Meningitis Bakteri
Dokter Pembimbing :
Dr. Marjanty Sp.S
Disusun oleh :
Muthiara Surya (1102011183)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Adapun maksud dan tujuan penulis
dalam menyusun referat ini adalah untuk memperluas ilmu kedokteran bidang penyakit
dalam dan juga memenuhi salah satu persyaratan dalam program kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Saraf di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto.
Referat yang berjudul Meningitis Bakteri / Meningitis Purulenta ini akan membahas
mengenai pengetahuan definisi dan epidemiologi dari meningitis bakteri, pendekatan
diagnostik dan pilihan intervensi yang dapat diambil dalam mengevaluasi penyakit meningitis
bakteri tersebut, baik dalam menunda progresivitas penyakit, menangani manifestasi
patologis yang muncul
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Marjanty Sp.S selaku pembimbing dari
penulis, yang telah banyak membantu dan memberikan arahan dalam penyelesaian referat ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian referat ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu, saran yang membangun sangat
diharapkan oleh penulis. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Selamat membaca
dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terima kasih,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis bakteri atau meningitis purulenta adalah meningitis yang bersifat akut
danmenghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakterispesifik maupun
virus.Meningitis Meningococcus merupakan
paling sering
terjadi.Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection
yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan
tenggorok
penderita.Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini.
Di Indonesia, kasus tersangka meningitis
purulenta
tahun,dengan etiologi Hib 16/100.000 dan bakteri lain 67/100.000, angka yang tinggi apabila
dibandingkan dengan negara maju.
Meningitis purulenta lebih sering terjadi
sistemkekebalan
meningitis
tubuh
belum
terbentuk
sempurna.
Puncak
insidensi
kasus
kurang dari 6 bulan,sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan.
Sekuele neurologis merupakan komplikasimeningitis purulenta yang paling
seringterjadi.Komplikasi
ini
Keterlambatandiagnosis
dan
mencapai
terapi,
sekitar
50%-65%
sertaberbagai
kendala
di
di
negaraberkembang.
negara
berkembang
dan
sebagian
menetap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Meningitis
adalah
infeksi
cairan
otak
disertai
radang
yang
purulenta
(dalam
sinonimnya
meningitis
piogenik
atau
meningitis
bakterial akut (non-TB).
Meningitis
sendiri
denganperadangan pada meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi
otak dansumsum tulang belakang yang terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater
yang dapat
disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi).
Meningitis purulenta adalah infeksi SSP pada meningen yang menyerang anak
(usia0-14 tahun) dengan penyebab utama bakteri non spesifik (Haemophilus influenzae
tipe B(Hib), Streptococcus pneumonia, N. Meningitidis, etc) yang ditandai dengan demam
denganawitan akut (>38,5C rektal atau 38C aksilar) disertai dengan satu atau lebih gejala
kakukuduk, penurunan kesadaran, dan tanda Kernig atau Brudzinski dengan kriteria
laboratoriumapabila biakan liquor cerebro spinalis (LCS) positif atau biakan negatif
namun jumlah sel>10/mm3, protein >0,6 g/l, perbandingan kadar glukosa dalam LCS dan
darah <0,5 danmorfologi sel PMN >60%.
4
2.2 Anatomi
Lapisan selaput otak meningens
Otak
dibungkus
oleh
selubung
mesodermal,
meninges.
Lapisan
luarnya
di
antara
lapisan-lapisan
dural),
dan
di
tempat
dimana
lapisan
membentang
2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanyaterpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupispatium
subarachnoideum
yang
menjadi
liquorcerebrospinalis,cavum
venosus
(granulationes/villiarachnoidea).
sekitar sinus sagitalissuperior
utama
yaitu
granulationes
pacchioni
lacunae
magna
diakibatkan
oleh
pelebaran-pelebaran
rongga
Dibawah cerebrum
terdapat rongga
yang
lebar di
antara
ke dua
lobus
temporalis
merupakan
selaput
jaringan
penyambung
yang
tipis
yang
pembuluh darahchoroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikelventrikel ini. Pia danependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan
membentuk tela choroidea ditempat itu.
Liquor Cerebrospinalis (LCS)
LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket pelindungdari air.
Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion, membawakeluar
metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pembuluh limfe) danmemberikanbeberapa
perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volumecairan
cerebrospinal). Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal
rata ratanya yang lebih penting :
LCS terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari spatium liquorcerebrospinalis
internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan antarakeduanya melalui dua
apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) danapetura medial dari ventrikel
keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa,volume cairan cerebrospinal total
dalam seluruh rongga secara normal 150 ml;bagian internal (ventricular) dari system
menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi
dan direabsorpsi setiap hari.
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;perubahan
yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Tekananmeningkat bila
terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor),volumedarah (pada
perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (padahydrocephalus) karena tengkorak
dewasa merupakan suatu kotak yang kaku daritulang yang tidak dapat menyesuaikan diri
terhadap penambahan volume tanpakenaikan tekanan.
2.3 Etiologi
Meningitis
yang
disebabkan
oleh
bakteri
berakibat
lebih
fatal
golongan neonatus palingbanyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria
monositogenes. Golonganumur
Influenzae, Meningococcus
disebabkan oleh
disebabkan
umur
oleh
5-20
H.
tahun
Meningitis
Meningococcus
IgM
dan
IgA (
IgG
dapat
di
transfer
melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di
transfer melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis
pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat kurangnya kemampuan
bakterisidal terhadap bakteri gram negatif
o Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin (gamma globulinemia atau
dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel
Bdan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis
o Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin
menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah
terjadinya infeksi
o Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya
infeksi
o Malnutrisi
2. Faktor Mikroorganisme :
Penyebab meningitis purulenta terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme
penyebab berhubungan erat dengan umur pasien.
o Neonatal :Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup
B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp
o 2 bulan sampai 4 tahun : Haemophillus influenzae type B disusul oleh
Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides
o 4 tahun ke atas : yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, neisseria
meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis purulenta adalah
kuman batang gram negative seperti proteus, aerobacter, enterobacter, klebsiella sp
dan seprata sp.
3.
Faktor Lingkungan
Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurangm pendidikan rendah dan sosial ekonomi
rendah memegang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada
tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya
vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi untuk terjadinya
leptospirosis.
2.3 Patofisiologi
Komponen
komponen
bakteri
dan
mediator
inflamasi
berperan
menembus
rintangan
darah
otak
melalui
merupakan media pertumbuhan yang baik bagibakteri karena mengandung kadar glukosa
yang tinggi. Segera setelah bakteri berada dalamcairan serebrospinal, maka bakteri
tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat olehkarena kurangnya pertahanan
humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan serebrospinalmelalui sistem ventrikel ke
seluruh ruang subaraknoid.
Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan
melepaskandinding sel atau komponen komponen membran sel(endotoksin, teichoic
acid) yangmenyebabkan
kerusakan
di
selaput
bawah,
sehingga
timbulmeningitis.Bakteri
Gramnegative
pada
waktu
lisis
11
Produk produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan makrofag
disusunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi mediator inflamasi
sepertiInterleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Mediator inflamasi berperan
dalamproses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial,yang selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran darah otak. Pada
meningitis bakterialdapat juga terjadi syndrome inappropriate antidiuretic hormone
(SIADH) diduga disebabkanoleh karena proses peradangan akan meningkatkan pelepasan
atau menyebabkan kebocoranvasopressin endogen sistem supraoptikohipofise meskipun
dalam keadaan hipoosmolar, danSIADH ini menyebabkan hipovolemia, oliguria dan
peningkatan osmolaritas urine meskipunosmolaritas serum menurun, sehingga timbul
gejala-gejala water intoxication yaitumengantuk, iritabel dan kejang.
Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah kaudal
danterjepit pada
serebral
dan
inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan gejala sisa.
Adanya gangguan aliran darah otak, peningkatan tekanan intrakranial dan kandungan air
di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati
toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan pH cairan serebrospial dan
asidosis jaringan yang disebabkan oleh metabolisme anaerob, keadaan ini menyebabkan
penggunaan glukosa meningkat dan berakibat timbulnya hipoglikorakia.
Ensefalopati pada meningitis purulenta dapat juga terjadi akibat hipoksia sistemik
dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis purulenta adalah peradangan
pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan-bahan toksis bakteri.
Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris, akibatnya
12
terjadu refleks kontraksi otot-otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit, sehingga timbul
tanda Kernig dan Brudzinski serta kaku kuduk. Manifestasi klinis lain yang timbul akibat
peradangan selaput otak adalah mual, muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit
kepala. Gejala-gejala tersebut juga dapat disebabkan karena peningkatan tekanan
intrakranial dan bila disertai dengan distorsi dari nerve roots, maka timbul hiperestasi dan
fotofobia.
