Anda di halaman 1dari 4

Edisi 06 /Tahun 1

Mencegah Lahirnya 'Generasi' Preman


Perang hanya akan melahirkan ribuan pemakaman" petikan dialog dalam film Heaven on Earth
yang dibintangi Tommy Lee Jones. Kisah yang mengekspos brutalnya perang Vietnam. Dan saat ini,
kita sering menyaksikan perang yang lain yang nggak kalah brutal. Memang tak ada desingan peluru,
juga tak ada dentuman bom. Namun 'perang' ini tetap mengerikan. Perang itu bernama Tawuran. Ya,
tawuran pelajar yang masih menyimpan misteri. Gimana nggak misterius, terjadinya aja fluktuatif.
Meski saat ini nggak begitu heboh beritanya, tapi siapa tahu 'diamnya' itu adalah diamnya gunung
berapi. Sekalinya meledak membawa petaka. Ngeri ya, Brur?
Well, temen-temen kita yang sok jagoan itu telah mengganti aksesoris sekolah dengan aksesoris
gangster alias bandit. Kamu bisa lihat sendiri, pulpen berganti obeng, penggaris dipermak jadi clurit,
ikat pinggang ditambah gerigi roda jadi sapu jagad. Wuih mengerikan!
Kawan, tiap bulan dua nyawa pelajar melayang. Ini memang itungan rata-rata. Angka ini
berdasarkan jumlah korban tawuran antar pelajar di DKI Jakarta sejak Januari Juli 1999, yang
dikeluarkan Pusat Pengendalian Gangguan Sosial (Pusdalgangsos) Pemda DKI. Menurut kepala Bidang
Pengumpulan dan Pengelolaan Data (Kabid Pulahta) Pusdalgangsos DKI, Raya Siahaan, sebanyak 13
orang tewas, 105 menderita luka-luka, dan 117 ditangkap petugas, selama Januari Juli 1999 (Media
Indonesia, 4 Agustus 1999)

Bukan Lagi Kenakalan


Tawuran pelajar yang terjadi hingga saat ini, ibarat sebuah film action berseri. Kejadiannya
berulang-ulang. Selesai satu episode, berlanjut episode berikutnya. Kesal dan jengkel memang. Tapi
itulah barang kali 'benih-benih generasi preman'
Pakar pendidikan dan juga presenter acara Hikmah Fajar di RCTI Dr. Arief Rachman, menyebut
empat penyebab utama pemicu tawuran. Pertama, berkarakter labil. Sikap pelajar tersebut cepat
marah dan reaktif. Bahkan emosinya tidak seimbang dengan penggunaan nalarnya, dan imannya
sangat rendah. Kedua, keluarga pelajar tersebut bermasalah. Boleh dibilang nggak cocok untuk
perkembangan kepribadian anak. Seringkali orang tua menerapkan pola asuh yang represif alias
melakukan penekanan terus menerus. Ketiga, ini menyangkut manajemen sekolah. Keempat,
tayangan televisi yang cenderung menyajikan sadisme, vulgarisme, dan hedonisme. Jelas dampaknya
tak mendorong penonton untuk menyelesaikan konflik (diringkas dari Media Indonesia, 11 Juli 1999)
Komentar Pak Arief yang juga kepala SMU Lab School ini tak berlebihan, karena memang
faktanya begitu. Kalau melihat korbannya Brur, ada anggapan tawuran sekarang bukan lagi
deliquency (kenakalan). Remaja berseragam yang melakukan tawuran semakin dekat dengan cap
kriminal. Gimana nggak, badik, obeng atau batu jadi senjata pamungkas dalam menyelesaikan
persoalan. Ih, ganas bener!
Tanggung jawab ortu di rumah untuk membina kepribadian anak memang sudah menjadi
kewajibannya. Bukan cuma dipenuhi kebutuhan materinya, tetapi akliyah (pola berfikir) dan juga
nafsiyah (pola sikap)-nya perlu dibina. Jangan sampai anak itu jadi liar. Kasih sayang ortu akan
berdampak baik buat perkembangan mentalnya. Menanamkan nalai-nilai Islam akan sangat
membantu perkembangan kepribadiannya.
Sekolah juga harus mampu menjadi kawah 'Candradimuka' bagi pelajar. Jangan menerapkan
pola pendidikan sekuler yang cuma berorientasi mengejar nilai.
"Selama orde baru, pendidikan lebih banyak dititikberatkan kepada ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek). Pendidikan moral dan agama kurang. Beban kurikulum terlalu berat, serta banyak

