Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

Meningitis Bakteri

Dokter Pembimbing :
Dr. Marjanty Sp.S

Disusun oleh :
Muthiara Surya (1102011183)

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto
Periode Mei 2016 Juni 2016
1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Adapun maksud dan tujuan penulis
dalam menyusun referat ini adalah untuk memperluas ilmu kedokteran bidang penyakit
dalam dan juga memenuhi salah satu persyaratan dalam program kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Saraf di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto.
Referat yang berjudul Meningitis Bakteri / Meningitis Purulenta ini akan membahas
mengenai pengetahuan definisi dan epidemiologi dari meningitis bakteri, pendekatan
diagnostik dan pilihan intervensi yang dapat diambil dalam mengevaluasi penyakit meningitis
bakteri tersebut, baik dalam menunda progresivitas penyakit, menangani manifestasi
patologis yang muncul
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Marjanty Sp.S selaku pembimbing dari
penulis, yang telah banyak membantu dan memberikan arahan dalam penyelesaian referat ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian referat ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu, saran yang membangun sangat
diharapkan oleh penulis. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Selamat membaca
dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Terima kasih,

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis bakteri atau meningitis purulenta adalah meningitis yang bersifat akut
danmenghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakterispesifik maupun
virus.Meningitis Meningococcus merupakan

meningitis purulenta yang

paling sering

terjadi.Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection
yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan

tenggorok

penderita.Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini.
Di Indonesia, kasus tersangka meningitis

purulenta

sekitar 158/100.000 per

tahun,dengan etiologi Hib 16/100.000 dan bakteri lain 67/100.000, angka yang tinggi apabila
dibandingkan dengan negara maju.
Meningitis purulenta lebih sering terjadi
sistemkekebalan
meningitis

tubuh

belum

terbentuk

pada bayi dan anak-anak karena

sempurna.

Puncak

insidensi

kasus

karenaHaemophilus influenzae di Negara berkembang adalah pada anak usia

kurang dari 6 bulan,sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan.
Sekuele neurologis merupakan komplikasimeningitis purulenta yang paling
seringterjadi.Komplikasi

ini

Keterlambatandiagnosis

dan

mencapai
terapi,

sekitar

50%-65%

sertaberbagai

kendala

di
di

negaraberkembang.
negara

berkembang

merupakanfaktor yangmempunyai kontribusi dalam menimbulkansekuele. Beberapa sekuele


terjadi pada awalpenyakit

dan

sebagian

menetap

sehingga menimbulkan gangguan

perkembangan akibat disabilitas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Meningitis

adalah

infeksi

cairan

otak

disertai

radang

yang

mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta


dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula
spinalis yang superfisial.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan
yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis
purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein
yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang
paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut
dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh
bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan
meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
Meningitis

purulenta

(dalam

sinonimnya

meningitis

piogenik

atau

meningitis
bakterial akut (non-TB).

Meningitis

sendiri

adalah sindrom klinis yang ditandai

denganperadangan pada meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi
otak dansumsum tulang belakang yang terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater
yang dapat
disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi).
Meningitis purulenta adalah infeksi SSP pada meningen yang menyerang anak
(usia0-14 tahun) dengan penyebab utama bakteri non spesifik (Haemophilus influenzae
tipe B(Hib), Streptococcus pneumonia, N. Meningitidis, etc) yang ditandai dengan demam
denganawitan akut (>38,5C rektal atau 38C aksilar) disertai dengan satu atau lebih gejala
kakukuduk, penurunan kesadaran, dan tanda Kernig atau Brudzinski dengan kriteria
laboratoriumapabila biakan liquor cerebro spinalis (LCS) positif atau biakan negatif
namun jumlah sel>10/mm3, protein >0,6 g/l, perbandingan kadar glukosa dalam LCS dan
darah <0,5 danmorfologi sel PMN >60%.
4

2.2 Anatomi
Lapisan selaput otak meningens
Otak

dibungkus

oleh

selubung

mesodermal,

meninges.

Lapisan

luarnya

adalahpachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi


arachnoideadan piamater.
1. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuatdengan
suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang
melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya
berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinusvenosus
terletak

di

antara

lapisan-lapisan

dural),

dan

di

tempat

dimana

lapisan

dalammembentuk sekat di antara bagian-bagian otak.


Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan
jugamembentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke
dalamtulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat
yangberasaldarinya

membentang

jauh ke dalam cavumcranii. Diantara

keduahemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada


cristagalli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia
occipitalisinterna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang
meluas kedua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa
sehinggamasing-masinghemispheriumaman
padaruangnyasendiri.Tentoriumcerebelliterbentang seperti tenda yang menutupi
cerebellum dan letaknya di fossa craniiiposterior.Tentorium melekatdisepanjang
sulcus transversus osoccipitalis danpinggir atas os petrosus dan processus clinoideus.
Di sebelah oral ia meninggalkanlobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya
trunkus cerebri. Saluran-saluranvena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua
lamina dura.

Lapisan-lapisan selaput otak/meninges


Source : http://hallingwellnesscenter.com/clients/564/images/meninges-of-the-brain-picture_1.jpg

2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanyaterpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupispatium

subarachnoideum

yang

menjadi

liquorcerebrospinalis,cavum

subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa


yangmembentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang
salingberhubungan.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke
dalamsinus-sinus

venosus

(granulationes/villiarachnoidea).
sekitar sinus sagitalissuperior

utama

yaitu

granulationes

pacchioni

Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di


dalam

lacunae

lateralis. Diduga bahwa liquor

cerebrospinali memasukicirculus venosus melalui villi.


Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater
yangsecara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum,
namunrongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar
otak.Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama
menurutstruktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan
cisternayang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.
Cisterna

magna

diakibatkan

oleh

pelebaran-pelebaran

rongga

diatassubarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cisterna


inibersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang
terletakpada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena.
6

Dibawah cerebrum

terdapat rongga

yang

lebar di

antara

ke dua

lobus

temporalis.Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di atas chiasma opticum,


cisternasupraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara
pedunclecerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan

temporalis

dinamakancisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).


3. Piamater
Piamater

merupakan

selaput

jaringan

penyambung

yang

tipis

yang

menutupipermukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar


pembuluh darahdi seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure
transversalis di bawahcorpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea
dari ventrikel tertiusdan

lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-

pembuluh darahchoroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikelventrikel ini. Pia danependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan
membentuk tela choroidea ditempat itu.
Liquor Cerebrospinalis (LCS)
LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket pelindungdari air.
Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion, membawakeluar
metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pembuluh limfe) danmemberikanbeberapa
perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volumecairan
cerebrospinal). Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal
rata ratanya yang lebih penting :

LCS terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari spatium liquorcerebrospinalis
internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan antarakeduanya melalui dua
apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) danapetura medial dari ventrikel
keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa,volume cairan cerebrospinal total
dalam seluruh rongga secara normal 150 ml;bagian internal (ventricular) dari system
menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi
dan direabsorpsi setiap hari.
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;perubahan
yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Tekananmeningkat bila
terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor),volumedarah (pada
perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (padahydrocephalus) karena tengkorak
dewasa merupakan suatu kotak yang kaku daritulang yang tidak dapat menyesuaikan diri
terhadap penambahan volume tanpakenaikan tekanan.

2.3 Etiologi
Meningitis

yang

disebabkan

oleh

bakteri

berakibat

lebih

fatal

dibandingkanmeningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak


yang disebabkanoleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Infectious Agent
meningitis purulentamempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu
8

golongan neonatus palingbanyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria
monositogenes. Golonganumur
Influenzae, Meningococcus
disebabkan oleh

dibawah 5 tahun (balita)

dan Pneumococcus. Golongan

disebabkan
umur

oleh

5-20

H.

tahun

Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus

Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun)disebabkan oleh Meningococcus,


Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Meningitis purulenta paling sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus
danHaemophilus influenza.

Meningitis

Meningococcus

yang sering mewabah di

kalanganjemaah haji dan dapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria


meningitidis serogrupA,B,C,X,Y,Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai penyebab 90%
dari penderita. Di Eropadan Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama
sedangkan di Afrika dan Asiapenyebabnya adalah grup A. Wabah meningitis
Meningococcus yang terjadi di Arab Saudiselama ibadah haji tahun 2000 menunjukkan
bahwa 64% merupakan serogroup W135 dan36% serogroup A. Hal ini merupakan wabah
meningitis Meningococcus terbesar pertama didunia yang disebabkan oleh serogroup
W135. Secara epidemiologi serogrup A,B,dan Cpaling banyak menimbulkan penyakit.
Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui
semuatahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang berbedabeda, danmasing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada satu atau
lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis bakterial dipengaruhi oleh interaksi
beberapa faktor,yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.
1. Faktor Host Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis telah di
buktikan :
o Bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibandingkan dengan wanita.
Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan wanita berbanding 1,7
:1
o Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita
meningitis disbanding bayi cukup bulan
o Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan,
adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan
meningitis
o Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit,
defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin
9

serum, rendahnya konsentrasi

IgM

dan

IgA (

IgG

dapat

di

transfer

melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di
transfer melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis
pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat kurangnya kemampuan
bakterisidal terhadap bakteri gram negatif
o Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin (gamma globulinemia atau
dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel
Bdan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis
o Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin
menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah
terjadinya infeksi
o Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya
infeksi
o Malnutrisi
2. Faktor Mikroorganisme :
Penyebab meningitis purulenta terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme
penyebab berhubungan erat dengan umur pasien.
o Neonatal :Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup
B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp
o 2 bulan sampai 4 tahun : Haemophillus influenzae type B disusul oleh
Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides
o 4 tahun ke atas : yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, neisseria
meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis purulenta adalah
kuman batang gram negative seperti proteus, aerobacter, enterobacter, klebsiella sp
dan seprata sp.
3.

Faktor Lingkungan
Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurangm pendidikan rendah dan sosial ekonomi
rendah memegang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada
tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya
vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi untuk terjadinya
leptospirosis.

2.3 Patofisiologi
Komponen

komponen

bakteri

dan

mediator

inflamasi

berperan

menimbulkanrespons peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan


10

perubahan fisiologisdalam otak berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan


aliran darah otak, yangdapat mengakibatkan tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai
setelah ada bakteriemia atauembolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke
dalam susunan saraf pusat denganjalan
tempat tempat yang lemah yaitu

menembus

rintangan

darah

otak

melalui

dimikrovaskular otak atau pleksus koroid yang

merupakan media pertumbuhan yang baik bagibakteri karena mengandung kadar glukosa
yang tinggi. Segera setelah bakteri berada dalamcairan serebrospinal, maka bakteri
tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat olehkarena kurangnya pertahanan
humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan serebrospinalmelalui sistem ventrikel ke
seluruh ruang subaraknoid.
Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan
melepaskandinding sel atau komponen komponen membran sel(endotoksin, teichoic
acid) yangmenyebabkan

kerusakan

jaringan otak serta menimbulkan peradangan

di

selaput

otak(meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam skema tersebut di

bawah,

sehingga

timbulmeningitis.Bakteri

Gramnegative

pada

waktu

lisis

akanmelepaskanlipopolisakarida/endotoksin, dan kuman gram positif akan melepaskan


teichoic acid (asamteikoat).

