Anda di halaman 1dari 114

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA Dr. AMINO GONDHUTOMO
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Jiwa
Pembimbing Akadamik: Ns. Sri Padma Sari, S.Kep., MNS

Disusun Oleh :
SUPAR
2202011014220025

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXV


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA:
Perubahan sensori persepsi : halusinasi
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Pengertian
Persepsi yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi
dalam realitas.1 Halusinasi merupakan disfungsi otak yang disebabkan
oleh neurotransmitter doamine. Halusinasi adalah persepsi sensori yang
ditandai dengan ketidakberfungsian stimulus eksternal yang aktual. 2
Halusinasi adalah persepsi salah yang diterima panca indera dan
berasal dari stimulus eksternal yang biasanya tidak diinterpretasikan ke
dalam pengalaman.3
1. Halusinasi pendengaran ; meliputi suara bising, suara mesin,
dengungan listrik. Terdapat suara yang berbicara langsung kepada
pasien, baik mengomentari perilaku pasien maupun percakapan
dengan orang ketiga lainnya. Sifat suara dapat kongruen dengan
alam perasaan sehingga cendenrung bersifat depresif.
2. Halusinasi penglihatan ; misalkan sorotan atau cahaya, membentuk
objek atau bahkan gambaran berkilau atau kompleks.
3. Halusinasi penciuman ; meliputi halusinasi sederhana terhadap
parfum atau aroma benda terbakar. Seperti pasien yang dapat
mencium aroma gas beracun yang dipompa kedalam ruangan oleh
orang yang dianggap menyerang mereka.
4. Halusinasi peraba ; meliputi perasaaan disentuh seperti ditusuk
kawat atau jarum suntik yang menyakitkan kedalam tubuh.
5. Halusinasi pengecapan ; merasakan racun didalam makanan.
b. Penyebab
Salah satu yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya
halusinasi antara lain klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat
rendah diri dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial klien
menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan
lebih terfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih dominant
dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama kelamaan kehilangan

kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal.


Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.4
Menurut Stuart, faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:8
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa

kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak


manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap

stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan


kekambuhan.9
Menurut Stuart, faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:8
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
c. Tanda dan gejala
Pasien dengan

halusinasi

cenderung

menarik

diri,

sering

didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah


tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi
yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini
merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi:5
Tahap I
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata yang cepat
4. Respon verbal yang lambat
5. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
1. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya
2. peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
3. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
4. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III

1. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh


halusinasinya dari pada menolaknya
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
d. Akibat/ dampak
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalamI
halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami
panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini
pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain
(homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak
yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat.6
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan
pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
1. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Wajah tegang, merah


Mondar-mandir
Mata melotot rahang mengatup
Tangan mengepal
Keluar keringat banyak
Mata merah

C. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

No
1.

Masalah keperawatan

Data

Risiko mencederai diri,


1. Data subjektif
orang lain dan lingkungan
Klien mengatakan marah dan jengkel
kepada orang lain, ingin membunuh, ingin

membakar
atau
lingkungannya.

mengacak-acak

2. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar
barang-barang,
melakukan
tindakan
kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

2.

Perubahan
sensori 1. Data Subjektif
perseptual : halusinasi
- Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
-

Klien mengatakan melihat gambaran


tanpa ada stimulus yang nyata.

Klien mengatakan mencium bau tanpa


stimulus.

Klien merasa makan sesuatu.

Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.

Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar


yang dilihat dan didengar.

Klien ingin memukul/ melempar


barang-barang.

2. Data Objektif
-

Klien berbicar dan tertawa sendiri.

Klien bersikap seperti


mendengar/melihat sesuatu.

Klien berhenti bicara ditengah kalimat


untuk mendengarkan sesuatu.

Disorientasi.

3.

Isolasi sosial : menarik


diri

1. Data Subjektif
-

Klien mengungkapkan tidak berdaya


dan tidak ingin hidup lagi

Klien mengungkapkan enggan


berbicara dengan orang lain

Klien malu bertemu dan berhadapan


dengan orang lain.

2.

Data Objektif
-

Klien terlihat lebih suka sendiri

Bingung bila disuruh memilih alternatif


tindakan

Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri


hidup

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi :..
b. Perubahan sensori perseptual: halusinasi. berhubungan dengan
menarik diri.
E. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa 1
TujuanUmum:
Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Salam terapeutik perkenalkan diri jelaskan tujuan
lingkungan yang tenang

ciptakan

buat kontrak yang jelas (waktu, tempat,

topik)
1.2. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
1.3. Empati
1.4. Ajak membicarakan hal hal nyata yang ada di lingkungan
2. Klien dapat mengenal halusinasinya

Tindakan:
2. 1. Kontak sering dan singkat
2.2. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan
non verbal)
2.3. Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara
yang didengar

apa yang dikatakan oleh suara itu Katakan bahwa

perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak


mendengamya. Katakan bahwa perawat akan membantu.
2.4. Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu,
frekuensi teriadinya halusinasi serta apa yang dirasakan jika teriadi
halusinasi
2.5. Dorong untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi.
Muncul
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan:
3. 1. Identifikasi bersama tentang cara tindakan j ika teriadi halusinasi
3.2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk
mengontrol halusinasinya
3.3. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi: bicara dengan
orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan
pada suara tersebut " saya tidak mau dengar!"
3.4. Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih / dilakukan
3.5. Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian
jika berhasil
4. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan:
4.1. Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala,
cara memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up
atau kapan perlu mendapat bantuan
4.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan:
5.1. Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat
5.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama, pasien, obat,
dosis, cara dan waktu)

5.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
5.4. Beri reinforcement positif bila klien minun obat yang benar
Diagnosa 2
Tujuan umum :
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori : halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu
1.2. Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab
1.3. Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburuburu, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan :
2.1. Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain
2.2. Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan :
3.1. Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain
3.2. Bantu mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki untuk bergaul
4. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap : klien-perawat,
klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok, klien-keluarga.
Tindakan :
4.1. Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat sama
4.2. Motivasi/temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
4.3. Tingkatkan interaksi secara bertahap
4.4. Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
4.5. Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
4.6. Fasilitasi hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik
5. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang
lain
Tindakan :
5.1. Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
6. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan :
6.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga
6.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Pada pasien dengan halusinasi dapat pula kita terapkan metode thought
stopping. Thought stopping (penghentian pikiran) merupakan salah satu
contoh dari teknik psikoterapi kognitif behaviour yang dapat digunakan untuk
membantu klien mengubah proses berpikir. Teknis nya secara sadar
memerintah diri sendiri, stop!, saat mengalami pemikiran negatif berulang,
tidak penting, dan distorted. Kemudian mengganti pikiran negatif tersebut
dengan pikiran lain yang lebih positif dan realistis.10

DAFTAR PUSTAKA
1. Videbeck, Sheila L ; alih bahasa, Renata Komalasari, Alfrina Hany.
Keperawatan Jiwa. 2008. Jakarta : EGC
2. Walsh, Lynne. 2007. Caring for patient who experience hallucinations.
www.health.qld.gov.au. Diakses pada 25 Agustus 2014
3. Brooker, Chris. ; alih bahas, Andry Hartono, Brahm U. Ensiklopedia
Keperawatan. 2008. Jakarta : EGC
4. Tomb, David A. Buku Saku Psikiatri. 2003 .Jakarta : EGC.

5.

