterior : (+)
reguler, isi dan tegangan
cukup.
3. a. Dorsalis pedis (+)
reguler, isi dan tegangan
cukup

Move :

Articulatio coxae
Articulatio coxae
Exorotasi (+), endorotasi Pergerakan sendi terbatas
(+), abduksi (+), adduksi karena nyeri
(+), fleksi (+), ekstensi (+)
Articulatio genue :
Fleksi (+), ekstensi (+)

Articulatio genue:
Pergerakan sendi terbatas
karena nyeri

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Foto Pelvic AP

Gambar 1. Foto Pelvis AP


6

Gambar 2 skin traksi

B. Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 6 April 2016 22.30 Wib


7

Jenis
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
LED
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Batang
Netrofil
Segmen
Limfosit
Monosit
SGOT
SGPT
Protein Total
Albumin
Globulin
Natrium
Kalium
Clorida
Kalsium (Ca)
Magnesium
Ureum
Kreatinin
KGDS
HbA1c

Hasil
Nilai Normal
09/08/2016
10,1
33
3,8

18/08/2016
9,8
33
3,7

6,9

12,0

360

322

87
27
31
14,5
9,5
7
0

89
27
30
14,4
9,6
3
0

2-6%

50-70%

47

83

20-40%
2-8%
<31 U/L
<34 U/L
6.4-8.3 U/L
3.5 - 5.2 g/dL

34
11
134
4,2
106
55
2,20
252
9,40

10
4
5,3
2,40
3,00
-

12,0-15,0gr/dl
37-47%
4,2-5,4 106/L
4,5-10,5
103/mm3
150400.103/mm3
80-100 fL
27-31 pg
32-36 %
11,5-14,5%
7,2-11,1 fL
<15mm/jam
0-6%
0-2%

135-145 mmol/L
3.5- 4.5 mmol/L
90-110 mmol/L
8,6-10,3 mmol/L
1,6-2,6 mmol/L
13-43 mg/dl
0.51-0.95 mg/dl
<200 mg/dl
<6,5 %

IV.

22/08/2016
10,7
36
4,0
8,2
335
88
27
30
14,6
10,0
2
1
0
69
17
11
-

RESUME

Pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Bunda, Lhoksumawe dengan keluhan nyeri
pada kaki sebelah kiri sejak 5 minggu yang lalu. Keluhan ini disebabkan karena pasien
8

sebelumnya terjatuh di kamar mandi. Pada saat terjatuh, posisi tubuh menimpa kaki sebelah
kanan. Setelah terjatuh, pasien mengaku ia tidak bisa berjalan. Pasien mengaku dalam kondisi
tersadar saat terjatuh. Pasien mengaku tidak sempat pingsan.
Pemeriksaan fisik
Abdomen soepel, datar, jejas (-) , nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien
tidak teraba membesar. Regio femoralis: Look: skin trash (+), jejas (-), perdarahan (-).
Feel : nyeri tekan (+) Move: ROM terbatas karena nyeri
Pemeriksaan penunjang :

Kesimpulan hasil pemeriksaan foto pelvic AP:


Tampak frakture pada coloum femur sinistra
Kesimpulan hasil pemeriksaan laboratorium :
Kesan leukositosis + anemia

VI.

DIAGNOSIS

- Close frakture coloum femur sinistra

VII.

PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 20 gtt/ menit


- Inj. Novalgin 1 gr / 8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Pemasangan kateter urin
- Pasang skin traksi
-

Persiapan operasi THR

VIII. PROGNOSIS
-

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

IX.

Keadaan Pasien Post ORIF

10

Gambar 5. Foto Pelvis AP post ORIF


Kesan : tampak terpasang internal fiksasi di ramus pubis superior kanan dan kiri kedudukan
baik, celah simpisis pubis baik
Hasil laboratorium post koreksi 12/4/2016
PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
-

Hemoglobin

11,1

14,0-17,0 g/dl

Hematokrit

33

45-55 %

Leukosit

17,6

4,5-10,5.103/mm3

Trombosit

531

150-450.103/mm3

Eritrosit

4,0

4,7-6,1.106/mm3

HEMOSTASIS
-

Waktu perdarahan

2 menit

1-7 menit

Waktu Pembekuan

7 menit

5-15 menit

KIMIA KLINIK
Fungsi ginjal
-

Ureum darah

Creatinin darah

44

Gula darah sewaktu

13-43 mg/dl

0,90

0,67-1,17 mg/dl

110

< 200 mg/dl

Elektrolit
-

Natrium

137

135-145 mmol/l

Kalium

4,5

3,5-5,5 mmol/l

Klorida

101

90-110 mmol/l

Laboratorium post operasi ORIF 14/4/2016


11

HEMATOLOGI
-

Hemoglobin

10,8

14,0-17,0 g/dl

Hematokrit

33

45-55 %

Leukosit

17,6

4,5-10,5.103/mm3

Trombosit

521

150-450.103/mm3

Eritrosit

3,9

4,7-6,1.106/mm3

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Anatomi Fem

3.2

Definisi

Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang


yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa

12

Fraktur kolum femur adalah fraktur intrakapsuler yang terjadi di femur proksimal
pada daerah yang berawal dari distal permukaan artikuler caput femur hingga
berakhir di proksimal daerah intertrokanter

Gambar 3.1 Fraktur colum femur


3.3 Etiologi

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma


tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara
langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan
pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak
langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga
yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
i.
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya
ii.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur
dan menyebabkan fraktur klavikula.

