METODE PENELITIAN
2.1.
Metode Penelitian
Pemetaan geologi ini dilakukan dengan metode penelitian geologi
Geomorfologi
Dalam pembuatan peta geomorfologi digunakan analisa geomorfologi
yang dibagi menjadi beberapa sub-bab, meliputi satuan bentang alam dan
Page 1
klasifikasinya, pola pengaliran, genetik sungai, dan stadia daerah. Hal ini akan di
jelaskan secara lebih jauh sebagai berikut :
2.1.1.1 Satuan Bentang Alam
Pembagian satuan geomorfologi pada daerah penelitian, mengacu pada
klasifikasi van Zuidam & van ZuidamCancelado (1979) dan van Zuidam (1983),
yang berdasarkan pada aspek morfoarrangement, morfometri dan morfogenesa
serta pengamatan lapangan. Dasar pembagian satuan geomorfologi tersebut
berdasarkan :
a) Morfoarrangement merupakan pembagian kenampakan morfologi
yang didasarkan pada pola kontur.
b) Morfometri merupakan pembagian kenampakan geomorfologi yang
didasarkan pada perhitungan kelerengan yang meliputi beda tinggi dan
sudut lereng (slope).
c) Morfogenesa merupakan pembagian kenampakan geomorfologi
berdasarkan genesanya di lapangan.
Konsep dan klasifikasi yang akan di pakai diantaranya pembagian
geomorfologi daerah penelitian mengacu pada geomorfologi regional daerah
penelitian (van Bemmelen, 1949), konsep klasifikasi relief berdasarkan sudut
lereng dan beda tinggi (van Zuidam dan van Zuidam - Cancelado, 1979) (Tabel
2.1.) dan klasifikasi unit geomorfologi bentukan (van Zuidam, 1983) (Tabel 2.2.
dan Tabel 2.3) yang berdasarkan aspek - aspek geomorfologi yaitu morfografi,
morfometri dan morfogenesis.
Page 2
No
Kemiringan
Lereng ( % )
Beda Tinggi
(m)
Topografi dataran
02
<5
37
5 50
8 13
25 75
14 20
50 200
21 55
200 500
56 140
500 1000
Topografi pegunungan
> 140
> 1000
Tabel 2.1. Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (van Zuidam
dan van Zuidam dan Cancelado, 1979).
Tabel 2.2. Klasifikasi unit geomorfologi bentukan oleh proses denudasional (D),
(van Zuidam, 1983 ).
Kode
Unit
Karakteristik Umum
D1
bergelombang
kuat),
perajangan lemah menengah
D2
D3
Perbukitan dan
pegunungan
denudasional
D4
D5
Dataran (peneplains)
D6
Dataran yang
terangakat /dataran tinggi
(upwarped
peneplains/plateaus )
Kaki lereng (foot slopes)
D8
Piedmonts
D9
Gawir (scarps )
D10
D11
D12
D7
Tabel 2.3. Klasifikasi unit geomorfologi bentukan asal oleh proses fluvial (F), (van
Zuidam, 1983).
Kode
Unit
Karakteristik Umum
F1
River beds
F2
Lakes
Tubuh air.
F3
Flood plains
F4
F5
F6
Fluvial terraces
Page 4
F7
F8
Page 5
Page 6
10.
Gambar 2.1. Jenis - jenis pola aliran sungai menurut Howard (1967, dalam
Thornbury, 1969).
2.1.1.3 Proses Geomorfologi
Untuk menentukan stadia geomorfologi suatu daerah, maka sangat penting
memperhatikan berbagai aspek seperti proses pelarutan, denudasional dan stadia
sungai yang telah terbentuk. Penentuan stadia daerah pada dasarnya untuk
mengetahui proses - proses geologi yang telah berlangsung pada daerah tersebut.
Proses tersebut bisa berupa proses endogen (sesar, lipatan, intrusi, magmatisme )
dan proses eksogen (erosi, pelapukan, transportasi). Stadia daerah penelitian
dikontrol oleh litologi, struktur geologi dan proses geomorfologi. Perkembangan
stadia daerah pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh morfologi daerah
telah berubah dari morfologi aslinya.