Nasution, Siti Saidah. 2003. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan

Perubahan Sensori. http://library.usu.ac.id/. Diakses pada 25 Agustus 2014


6. Hawari. Manajemen Stres, Cemas & Depresi. 2009 . Jakarta: FKUI
7. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003
8. Stuart and Laraia,. Psychiatric of Nursing, Edisi 8, Mosby Years Book. 2007
.USA: Elsivier
9. Keliat, Budi Anna, Dr, S.Kp, M.App, Sc, dkk. Proses Keperawatan Masalah
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. 2006 .Jakarta : EGC
10. Widati, Amila, Retno Twistiandayani. 2013. Pengaruh Terapi Tought
Stopping Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusina Pada Pasien
Skizofrenia. jurnal.unimus.ac.id. Diakses pada 25 Agustus 2014

LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak
keras tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria
berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan

budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba dkk,


2008).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan
Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif.
2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang
merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin
tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh
individu :
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanakkanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima (permisive).
4) Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic,
lobus

frontal,

lobus

temporal

dan

ketidakseimbangan

neutrotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku


kekerasan.
b. Faktor Presipitasi

Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila


merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara
psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri
seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak
menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh
karena itu, baik

perawat maupun

klien harus bersama-sama

mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal,


contoh stessor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan
yang dianggap bermakna, hingga adanya kritikan dari orang lain.
Sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam bekerja,
merasa kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap penyakit
yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang
menncetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni : 1)
Klien : Kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya
diri. 2) Lingkungan : Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga,
konflik interaksi sosial (Yosep, 2009).

3. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain

2) Menyerang orang lain


3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan
kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
4. Akibat atau Dampak
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakantindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya,
seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah
dan lain-lain. Klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk
mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Gejala Klinisnya antara lain adalah memperlihatkan permusuhan,
keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi
kata-kata ancaman, menyentuh orang lain dengan cara menakutkan,
rencana melukai diri sendiri dan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).

C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Core Problem

Perilaku Kekerasan

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Masalah Keperawatan
a) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Perilaku kekerasan
c) Gangguan harga diri : harga diri rendah
2. Data yang Perlu Dikaji
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data Subyektif
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data Objektif
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai : berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan
1) Data Subyektif
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang


mengusiknya jika

sedang kesal atau marah.

c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.


2) Data Obyektif
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1) Data Subyektif
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak
tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data Obyektif
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
F. RENCANA TINDAKAN
1. Diagnosa 1 : Perilaku Kekerasan.
a. Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya.
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
kelancaran interaksi.

Tindakan :
a) Beri salam/ panggil nama.
b) Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan.
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi.
d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
e) Berikan rasa aman dan sikap empati.
f) Lakukan kontak singkat tetapi sering
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Rasional : Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat
dijadikan titik awal penanganan
Tindakan:
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
Rasional : Meningkatkan insight
Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan
dirasakan saat jengkel/kesal.
b) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien.
c) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/ kesal
yang dialami klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Rasional : Mampu mengungkapkan marah secara asertif.
Tindakan:
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan (verbal, pada orang lain, pada lingkungan dan
pada diri sendiri).

b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan


yang biasa dilakukan.
c) Tanyakan

"apakah

dengan

cara

yang

dilakukan

masalahnya selesai?"
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Rasional : Klien menyadari efek perilaku agresif terhadap diri
sendiri dan orang lain yang telah dilakukannya.
Tindakan :
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegak
perilaku kekerasan.
Rasional : Penyaluran rasa marah yang konstruktif dapat
menghindari perilaku kekerasan.
Tindakan :
a) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh Klien.
b) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan Klien.
c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
untuk mencegah perilaku kekerasan yaitu tarik napas
dalam serta pukul kasur/bantal.
d) Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
Klien.
e) Beri contoh cara tarik napas dalam yang benar pada Klien.
f) Minta Klien mengikuti contoh sebanyak 5 kali.
g) Beri

pujian

positif

atas

kemampuan

Klien

mendemonstrasikan cara menarik napas dalam.


h) Tanyakan perasaan Klien setelah selesai.
i) Anjurkan Klien menggunakan cara yang telah dipelajari
saat marah/jengkel.

j) Lakukan hal yang sama dengan a-f untuk cara fisik yang
lain di pertemuan yang lain.
k) Diskusikan dengan Klien mengenai frekuensi latihan yang
akan dilakukan.
l) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
m) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan
perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi
jadwal kegiatan harian (self-evaluation).
n) Validasi kemampuan Klien dalam melaksanakan latihan.
o) Berikan pujian atas keberhasilan Klien.
p) Tanyakan kepada Klien : Apakah pencegahan perilaku
kekerasan dapat mengurangi marah?
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah
perilaku kekerasan.
Rasional : Cara sosial dapat membantu mengurangi perilaku
kekerasan.
Tindakan :
a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan Klien
b) Beri contoh cara bicara yang baik, yaitu dengan meminta
dengan baik, menolak dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik.
c) Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik :
Meminta dengan baik : saya minta uang untuk beli
makanan; menolak dengan baik : Maaf, saya tidak dapat
melakukannya karena ada kegiatan lain; mengungkapkan
perasaan dengan baik : saya kesal karena permintaan saya
tidak dipenuhi disertai dengan nada suara yang rendah.
d) Minta klien mengulangi sendiri.
e) Beri pujian atas keberhasilan klien.

f) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara


bicara yang dapat dilatih diruangan, misalnya meminta
obat, baju dll. ; menolak ajakan merokok, tidur tidak pada
waktunya, menceritakan kekesalan pada perawat.
g) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
h) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan bicara yang baik
dengan mengisi jadwal kegiatan.
i) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan.
j) Berikan pujian atas keberhasilan Klien.
8) Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah
perilaku kekerasan.
Rasional: Cara spiritual dapat mengurangi perilaku kekerasan.
Tindakan :
a) Diskusikan dengan Klien kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan.
b) Bantu Klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan
diruang rawat.
c) Bantu Klien memilih kegiatan ibadah yang akan
dilakukan.
d) Minta Klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
dipilih.
e) Beri pujian atas keberhasilan Klien.
f) Diskusikan dengan Klien mengenai waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah.
g) Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.
h) Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwal kegiatan harian.
i) Validasi kemampuan Klien dalam melaksanakan latihan.
j) Berikan pujian atas keberhasilan Klien.

9) Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk


mencegak perilaku kekerasan.
Rasional : Meminum obat dengan tepat akan menurunkan
kekambuhan.
Tindakan:
a) Diskusikan dengan Klien tentang jenis obat yang
diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum obat,
cara minum obat.
b) Diskusikan dengan Klien manfaat minum obat secara
teratur : beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
minum obat, jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah
oleh dokter, klien meminum obat pada waktu yang tepat.
c) Diskusikan tentang proses minum obat : klien meminta
kepada perawat (jika di RS), kepada keluarga (jika di
rumah), klien memeriksa obat sesuai dosisnya, klien
meminum obat pada waktu yang tepat.
d) Susun jadwal minum obat bersama Klien.
e) Klien mengevaluasi pelaksanaan meminum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian.
f) Validasi pelaksanaan minum obat Klien.
g) Beri pujian atas keberhasilan Klien.
h) Tanyakan kepada Klien : Bagaimana perasaan anda
dengan minum obat secara teratur? Apakah keinginan
untuk marah berkurang?
10) Klien dapat mengikuti TAK: simulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan.
Tindakan :
a) Anjurkan Klien untuk ikut TAK : stimulasi persepsi untuk
mencegah perilaku kekerasan.
b) Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan.

c) Diskusikan dengan Klien tentang kegiatan selama TAK.


d) Fasilitasi Klien untuk mempraktikkan hasil kegiatan TAK
dan beri pujian atas keberhasilan Klien .
e) Diskusikan denga Klien tentang jadwal TAK.
f) Masukkan jadwal TAK ke dalam jadwal kegiatan harian
Klien.
g) Klien mengevaluasi pelaksanaa TAK dengan mengisi
jadwal kegiatan harian.
h) Validasi kemampuan Klien dalam melakukan TAK.
i) Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK.
j) Tanyakan kepada Klien : Bagaimana perasaanmu setelah
mengikuti TAK?

11) Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
a) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat Klien
sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap
Klien selama ini
b) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat
Klien.
c) Jelaskan cara-cara merawat klien terkait dengan cara
mengontrol perilaku marah secara konstruktif, sikap dan
cara bicara, membantu klien mengenal penyebab marah
dan cara pencegahan perilaku kekerasan.
d) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat Klien.
e) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
f) Anjurkan keluarga mempraktikkannya pada Klien selama
dirumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke
rumah.

2. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri : harga diri rendah.


a. Tujuan Umum : Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik,
perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu,
tempat dan topik pembicaraan).
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
d) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang
yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu
menolong dirinya sendiri.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan :
a) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis.
c) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimili.
3)

Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan
setelah pulang ke rumah.

4) Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan.
5)

Klien

dapat

melakukan

kegiatan

sesuai

kondisi

dan

yang

telah

kemampuan.
Tindakan :
a) Beri

kesempatan

mencoba

kegiatan

direncanakan.
b) Beri pujian atas keberhasilan klien.
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
a) Beri keluarga pendidikan kesehatan tentang cara merawat
klien.
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA
1. Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I.
Jakarta: EGC
2. Keliat, Budi Ana. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I. Jakarta: EGC
3. Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1.
Bandung: RSJP Bandung
4. Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press

5. Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th


ed.). St.Louis Mosby Year Book
6. Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA:
Waham
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat
dikurangi dengan menggunakan logika (Tomb, 2004).
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan (Linda, 2005).
Waham adalah keyakinan yang salah yang dipertahankan secara
terus menerus, akan tetapi keyakinan tersebut tidak sesuai dengan
kenyataan yang ada (Wijayanti, 2011).
Waham dapat dicetuskan oleh adanya tekanan, isolasi, yang disertai
perasaan tidak berguna, putus asa, tidak berdaya. Waham juga dapat
menimbulkan terjadinya kerusakan komunikasi verbal (Sheila, 2008).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan waham adalah


keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, yang tetap
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.
Pemikiran ini berasal dari pemikiran klien yang tidak terkontrol.
2.

Penyebab
a. Predeposisi
1)

Biologi
Gangguan neurologis yang mempengaruhi sistem limbik dan

ganglia basalis sering berhubungan dengan kejadian waham. Waham


oleh karena gangguan neurologis yang tidak disertai dengan
gangguan kecerdasan, cenderung memiliki waham yang kompleks.
Sedangkan waham yang disertai dengan gangguan kecerdasan sering
kali berupa waham sederhana (kaplan dan Sadock, 1997).
2)

Psikodinamik
Teori psikodinamika spesifik tentang penyebab dan evolusi

gejala waham adalah anggapan tentang orang yang hipersensitif dan


mekanisme ego spesifik: formasi reksi, proyeksi, dan penyangkalan.
Pada klien dengan waham kebesaran terdapat perasaan yang tidak
adekuat serta tidak berharga. Pertama kali mengingkari perasaannya
sendiri, kemudian memproyeksikan perasaannya kepada lingkungan
dan akhirnya harus menjelaskan kepada orang lain. Pikiran
seseorang tentang suatu kejadian mempengaruhi perasaan dan
perilakunya. Beberapa perubahan dalam berpikir, perasaan atau
perilaku akan mengakibatkan perubahan yang lain. Dampak dari
perubahan itu salah satunya adalah halusinasi,dapat muncul dalam
pikiran seseorang karena secara nyata mendengar, melihat, merasa,
atau mengecap fenomena itu.
3)

Genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal

ini dibuktikan dengan penelitian pada keluarga-keluarga yang


menderita skizofrenia dan terutama anak kembar satu telur. Angka

kesakitan bagi saudara tiri sebesar 0,9 1,8%, saudara kandung 7


15%, anak dengan salah satu orang tua yang mengalami skizofrenia
7 16%, bila kedua orang tua mengalami skizofrenia 40 68%,
kembar dua telur (heterozigot) 2-15%, kembar satu telur (monozigot)
61-86% (Maramis, 1998).
b.

Presipitasi
Faktor ini dapat bersumber dari internal maupun eksternal, antara
lain:
1)

Stresor sosiokultural
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan

skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya (Stuart, 1998)


2)

Stresor psikologis
Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan

berdosa, penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak


terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung
sampai, merupakan sumber dari waham. Waham dapat berkembang
jika terjadi nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati yang
mendalam (Kartono, 1981).
3. Tanda dan gejala
a. Status mental
1) Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat
normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas
2) Mood klien konsisten dengan isi wahamnya
3) Pada waham curiga didapatkanya perilaku pencuriga
4) Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang
peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus
dengan orang yang terkenal dan dinyatakan secara berulang
kali
5) Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan
adanya kualitas depresi ringan
6) Klien dengan waham tidak memiliki halusinasi yang menonjol
atau menetap kecuali pada klien dengan waham raba atau cium.
Pada beberapa klien mungkin ditemukan halusinasi dengar
b. Sensorium dan kognisi

1) Pada waham tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali


yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan
situasi
2) Daya ingat dan proses kognitif klien utuh
3) Klien hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang
jelek
4) Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika
membahayakan dirinya.
5) Mudah tersinggung, dan sangat waspada
6) Ekspresi wajah yang terkadang tegang
4. Akibat/ dampak
Klien dengan waham dapat berdampak kepada diri klien sendiri,
orang lain, dan lingkungan sekitar. Akibat dari waham yaitu kerusakan
komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistik, flight of
ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan
kontak mata yang kurang. Waham juga dapat berdampak pada resiko
mencederai diri, orang lain, dan lingkungan.
5.

Klasifikasi Waham
Klasifikasi dari waham yaitu (Linda, 2007) :
a. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkjan secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
c. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
d. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
e. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang

disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran yang disampaikan secara


berulang yang tidak sesuai kenyataan.
f.

Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.

g. Waham Siar Fikir


Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia
butuhkan walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa
yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
C. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1.

Masalah keperawatan
a. Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi : verbal
c. Perubahan proses fikir: waham
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

2.

Data yang perlu dikaji


a. Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data subyektif: klien memberi kata kata ancaman, mengatakan
marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah, ingin merusak atau mengacak-acak barang
barang ligkungannya dan tidak mampu mengendalikan diri.
2) Data obyektif: mata merah, wajah agak merah, nada suara agak
tinggi dan keras, ekspresi marah, pandangan tajam, mengamuk,
merusak dan melempar barang, melakukan tindakan kekerasan
pada orang orang disekitarnya.
b.

Kerusakan komunikasi : verbal


1)

Data subyektif: klien mengungkapkan sesuatu yang tidak

realistik
2) Data obyektif: flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan

kata kata yang didengar dan kontak mata berkurang


c. Perubahan proses fikir: waham
1) Data subyektif: klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya
(tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang
kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
2)

Data obyektif: klien tampak tidak mempunyai orang lain,

curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan) takut,


kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/
realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
d.

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


1) Data subyektif: klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa,
tidak tahu apa apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri
2) Data obyektif: klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri atau
ingin mengakhiri hidup.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
3. Perubahan proses pikir: Waham.
4. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah.
E.

RENCANA TINDAKAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien dengan waham
a. Tujuan
1) Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
2) Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
3) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
4) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
b. Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya
Tujuannya adalah agar pasien merasa aman dan nyaman saat

berinteraksi. Hal yang harus dilakukan saat membina hubungan


saling percaya adalah:
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
2) Membantu orientasi realita
a) Tidak mendukung atau membantah waham pasien
b) Meyakinkan pasien bahwa dia berada pada situasi yang aman
c) Mengaobservasi pengaruh waham terhadap ektivitas seharihari pasien
d) Mendengarkan pasien tanpa memberikan dukungan atau
menyangkal sampai pasien berhenti membicarakan wahamnya
e) Memberikan pujian apabila penampilan dan orientasi pasien
sesuai dengan kenyataan
f) Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan
marah pada pasien
g) Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik
dan emosional pasien
h) Mendiskusikan kemampuan positif yang dimiliki pasien
i)

Membantu mmengembangkan kemampuan yang dimiliki

pasien
j) Mendiskusikan tentang obat yang diminum
k) Melatih pasien minum obat yang benar
2.

Strategi Pelaksanaan pada pasien waham


Tahap dalam melakukan strategi pelaksanaan terdiri dari proses orientasi,
kerja dan terminasi.
a. SP 1: Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan, mempraktekkan

pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi


b. SP 2: Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekannya
c. SP 3: Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar
3.