13

iii.

Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari


otot yang kuat
b.Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
1. Tumor tulang (jinak atau ganas) :
pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2. Infeksi seperti osteomielitis :
dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai
salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3. Rakhitis:
suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

3.3 Klasifikasi
Klasifikasi kolum femur menurut anatomis dapat dibagi tiga. Fraktur kolum
femur terbagi menjadi tiga tipe yaitu subkapital, trans atau mid-servikal, dan
basicervikal. Tipe yang paling sering adalah subkapital pada pasien lanjut usia
dan basicervikal pada pasien dewasa muda.
Klasifikasi fraktur femur menurut Garden berdasarkan pengerasanfraktur
dapat dibagi menjadi empat derajat yaitu :
Derajat 1 : Fraktur inkomplit impaksi kolum femur.
Derajat 2 : Fraktur komplit tidak bergeser.

Derajat 3 : Fraktur komplit dengan pergeseran moderat.


Derajat 4 : Fraktur bergeser total.

14

Staging Garden fraktur kolum femur subkapital adalah :


1. Stage I : imkomplit (abduksi atau impaksi). Sudut trabekula medial antara kaput femur dan
kolum femur > 180 derajat.
2. Stage II : komplit tampa pergeseran. Sudut trabekula medial antara kaput femur dan kolum
femur 180 derajat
3. Stage III: komplit dengan pergeseran parsial. Trabekula medial kaput femur tidak segaris
dengan trabekula pelvis.
4. Stage IV : komplit, pergeseran total. Trabekula medial kaput segaris dengan trabekula pelvis

Klasifikasi menurut Pauwel


Tipe I : fraktur dengan garis fraktur 30
Tipe II : fraktur dengan garis fraktur 50
Tipe III : fraktur dengan garis fraktur 70

15

3.3

Mekanisme Trauma

Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat
yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam keadaan
fleksi dan rotasi.

3.5

Manifestasi Klinis

Biasanya terdapat riwayat jatuh, yang diikuti nyeri pinggul. Tungkai pasien terletak pada
rotasi lateral, dan terlihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan tungkai kanan.
Jarak antara trochanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek, karena
trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial. Namun, tidak semua
fraktur nampak demikian jelas. Pada fraktur yang terimpaksi pasien mungkin masih dapat
berjalan; dan pasien yang sangat lemah atau cacat mental mungkin tidak mengeluh sekalipun
mengalami fraktur bilateral

16

3.6

Tatalaksana

Terdapat empat prinsip dalam penanganan fraktur, yaitu:2,5,9


1. Recognition, dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis,
pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokalisasi
fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
2. Reduction, reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah alignment dan
aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak minimal 50% dan overriding
<0,5 inchi pada fraktur femur.
3. Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin traction merupakan
pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter umum9.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.
Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan
pengembalian (restoration) fungsi sehingga penderita dapat kembali pada pekerjaan
atau kegiatan seperti semula. Tujuan ini tidak selalu tercapai secara utuh yang
diharapkan dan setiap tindakan untuk mencapai hal tersebut mempunyai resiko
komplikasi. Sebagai contoh operasi pemasangan fiksasi dalam maka resiko terjadi
infeksi dan lain sebagainya dapat terjadi. Oleh karena itu banyak variasi terjadi pada
pengobatan fraktur akibat perbedaan interpretasi terhadap kondisi penderita.
Energi yang menimbulkan fraktur selalu menyebabkan kerusakan jaringan
lunak di sekitar fraktur. Tujuan utama dalam pengobatan kerusakan jaringan Iunak
tersebut berhubungan erat dengan pengobatan fraktur itu sendiri yang dimulai dengan
realignment pada fraktur yang mengalami pergeseran dan imobilisasi. Mengurangi
edema seperti fastiotomi pada sindrom kompartemen guna meningkatkan perfusi ke
jaringan yang mengalami kerusakan sehingga metabolisme sel tersebut aktif kembali.
Perlu diketahui bahwa edema tersebut akan berdampak pengurangan bahkan tidak ada
sama sekali distribusi oksigen dan material-material nutrisi ke jaringan bagian distal
lesi tersebut Oleh karena itu pengobatan kerusakan jaringan Iunak merupakan
tindakan awal dan proses penyambungan tulang.
Opsi terapi untuk fraktur femur sangat bergantung terhadap keparahan dari
cidera yang terjadi. Namun. secara garis besar terdapat dua jenis kategori terapi yaitu
terapi konservatif/non operatif dan terapi operatif
17