Respon imun host yang akhirnya menyebabkan neuronal injury


Source: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed//12728265

11

Produk produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan makrofag
disusunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi mediator inflamasi
sepertiInterleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Mediator inflamasi berperan
dalamproses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial,yang selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran darah otak. Pada
meningitis bakterialdapat juga terjadi syndrome inappropriate antidiuretic hormone
(SIADH) diduga disebabkanoleh karena proses peradangan akan meningkatkan pelepasan
atau menyebabkan kebocoranvasopressin endogen sistem supraoptikohipofise meskipun
dalam keadaan hipoosmolar, danSIADH ini menyebabkan hipovolemia, oliguria dan
peningkatan osmolaritas urine meskipunosmolaritas serum menurun, sehingga timbul
gejala-gejala water intoxication yaitumengantuk, iritabel dan kejang.
Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah kaudal
danterjepit pada

tentorial notch atau foramen magnum. Pergeseran ke kaudal ini

menyebabkanherniasi dari gyri parahippocampal, cerebellum, atau keduanya. Perubahan


intrakranial inisecara klinis menyebabkan terjadinya gangguan kesadaran dan refleks
postural. Pergeseranke kaudal dari batang otak menyebabkan lumpuhnya saraf kranial
ketiga dan keenam. Jikatidak diobati, perubahan ini akan menyebabkan dekortikasi atau
deserebrasi dan dengan cepatdan progresif menyebabkan henti nafas dan jantung.
Akibat peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah otak yang
jugadisebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus dan adanya
penurunanautoregulasi, terutama pada pasien yang mengalami kejang. Akibat lain adalah
penurunantekanan perfusi serebral yang juga dapat disebabkan oleh karena penurunan
tekanan darahsistemik 60 mmHg sistole. Dalam keadaan ini otak mudah mengalami
iskemia, penurunanautoregulasi

serebral

dan

vaskulopati. Kelainan kelainan

inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan gejala sisa.
Adanya gangguan aliran darah otak, peningkatan tekanan intrakranial dan kandungan air
di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati
toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan pH cairan serebrospial dan
asidosis jaringan yang disebabkan oleh metabolisme anaerob, keadaan ini menyebabkan
penggunaan glukosa meningkat dan berakibat timbulnya hipoglikorakia.
Ensefalopati pada meningitis purulenta dapat juga terjadi akibat hipoksia sistemik
dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis purulenta adalah peradangan
pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan-bahan toksis bakteri.
Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris, akibatnya
12

terjadu refleks kontraksi otot-otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit, sehingga timbul
tanda Kernig dan Brudzinski serta kaku kuduk. Manifestasi klinis lain yang timbul akibat
peradangan selaput otak adalah mual, muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit
kepala. Gejala-gejala tersebut juga dapat disebabkan karena peningkatan tekanan
intrakranial dan bila disertai dengan distorsi dari nerve roots, maka timbul hiperestasi dan
fotofobia.
Pada fase akut, bahan bahan toksis bakteri mula mula menimbulkan hiperemia
pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang subarakhnoid dan
selanjutnya merangsang timbulnya kongesti dan sel polimorfonuklear, serta merangsang
selpolimorfonuklear untuk

menembus endotel pembuluh darah melalui tight junction

danselanjutnya memfagosit bakteri bakteri, sehingga terbentuk debris sel dan eksudat
dalamruang subaraknoid yang cepat meluas dan cenderung terkumpul didaerah
konveks otaktempat CSS diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii
serta sisternabasalis dan sekitar serebelum.
Pada

awal

infeksi,

eksudat

hampir

seluruhnya

terisi sel

PMN

yang

memfagosit bakteri, secara berangsur angsur sel PMN digantikan oleh sel limfosit,
monosit dan histiosityang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada saat ini terjadi
eksudasi fibrinogen. Dalamminggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel fibroblas yang berperan
dalam proses organisasieksudat, sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput otak
yang menyebabkan perlekatan perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah sisterna
basalis, maka akan menimbulkanhidrosefalus komunikan dan bila terjadi di aquaductus
Sylvii, foramen Luschka dan Magendimaka terjadi hidrosefalus obstruktif. Dalam waktu
48-72 jam pertama arteri subaraknoid jugamengalami pembengkakan, proliferasi sel
endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisanadventisia,
nekrosis

pada

dinding

arteri

yang

sehingga

timbul

fokus

kadang-kadangmenyebabkan trombosis arteri.

Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan trombusdapat menyebabkan oklusi
total atau parsial pada lumen pembuluh darah, sehingga keadaantersebut menyebabkan
aliran darah otak menurun, dan dapat menyebabkan terjadinya infark.
Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi
ataudeserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa
haripertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol,
kejangmenetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama dirawat
denganpenyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal akan menyebakan
manifestasi sisayang menetap. Kejang fokal dan kejang yang berkepanjangan merupakan
13