Pada fase akut, bahan bahan toksis bakteri mula mula menimbulkan hiperemia
pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang subarakhnoid dan
selanjutnya merangsang timbulnya kongesti dan sel polimorfonuklear, serta merangsang
selpolimorfonuklear untuk
danselanjutnya memfagosit bakteri bakteri, sehingga terbentuk debris sel dan eksudat
dalamruang subaraknoid yang cepat meluas dan cenderung terkumpul didaerah
konveks otaktempat CSS diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii
serta sisternabasalis dan sekitar serebelum.
Pada
awal
infeksi,
eksudat
hampir
seluruhnya
terisi sel
PMN
yang
memfagosit bakteri, secara berangsur angsur sel PMN digantikan oleh sel limfosit,
monosit dan histiosityang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada saat ini terjadi
eksudasi fibrinogen. Dalamminggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel fibroblas yang berperan
dalam proses organisasieksudat, sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput otak
yang menyebabkan perlekatan perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah sisterna
basalis, maka akan menimbulkanhidrosefalus komunikan dan bila terjadi di aquaductus
Sylvii, foramen Luschka dan Magendimaka terjadi hidrosefalus obstruktif. Dalam waktu
48-72 jam pertama arteri subaraknoid jugamengalami pembengkakan, proliferasi sel
endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisanadventisia,
nekrosis
pada
dinding
arteri
yang
sehingga
timbul
fokus
Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan trombusdapat menyebabkan oklusi
total atau parsial pada lumen pembuluh darah, sehingga keadaantersebut menyebabkan
aliran darah otak menurun, dan dapat menyebabkan terjadinya infark.
Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi
ataudeserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa
haripertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol,
kejangmenetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama dirawat
denganpenyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal akan menyebakan
manifestasi sisayang menetap. Kejang fokal dan kejang yang berkepanjangan merupakan
13
petunjuk adanyagangguan pembuluh darah otak yang serius dan infark serebri, sedangkan
kejang yang timbulsebelum dirawat sering menyebakna gangguan pendengaran atau tuli
yang menetap. Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik
korteks serebri.Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau karena
hipoksia, invasi kumanakan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dang
gangguan fungsi motorikberupa paresis yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan jarang
timbul setelah minggu I-II;selain itu juga menimbulkan gangguan sensorik dan fungsi
intelek berupa retardasi mentaldan gangguan tingkah laku; gangguan fungsi intelek
merupakan akibat kerusakan otak karenaproses infeksinya, syok dan hipoksia. Kerusakan
langsung pada selaput otak dan vena diduramater atau arakhnoid yang berupa
trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan perluasaninfeksi araknoid menyebabkan
transudasi protein dengan berat molekul kecil ke dalam ruangsubaraknoid dan subdural
sehingga timbul efusi subdural yang menimbulkan manifestasineurologis fokal, demam
yang lama, kejang dan muntah.
Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood brain
barrier)menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS terganggu atau
hidrosefalusakan menyebabkan terjadinya edema interstitial.
Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi
danpenetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan
vaskulitis;kelainan saraf kranial pada meningitis purulenta disebabkan karena adanya
peradangan lokalpada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf cranial,
terutama saraf VI, IIIdan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis saraf kranial VI dan VII
merupakan akibatinfiltasi kuman ke selaput otak di basal otak, sehingga menimbulkan
kelainan batang otak.
Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradanga ke mastoid,
sehinggatimbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran tipe konduktif.
Kelain sarafkranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan kebutaan tetapi dapat juga
disebabkankarena infark yang luas di korteks serebri, sehingga terjadi buta
kortikal.
vena di korteks serebriakibat edema dan peradangan yang menyebabkan infark serebri,
dan adanya manifestasi inimerupakan petunjuk prognosis buruk, karena meninggalakan
manifestasi sisa dan retardasimental.
2.4 Manifestasi Klinis
14
gejala
infeksi
saluran
pernapasan
atas
(ISPA)
maupun
iritabilitas.