di-'proyek'-kan untuk mencari keuntungan, sehingga setiap ganti kurikulum ganti buku pelajaran", ujar
Prof. Dadang Hawari, yang dikutip Media Indonesia, 2 Agustus 1999.
Krisis Identitas
Punya pengalaman terjun di medan 'pertem-puran' bisa jadi merupakan kebanggaan tersendiri
bagi mereka yang hobi tawuran. Ibarat jagoan yang sedang berlaga menghadapi lawan, ia akan
menjadi pusat perhatian banyak orang. Melalui penampilan itulah dia jadi dikenal, diperhatikan, dan
diakui eksistensi dirinya.
Memang, keinginan untuk dikenal, diperhatikan, dan diakui oleh orang lain, merupakan sesuatu
yang alami dalam diri manusia. Sebab dalam diri manusia terdapat apa yang disebut Naluri
Mempertahankan Diri (Gharizah Al Baqa'). Naluri ini muncul dalam betuk keinginan seseorang untuk
dikenal, diperhatikan, dan diakui eksistensinya; termasuk pula keinginan untuk berkuasa, memiliki
harta, dan mempertahankan diri atau membela diri jika ada serangan/ancaman dari pihak lain.
Nah, kawan kita yang hobi tawuran, mereka juga seperti itu. Disaat mereka tidak mendapat
perhatian oleh keluarga atau lingkungannya, dan disaat mereka tidak mampu menampilkan diri secara
positif yang memungkinkan orang lain mengakui eksistensinya; maka mereka akan bertindak apa saja
supaya orang lain memberi perhatian. Jadi, tawuran tak lain adalah sarana yang mereka pilih untuk
menunjukkan eksistensi diri atau identitas dirinya di mata orang lain.
Dari sini nampak, bahwa kawan-kawan kita telah melakukan kesalahan dalam menyalurkan
Naluri Mempertahankan Diri (Gharizah Al Baqa') yang ada dalam dirinya. Mereka ingin diakui dan
diperhatikan, tapi dengan cara yang negatif dan bahkan membahayakan jiwa orang lain. Nah, disinilah
pentingnya peran orang tua dan sekolah untuk membina para remaja, sehingga mereka dapat
menampilkan dirinya (identitas dirinya) di masyarakat melalui aktivitas yang positif.
Terkadang seseorang juga ingin diakui dan dikenal identitas dirinya, dengan cara mencontoh
identitas orang lain. Ini boleh-boleh saja, tapi dilihat dulu siapa orang yang akan kita contoh
identitasnya. Jangan sampai salah pilih!
Kebanyakan remaja kita memang suka ceroboh. Maksud hati sih, ingin ngikutin Kurt Cobain
pentolan Grup Nirvana yang koit gara-gara over dosis boat, tapi apa daya malah disangka orang gila.
Padahal suaminya Courtney Love itu juga emang slebor. Ih, amit-amit deh kalau sampai ngikutin gaya
hidupnya!
Nah kelakuan teman kamu yang sembarangan nyari contoh untuk membina identitas dirinya
bisa berbahaya. Bukan apa-apa, kamu nggak boleh menyontek identitas orang lain dengan gaya
hidupnya secara membabi buta. Soalnya kamu bukan babi kan? Hihi! Siapa tahu orang yang kamu
jadikan teladan itu malah amburadul. Kamu adalah dirimu, bukan orang lain.
Sebagai seorang muslim kamu harus bangga, percaya diri dan nggak boleh minder. Sebagai
seorang muslim, itulah identitas dirimu yang sesungguhnya. Rasulullah saw. bersabda : "Tidak ada
orang yang lebih mulia di sisi Allah dari seorang mukmin" (HR. Ath Thabrani). Dan satu hal lagi yang
perlu kamu ingat, bahwa Allah tidak melihat tinggi dan rendahnya manusia dari sisi dandanan, atau
wajah alias tampang, hartanya, dan kuantitasnya. Akan tetapi yang diperhatikan Allah adalah hati kita,
yaitu keimanan kita dan amal kita, yaitu amal shaleh yang lahir dari keimanan tersebut. Rasulullah
saw. bersabda : "Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak melihat kepada bentuk rupamu, tidak pula kepada
jumlah kamu, dan tidak pula kepada harta kekayaanmu; Akan tetapi Dia melihat kepada hatimu dan
amal perbuatanmu" (HR. Tabrani)
Jadi nggak usah deh pengen jadi orang lain. Apalagi orang tersebut nggak ketahuan
juntrungnya. Kamu tetap kamu, sebagai seorang muslim dan mukmin. Jangan tergoda ingin jadi orang
lain.
Memang sih, krisis identitas dalam diri remaja nggak lepas dari perhatian ortu sama anakanaknya. Kasihan donk kalau sampai ditelantarkan. Jangan cuma pengen enaknya, tapi nggak mau
anaknya!
Betul, mendidik anak nggak mudah. Butuh kesabaran dan ketekunan. Namun harus diingat
bahwa itu semua adalah tanggung jawab ortu dan akan menjadi amal shaleh yang akan menjauh-