petunjuk adanyagangguan pembuluh darah otak yang serius dan infark serebri, sedangkan
kejang yang timbulsebelum dirawat sering menyebakna gangguan pendengaran atau tuli
yang menetap. Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik
korteks serebri.Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau karena
hipoksia, invasi kumanakan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dang
gangguan fungsi motorikberupa paresis yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan jarang
timbul setelah minggu I-II;selain itu juga menimbulkan gangguan sensorik dan fungsi
intelek berupa retardasi mentaldan gangguan tingkah laku; gangguan fungsi intelek
merupakan akibat kerusakan otak karenaproses infeksinya, syok dan hipoksia. Kerusakan
langsung pada selaput otak dan vena diduramater atau arakhnoid yang berupa
trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan perluasaninfeksi araknoid menyebabkan
transudasi protein dengan berat molekul kecil ke dalam ruangsubaraknoid dan subdural
sehingga timbul efusi subdural yang menimbulkan manifestasineurologis fokal, demam
yang lama, kejang dan muntah.
Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood brain
barrier)menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS terganggu atau
hidrosefalusakan menyebabkan terjadinya edema interstitial.
Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi
danpenetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan
vaskulitis;kelainan saraf kranial pada meningitis purulenta disebabkan karena adanya
peradangan lokalpada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf cranial,
terutama saraf VI, IIIdan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis saraf kranial VI dan VII
merupakan akibatinfiltasi kuman ke selaput otak di basal otak, sehingga menimbulkan
kelainan batang otak.
Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradanga ke mastoid,
sehinggatimbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran tipe konduktif.
Kelain sarafkranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan kebutaan tetapi dapat juga
disebabkankarena infark yang luas di korteks serebri, sehingga terjadi buta
kortikal.

Manifestasineurologis fokal yang timbul disebabkan oleh trombosis arteri dan

vena di korteks serebriakibat edema dan peradangan yang menyebabkan infark serebri,
dan adanya manifestasi inimerupakan petunjuk prognosis buruk, karena meninggalakan
manifestasi sisa dan retardasimental.
2.4 Manifestasi Klinis
14

Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran


pernafasanbagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala
hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.
Onset dari meningitis akut memiliki 2 pola awal yang dominan. Yang
palingmembahayakan namun tidak memiliki gejala yang begitu jelas adalah yang timbul
mendadak dengan shock yang timbul cepat, purpura, DIC, kematian dan koma dalam 24
jam. Yang lainnya adalah meningitis akan berlangsung selama beberapa hari, dengan
gejala demam, disertai
traktus

gejala

infeksi

saluran

pernapasan

atas

(ISPA)

maupun

gastrointestianal(GIT) , disertai gejala SSP non spesifik seperti letargi dan

iritabilitas.
Gejala dan tanda meningitis purulenta berhubungan dengan penemuan tidak khas
tanda tanda infeksi sistemik dan iritasi menigeal. Gejala dan tanda yang tidak khas antara
lain demam, anoreksia, nafsu makan yang berkurang, sefalgia, gejala ISPA, mialgia,
atralgia, takikardia, hipotensia, dapat pula timbul kelainan kulit seperti pada
meningitis

N.Meningiditis, Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

Terdapat tanda rangsang meningeal seperti nuchal rigidity, nyeri punggung, kernig sign
dan brudzinski sign. Pada anak dengan usia yang lebih muda dari 12-18 bulan, tanda
kernig dan brudzinski tidak selalu tampak. Demam, pusing, dan rigiditas nuchal hanya
terdapat pada 40% orang dewasadengan meningitis
intra cranial

(TIK)

purulenta. Peningkatan tekanan

diketahui denganadanya sakit kepala, vomitus, Moaning cry /

tangisan merintih (pada neonatus), penonjolan(bulging) dari fontanela atau pelebaran


sutura, Crack

pot

sign. pernafasan Cheyne Stokes,paralisis okulomotor (ptosis,

anisokor) dan paralisis N. abducens, hipertensi denganbradikardia, apnoe atau


hiperventilasi, postur dekortikasi atau deserebrasi, stupor, coma, dan tanda herniasi otak.
Papiledema jarang pada meningitis. Tanda neurologis fokal biasanyadisebabkan obstruksi
vascular. Neuropati N. Kranialis pada mata, otot oculomotor, fasialis,dan auditorik juga
dapat timbul akibat adanya inflamasi. Secara keseluruhan 10-20% anakdengan meningitis
purulenta memiliki tanda neurologis fokal.
Gangguan status mental dapat timbul secara umum pada pasien dengan
meningitisdan disebabkan oleh peningkatan TIK, cerebritis atau hipotensi, manifestasi
klinis dapattimbul iritabilitas (rewel), letargi, stupor, dan koma. Pasien dengan koma
memiliki prognosisyang buruk. Manifestasi lain yang dapat timbul adalah fotofobia dan
tache cerebrale.Kejang (fokal maupun generalisata) yang diakibatkan cerebritis, infark
15

ataugangguan elektrolit dapat muncul pada 20-30% pasien dengan meningitis. Kejang
yangmuncul dalam hari ke 1 sampai 4 biasanya memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkandengan kejang yang muncul sampai lebih dari hari ke-4 dan sulit ditangani.

2.5 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis menunjukkan keluhan utama seperti panas tinggi, nyeri kepala, dengan
atau tanpa penurunan kesadaran. Saat datang ke rumah sakit, kebanyakan pasien telah
mengalami meningitis selama 1 7 hari. Gejala yang dialami termasuk demam, konfusi,
muntah, nyeri kepala, serta kekakuan pada leher. Keluhan meningismus, letargi, malaise,
kejang, atau muntah proyektil karena peningkatan tekanan intrakranial tetapi keluhan ini
tidak sama pada satu penderita dengan yang lain (tidak khas). Anak umur kurang dari tiga
tahun belum dapat mengatakan nyeri kepala sedang pada bayi akan lebih susah lagi karena
hanya datang dengan keluhan demam, rewel, letargi, malas minum dan high-pitched cry.
Keluhan lain yang harus digali yaitu riwayat penyakit infeksi sebelumnya misalnya
keluhan diare, batuk-pilek, rinorrhea, otorrhea sebagai port of entry dari meningitis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik awal adalah Status present yaitu gangguan kesadaraan dapat berupa
hanya rewel sampai penurunan kesadaran yang dapat diukur sesuai dengan Glasgow
Coma Scale (GCS) pediatri. Pemeriksaan lingkar kepala dilakukan untuk menilai apakah
ada hidrosefalus atau peningkatan tekanan intra kranial. Anak kurang dari satu tahun
sering didapatkan ubun - ubun yang membonjol. Peningkatan tekanan intrakranial
menyebabkan papil edema pada pemeriksaan mata. Strabismus akibat penekanan pada
saraf abdusen dan dilatasi pupil yang tidak berespon terhadap cahaya terjadi karena
penekanan saraf okulomotorik. Bradikardi dan hipertensi arteri dapat terjadi karena
tekanan pada batang otak.
16