Gejala dan tanda meningitis purulenta berhubungan dengan penemuan tidak khas
tanda tanda infeksi sistemik dan iritasi menigeal. Gejala dan tanda yang tidak khas antara
lain demam, anoreksia, nafsu makan yang berkurang, sefalgia, gejala ISPA, mialgia,
atralgia, takikardia, hipotensia, dapat pula timbul kelainan kulit seperti pada
meningitis
Terdapat tanda rangsang meningeal seperti nuchal rigidity, nyeri punggung, kernig sign
dan brudzinski sign. Pada anak dengan usia yang lebih muda dari 12-18 bulan, tanda
kernig dan brudzinski tidak selalu tampak. Demam, pusing, dan rigiditas nuchal hanya
terdapat pada 40% orang dewasadengan meningitis
intra cranial
(TIK)
pot
ataugangguan elektrolit dapat muncul pada 20-30% pasien dengan meningitis. Kejang
yangmuncul dalam hari ke 1 sampai 4 biasanya memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkandengan kejang yang muncul sampai lebih dari hari ke-4 dan sulit ditangani.
2.5 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis menunjukkan keluhan utama seperti panas tinggi, nyeri kepala, dengan
atau tanpa penurunan kesadaran. Saat datang ke rumah sakit, kebanyakan pasien telah
mengalami meningitis selama 1 7 hari. Gejala yang dialami termasuk demam, konfusi,
muntah, nyeri kepala, serta kekakuan pada leher. Keluhan meningismus, letargi, malaise,
kejang, atau muntah proyektil karena peningkatan tekanan intrakranial tetapi keluhan ini
tidak sama pada satu penderita dengan yang lain (tidak khas). Anak umur kurang dari tiga
tahun belum dapat mengatakan nyeri kepala sedang pada bayi akan lebih susah lagi karena
hanya datang dengan keluhan demam, rewel, letargi, malas minum dan high-pitched cry.
Keluhan lain yang harus digali yaitu riwayat penyakit infeksi sebelumnya misalnya
keluhan diare, batuk-pilek, rinorrhea, otorrhea sebagai port of entry dari meningitis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik awal adalah Status present yaitu gangguan kesadaraan dapat berupa
hanya rewel sampai penurunan kesadaran yang dapat diukur sesuai dengan Glasgow
Coma Scale (GCS) pediatri. Pemeriksaan lingkar kepala dilakukan untuk menilai apakah
ada hidrosefalus atau peningkatan tekanan intra kranial. Anak kurang dari satu tahun
sering didapatkan ubun - ubun yang membonjol. Peningkatan tekanan intrakranial
menyebabkan papil edema pada pemeriksaan mata. Strabismus akibat penekanan pada
saraf abdusen dan dilatasi pupil yang tidak berespon terhadap cahaya terjadi karena
penekanan saraf okulomotorik. Bradikardi dan hipertensi arteri dapat terjadi karena
tekanan pada batang otak.
16
Tanda rangsang meningeal dapat diperiksa dengan antara lain pemeriksaan kaku
kuduk, tanda Kernig, tanda Brudzinski I dan Brudzinski II. Pemeriksaan kaku kuduk
(nuchal rigidity) dapat dilakukan dengan menekuk leher secara pasif. Pemeriksaan kaku
kuduk dikatakan positif bila terdapat tahanan sehinggga dagu tidak dapat menempel pada
dada. Tahanan juga terasa apabila leher diposisikan hiperektensi, diputar atau digerakkan
ke samping. Kaku kuduk dapat disertai dengan hiperekstensi tulang belakang, disebut
opistotonus. Tanda Kernig diperiksa pada penderita dalam posisi telentang, dilakukan
fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut. Tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap tungkai atas
dalam keadaan normal. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi di bawah umur enam
bulan. Tanda Brudzinski I (Brudzinski's Neck Sign) diperiksa dengan meletakkan satu
tangan pemeriksa di bawah kepala penderita dan tangan lainnya di dada penderita untuk
mencegah agar badan tidak terangkat. Kemudian kepala penderita difleksikan ke dada
secara pasif (tidak dipaksa). Rangsang meningeal dikatakan positif jika kedua tungkai
bawah fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut. Brudzinski II (Brudzinski's Contralateral
Leg Sign) diperiksa dengan cara fleksi tungkai penderita pada sendi panggul secara pasif.
Rangsang dikatakan positif bila terjadi fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi
lutut. Hasil akan tampak lebih jelas bila pada waktu fleksi panggul dan sendi lutut tungkai
lain dalam keadaan ekstensi.