kannya dari api neraka. Rasulullah saw. bersabda : "Barang siapa mendapat ujian atau menderita
karena mengurus anaknya-anaknya, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya
akan menjadi penghalang baginya dari siksa neraka" (HR. Bukhari, Muslim, dan Turmudzi)
Cegah dan Tangkal
Kondisi masyarakat yang amburadul saat ini telah menjadi pemicu maraknya tawuran. Tayangan
televisi yang mengekspos kebrutalan dan kesadisan telah banyak berpengaruh bagi perkembangan
penontonnya. Sebagai contoh saja, film Taxi Driver yang dibintangi Jodie Foster pada tahun 1976, yang
mengisahkan tentang sopir taxi yang gila, diduga kuat memicu John Hinckley menembak Presiden
Ronald Reagen. Belum lagi film-film bertemakan kekerasan lainnya yang tak mustahil memicu remaja
berfantasi yang aneh-aneh. Film-film tentang Gang misalnya, telah banyak mewarnai gaya hidup
pelajar.
Tentu saja kawan, ini nggak boleh dibiarkan begitu saja. Harus segera dihentikan. Bila tidak?
Jangan heran bila akan lahir generasi preman di masa depan. Ih, nadzubillah min dzalik!
Bagaimana dengan pemberian hukuman? Nggak masalah! Toh remaja bukan lagi anak-anak,
tapi sudah akil baligh, sehingga dalam pandangan Islam sudah terkena taklif syar'i, alias terkena
pembe-banan hukum. Setiap perbuatan yang dilakukan akan dinilai, apakah berpahala atau berdosa.
Nah, tawuran kan terkategori bahaya dan jelas-jelas aktivitas kriminal, sehingga harus dihukum.
Islam, sebagai sebuah idiologi tentu saja memiliki jawaban atas problem-problem masyarakat
termasuk tawuran ini. Suatu ketika sorang Yahudi di masa nabi saw. memukul seorang Jariyah (budak
wanita) diantara dua batu hingga tewas. Ketika kabar ini sampai ke telinga Rasulullah saw, beliau
segera mengadili Yahudi tersebut dan menghukumnya dengan perbuatan yang serupa. Riwayat ini
menjadi bukti sejarah bahwa nyawa dalam Islam sangat dijunjung tinggi. Dalam riwayat lain Rasulullah
saw. bersabda : "Tidak halal darah seorang muslim kecuali tiga hal; Pezina muhsan, Seseorang atas
seseorang (pembunuh), Orang murtad dan memisahkan diri dari jamaah (pemberontak)"
Nah, jadi kalau ada pelajar yang tega membacok kepala atau menggorok leher pelajar lain
hingga tewas dalam tawuran, maka dalam pandangan Islam pelajar tersebut akan dikenakan hukuman
Qishas. Ya, dibunuh lagi! Kejam? Tentu tidak! Sebab hukum Islam itu bersifat jawazir dan jawabir.
Jawazir artinya hukum Islam bersifat preventif, mencegah terjadinya peluang-peluang kemaksiatan
dan kejahatan. So, kamu perhatikan sendiri bahwa perbuatan jahat, apapun bentuknya, selalu diawali
dengan adanya celah-celah. Dalam kasus tawuran, peluang bisa muncul dari berbagai sisi. Bisa karena
pengaruh bacaan, tontonan, atau sanksi yang dirasa terlalu ringan.
Tontonan sangat berpengaruh lho. Di Amrik sono, negerinya Power Ranger itu, dalam sebuah
penelitian yang dilakuakan oleh Phychological Association, mengatakan bahwa anak-anak di AS sudah
melihat 8 ribu kasus pembunuhan dan 100 ribu pelaku kekerasan di layar tivi. Dan di Chicago, meski
ada larangan jual senjata genggam sejak tahun 1982, tetapi pistol kaliber seharga 20 dolar atau 200
dolar untuk pistol semi otomatis 9 mm dan berat 2,5 pon mudah dicari, bahkan lengkap dengan
manual-nya alias petunjuk penggunaannya. Dan parahnya menurut salah seorang psikolog, James
Garbarino, yang tegabung dalam panitia tersebut "setiap hari anak-anak di sana sudah mengetahui
dan mengalami kekerasan di lingkungannya" (Permata, 5/V Mei 1996).
Kemudian hukum Islam juga bersifat jawabir. Artinya, hukum Islam --kalau diterapkan di dunia
bekal menghapus azab Allah di akhirat kelak. Sabda Nabi saw. : "Ba'iatlah aku untuk tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, (kemudian Rasulullah saw.
membacakan seluruh ayat). Barang siapa diantara kalian menepati, maka Allah akan membalas
(dengan pahala), dan barang siapa yang melakukan hal-hal itu, maka akan diberi hukuman (uqubat)
sebagai kafarat (penebus) baginya, dan barang siapa melakukan hal-hal itu, kemudian Allah
menutupinya, maka Allah akan mengampuninya jika menghendaki, dan mengazabnya jika Ia
menghen-daki" (Al Hadits)
Jadi, meski berat vonis hukuman yang dijatuh kan, Insya Allah pelaku tindak kejahatan akan
terlepas dari azab Allah di akhirat kelak, yang jauh lebih dahsyat. Adil kan? Oh, jelas. Siapa dulu yang