Tanda rangsang meningeal dapat diperiksa dengan antara lain pemeriksaan kaku
kuduk, tanda Kernig, tanda Brudzinski I dan Brudzinski II. Pemeriksaan kaku kuduk
(nuchal rigidity) dapat dilakukan dengan menekuk leher secara pasif. Pemeriksaan kaku
kuduk dikatakan positif bila terdapat tahanan sehinggga dagu tidak dapat menempel pada
dada. Tahanan juga terasa apabila leher diposisikan hiperektensi, diputar atau digerakkan
ke samping. Kaku kuduk dapat disertai dengan hiperekstensi tulang belakang, disebut
opistotonus. Tanda Kernig diperiksa pada penderita dalam posisi telentang, dilakukan
fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut. Tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap tungkai atas
dalam keadaan normal. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi di bawah umur enam
bulan. Tanda Brudzinski I (Brudzinski's Neck Sign) diperiksa dengan meletakkan satu
tangan pemeriksa di bawah kepala penderita dan tangan lainnya di dada penderita untuk
mencegah agar badan tidak terangkat. Kemudian kepala penderita difleksikan ke dada
secara pasif (tidak dipaksa). Rangsang meningeal dikatakan positif jika kedua tungkai
bawah fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut. Brudzinski II (Brudzinski's Contralateral
Leg Sign) diperiksa dengan cara fleksi tungkai penderita pada sendi panggul secara pasif.
Rangsang dikatakan positif bila terjadi fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi
lutut. Hasil akan tampak lebih jelas bila pada waktu fleksi panggul dan sendi lutut tungkai
lain dalam keadaan ekstensi.

17

Pemeriksaan Penunjang
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairancerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
PadaMeningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih
dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
Dapat dijumpai adanya defisit fokal dengan bukti peningkatan sel dari 250100.000sel/mm, tetapi biasanya 1000-10.000 sel/mm. Neutrofil mendominasi (85-95% dari
totalhitung jenis sel), tetapi peningkatan proporsi sel mononuklear ditemukan pada infeksi
yangberkepanjangan, khususnya pada meningitis yang diterapi tidak adekuat. Hitung sel
>50.000sel/mmmeningkatkan kemungkinan adanya abses otak yang rupture ke ventrikel.
Dapatdijumpai peningkatan jumlah total leukosit di cairan serebrospinal dalam 18-36 jam
setelahinisiasi terapi antibiotik.Konsentrasi glukosa cairan serebrospinal lebih rendah
dibandingkan dengan serum.Glukosa CSS normal antara 45-80 mg/dl pada pasien dengan
glukosa serum 70-120 mg/dl,atau sekitar 65% glukosa serum. Konsentrasi glukosa CSS di
bawah 40 mg/dl merupakankeadaan yang abnormal. Hiperglikemia meningkatkan konsentrasi
glukosa CSS dan keadaanini akan menyamarkan penurunan konsentrasi glukosa CSS.
Konsentrasi glukosa CSS olehkarena itu paling baik ditentukan dengan rasio glukosa
CSS:serum. Rasio glukosa CSS:serumnormal yaitu 0,6. Rasio glukosa CSS:serum kurang
dari atau sama dengan 0,4 merupakanprediktif tinggi terhadap meningitis purulenta.
18

Nilai normal konsentrasi protein di CSS sisterna dan ventrikular berkisar dari 1330mg/dl pada dewasa, dan dari 20-170 mg/dl pada neonatus. Peningkatan konsentrasi
proteinCSS biasanya dijumpai pada meningitis purulenta, tetapi konsentrasi protein CSS
akanmeningkat

pada

semua

proses

yang

merusak

sawar

darah

otak.

Ketika

punksi lumbalmenyebabkan trauma konsentrasi protein CSS akan meningkat 1 mg/dl untuk
setiap 1000eritrosit yang ada per kubik mm.
Peningkatan konsentrasi laktat pada meningitis purulenta pertama kali diketahui
padatahun 1925. Konsentrasi asam laktat CSS telah ditunjukkan penggunaan klinisnya
untukmembantu membedakan meningitis tuberculosis dan meningitis purulenta dengan
meningitisviral. Konsentrasi asam laktat hingga 35 mg/dl merupakan prediktif yang tinggi
terhadapadanya meningitis purulenta atau meningitis tuberkulosa.Dalam keadaan pleositosis
CSS, konsentrasi C-reactive protein (CRP) > 100 ng/mlberguna untuk mengidentifikasi
meningitis purulenta. CRP telah dilaporkanmemilikisensitivitas 100% dan spesivisitas 94%
dalam membedakan meningitis purulenta darimeningitis non-purulen pada bayi (4 minggu
atau lebih) dan anak-anak.

Temuan pada pemeriksaan CSS pada meningitis

Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED),kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. Pada Meningitis Purulenta
didapatkanpeningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis

19

Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus


paranasal,gigi geligi) dan foto dada. Foto dada tidak memiliki kepentingan diagnostik pada
meningitispurulenta. Foto dada dapat dilakukan untuk melihat tanda-tanda pneumonia atau
cairan didalam paru. sebanyak 50% pasien dengan meningitis pneumokokal dibuktikan
mengalamipneumonia pada foto dada.
Peran yang paling penting dari CT scan pada pasien dengan meningitis yaitu
untukmengidentifikasi kontraindikasi punksi lumbal dan komplikasi yang memerlukan
intervensibedah saraf segera, seperti hidrosefalus simptomatik, empiema subdural, dan
abses serebral.CT scan dengan kontras juga dapat mendeteksi komplikasi seperti
thrombosis vena, infark,dan

ventrikulitis.