17
Pemeriksaan Penunjang
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairancerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
PadaMeningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih
dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
Dapat dijumpai adanya defisit fokal dengan bukti peningkatan sel dari 250100.000sel/mm, tetapi biasanya 1000-10.000 sel/mm. Neutrofil mendominasi (85-95% dari
totalhitung jenis sel), tetapi peningkatan proporsi sel mononuklear ditemukan pada infeksi
yangberkepanjangan, khususnya pada meningitis yang diterapi tidak adekuat. Hitung sel
>50.000sel/mmmeningkatkan kemungkinan adanya abses otak yang rupture ke ventrikel.
Dapatdijumpai peningkatan jumlah total leukosit di cairan serebrospinal dalam 18-36 jam
setelahinisiasi terapi antibiotik.Konsentrasi glukosa cairan serebrospinal lebih rendah
dibandingkan dengan serum.Glukosa CSS normal antara 45-80 mg/dl pada pasien dengan
glukosa serum 70-120 mg/dl,atau sekitar 65% glukosa serum. Konsentrasi glukosa CSS di
bawah 40 mg/dl merupakankeadaan yang abnormal. Hiperglikemia meningkatkan konsentrasi
glukosa CSS dan keadaanini akan menyamarkan penurunan konsentrasi glukosa CSS.
Konsentrasi glukosa CSS olehkarena itu paling baik ditentukan dengan rasio glukosa
CSS:serum. Rasio glukosa CSS:serumnormal yaitu 0,6. Rasio glukosa CSS:serum kurang
dari atau sama dengan 0,4 merupakanprediktif tinggi terhadap meningitis purulenta.
18
Nilai normal konsentrasi protein di CSS sisterna dan ventrikular berkisar dari 1330mg/dl pada dewasa, dan dari 20-170 mg/dl pada neonatus. Peningkatan konsentrasi
proteinCSS biasanya dijumpai pada meningitis purulenta, tetapi konsentrasi protein CSS
akanmeningkat
pada
semua
proses
yang
merusak
sawar
darah
otak.
Ketika
punksi lumbalmenyebabkan trauma konsentrasi protein CSS akan meningkat 1 mg/dl untuk
setiap 1000eritrosit yang ada per kubik mm.
Peningkatan konsentrasi laktat pada meningitis purulenta pertama kali diketahui
padatahun 1925. Konsentrasi asam laktat CSS telah ditunjukkan penggunaan klinisnya
untukmembantu membedakan meningitis tuberculosis dan meningitis purulenta dengan
meningitisviral. Konsentrasi asam laktat hingga 35 mg/dl merupakan prediktif yang tinggi
terhadapadanya meningitis purulenta atau meningitis tuberkulosa.Dalam keadaan pleositosis
CSS, konsentrasi C-reactive protein (CRP) > 100 ng/mlberguna untuk mengidentifikasi
meningitis purulenta. CRP telah dilaporkanmemilikisensitivitas 100% dan spesivisitas 94%
dalam membedakan meningitis purulenta darimeningitis non-purulen pada bayi (4 minggu
atau lebih) dan anak-anak.
Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED),kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. Pada Meningitis Purulenta
didapatkanpeningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
19
ventrikulitis.
Ventrikulitis
merupakan
komplikasi
scan
dapat
menunjukkan
penyebab
infeksi
meningeal.
Hidrosefalus
obstruktifdapat terjadi dengan perubahan inflamasi kronik pada ruang subarakhnoid atau
pada kasusobstruksi ventricular. Defek struktur otorinologik, kongenital, dan kalvaria
pasca trauma jugadapat dievaluasi.
20
2.6 Komplikasi
Komplikasi dini dari meningitis purulenta dapat terjadi syok septik, termasuk DIC,
koma, kejang (30-40% pada anak), edema serebri, septic arthritis, efusi pericardial
atauanemia hemolitik. Sedangkan komplikasi lanjut dapat terjadi gangguan pendengaran
sampaituli, disfungsi saraf kranial, kejang multipel, paralisis fokal, efusi subdural,
hidrocephalus, defisit intelektual, ataksia, buta, waterhouse-friderichsen syndrome, dan
gangren periferal.
Kejang merupakan komplikasi yang penting dan sering terjadi hampir 1 dari 5
pasien.Insidens lebih tinggi pada usia kurang dari 1 tahun, mencapai 40%. Pasien
meninggal akibatdari iskemik yang difus pada susunan saraf pusat atau dari komplikasi
sistemik. Walaupundengan terapi antibiotik yang efektif, komplikasi neurologis tetap
terjadi pada 30% pasien.Edemaserebralseringterjadi
serebri,
sel
endotelial
bengkak,
proliferasi
ke
dalam
lumen
pada
system
ventrikel
primer
atau
sekunder
denganpenyebaran mikroorganisem dari ruang subaraknoid karena pasang surut CSS atau
migrasikuman yang bergerak. Komplikasi sering terjadi pada neonates, pernah dilaporkan
sampai92%
disertai
pada
bayi
dengan
meningitis
purulenta.