Strategi pelaksanaan pada keluarga pasien dengan waham


Tahap dalam melakukan strategi pelaksanaan terdiri dari proses orientasi,
kerja dan terminasi.
a. SP 1: Membina hubungan saling percaya dengan keluarga,
mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah, dan
obat pasien
b. SP 2: Melatih keluarga cara merawat pasien
c. SP 3: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

4. Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien dengan waham


a. Tujuan
1)

Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien

2)

Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi

kebutuhannya
3) Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien
secara optimal
b. Tindakan
1)

Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat

pasien di rumah
2)

Mendiskusikan tentang waham pasien dengan keluarga

3)

Berdiskusi dengan keluarga tentang:


a) Cara merawat pasien
b) Keberlanjutan dan keteraturan pengobatan
c) Lingkungan yang tepat untuk pasien

4)
5)

Mendiskusikan tentang obat pasien dengan keluarga


Mendiskusikan tentang kondisi-kondisi dimana pasien

memerlukan konsultasi segera


6) Mengajarkan keluarga tentang cara merawat pasien

7) Menyusun rencana pulang pasien bersama keluarga


5

Terapi aktivitas kelompok


a. TAK Orientasi realitas
Terdiri dari 3 sesi yaitu:
1) Sesi 1: Pengenalan orang
2) Sesi 2 : Pengenalan tempat
3) Sesi 3 : Pengenalan waktu
b. TAK Sosialisasi
Terdiri dari 7 sesi:
1) Sesi 1: kemampuan memperkenalkan diri
2) Sesi 2: kemampuan berkenalan
3) Sesi 3: kemampuan bercakap-cakap
4) Sesi 4: kemampuan bercakap-cakap dengan topik tertentu
5) Sesi 5: kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
6) Sesi 6: kemampuan bekerjasama
7) Sesi 7: evaluasi kemampuan sosialisasi
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedomann Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gondohutomo.
Camellia, Vita. 2010. Waham Secara Klinik. Departemen Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. RSUP. H. Adam Malik Medan
Depkes RI. 1989. Petunjuk Teknik Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan
Skizofrenia. Direktorat Kesehatan Jiwa: Jakarta.
Kaplan & Suden. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi.EGC. Jakarta
Keliat, B.A. 2006. Kumpulan Keperawatan Jiwa. Jakarta: FIK Universitas
Indonesia
Linda C. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri: Pedoman Klinis Perawat. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Sheila V. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC:
Jakarta.

Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikitari. Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Tomb, David. 2003. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Wijayanti, D.Y. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Semarang: Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Yosep I. 2009. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Adhitama.

LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
Defisit Perawatan Diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi
kesehatan

kebutuhannya
dan

guna

kesejahteraan

memepertahankan
sesuai

kehidupannya,

dengan

kondisi

kesehatannya(Depkes,2000), baik secara fisik maupun psikologis (Aziz


Alimul dan Musrifatul, 2008). Pemenuhannya diengaruhi berbagai factor
seperti budaya, nilai social pada individu atau keluarga, pengetahuan dan
persepsi tetang perawatan diri (Aziz Alimul dan Musrifatul, 2008). Klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri(Depkes,2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri dasarseperti mandi, berhias, makan, toileting

(Nurjannah, 2004). Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana


seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya
(Tarwoto dan Wartonah, 2000) diakibatkan oleh stressor yang berat dan
sulit ditangani oleh klien(klien bias mengalami harga diri rendah) maka
klien kemungkinan dapat mengalami masalah risiko tinggi iolasi social
(Fitria, 2009)
2. Etiologi
a. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab defisit perawatan
diri adalah sebagai berikut: kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
b. Menurut Depkes (2000), penyebab defisit perawatan diri adalah :
1) Faktor prediposisi
a) Perkembangan. Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis. Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan realitas turun. Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosial. Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2) Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah:
a) Kurang penurunan motivasi,
b) Kerusakan kognisi atau perceptual,
c) Cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri.
c. Menurut Depkes (2000) faktor faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial

Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka


kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.

4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
3. Tanda dan gejala
Menurut Damaiyanti (2008), tanda dan gejala defisit perawatan diri, yaitu:
a. Mandi / hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran
air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,
serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian / berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan mengenakan
pakaian dalam, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki.
c. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,


mempersiapkan

makanan,

mengunyah,

menangani

perkakas,

mengambil cangkir atau gelas, cukup makanan denga aman


d. BAB / BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban,memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/ BAK dengan tepat.
e. Keterbatasan perawatan diri diatas biasanya diakibatkan karena
stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien
Menurut Depkes (2000), tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
Fisik
1. Badan bau, pakaian 1.

Psikologis
Malas, tidak

kotor
2. Rambut dan kulit kotor 2.
3. Kuku panjang dan

inisiatif
Menarik diri, isolasi

kotor
4. Gigi kotor

3.
disertai

mulut bau
5. Penampilan tidak rapi.

ada

diri
Merasa tak berdaya,
rendah

diri

merasa hina.

dan

Sosial
1. Interaksi kurang
2. Kegiatan kurang
3. Tidak
mampu
berperilaku

sesuai

norma
4. Cara makan

tidak

teratur
5. BAK dan BAB di
sembarang

tempat,

gosok gigi dan mandi


tidak mampu mandiri.

Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
c. Komunikasi kurang atau tidak ada
d. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat
e. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
f. Berdiam diri di dalam kamar atau kurang mobilitas
g. Menolak berhubungan dengan orang lain atau pergi jika bercakapcakap
4.

Akibat/ dampak

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.


a. Dampak fisik
Gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena

tidak

terpeliharanya kebersihan secara fisik yang sering terjadi adalah


gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi
pada mata dan telinga dan gangguan pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
Dampakyang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri
seperti pasien dikucilkan didalam keluarga atau masyarakat sehingga
terjadi isolasi soasial dan bakan kehilangan kemampuan dan motivasi
dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.

5.

Pohon Masalah
Harga diri
rendah
Gangguan pemeliharaan kesehatan
Isolasi sosial:
menarik diri

Defisit perawatan diri

Pohon masalah defisit perawatan diri: mandi, berhias (sumber: Fitria, 2009
dan Keliat, 2006)
Kurangnya perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga motivasi untuk aktivitas
perawatan diri menurun.
C. MASALAH KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan
a. Defisit Perawatan Diri
b. Menurunnya motivasi perawatan diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Defisit perawatan diri
1) Data subjektif
Pasien mengatakan tidak mau menyisir rambut, tidak mau memotong
kuku, tidak mau menggosok gigi, tidak mau berhias, tidak mau
menggunakan alat mandi
2) Data objektif
Badan bau,pakaian kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor,mulut
bau,penampilan tidak rapi, tidak bisa menggunakan alat mandi
b. Menurunnya motivasi perawatan diri
1) Data subjektif
Mengatakan tidak mau mandi, tidak menyisir rambut, tidak mau
ganti baju, tidak mau memotong kuku.
2) Data objektif
Apatis, ekspresi sedih, selalu menyendiri, komunikasi kurang, tidak
ada kontak mata, berdiam diri di kamar, menolak berhubungan
dengan orang lain, kurang memperhatikan kebersihan.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit perawatan diri
E. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa defisit perawatan diri

a.

Tujuan umum : klien mau dan mampu melakukan perawatan diri:


higiene.

b.