Ventrikulitis

merupakan

komplikasi

meningitis purulenta yang umumdijumpai pada neonatus. Enhancement ependimal


dapat dijumpai pada CT scan dengankontras.
Nilai CT scan dalam diagnosis dini empiema subdural dan efusi masih
controversial,karena modalitas ini tidak dapat mendeteksi meningitis, khususnya CT scan
tanpa kontraspada stadium awal penyakit. Hasil yang normal dari CT scan tidak dapat
mengesampingkanadanya meningitis akut.
CT

scan

dapat

menunjukkan

penyebab

infeksi

meningeal.

Hidrosefalus

obstruktifdapat terjadi dengan perubahan inflamasi kronik pada ruang subarakhnoid atau
pada kasusobstruksi ventricular. Defek struktur otorinologik, kongenital, dan kalvaria
pasca trauma jugadapat dievaluasi.

20

MRI dengan kontras merupakan modalitas paling sensitif untuk diagnosis


meningitispurulenta karena pemeriksaan ini dapat membantu mendeteksi adanya dan
luasnya prosesinflamasi di meningens begitu juga dengan komplikasinya. MRI tanpa
kontras dilakukan pada pasien dengan meningitis purulenta tanpa komplikasi yang
menunjukkan hasil yangkurang bermakna.

2.6 Komplikasi
Komplikasi dini dari meningitis purulenta dapat terjadi syok septik, termasuk DIC,
koma, kejang (30-40% pada anak), edema serebri, septic arthritis, efusi pericardial
atauanemia hemolitik. Sedangkan komplikasi lanjut dapat terjadi gangguan pendengaran
sampaituli, disfungsi saraf kranial, kejang multipel, paralisis fokal, efusi subdural,
hidrocephalus, defisit intelektual, ataksia, buta, waterhouse-friderichsen syndrome, dan
gangren periferal.
Kejang merupakan komplikasi yang penting dan sering terjadi hampir 1 dari 5
pasien.Insidens lebih tinggi pada usia kurang dari 1 tahun, mencapai 40%. Pasien
meninggal akibatdari iskemik yang difus pada susunan saraf pusat atau dari komplikasi
sistemik. Walaupundengan terapi antibiotik yang efektif, komplikasi neurologis tetap
terjadi pada 30% pasien.Edemaserebralseringterjadi

pada meningitis purulenta.

Komplikasi inimerupakanpenyebab penting kematian. Kelumpuhan saraf kranial dan efek


dari terganggunya alirandarah otak, seperti infark, merupakan penyebab dari peningkatan
tekanan intrakranial. Padakasus tertentu, pungsi lumbal atau insersi drain ventrikular
diperlukan untuk mengurangi efek dari peningkatan ini.
21

Kerusakan parenkim otak dapat menyebabkan defisit sensoris dan motoris,


serebralpalsi, learning disabilities, retardasi mental, buta kortikal, kejang. Serebritis dapat
terjadijuga. Inflamasi biasanya meluas sepanjang ruang perivaskuler sampai ke parenkim
otak.Biasanya, seribritis merupakan akibat dari penyebaran infeksi langsung, baik akibat
infeksiotorhinologik ataupun meningitis atau melalui penyebaran hematogen dari fokus
infeksiekstrakranial.
Padainfark

serebri,

sel

endotelial

bengkak,

proliferasi

ke

dalam

lumen

pembuluhdarah dan sel yang terinflamasi menginfiltrasi dinding pembuluh darah.


Nekrosis fokal padadinding arteri dan vena memicu terjadinya trombosis. Trombosis vena
lebih sering terjadidibandingakan arteri.
Ventrikulitis adalah Infeksi

pada

system

ventrikel

primer

atau

sekunder

denganpenyebaran mikroorganisem dari ruang subaraknoid karena pasang surut CSS atau
migrasikuman yang bergerak. Komplikasi sering terjadi pada neonates, pernah dilaporkan
sampai92%
disertai

pada

bayi

dengan

meningitis

purulenta.

Apabila

ventrikulitis

obstruksiaquaductus Sylvii, maka infeksinya menjadi stempat (terlokalisasi)

seperti abses, denganpeningkatan

tekanan

intracranial

yang

cepat

dan

dapat

menyebabkan herniasi. Padaventrikulitis perlu pengobatan dengan antibiotic parenteral


secara massif, irigasi dan drainasesecara periodic.
Pada

pasien

meningitis

bakterial

kadang

disertai gangguan

cairan

dan

elektrolitdengan hipervolemia (edema), oliguria, gelisah, iritabel, dan kejang. Hal ini
disebabkan olehkarena SIADH, sekresi ADH berlebihan. Diagnosis ditegakkan dengan
menimbang ulangpasien, memeriksa elektrolit serum, mengukur volume dan osmolaritas
urin dan mengukurberat jenis urin. Pengobatan dengan restriksi pemberian cairan,
pemberian diuretic(furosemid). Pada pasien berat dapat diberikan sedikit natrium.
Kemungkinan adanya efusi subdural perlu dipikirkan apabila demam tetap ada
setelah72 jam pemberian antibiotic dan pengobatan suportif yang adekuat, ubun-ubun
besar tetepamembonjol, gambaran klinis meningitis tidak membaik, kejang fokal atau
umum, timbulkelainan neurologis fokal atau muntah-muntah. Diagnosis ditegakkan
dengan transiluminasikepala

atau

pencitraan. Transiluminasi

kepala

dinyatakan

positif bila daerah translusenasimetri, pada bayi berumur kurang dari 6 bulan daerah
trasnlusen melebihi 3cm, dan padabayi berumur 6 bulan atau lebih daerah trasnslusen
melebihi 2 cm. selanjutnya efusi subduralmempunyai 4 kemungkinan:a. kering sendiri,
bila

jumlahnya

sedikit; b.menetap

ataubertambah banyak; c. membentuk membrane

yang berasal dari fibrin; d. menjadi empiema.