Apabila
ventrikulitis
tekanan
intracranial
yang
cepat
dan
dapat
pasien
meningitis
bakterial
kadang
disertai gangguan
cairan
dan
elektrolitdengan hipervolemia (edema), oliguria, gelisah, iritabel, dan kejang. Hal ini
disebabkan olehkarena SIADH, sekresi ADH berlebihan. Diagnosis ditegakkan dengan
menimbang ulangpasien, memeriksa elektrolit serum, mengukur volume dan osmolaritas
urin dan mengukurberat jenis urin. Pengobatan dengan restriksi pemberian cairan,
pemberian diuretic(furosemid). Pada pasien berat dapat diberikan sedikit natrium.
Kemungkinan adanya efusi subdural perlu dipikirkan apabila demam tetap ada
setelah72 jam pemberian antibiotic dan pengobatan suportif yang adekuat, ubun-ubun
besar tetepamembonjol, gambaran klinis meningitis tidak membaik, kejang fokal atau
umum, timbulkelainan neurologis fokal atau muntah-muntah. Diagnosis ditegakkan
dengan transiluminasikepala
atau
pencitraan. Transiluminasi
kepala
dinyatakan
positif bila daerah translusenasimetri, pada bayi berumur kurang dari 6 bulan daerah
trasnlusen melebihi 3cm, dan padabayi berumur 6 bulan atau lebih daerah trasnslusen
melebihi 2 cm. selanjutnya efusi subduralmempunyai 4 kemungkinan:a. kering sendiri,
bila
jumlahnya
sedikit; b.menetap
Dilakukan tap subduraltiap 2 hari (selang sehari) sampai kering. Kalau dalam 2 minggu
tidak kering dikonsulkan keBagian Bedah Saraf untuk dikeringkan. Kalau lebih
dari 2 minggu tidak kering akanterbentuk membrane yang berasal dari fibrin dan
dapat menghalangi pertumbuhan otak.Membrane akan membentuk neovaskular yang
ujungnya menempel di korteks serebri dandapat merupakan focus iritatif akan timbulnya
epilepsy di kemudian hari. Pengeluar cairansatu kali tap maksimal 30ml pada kedua sisi.
Cairan yang keluar pada permulaan berwarnaxantokrom, setelah tap beberapa kali menjadi
kuning muda.
Komplikasi lain adalah tuli. Kira-kira 5-30% pasien meningitis bakterial
mengalamikomplikasi tuli terutama apabila disebabkan oleh S.penumoniae. Tuli konduktif
disebabkanoleh karena infeksi telinga tengah yang menyertai meningitis. Yang
terbanyak tulisensorineural. Tuli sensorineural lebih sering disebabkan oleh karena sepsis
koklear daripadakelainan N.VIII. Gangguan pendengaran dapat dideteksi dalam waktu 48
jam sakit denganBAEP. Biasanya penyembuhan terjadi pada akhir minggu ke-2, tetapi
yang berat menetap.
2.7 Penatalaksanaan
Pilihan antibiotik inisial yaitu secara empiris, berdasarkan pada usia dan
faktorpredisposisi pasien. Terapi disesuaikan seperti yang diindikasikan jika pewarnaan
Gram ataupemeriksaan kultur dan sensitivitas telah tersedia. Punksi lumbal dapat diulang
untuk menilairespon terhadap terapi. Cairan serebrospinal harus steril selama 24 jam.
Penurunan pleositosisserta penurunan proporsi leukosit PMN harus terjadi dalam 3
hari.Regimen terapi empiris untuk meningitis purulenta ditunjukkan pada tabel di
bawahini:
23
meningitides,
Listeria
monocytogenes,
Streptococcus
agalactie,
24
25
anak yang
Deksametason diberikan dengan dosis 0,15 mg/kg IV, setiap 6 jam selama 4
hari. Pada dewasa, penggunaanglukokortikoid terbatas pada pasien dengan konsentrasi
bakteri yang tinggi di CSS dan buktipeningkatan tekanan intrakranial. Dosis 0,15
mg/kgBB IV setiap 6 jam direkomendasikan.