membuatnya, Allah! Allah-lah yang Mahatahu karakteristik manusia sebagai makhuk-Nya, sehing-ga
wajar dong kalo Allah menurunkan aturan-Nya juga buat kita.
Nah, diakui atau tidak, hanya Islam agama yang mengurus masalah dari yang 'sepele', hingga
yang berat. Dan memang hanya dalam Islam harga dan harkat manusia dijunjung tinggi. Nyawa diukur
lagi dengan nyawa. Darah dengan darah. Harta dengan harta. Inilah keadilan yang sesungguhnya,
Brur!
Sabda Rasulullah saw : "Jangan kamu saling dengki dan iri, dan jangan pula mengungkit
keburukan orang lain. Jangan saling benci dan jangan saling bermusuhan, serta jangan saling
menawar lebih tinggi atas penawaran yang lain. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang
muslim adalah saudara muslim yang lainnya, dengan tidak mendzaliminya, tidak mengecewakannya,
tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya. Letak takwa ada di sini (Nabi saw menunjuk ke
dada beliau, sampai diulang tiga kali). Seorang patut dinilai buruk bila mertendahkan sudaranya yang
muslim. Seorang muslim haram menumpahkan darah, merampas harta, dan menodai kehormatan
muslim lainnya" (HR. Muslim)
Dengan demikian model cegah dan tangkal gaya Islam memang jitu. Untuk mencegah lahirnya
generasi preman ini adalah terlebih dahulu mengubah cara pandang (pola pikir) masyarakat dengan
Islam. Bahwa setiap perbuatan tersebut harus disandarkan pada tuntunan dan tuntutan Islam. Dengan
kata lain standar berbuatnya adalah halal dan haram menurut Allah dan Rasul-Nya. Nah, berkaitan
dengan kasus tawuran ini, yang sudah mengarah pada tindak kriminal, yakni pembunuhan, jelas
sangat dilarang Allah. Firman Allah : "Barang siapa membunuh manusia bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan kerena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia
membunuh manusia semuanya" (QS. Al Maaidah : 32)
Well, dari pada potensi kamu habis tersedot di arena tawuran, lebih baik kita produktifkan untuk
mempelajari Islam. Islam yang dipahami sebagai aqidah dan syari'at alias Islam sebagai sebuah
idiologi. Yes, Islam adalah jalan hidup kita, kawan!

Anda mungkin juga menyukai