Tujuan khusus:
1) Klien dapat mengerti arti dan keuntungan perawatan diri dan cara
merawat diri
Tindakan :
a) Diskusikan

bersama

klien

tentang

pengertian

bersih

dan

keungtungan merawat diri


b) Beri reward bila klien mampu mencapai tujuan.
2) Klien dapat menyebutkan penyebab dan akibat tidak mau menjaga
kebersihan diri
Tindakan :
a) Bicarakan dengan klien alasan tidak mau menjaga kebersihan diri
dan keinginan klien berkenaan kebutuhan perawatan diri
b) Diskusikan akibat dari tidak mau menjaga kebersihan diri
3) Klien dapat menjaga higiene
Tindakan:
Bantu klien mengidentifikasikan kemampuan untuk menjaga
kebersihandiri
4) Klien dapat menyebutkan cara menjaga kebersihan diri
Tindakan:
a) Diskusikan dengan klien cara menjaga kebersihan diri secara
dasar seperti mandi 2x sehari (pagi dan sore) dengan memakai
sabun mandi dan air mengalir, gosok gigi minimal 2x sehari
dengan pasta gigi sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam,
mencuci rambut minimal 2x seminggu dengan sampo dan air
mengalir, memotong kuku minimal 1x seminggu, memotong
rambut minimal 1 x sebulan, melakukan perawatan rambut
dengan merapikan rambut meggunakan sisir setelah mandi,
menjaga kebersihan alat genitalia dengan membersihkan setelah
BAK menggunakan air mengalir dan membersihkan anus setelah
BAB menggunakan air mengalir.
b) Beri reinforcement positif bila klien berhasil mencapai tujuan

5) Klien dapat melaksanakan perawatan diri higiene dengan bantuan


minimal
Tindakan:
a) Bimbing klien melakukan demonstrasi tentang cara menjaga
kebersihan diri secara dasar dengan menjadwalkan tindakan
sebelum demonstrasi dilakukan.
b) Dorong klien untuk melakukan kebersihan diri dengan bantuan
minimal hingga mandiri
6) Klien dapat melakukan perawatan diri higiene secara mandiri
Tindakan:
a) Beri kesempatan klien untuk membersihkan diri secara bertahap
dengan dimonitori atau observasi
b) Dorong klien untuk mengungkapkan
c)
d)
e)
7)

perasaannya

setelah

membersihkan diri
Bersama klien membuat jadwal menjaga kebersihan diri
Bimbing klien untuk melakukan aktivitas higiene secara teratur
Beri reward ketika klien mencapai tujuannya
Klien mendapat dukungan keluarga dan lingkungan
Tindakan:
a) Beri pendidikan kesehatan tentang merawat dan mendukung
klien untuk kebersihan diri melalui pertemuan keluarga
b) Beri reward atas partisipasi aktif keluarga

DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti, Mukhripah. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik
Keperawatan, Bandung: PT. Refika Aditama.
Mukripah, D. 2008. Komunikasi terapeutik dalam praktik keperawatan, Refika
Aditama: Bandung.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta: EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta: EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta: Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta: EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 2006.
Jakarta: Prima Medika
Aziz R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang :RSJD Dr.Amino
Gonohutomo, 2003.
Alimul, A. Aziz dan Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk
Kebidanan. Ed 2. Jakarta: Salemba Medika
Fitria, Nita. 2009. Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan
Perawatan. Ed 1. Jakarta: Salemba Medika

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama
Risiko Perilaku Bunuh Diri
B. Teori
1. Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja
untuk membunuh dirinya sendiri (Sheila L, 2008). Risiko bunuh diri
adalah suatu kondisi ketika individu berisiko untuk membunuh dirinya
sendiri (Carpenito, 2009).
Menurut penelitian bunuh diri dibagi menjadi dua yaitu langsung
dan tidak langsung. Bunuh diri langsung adalah suatu tidakan yang
disadari atau disengaja untuk mengakhiri hidupnya dengan cara
membakar diri, maracuni diri sendiri, melompat dari tempat yang tinggi,
mengantung diri dan lain sebagainya. Sedangkan bunuh diri tidak
langsung adalah suatu keinginan yang tersembunyi yang tidak sadari
untuk mati seperti makan berlebihan, ketidakpatuhan terhadap program
medis, olahraga atau pekerjaan yang membahayakan diri sendiri (Sheila
L, 2008).
2. Etiologi
Penyebab tentang mengapa seseorang melakukan bunuh diri (Wong,
2009) :
a. Remaja dengan emosional yang tinggi dan bergejolak
b. Memiliki variasi mood yang besar
c. Tidak mampu mengatasi situasi kritis, seperti kematian seorang
teman, orang tua atau saudara kandung
d. Adanya gangguan psikiatrik aktif (depresi, gangguan bipolar,
psikosis, penyalahguanaan zat, atau gangguan perilaku)
e. Remaja yang gay atau lesbian berisiko tinggi untuk melakukan
bunuh diri

f. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan


g. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Tanda Dan Gejala
Tanda atau peringatan terjadinya bunuh diri (Boyd,2012)
I/ideation

S/Subtan
ce abuse
P/Purpos
elessness
A/Anxiet
y
T/Trappe
d
H/Hopel
essness
W/Withd
rawal
A/Anger
R/Reckle
ssness
M/Mood

: mengucapkan/menulis
mati, bunuh diri, kematian

rencana

:
Peningkatan
penggunakan
alkohol/obat
: Merasa tidak berdaya, hidup tiada
guna
: Ansietas, agitasi, tidak bisa tidur
: Merasa terpojok

: Menarik diri dari teman


keluarganya, lingkungan
: Kemarahan, amarah yang tidak
terkontrol, pembalasan dendam
: Acting reckless (berperilaku
sembrono)/engaging in risky activites
(melakukan kegiatan yang berisiko)
: Perubahan mood yang dramatis

chage
Gejala yang timbul pada pasien risiko bunuh diri (Carpenito,2009)
a. Ansietas
b. Depresi
c. Isolasi/manarik diri
d. Fungsi sehari-hari
e. Gaya hidup
f. Penggunaan alkohol/obat
g. Usaha bunuh diri sebelumnya
h. Kejadian terkait
i. Tujuan tindakan
j. Reaksi dan struktur keluarga
k. Rencana bunuh diri (metode, lokasi, waktu)

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemikiran Bunuh Diri.


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk
bunuh diri (Nelson, 2000)
a. Depresi
b. Keasikan dengan kematian
c. Faktor psikopatologik umum.
Sedangkan adapun beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu
(Sujono&Teguh, 2009):
a. Faktor Predisposisi
1) Diagnosa medis; gangguan jiwa
Diagnosa medis dengan gangguan jiwa yang memiliki
risiko tinggi untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif,
penyalahgunaan zat dan schizophrenia.
2) Sifat kepribadian
Sifat kepribadian yang meningkatkan risiko bunuh diri
yaitu suka bermusuhan, impulsif, kepribadian antisosial dan
depresif.
3) Lingkungan psikosial
Individu yang mengalami kehilangan dengan proses
berduka yang berkepanjangan akibat perpisahan atau bercerai,
kehilangan barang dan kehilangan dukungan sosial merupakan
faktor penting yang mempengaruhi individu untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
4) Riwayat keluarga
Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik
yang terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk
melakukan bunuh diri.
5) Faktor biokimia
Menurunnya neurotransmitter

serotonin,

opiat

dopamin dapat menimbulkan perilaku destruktif-diri.


b. Faktor Presipitasi
1) Sumber koping

dam

Perlu

diperhatikan

dukungan

yang

diberikan

masyarakat atau keluarga terhadap pasien. Hal lain yang


perlu dikaji adalah cara pasien mengatasi masalah.
2) Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan diri yang dimiliki tiap individu
berbeda-beda. Adapun mekanisme koping yang berhubungan
dengan perilaku mencederai diri tidak langsung berupa:
denial, rasionalisasi, intelektual dan regresi.
3) Intensitas bunuh diri
Intensitas bunuh diri dapat dikaji dengan menggunakan
SIRS (Suicidal Intention Rating Scale). Adapun SIRS
tersebut diungkapkan oleh Bailey dan Dreyer. Berikut
merupakan tabel SIRS:
S
kor/N
ilai
0
1

2
3

Intensitas

Tidak ada ide bunuh diri yang lalu


atau sekarang.
Ada ide bunuh diri, tidak ada
percobaan bunuh diri, tidak mengancam
bunuh diri.
Memikirkan bunuh diri dengan
aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.
Mengancam bunuh diri, misalnya:
tinggalkan saya sendiri atau saya akan
bunuh diri.
Aktif mencoba bunuh diri.