22

Pengobatan efusi subdural masih controversial, tetapi biasanya dilakukan tap


subduralapabila terdapat penenkanan jaringan otak, demam menetap, kesadaran
menurun

tidakmembaik, peningkatan tekanan intracranial menetap, dan empiema.

Dilakukan tap subduraltiap 2 hari (selang sehari) sampai kering. Kalau dalam 2 minggu
tidak kering dikonsulkan keBagian Bedah Saraf untuk dikeringkan. Kalau lebih
dari 2 minggu tidak kering akanterbentuk membrane yang berasal dari fibrin dan
dapat menghalangi pertumbuhan otak.Membrane akan membentuk neovaskular yang
ujungnya menempel di korteks serebri dandapat merupakan focus iritatif akan timbulnya
epilepsy di kemudian hari. Pengeluar cairansatu kali tap maksimal 30ml pada kedua sisi.
Cairan yang keluar pada permulaan berwarnaxantokrom, setelah tap beberapa kali menjadi
kuning muda.
Komplikasi lain adalah tuli. Kira-kira 5-30% pasien meningitis bakterial
mengalamikomplikasi tuli terutama apabila disebabkan oleh S.penumoniae. Tuli konduktif
disebabkanoleh karena infeksi telinga tengah yang menyertai meningitis. Yang
terbanyak tulisensorineural. Tuli sensorineural lebih sering disebabkan oleh karena sepsis
koklear daripadakelainan N.VIII. Gangguan pendengaran dapat dideteksi dalam waktu 48
jam sakit denganBAEP. Biasanya penyembuhan terjadi pada akhir minggu ke-2, tetapi
yang berat menetap.
2.7 Penatalaksanaan
Pilihan antibiotik inisial yaitu secara empiris, berdasarkan pada usia dan
faktorpredisposisi pasien. Terapi disesuaikan seperti yang diindikasikan jika pewarnaan
Gram ataupemeriksaan kultur dan sensitivitas telah tersedia. Punksi lumbal dapat diulang
untuk menilairespon terhadap terapi. Cairan serebrospinal harus steril selama 24 jam.
Penurunan pleositosisserta penurunan proporsi leukosit PMN harus terjadi dalam 3
hari.Regimen terapi empiris untuk meningitis purulenta ditunjukkan pada tabel di
bawahini:

23

Regimen terapetik spesifik organisme untuk meningitis purulenta termasuk untuk


meningitis yang disebabkan olehStreptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,
Neisseria

meningitides,

Listeria

monocytogenes,

Streptococcus

agalactie,

Enterobacteriaceae, dan Pseudomonas aeruginosa ditampilkan pada tabel di bawah ini :

24

25

Sitokin inflamasi seperti IL-1,6 dan TNF-alfa meningkatkan respon CSS


terhadappelepasan produk dinding sel bakteri aktif. Hal ini akan menyebabkan eksaserbasi
inflamasidan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut. Berdasarkan hal di atas,
terapi ajuvankortikosteroid telah dicoba. Pada 4 penelitian prospektif, placebo controlled
trials pada anaklebih dari 2 bulan, terapi tambahan dengan deksametason menghasilkan
penurunan sekueleaudiologik dan neurologic. Namun, kebanyakan pasien anak terinfeksi
dengan H.influenzadan keuntungan terapi glukokortikoid tidak dapat diaplikasikan pada
anak yang terinfeksiorganism lain seperti S.pneumonia.
Keuntungan glukokortikoid ajuvan pada dewasa belum jelas. Terapi tersebut
akanmenurunkan penetrasi beberapa antibiotik seperti vancomycin ke CSS. Oleh karena
itu, terapideksametason direkomendasikan pada anak lebih dari 2 bulan yang mengalami
meningitispurulenta, terutama H.influenza,
H.influenza,

anak yang

tidak divaksinasi terhadap

atauditemukannya kokobasil gram negative pada pewarnaan Gram CSS.

Deksametason diberikan dengan dosis 0,15 mg/kg IV, setiap 6 jam selama 4
hari. Pada dewasa, penggunaanglukokortikoid terbatas pada pasien dengan konsentrasi
bakteri yang tinggi di CSS dan buktipeningkatan tekanan intrakranial. Dosis 0,15
mg/kgBB IV setiap 6 jam direkomendasikan.
Bedah
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada komplikasi
sepertiempiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.
2.8 Prognosis
Prognosis pasien meningitis purulenta tergantung dari banyak faktor antara lain:
1. Umur pasien
2. Jenis mikroorganisme
3. Berat ringannya infeksi
4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang diberikan
Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru

lahir

yangmenderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC
mempunyaiprognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang

26

adekuat dapatmenyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan
bakteri yangresisten terhadap antibiotik bersifat fatal.
Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat
danpengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan.
Walaupunkematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit
diturunkan,tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae,
pneumokok danmeningokok

angka

kematian

dapat

diturunkan

dari

50-60%

menjadi 20-25%.Insidenssequele Meningitis purulenta 9-38%, karena itu pemeriksaan uji


pendengaran harus segeradikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis.
Pemeriksaan penunjang laindisesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.
2.9 Pencegahan
Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor risiko meningitis
bagiindividu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup
sehat.Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi
agar dapatmembentuk kekebalan tubuh. Berikut beberapa vaksin untuk tiga bakteri
penyebab meningitis: Neisseriameningitidis, Streptococcus pneumoniae and Haemophilus
influenzae type b (Hib):
1. Vaksin Meningococcus
Terdapat dua macam vaksin untuk

Neisseria meningitidis yang tersedia di

AmericaSerikat. Vaksin Meningococcus polisakarida

(Menomune). Vaksin

Meningococcusconjugate, Menactra and Menveo. Vaksin Meningococcus tidak


dapat mencegah semuatipe penyakit, namun dapat memberikan proteksi orang-orang
yang

dapat sakit jika tidakdiberi vaksin. Vaksin meningococcus conjugate di

rekomendasikan rutin untuk orang berusia11 18 tahun dan anak serta dewasa yang
mempunyai resiko tinggi.
2. Vaksin Pneumococcal
Terdapat dua tipe dari vaksin pneumococcus yang tersedia : Vaksin polisakarida
dankonjugasi. Vaksin pneumococcus konjugasi, PCV7 (Prevnar), yang diproduksi
akhir tahun 2000, merupakan vaksin pertama yang digunakan untuk anak-anak usia
kurang dari 2 tahun. PCV13

(Prevnar

13),

diproduksi

awal

tahun

2010,

menggantikan PCV7. Vaksin pneumococcus sebagai pencegahan penyakit pada anak27

anak usia 2 tahun atau lebih dan dewasa sudah digunakan sejak tahun 1977.
Pneumovax, 23-valent polysaccharide vaccine (PPSV) di rekomendasikan untuk
dewasa usia 65 tahun atau lebih, untuk usia 2 tahun atau lebih yang mempunyai resiko
tinggi penyakit Pneumococcus (termasuk penyakit sel sabit, infeksi HIV, atau kondisi
imunokompromais, dan untuk usia 19-64 tahun yang merokok dan mempunyai asma.
3. Vaksin Hib
Vaksin Haemophilus influenzae tipe b (Hib) mempunyai efektivitas yang
tinggimelawan meningitis purulenta oleh bakteri Haemophilus influenzae tipe b.
Vaksin Hib dapatmencegah can prevent pneumonia, epiglottitis, dan infeksi serius
lainnya yang disebabkanoleh bakteri Hib. Vaksin ini di rekomendasikan untuk semua
anak usia kurang dari 5 tahun diAmerika Serikat, dan biasa diberikan pada bayi
mulai

usia

lainnya.Meningitis

bulan.

Vaksin

Hib

Meningococcus

dapatdikombinasikan
dapat

dicegah

dengan

dengan

vaksin

pemberian

kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita. Vaksinyang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135
dan Y. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene
seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masihtanpa

gejala

(asimptomatik) dan saatpengobatan awal dapat

menghentikan

perjalananpenyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan


pengobatansegera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan
serta keluargauntuk mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik,
pemeriksaancairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan
pemeriksaan

X-ray(rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat

terhadap anggota keluargapenderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk
menemukan penderita secaradini. Penderita juga diberikan pengobatan dengan
memberikan antibiotik yang sesuai denganjenis penyebab meningitis.
Pencegahan Tersier

28

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut


ataumengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini
bertujuanuntuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu
penderitauntuk

melakukan

penyesuaian

terhadap

kondisi-kondisi yang tidak

diobatilagi danmengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka


panjang misalnya tuliatau

ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi

juga diberikan untukmencegah dan mengurangi cacat.

29

DAFTAR PUSTAKA
a.1. Dhamija
Bansal
2006.Bacterial
Bacterial Meningitis
Meningitis (Meningoencephalitis):
Dhamija
RM,RM,
Bansal
J. J.2006.
(Meningoenchephalitis):A A Review.
JIACM 2006; 7(3): 225-35
Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
Sitorus

MS.

Sistem

Ventrikel

dan

Liquor

Cerebrospinal.

Available

from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf.Accessed 22 Mei
2016.
Meningitis. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter
%2520II.pdf&sa=U&ei=r8bMT6qnCoLprAf2kpH4Cg&ved=0CBAQFjAA&sig2=xk2Mbinl
qGJJuh9jdf8osQ&usg=AFQjCNGu4u51n0yTu3rQqlU6DYswlUWppg. Accessed 22 Mei
2016.
Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. 2002. Clinical Neurology. 5th Edition. McGrawHill/Appleton & Lange: United States.
Cass D. 2001. Early Recognition and Management of Meningitis. The Canadian Journal of
CME. 105-114.
Incesu

L.

2011.

Imaging

in

Bacterial

Meningitis.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/341971-overview#a24. Accessed 23 Mei 2016.


Kim KS, pathogenesis of bacterial meningitis: from bacteraemiato neuronal injury. 376. May
2003. Volume 4. Available at : www.nature.com/reviews/neuro. Accessed 23 Mei 2016
Kliegman, Stanton, St Geme, Schor, Behrman. Nelson Textbook of PEDIATRIC 18thedition.
Part XXVII The Nervous System, Central Nervous SystemInfection. Philadelphia : 2011. H
2089-2090.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta : Bagian
Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.

30

Bashir HE, Laundy M, Booy R. Diagnosis and treatment of bacterial meningitis, Arch Dis
Child 2003; 88:615-20.
o 2 bulan
sampai
4 tahun
: Haemophillus
dan
Neisseria
meningitides.
Bakteri
lain
yang
dapat
menyebabkan
me influenza type B disusul Streptococcus pneumonia

31

Anda mungkin juga menyukai