Life saving dan life limb adalah tindakan prioritas utama pada penderita trauma
multipel, mungkin keadaan pasien tidak menguntungkan untuk dilakukan pembiusan
tapi demi kehidupan penderita tindakan operasi tetapi dijalankan demi life saving
seperti perdarahan intra abdominal massive karena ruptur lien dan sebagainya.
Tindakan pembebasan jalan nafas seperti yang diterangkan sebelumnya perlu
dilakukan terhadap gangguan jalan nafas. Demikian juga penanganan sok karena
perdarahan dengan mengontrol perdarahan secara balut menekan dan resusitasi cairan
kristalloid maupun tranfusi.
Setelah tindakan life saving dan life limb diatasi, tindakan awal untuk
menangani fraktur dapat dilakukan. Tindakan awal yang dapat dilakukan adalah
dengan memberikan pembidaian sementara untuk imobilisasi fraktur, selain itu dapat
mengurangi rasa nyeri dan mengurangi perdarahan. Adanya deformitas yang hebat
perlu dikoreksi secara perlahan-lahan dengan menarik bagian distal secara lembut.
Pada fraktur femur terbuka, perlu dilakukan debridement dan irigasi cairan fisiologis
kemudian luka ditutup dengan kasa steril untuk kemudian dilakukan pemeriksaan foto
rongent.
1. Terapi konservatif
Terapi konservatif fraktur femur antara lain meliputi tindakan imobilisasi
dengan bidai eksterna tanpa reduksi dan reduksi tertutup dan imobilisasi dengan
fiksasi kutaneus. Tindakan ini biasanya dilakukan jika fraktur terjadi pada daerah
proksimal, suprakondilar, dan corpus femoris dengan menggunakan, Buck
Extension, Weber Extensionsapparat, Well-leg traction, atau traksi 90/90 femoral.
a. Imobilisasi dengan bidai eksterna
Indikasi: fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan seperti
fraktur femur.
b. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips
Indikasi: diperlukan manipulasi pada fraktur displaced dan diharapkan dapat direduksi
dengan cara tertutup dan dipertahankan.
c. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Indikasi: bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan,
mencegah tindakan operatif, terdapat angulasi, overriding, dan rotasi yang beresiko
menimbulkan penyembuhan tulang abnormal, fraktur yang tidak stabil pada tulang
panjang dan vertebra servikalis, fraktur femur pada anak mupun dewasa9 .
18

Terdapat empat jenis traksi kontinu yaitu traksi kulit, traksi menetap, traksi tulang serta
traksi berimbang dan traksi sliding.
2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Metode ini merupakan metode operatif dengan cara membuka daerah fraktur dan
fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung menggunakan metode
AO.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna: diperlukan fiksasi rigid misalnya pada
fraktur collum femur, fraktur terbuka, fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi
dengan baik, eksisi fragmen yang kecil, fraktur epifisis, dan fraktur multipel pada
tungkai atas dan bawah.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna: fraktur terbuka grade II dan II, fraktur
dengan infeksi, fraktur yang miskin jaringan ikat, fraktur tungkai bawah pada penderita
diabetes melitus.
3. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis
Protesis merupakan alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan
bagian tulang yang nekrosis. Biasanya digunakan pada fraktur collum femur dan
sendi siku pada orang tua yang terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau
nonunion
4. Terapi Operatif
Terapi operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal, maupun karena
kondisi tertentu, misalnya pada fraktur terbuka, fraktur multipel, adanya
interposisi jaringan di antara fragmen, fraktur pada collum femoris yang
membutuhkan fiksasi yang rigit dan beresiko terjadinya nekrosis avaskuler, dan
adanya kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi
yang cepat, misalnya fraktur femur pada lansia.
Untuk kasus-kasus tertentu, misalnya pada fraktur collum femoris pada
orang tua karena terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen, maupun non union,
dilakukan pemasangan protesis, yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk
menggantikan jaringan tulang yang nekrosis.