5. Proses perilaku bunuh diri


Menurut (Stuart & Sundeen,2006):
Peningkatan verbal/nonverbal
Peningkatan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri


Ambivelensi tentang kematian

kurangnya respon positif


Upaya bunuh diri
BUNUH DIRI

Menurut (Farida&Yudi, 2010):


Akibat

Risiko Tinggi Mencederai Diri/ Orang Lain


Defisit Perawatan Diri

Akibat

Perubahan sensori persepsi : halusinasi


Kurang motivasi

Masalah utama

Isolasi sosial : menarik diri


Isolasi diri : menarik diri

Penyebab

Harga diri rendah

6. Faktor risiko untuk bunuh diri


Faktor-faktor yang mempengaruhi untuk terjadinya perilaku bunh diri
ialah (Residen, 1997; Boyd, 2012)
a. Faktor risiko epidemiologik
1) Berpisah, bercerai, janda > sendiri > kawin
2) Berumur lebih dari 45 tahun
3) Pria > wanita
4) Lelaki amerika/ amerika lain
5) Remaja wanita hispanik/ amerika latin
6) Kulit putih > non kulit putih
7) Beru kehilangan (yang dicintai, kesehatan, pekerjaan)
b. Data historik
1) Riwayat keluarga dengan perilaku bunuh diri
2) Usaha atau perilaku bunuh diri sebelumnya

c. Keadaan medis penyerta


1) Keadaan sakit kronis atau terminal
2) Nyeri kronik
3) Kelainan psikiatrik
4) Ada anggota keluarga yang melakukan bunuh diri
5) Penyakit fisik berkepanjangan
d. Keadaan psikopatologik mutakhir
1) Kontrol implus yang buruk
2) Psikosis atau organiitis
3) Depresi
4) Penyalahgunaan obat atau alkohol
5) Gangguan kepribadian
e. Perilaku bunuh diri
1) Keinginan atau catatan bunuh diri tertulis
2) Ketidakmampuan untuk komitmen terhadap pengobatan
3) Konteks risiko tinggi (tinggal sendiri, tidak ada dukungan sosial
f. Tidak bisa dicegah
1) Perilaku impulsif
2) Isolasi
3) Pemikiran psikotik
4) Penggunaan alkohol/obat-obatan
C. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

Risiko bunuh diri

Harga diri rendah


D. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu Dikaji
Informasi harus didapatkan dari individu yang bersangkutan dan orang
terdekat dari pasien tersebut. Perawat tidak perlu ragu untuk menanyakan atau
mengajukan pertanyaan mengenai bunuh diri karena orang yang tidak
memliki pemikiran bunuh diri tidak akan terbawa oleh pemikiran tersebut
karena pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan untuk mengkaji risisko bunuh
diri pada indivisu harus berfokus pada upaya mendorong individu

menyampaikan perasaan dan persepsinya tentang masa depan (Carpenito,


2009).
Adapun kriteria pengkajian yang fokus terhadap risiko bunuh diri yaitu
(Carpenito, 2009) :
1. Kekakuan pikiran
Penyamaran yang berlebihan
2. Pola bicara
a. Sesuai
b. Lompat dari satu topik ke topik lain
c. Tidak ada ide
d. Tidak mampu membuat keputusan
e. Ide ide tidak saling berhubungan
f. Tidak mampu melihat alternatif
3. Kecepatan bicara
a. Sesuai
b. Berkurang
c. Berlebihan
d. Tertekan
4. Reaksi orang terdekat
a. Mengabaikan ekspresi bunuh diri
b. Meninggalkan atau mengalihkan ekspresi berikutnya
c. Marah atas ekspersi tersebut
5. Aktivitas sehari-hari
a. Mampu merawata diri sendiri
b. Terhambat kemampuan merawat diri
6. Pola tidur-istirahat
a. Perubahan terbaru
b. Insomnia
c. Terjaga awal
d. Terlalu banyak tidur
7. Aktivitas motorik
a. Dalam batas normal
b. Menurun
c. Berulang
d. Meningkat
e. agitasi
8. Status nutrisi
a. Berat badan (peningkatan/penurunan)
b. Nafsu makan
9. Higienen personal
a. Kebersihan
b. Kerapian
c. Pakaian (kondisi, kesesuaian)
10. Bukti perilaku membahayakan diri
a. Sayatan pada pergelangan tangan

b.
c.
d.
e.
f.

Luka bakar pada tubuh


Patah tulang
Enukleasi mata
Luka tembak
Overdosis

E. Cara Mengkaji Tingkat Risiko Bunuh Diri Saat Ini.


Mengkaji Derajat Risiko Bunuh Diri
Perilaku
atau gejala
Ansietas

Intensitas Risiko
Rendah
Ringan

Sedang
Sedang

Tinggi
Tinggi,

keadaan

panik
Depresi
Isolasi/ma
narik diri

Sedang
Perasaan terisolasi,
tidak menarik diri

Fungsi
sehari-hari

- Efektif
- Peningkatan di
sekolah bagus*
- Temandekat
- Tidak ada usaha
bunuh diri sebelumnya
- Pekerjaan yang
stabil

Gaya

Stabil

Sedang
Perasaan putus asa
dan menarik diri
- Mood

tidak

stabil
- Nilai bervariasi*
- Memiliki
beberapa teman
- Adanya
pemikiran bunuh diri
sebelumnya

Cukup stabil

Berat
Putus asa, menarik
diri, mencela diri sendiri,
isolasi
- Depresi
- Nilai
yang
jelek*
- Sedikit
mempunyai teman atau
tidak sama sekali
- Usaha
bunuh
diri sebelumnya
- Riwayat
pekerjaan yang tidak
konsisten atau buruk
Tidak stabil

hidup
Penggunaa
n alkohol/obat

Jarang
berlebihan

hingga

Sering
berlebihan

hingga

- Penyalahgunaan
yang terus berlanjut

Usaha
bunuh
diri
sebelumnya
Kejadian
terkait

Tujuan
tindakan

Reaksi
dan
struktur
keluarga

Tidak ada

Tidak
argumen

ada

Satu atau lebih


(menyayat, pergelangan
tangan, pil)
atau

Tida ada atau tidak


jelas

- Mendukung
- Keluarga utuh
- Koping
dan
kesehatan mental yang
bagus
- Tidak
ada
riwayat bunuh diri

- Satu atau lebih


(sebotol obat, senjata,
gantung
diri)Putus
hubungan
- Kehilangan
pekerjaan
- Kehamilan*

- Tindakan
disiplin*
- Nilai
yang
jatuh*
- Masalah
pekerjaan
- Penyakit
dikeluarga
- Mengurangi - Ingin mati
- Membebaskan
diri
untuk
bersalah atau malu
- Untuk
menyusul orang yang sudah
menghukum orang lain
mati
- Untuk
- Penyakit yang melemahkan
mendapatkan perhatian
- Reaksi
campur aduk
- Perceraian
perpisahan
- Biasanya
mengatasi
memahami masalah

yang
atau
bisa
dan
yang

- Marah
atau
tidak mendukung
- Tidak teratur
- Kasar
- Riwayat bunuh
diri sebelumnya dalam
keluarga

ada
Rencana
bunuh
diri
(metode, lokasi,
waktu)

Tidak ada rencana

Sering kali terpikir,


terkadang muncul ide
untuk
merencanakan
bunuh diri

*terjadi pada anak-anak atau remaja


Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis, Ed.9. Jakarta:EGC

Rencana
spesifik

yang

Skala Penilaian Bunuh Diri SAD PERSONS


S

Sex (jenis
kelamin)

Age (usia)

Depression
(depresi)

Previos
attempts (upaya
sebelumnya)

ETOH

Rational
thought
loss
(kehilangan
pikiran rasional)
Social
support,
lack
(tidak
ada
dukungan sosial)
Organized
plan
(rencana
terorganisasi)
No
significant other
(tidak ada orang
dekat)
Sickness
(penyakit)