Page 7
a) Stadia Sungai
Stadia sungai dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : tingkat
erosi, baik erosi vertikal maupun erosi horizontal, jenis batuannya, kemiringan
lereng, kedalaman, iklim, aktivitas organisme dan waktu. Menurut Thornbury
(1969), tingkat stadia sungai dapat dibagi menjadi tiga stadia yaitu stadia muda,
dewasa dan tua. Stadia muda dicirikan dengan sungai sangat aktif dan erosi
berlangsung cepat, erosi vertikal lebih besar daripada erosi lateral, lembah
berbentuk V, tidak terdapat dataran banjir, gradien sungai curam, ditandai dengan
adanya jeram dan air terjun, arus sungai deras, bentuk sungai relatif lurus. Stadia
dewasa, dicirikan oleh kecepatan aliran berkurang, gradien sungai sedang, dataran
banjir mulai terbentuk, mulai terbentuk meander sungai, erosi kesamping lebih
kuat dibanding erosi vertikal pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling
besar. Stadia tua, dicirikan oleh kecepatan aliran makin berkurang, pelebaran
lembah lebih kuat dibanding pendalaman sungai, dataran banjir lebih lebar
dibanding sabuk meander, lembah berbentuk U, tanggul alam lebih umum
dijumpai daripada ketika sungai bertingkat dewasa.
b) Stadia Daerah
Untuk menentukan stadia geomorfologi suatu daerah, maka sangat erat
hubungannya dengan proses pelarutan, denudasional dan stadia sungai yang telah
terbentuk. Stadia erosi juga akan menentukan stadia geomorfologi suatu daerah.
Hal ini semua dapat ditafsirkan dari ciri - ciri morfologi, sub satuan geomorfologi,
pola aliran sungai dan ciri - ciri yang lainnya.
Menurut Lobeck (1939), stadia daerah dibagi menjadi tiga dan mempunyai
ciri tersendiri (Gambar 2.2) dan (Gambar 2.3) , yaitu stadia muda, stadia dewasa
Page 8
dan stadia tua. Stadia muda dicirikan oleh dataran yang masih tinggi dengan
lembah sungai yang relatif curam dimana erosi vertikal lebih dominan, gradien
sungai besar, arus sungai deras, lembah berbentuk V, terkadang dijumpai air terjun
dan danau, kondisi geologi masih orisinil atau umumnya belum mengalami proses
deformasi. Stadia dewasa akan dicirikan oleh lembah sungai yang membesar dan
dalam dari sebelumnya, reliefnya menjadi lebih curam, gradien sungai sedang,
aliran sungai berkelok-kelok, terdapat meander, umumnya tidak dijumpai air
terjun maupun danau, erosi vertikal berimbang dengan erosi lateral, lembahnya
berbentuk U. Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, aliran sungai tidak
berpola, sungai berkelok dan menghasilkan endapan di kanan kiri sungai,
terbentuk pulau-pulau tapal kuda, arus sungai tidak kuat dan litologi relatif
seragam. Urutan proses mulai dari stadia muda sampai stadia tua dapat kembali
berulang menjadi seperti stadia muda lagi apabila terjadi peremajaan ulang
(rejuvenation)
Proses peremajaan ulang (rejuvenation) terbentuk apabila pada daerah
yang sudah mengalami stadia tua terjadi suatu proses epirogenesis atau
orogenesis, maka daerah dengan stadia tua tersebut terangkat kembali. Daerah
yang terangkat ini akan tersayat lagi oleh proses eksogenik maupun oleh
sungai-sungai yang mengalir di daerah tersebut. yang mengakibatkan perubahan
bentukan stadia morfologi menjadi stadia muda dengan tingkat erosi daerah muda.
Page 9
Gambar 2.3. Stadia daerah menurut Lobeck, 1939 (dalam Srijono dkk, 2011)
Page 10
peta
geologi
menggunakan
metode
pengelompokan
kemudian
disebandingkan
dengan
stratigrafi
regional.
Pembagian
Page 11
menghasilkan
suatu
pola
memberikan pola singkapan yang berbeda meskipun dalam lapisan dengan tebal
dan dip yang sama. Hukum V digunakan untuk mengetahui pola penyebaran dari
singkapan sehingga memudahkan untuk mendeterminasi kearah mana kira-kira
singkapan berlanjut. Hukum tersebut sebagai berikut :
Page 12
Page 13
dengan cara interpolasi berdasarkan data yang diperoleh peneliti dan ekstrapolasi
yang berdasarkan data peneliti terdahulu.