19

BAB IV
ANALISA KASUS
Dari ilustrasi kasus diatas, berdasarkan dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang didapatkan serta disesuaikan dengan teori yang ada, maka
mengarah pada suatu diagnosis yaitu fraktur pelvis.
Fraktur pelvis
Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan berupa : nyeri di daerah panggul yang terjadi
setelah tertimpa beban tembk. Nyeri panggung dirasakan terutama saat menggerakkan
panggulnya. Tedapat memar pada panggul pasien. Keluhan ini sesuai dengan teori yang
1

2
3
4
5
6
7

mengarah ke keadaan fraktur pelvis, antara lain : (4)


Nyeri
Pembengkakan
Deformitas
Perdarahan subkutan sekitar panggul
Hematuria
Perdarahan yang berasal dari vagina, urethra, dan rectal
Syok
Pada pemeriksaan di Regio pelvis : Look : jejas (+), Feel : nyeri tekan (+), Move :
ROM terbatas karena nyeri. Tanda dan gejala di atas sesuai dengan teori yang mengarah
ke fraktur pelvis, antara lain : nyeri (+), ROM terbatas, deformitas (+), ketidakstabilan
cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan simfisis pubis.

20

Untuk menegakkan diagnosis pada pasien ini dilakukan pemeriksaan rontgen


regio pelvis.
Kesimpulan :

Farktur pelvis
Dari hasil pemeriksaan penunjang tersebut gambarannya menyerupai gambaran

klasifiksai fraktur pelvis tidak stabil berdasarkan klasifikasi TILE.


Melihat dari data keseluruhan yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, maka diagnosis fraktur pelvis dapat ditegakan dan berdasarkan
teori yang telah dijelaskan diatas, maka fraktur pelvis pada pasien ini di klasifikasikan
kedalam klasifikasi fraktur pelvis tidak stabil.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini antara lain :
- O2 2 l/menit kanul nasal
- IVFD RL 20 gtt/ menit
- Inj. Ketorolac 3% / 8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam
- Pemasangan kateter urin
- Pasang pelvic bandage
- Rencana Tranfusi PRC
Selain terapi pada kasus diatas, tatalaksana fraktur pelvis secara umum dapat
disimpulkan antara lain : (4)
-Tindakan operatif bila ditemukan adanya kerusakan alat-alat dalam rongga panggul.

Stabilisasi fraktur panggul, misalnya traksi skeletal, pelvic sling, spika panggul.
Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat, traksi,
dan pelvic sling.

-Fraktur yang tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi.

21

BAB V
KESIMPULAN
Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi dengan instabilitas hemodinamik ada diantara
cedera traumatik yang paling berat. Pengobatan dan penilaian terkoordinasi yang efisien
penting untuk memastikan kesempatan terbaik untuk bertahan hidup. Evaluasi hemodinamik
dan pengenalan pola fraktur merupakan langkah pertama dalam manajemen. berkekuatantinggi rangkaian besar. Perdarahan sehubungan fraktur pelvis menuntut evaluasi yang efisien
dan intervensi yang cepat. Evaluasi dan perawatan pasien dengan fraktur pelvis
membutuhkan sebuah pendekatan multidisiplin.
Karena trauma multipel biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur pelvis, hipotensi
yang terjadi belum tentu berasal dari fraktur pelvis yang terjadi. Walaupun demikian, pada
pasien fraktur pelvis yang meninggal, perdarahan pelvis terjadi pada 50% pasien yang
meninggal. Pasien dengan fraktur pelvis mempunyai 4 daerah potensial perdarahan hebat,
yaitu : (6)
1.

Permukaan tulang yang fraktur

2.

Trauma pada arteri di pelvis

3.

Trauma pada plexus venosus pelvis

4.

Sumber dari luar pelvis

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Sathy AK, Starr AJ, Smith WR, Elliott A, Agudelo J, Reinert CM. The effect of pelvic
fracture on mortality after trauma: an analysis of 63,000 trauma patients. J Bone Joint Surg
Am. Dec 2009;91(12):2803-10.
2. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa, Liliana
Sugiharto; editor edisi bahasa indonesia, Huriawati Hartanto. Ed.6. Jakarta: EGC, 2006.
3. Crawford

Mechem.

Fracture

pelvic.

Di

unduh

dari

http://www.emedicine.com/orthoped/Fracture-Pelvic.html.
4. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone. Makassar: 2007.
Hal: 424-428.
5. Fracture of the Pelvis. Di unduh dari http:// www. American Academy of Orthopaedic
Surgeons/fracture pelvic.html.
6. Schwartz, AK et. al. Pelvic trauma in Trauma, Volume 1: Emergency Resuscitation,
Perioperative, Anesthesia, Surgical Management and Trauma, William C Wilson et. al,
Chapter 28, Page 533-550, Informa, healthcare, USA, 2007
7. Flint, Lewis et. al. Special Interdisciplinary Problem: Pelvic Fracture in Trauma
contemporary Principles and therapy, Chapter 45, page 524-536, Lippincot William and
Wilkins, 2008.
8. Jackson Lee Pelvic fractures and general surgeon in Trauma Management by Demetrios
Demetriades, Chapter 43, Page 450-457, Landes Bioscience, 2000

23

Anda mungkin juga menyukai