P
oin

Pria memiliki angka bunuh diri


tiga kali lebih tinggi karena mereka
menggunakan cara yang lebih
mematikan untuk bunuh diri
Remaja, usia pertengahan (45),
dan lebih dari 65
25%-30%
individu
yang
berusaha bunuh diri mengalami
gangguan mood
50%-80% individu yang berhasil
bunuh diri pernah berusaha melakukan
bunuh diri minimal satu kali
sebelumnya
20%-90% bunuh diri yang
berhasil dilakukan dikaitkan dengan
penyalahgunaan gunaan obat atau
alkahol berat
Psikosis meningkatkan risiko
bunuh diri

Tidak adanya dukungan dari


kerabatan, teman, praktik keagamaan,
dan kepuasan pekerjaan meningkat
risiko bunuh diri
Metode, waktu, tanggal, tempat,
fantasi tentang pemakaman dan duka
cita orang terdekat
Individu yang masih sendiri,
janda/ duda, cerai, dan berpisah
memiliki risiko lebih tinggi untuk
bunuh diri
Penyakit terminal, penyakit yang
menimbulkan nyeri, dan penyakit
yang melemahkan meningkatkan
risiko bunuh diri

Panduan intervensi

0
-2
3
atau
4
5
atau
6

Dapat tinggal dirumah dengan dukungan orng terdekat


dan terapi rawat jalan
Dukungan orang terdekat dengan asuhan rawat jalan
yang lebih intens; dapat mempertimbangkan hospitalisasi
Hospitalisasi sangat dipertimbangkan

Hospitalisasi direkomendasikan

F. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Perilaku Bunuh Diri


Diagno
sa

Tujuan
Umum

Tujua
n Khusus

Kriteria

Rencana Tindakan

Evaluasi

Keperawata
n
NAND
A (00150):

NOC
(1408):

Resiko
bunuh diri

NIC
(6340):Pencegahan

Klien

bunuh

diri

dapat
menahan
keinginan
untuk bunuh
diri
Klien

Ekspresi wajah

Bina hubungan saling percaya

dapat

bersahabat,

membina

menunjukkan

hubungan

senang, ada kontaka. Sapa klien dengan nama baik

saling

mata, mau berjabat verbal maupun non verbal


b. Perkenalkan diri dengan sopan
tangan,
mau
c. Tanyakan nama lengkap klien dan
menyebutkan nama,

percaya

dengan
rasa

menggunakan

prinsip

komunikasi terapeutik:

mau menjawab salam,


d.
mau
duduk
e.
berdampingan denganf.
perawat,
mengutarakan

Klien

nama panggilan yang disukai klien


Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan sikap empati dan

mau menerima klien apa adanya


g. Berikan perhatian kepada klien dan

masalah

yang

dihadapi
Klien

dapat

dapat

terlindung

dari

terlindung

perilaku bunuh diri

dari perlaku

perhatikan kebutuhan dasar


1. Jauhkan klien dari
benda-benda

yang

dapat

membahayakan
2. Tempatkan klien di
ruangan yang tenang dan

bunuh diri

selalu terlihat oleh perawat


3. Awasi klien secara
Klien

Klien

dapat

mengekspresikan

mengekspre

perasaannya

sikan
perasaannya

dapat

ketat setiap saat


1. Dengarkan keluhan
yang dirasakan klien
2. Bersikap
untuk
ungkapan

empati

meningkatkan
keraguan,

ketakutan dan keputusasaan

3. Beri

waktu

kesempatan

dan
untuk

menceritakan

arti

penderitaannya
4. Beri dukungan pada
tindakan atau ucapan klien
yang menunjukkan keinginan
Klien

Klien

dapat

meningkatkan

meningkatk

dirinya

an

dapat

untuk hidup
1. Bantu

harga

memahami bahwa klien dapat

untuk

mengatasi keputusasannya
2. Kaji dan kerahkan

harga

sumber-sumber

diri

internal

individu
3. Bantu
mengidentifikasi
sumber

sumber-

harapan

(misal:

hubungan antar sesama, halKlien


dapat

Klien

dapat

menggunakan koping

hal untuk diselesaikan)


1. Ajarkan
mengidentifikasi

menggunak
an

yang adaptif

pengalaman-pengalaman

koping

yang menyenangkan
2. Bantu

yang adaptif

untuk

mengenai hal-hal yang ia


cintai dan ia sayangi dan
pentingnya

terhadap

kehidupan orang lain


3. Beri dorongan untuk
berbagi
Klien

Klien

dapat

keprihatinan

pada

orang lain
1. Kaji dan manfaatkan

dapat

menggunakan

sumber-sumber eksternal dan

menggunak

dukungan sosial.

individu
2. Kaji

an

pendukung keyakinan yang

dukungan

dimiliki klien
3. Lakukan

sosial

sesuai
Klien
dapat

sistem

Klien
menggunakan

dapat
obat

indikasi

agama)
1. Diskusikan

rujukan
(pemuka
tentang

obat (nama, dosis, frekuensi,

menggunak
an

obat

dengan
benar
tepat

dan

dengan tepat

cara pemberian, efek samping


minum

obat

dan

dokumentasi)
2. Bantu menggunakan
obat dengan prinsip 6 benar
3. Anjurkan
membicarakan

cara

pemberian dan efek samping


yang dirasakan oleh klien
4. Beri reinforcement
positif

bila

menggunakan

obat dengan benar

DAFTAR PUSTAKA
Boyd, mary. 2012. Psychiatrc Nursing: Contemporary Practice. Philadelphia:
Lippincott williams&wilkins
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik
Klinis, Ed.9. Jakarta:EGC
Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan anak Nelson ed. 15, Vol. 1. Jakarta: EGC
Riyadi, Sujono & Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart, G.W., Laraia, M.T. 2006. Principles and Practice of Psychiatric Nursing.
8th edition. Missouri: Mosby
Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Ed. 6, Vol. 1. Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA :
Menarik Diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Pengertian
Menarik diri (regresi) adalah mekanisme perilaku seseorang yang
apabila menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan
lingkungannya. (Sunaryo, 2004). Menarik diri merupakan suatu keadaan
dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain. (Townsend, M.C, 2002). Individu
merasa kehilangan teman dan tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi pikiran, perasaan dan pengalaman serta mengalami kesulitan
berinteraksi secara spontan dengan orang lain. Individu yang demikian
berusaha untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan kesepian,
rasa takut, kemarahan, malu, rasa bersalah dan merasa tidak aman dengan
berbagai respon. Respon yang terjadi dapat berada dalam rentang adaptif
sampai maladaptif (Stuart dan Sundeen, 2006).
b. Penyebab
Menarik diri disebabkan oleh, perceraian, putus hubungan, peran
keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan
anak. Resiko menarik diri adalah terjadinya resiko perubahan sensori
persepsi (halusinasi). Manifestasi klinik pada klien dengan menarik diri
adalah apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, banyak diam diri
di kamar, menunduk, menolak hubungan dengan orang lain, perawatan
diri kurang posisi tidur seperti janin (menekur).
Penyebab menarik diri secara pasti belum diketahui. Tetapi terdapat
beberapa factor predisposisi (pendukung) terjadinya gangguan hubungan
sosial yaitu:
a. Faktor perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia
bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan

social yang positif, diharapkan setiap tahap perkembangan dilalui


dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang
perkembangan respon sosial maladaptif.
b. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa
kelainan pada struktur otak, seperti atropi, pembessaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan factor utama dalam gangguan berhubungan.
Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, tidak mempunyai anggota masyarakat yang
kurang produktif seperti lanjut usia, orang cacat dan penderita
penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya
mayoritas.
d. Faktor dalam Keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan halhal yang negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri
rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan disampaikan pada saat
yang

bersamaan,

mengakibatkan

anak

menjadi

enggan

berkomunikasi dengan orang lain.


e. Faktor presipitasi (pencetus) terjadinya gangguan hubungan sosial
adalah :
1) Stressor Sosio Kultural. Stres dapat ditimbulkan oleh karena
menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang
yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologis. Ansietas berat yang berekepanjangan terjadi
bersamaan

dengan

keterbatasan

kemampuan

untuk

mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat atau


kegagalan

orang

ketergantu7ngan

lain
dapat

untuk

memenuhi

menimbulkan

ansietas

kebutuhan
tingkat

tinggi. Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan

kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.