Bedah
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada komplikasi
sepertiempiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.
2.8 Prognosis
Prognosis pasien meningitis purulenta tergantung dari banyak faktor antara lain:
1. Umur pasien
2. Jenis mikroorganisme
3. Berat ringannya infeksi
4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang diberikan
Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru
lahir
yangmenderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC
mempunyaiprognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang
26
adekuat dapatmenyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan
bakteri yangresisten terhadap antibiotik bersifat fatal.
Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat
danpengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan.
Walaupunkematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit
diturunkan,tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae,
pneumokok danmeningokok
angka
kematian
dapat
diturunkan
dari
50-60%
(Menomune). Vaksin
rekomendasikan rutin untuk orang berusia11 18 tahun dan anak serta dewasa yang
mempunyai resiko tinggi.
2. Vaksin Pneumococcal
Terdapat dua tipe dari vaksin pneumococcus yang tersedia : Vaksin polisakarida
dankonjugasi. Vaksin pneumococcus konjugasi, PCV7 (Prevnar), yang diproduksi
akhir tahun 2000, merupakan vaksin pertama yang digunakan untuk anak-anak usia
kurang dari 2 tahun. PCV13
(Prevnar
13),
diproduksi
awal
tahun
2010,
anak usia 2 tahun atau lebih dan dewasa sudah digunakan sejak tahun 1977.
Pneumovax, 23-valent polysaccharide vaccine (PPSV) di rekomendasikan untuk
dewasa usia 65 tahun atau lebih, untuk usia 2 tahun atau lebih yang mempunyai resiko
tinggi penyakit Pneumococcus (termasuk penyakit sel sabit, infeksi HIV, atau kondisi
imunokompromais, dan untuk usia 19-64 tahun yang merokok dan mempunyai asma.
3. Vaksin Hib
Vaksin Haemophilus influenzae tipe b (Hib) mempunyai efektivitas yang
tinggimelawan meningitis purulenta oleh bakteri Haemophilus influenzae tipe b.
Vaksin Hib dapatmencegah can prevent pneumonia, epiglottitis, dan infeksi serius
lainnya yang disebabkanoleh bakteri Hib. Vaksin ini di rekomendasikan untuk semua
anak usia kurang dari 5 tahun diAmerika Serikat, dan biasa diberikan pada bayi
mulai
usia
lainnya.Meningitis
bulan.
Vaksin
Hib
Meningococcus
dapatdikombinasikan
dapat
dicegah
dengan
dengan
vaksin
pemberian
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita. Vaksinyang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135
dan Y. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene
seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masihtanpa
gejala
menghentikan
terhadap anggota keluargapenderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk
menemukan penderita secaradini. Penderita juga diberikan pengobatan dengan
memberikan antibiotik yang sesuai denganjenis penyebab meningitis.
Pencegahan Tersier
28
melakukan
penyesuaian
terhadap
29
DAFTAR PUSTAKA
a.1. Dhamija
Bansal
2006.Bacterial
Bacterial Meningitis
Meningitis (Meningoencephalitis):
Dhamija
RM,RM,
Bansal
J. J.2006.
(Meningoenchephalitis):A A Review.
JIACM 2006; 7(3): 225-35
Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
Sitorus
MS.
Sistem
Ventrikel
dan
Liquor
Cerebrospinal.
Available
from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf.Accessed 22 Mei
2016.
Meningitis. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter
%2520II.pdf&sa=U&ei=r8bMT6qnCoLprAf2kpH4Cg&ved=0CBAQFjAA&sig2=xk2Mbinl
qGJJuh9jdf8osQ&usg=AFQjCNGu4u51n0yTu3rQqlU6DYswlUWppg. Accessed 22 Mei
2016.
Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. 2002. Clinical Neurology. 5th Edition. McGrawHill/Appleton & Lange: United States.
Cass D. 2001. Early Recognition and Management of Meningitis. The Canadian Journal of
CME. 105-114.
Incesu
L.
2011.
Imaging
in
Bacterial
Meningitis.
Available
from
30
Bashir HE, Laundy M, Booy R. Diagnosis and treatment of bacterial meningitis, Arch Dis
Child 2003; 88:615-20.
o 2 bulan
sampai
4 tahun
: Haemophillus
dan
Neisseria
meningitides.
Bakteri
lain
yang
dapat
menyebabkan
me influenza type B disusul Streptococcus pneumonia
31