Pembuatan peta geologi menggunakan metode pengelompokan penyebaran
batuan hasil pemetaan geologi didaerah penelitian, berdasarkan ciri litologi yang
dominan yang dapat dikenali dilapangan. Metode pengelompokan batuan hasil
pemetaan geologi di daerah penelitian dilakukan berdasarkan konsep
litostratigrafi (tidak resmi).
2.1.3 Geologi Struktur
Analisis struktur geologi diawali dengan analisis pemerian unsur-unsur
struktur yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan jenis, kedududukan dan
orientasi sekaligus dimensi dari unsur struktur yang ada. Tujuan dari analisis
struktur adalah untuk memahami tektonik daerah penelitian. Hasil pengukuran
kedududukan lapisan batuan dan beberapa indikasi lapisan struktur, dapat
dianalisis untuk diketahui adanya struktur geologi, baik struktur mayor maupun
minor sebagai hasil dari proses geologi yang bekerja, model (Moody and Hill,
1956). Model ini pada dasarnya membagi patahan menjadi beberapa orde.
(Gambar 2.5).
Page 14
Page 15
Tahapan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam suatu sistem alur penelitian
yang meliputi Input, Proses dan Hasil (Gambar 2.8). Alur penelitian ini secara
umum di bagi menjadi dua tahap yang terdiri dari Tugas Akhir I dan Tugas Akhir
II. Tugas Akhir 1 meliputi Input yang terdiri dari pendahuluan (studi pustaka,
penyiapan peta dasar dan perijinan) dan reconnaissance (pengenalan medan dan
mengetahui keadaan singkapan), proses terdiri dari pengurusan surat izin ke
Pemda Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Purbalingga, kemudian melakukan
digitasi peta, survei awal, perhitungan morfometri, interpretasi awal daerah
penelitian dan penyusunan laporan Tugas Akhir I, selanjutnya akan mendapatkan
hasil berupa peta lokasi pengamatan, peta geomorfologi tentatif, peta geologi
tentatif dan laporan Tugas Akhir I.
Tahapan selanjutnya yaitu Tugas Akhir II terdiri dari input berupa
pemetaan rinci (perapatan data lapangan, pengukuran unsur - unsur struktur
geologi dan pengambilan contoh batuan), pekerjaan studio (identifikasi data
geomorfologi, stratigrafi dan data struktur geologi) dan pekerjaan laboratorium
(preparasi fosil dan sayatan tipis). Proses dari Tugas Akhir II ini meliputi
penelitian mengenai kondisi geologi rinci, sortasi lokasi pengamatan, analisis
geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi, pengukuran ketebalan dan
perhitungan volume komposisi batuan, pengelompokan satuan batuan, analisis
fosil dan petrografi serta penyusunan laporan Tugas Akhir II. Setelah melakukan
Page 16
proses - proses tersebut akan menghasilkan zona kisaran/umur, nama batuan, peta
lokasi pengamatan, peta geomorfologi, dan peta geologi, beserta laporan Tugas
Akhir II. Setelah semua tahap terlaksana, selanjutnya akan dipresentasikan pada
saat kolokium dan pandadaran di hadapan dosen penguji.
Page 18
3. Re - Mapping atau pemetaan oleh peneliti untuk melengkapi data yang masih
kurang atau yang disarankan pembimbing.
2.2.3. Penelitian Studio dan Laboratorium
Tahapan penelitian studio dan laboratorium ini meliputi tahapan setelah
pengambilan data lapangan. Tahapan meliputi pengelolahan data berupa bentang
alam, kelerengan, erosi, contoh batuan dan data struktur geologi yang ada di
lapangan telah terkumpul dan memenuhi syarat untuk kemudian dilakukan
analisis petrografi, mikropaleontologi, morfologi dan analisis struktur geologi,
untuk menunjang analisis data yang diperoleh secara langsung dari lapangan
daerah penelitian.
2.2.4. Penyusunan Laporan Tugas Akhir
Page 19
Peta Rupabumi Digital Indonesia lembar Manyaran 1408 323 (Selatan) dan Eromoko 1408 - 321 (Utara).
2.
3.
Kompas geologi
4.
5.
Palu geologi
6.
7.
8.
Roll meter
Page 20
9.
Kamera
10.
11.
12.
Jas hujan.
Page 21