Anda di halaman 1dari 2

SALAHKAH AKU INGIN SEKOLAH ?

Mas/mbak salahkah aku ingin sekolah? Bukankah kata UUD semua orang berhak
mendapatkan pendidikan?. Mas/mbak aku tau orang tuaku miskin, namun Salahkah aku
mengeluh biaya pendidikan yang begitu tinggi dan minta dispensasi?. Dikampung bapakmamaku kerja keras mas/mbak dari pagi sampai sore dan kau tau buat apa? buat anaknya
sekolah. Namun kini kau datang memakiku, kau bilang buat apa aku sekolah kalau gak punya
uang?. Aku ga baper mas/mbak, aku ga sakit hati, tapi aku kecewa sama kalian. aku ingin
memakimu, betapa dangkalnya otakmu sebagi orang terdidik. Ternyata sebagai orang
sekolahan kau begitu dangkal berpikir, bukankah di sekolah kau diajarkan berprilaku adil dan
bijak. Bukankah pendidikan itu untuk memanusiakan manusia, karena hari ini manusia
hidupnya saling menindih seperti yang kau lakukan atau exploitation ill home par home kata
Soekarno. Bukankah pendidikan itu lahir sebagai leambaga pembebasan manusia dan kau
yang terdidik itulah yang akan membebaskan aku, orang tuaku dan semua kaum tertindas itu
dari belenggu penindasan. Ataukah kau salah di didik disekolah?
Mas/mbak mungkin orang tuamu pejabat, pengusaha atau tuan tanah, yang punya
tanah dimana-mana, tempat dimana ribuan petani menggantungkan hidupnya, termasuk
bapak ibuku. Tapi kau tau gak mas/mbak, bapak ibuku selalu bayar pajak yang terus naik tiap
tahunnya. Kau tau siapa yang atur kenaikan pajaknya, ya siapa lagi kalau bukan pejabatpejabat itu. dengan bermacam alasannya, negara defisit, utang negara banyak, pengen bangun
industrilah, infrastukturlah dan lain-lain, demi kemajuan katanya. Tapi kau tau mas/mbak
orang-tuaku ga pernah ngeluh, mereka bilang ga apa-apa nak, ini demi kebaikan negara,
demi kebaikan kita jugak, walau kadang itu mencekik apalagi kalau musim paceklik. Namun
apa mbak/mas, orangtuaku ga pernah menikmati kemajuan itu, mereka tak sekolah, otak
mereka gak kepake di industri maju. mereka cuman jadi penonton hadirnya mobil mewah,
perusahaan besar, bisa makek HP untuk hubungin yang jauh sekolah disini. Di kampungku
sekarang banyak gedung-gedung baru mas/mbak, mereka berdiri diatas tanah kami, yang
kemaren diklaim sebagai tanah negara dengan kekuatan represifitas militer, atas alasan tanah
kami tak bersertifikat. Kini mereka Cuma punya sepetak sawah, hasilnyapun tak seberapa
dibandingkan harga pupuk yang terus naik, dan dengan terpaksa bekerja di tanah si tuan tanah
kaya dengan sistem bagi hasil yang tak seimbang, atau bekerja jadi tukang sapu dirumahrumah korporat atau birokrat dengan gaji yang tak seberapa. Mereka bekerja keras mas/mbak,
namun mereka tetap miskin, sementara pejabat dan korporat makin kaya atas keringat yang
mereka perah dari orangtuaku. Dan kini aku bertanya mas/mbak salahkah orangtua-ku
miskin? Salahkah aku menginkan pendidikan yang tinggi untuk mengubah nasib?
Biar mbak mas ngrti juga yak, pasca industri masuk, banyak tanah orang-tua kawanku
juga ikut terampas maupun dijual karena harga yang menggiurkan. Maklum kami orang desa,
kaget melihat uang yang begitu banyak, bak hujan duren turun dari langit. Ketika tanah
hilang ataupun sedikit tersisa, terpaksa mereka berhijah ke industri jadi buruh pabrik
rendahan dengan upah rendah pulak. Coba mas/mbak bayangkan semisal, ada bapak
kawanku kerja dipabrik sepatu merek terkenal yang harganya 1.500.000/buah, sehari si buruh
ini dalam waktu kerja normal 8 jam, bisa memproduksi 10 sepatu. Dalam sebulan berarti
pendapatan kotor perusahaan 300x1.500.000= 450.000.000 juta. Sementara si buruh cumak

digaji 1.500.000 padahal Keriteria hidup layak ditempatku itu 2.000.000, coba mbak/mas
bayangkan betapa besarnya keuntungan perusahaan, dan itu baru satu buruh, Bagaimana
perihal kalau dia pekerjakan 1000 buruh. Sementara buruhnya digaji dibawah upah layak,
dibanding berapa banyak keringat yang dicuri dari mereka. Belum lagi di dalam pabrik
kadang mereka direpresi, diperlakukan semena-mena. Mereka ditindas dan dimiskinkan, dan
sebagai kaum terdidik kau malah menyalahkan mereka sebagai pemalas dan bodoh. Dan kau
kini juga memakiku, menyuruhku tak usah sekolah karena aku miskin.
Sungguh malang nasibku kawan
Salahkah aku dan orang-tuaku menginginkan aku sekolah, demi merubah nasib?
Salahkah aku menuntut pendidikan murah atau setidaknya disepensasi?

Anda mungkin juga menyukai