Intensitas

kecemasan

yang

ekstrim

disertai

terbatasnya

kemampuan individu untuk mengatasi masalah diyakini akan


menimbulkan

berbagai

masalah

gangguan

berhubungan

(menarik diri).
c. Tanda dan gejala
Menurut (Kusumawati, 2011) tanda dan gejala penderita dengan kasus
menarik diri adalah :
a. Menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
c. Sedih, efek dasar
d. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan
usianya
e. Berpikir menurut pemikirannya sendiri, tindakan berulang dan
f.
g.
h.
i.
j.
k.

tidak bermakna
Mengekpresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan yang lainnya
Menggunakan kata kata simbolik
Menggunakan kata yang tidak berarti
Kotak mata kurang atau tidak mau menatap lawan bicaranya
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan bergaul, suka

melamun, berdian diri.


d. Akibat/ dampak
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya
resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini
merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana
halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata
tanpa stimulus/rangsangan eksternal. (Keliat,1999)
Gejala Klinis :
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c. Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
d. Tidak dapat memusatkan perhatian.
e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
C. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Masalah Keperawatan
a. Harga Diri Rendah
b. Isolasi Sosial Menarik Diri
c. Defisit Perawatan Diri
Pohon Masalah :
Defisit Perawatan Diri

akibat

Isolasi Sosial Menarik Diri

Core Problem

Harga Diri Rendah

Penyebab

2. Pengkajian
Pengkajian klien dengan masalah utama Kerusakan Interaksi Sosial,
kasus Menarik Diri meliputi : pegumpulan data, perumusan masalah
keperawatan, pohon masalah dan analisa data. Pengumpulan data
dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa
faktor predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart and Sundeen, 2005).
Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan Kerusakan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien. Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien
dengan masalah utama Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri
adalah : biodata yang meliputi nama, umur, terjadi pada umur atara
15 40 tahun, bisa terjadi pada semua jenis kelamin, status
perkawinan, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No
Rumah klien dan alamat klien. dan agama pendidikan serta
pekerjaan dapat menjadi faktor untuk terjadinya penyakit Kerusakan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri.

b. Alasan masuk rumah sakit. Keluhan biasanya adalah kontak mata


kurang, duduk sendiri lalu menunduk, menjawab pertanyaan dengan
singkat, menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang
atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang
lain, tidak melakukan kegiatan sehari hari, dependen.
c. Faktor predisposisi. Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa,
usaha pengobatan bagi klien yang telah mengalami gangguan jiwa
trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan dalam
keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa serta
pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien sebelum
mengalami gangguan jiwa. Kehilangan, perpisahan, penolakan orang
tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan / frustrasi
berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu
yang terjadi (korban perkosaan, di tuduh KKN, dipenjara tiba tiba)
perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d. Aspek fisik / biologis. Hasil pengukuran tada vital (TD: cenderung
meningkat,

Nadi:

cenderung

meningkat,

suhu:

meningkat,

Pernapasan : bertambah, TB, BB: menurun).


e. Keluhan fisik. Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan. Klien biasanya tidak
menghiraukan kebersihan dirinya.
f. Aspeks psikososial. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
g. Konsep diri. Konsep diri merupakan satu kesatuan dari kepercayaan,
pemahaman dan keyakinan seseorang terhadap dirinya yang
memperngaruhi hubungannya dengan orang lain. Pada umumnya
klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
mengalami gangguan konsep diri seperti :
1) Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh
yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan

tubuh, persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian


tubuh

yang

hilang,

mengungkapkan

mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri : Ketidakpastian

memandang

keputusasaan,
diri,

sukar

menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.


3) Peran : Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri : Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien
mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan
sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok
yang diikuti dalam masyarakat. Keyakinan klien terhadap Tuhan
dan kegiatan untuk ibadah ( spritual).
6) Hubungan sosial : Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi
setiap manusia, karena manusia tidak mampu hidup secara
normal tanpa bantuan orang lain. Pada umumnya klien dengan
Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami
gangguan seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak
pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan
mengalami hambatan dalam pergaulan.
h. Status mental
1) Penampilan : Pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial :
Menarik Diri berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan,
kulit kotor, gigi kuning, tetapi penggunaan pakaian sesuai
dengan keadaan serta klien tidak mengetahui kapan dan
dimana harus mandi.
2) Pembicaraan : Pembicaraan klien dengan Kerusakan interaksi
sosial Menarik Diri pada umumnya tidak mampu memulai
pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan tidak jelas
atau kadang menolak diajak bicara.

3) Aktivitas motorik : Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam


beraktifitas, kadang gelisah dan mondar-mandir.
4) Alam perasaan: Alam perasaan pada klien dengan Kerusakan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri biasanya tampak
putus asa dimanifestasikan dengan sering melamun.
5) Afek : Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap
rangsang yang normal.
6) Interaksi selama wawancara : Klien menunjukkan kurang
kontak mata dan kadang-kadang menolak untuk bicara dengan
orang lain.
7) Persepsi : Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri pada umumnya mengalami gangguan persepsi
terutama halusinasi pendengaran, klien biasanya mendengar
suara-suara yang megancam, sehingga klien cenderung sering
menyendiri dan melamun.
8) Isi pikir : Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri pada umumnya mengalami gangguan isi pikir :
waham terutama waham curiga.
9) Proses piker : Proses pikir pada klien dengan Kerusakan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri akan kehilangan
asosiasi, tiba-tiba terhambat atau blocking serta inkoherensi
dalam proses pikir.
10) Kesadaran : Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada
kasus Menarik Diri tidak mengalami gangguan kesadaran.
11) Memori : Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana
klien mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi.
12) Konsentrasi dan berhitung : Klien dengan Kerusakan Interaksi
Sosial pada kasus Menarik Diri pada umumnya tidak
mengalami gangguan dalam konsentrasi dan berhitung.
13) Kemampuan penilaian : Klien tidak mengalami gangguan
dalam penilaian
14) Daya tilik diri : Klien mengalami gangguan daya tilik diri
karena klien akan mengingkari penyakit yang dideritanya.
i. Kebutuhan persiapan pulang

1) Makan : Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena


klien akan mengingkari penyakit yang dideritanya.
2) BAB / BAK : Kemampuan klien menggunakan dan
membersihkan WC kurang.
3) Mandi : Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri bisanya tidak memiliki minat dalam perawatan
diri (mandi)
4) Istirahat dan tidur : Kebutuhan istirahat dan tidur klien
biasanya terganggu
j. Mekanisme
koping.

Koping

yang

digunakan

klien

adalah proyeksi, menghindar dan kadang-kadang mencedrai diri.


Klien

apabila

mendapat

masalah

takut

atau

tidak

mau

menceritakannya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan


koping menarik diri). Mekanisme koping yang sering digunakan
pada klien menarik diri adalah regresi, represi, dan isolasi.
k. Masalah psikososial dan lingkungan : Klien mendapat perlakuan
yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien direndahkan atau
diejek karena klien menderita gangguan jiwa.
l. Pengetahuan : Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri, kurang pengetahuan dalam hal mencari bantuan,
faktor predisposisi, koping mekanisme dan sistem pendukung dan
obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat.
m. Aspek medik : Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan
yang digunakan oleh klien selama perawatan.
n. Status Mental : Kontak mata klien kurang /tidak dapat
mepertahankan kontak mata, kurang dapat memulai pembicaraan,
klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan
orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga
dalam hidup.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menarik Diri

E. RENCANA TINDAKAN

Rencana Tindakan Keperawatan Klien Dengan Menarik Diri


Dx.

Tujuan

Kriteria Hasil

Keperawatan
Gangguan

TUM : setelah Setelah

persepsi

6x24

sensori
halusinasi

klien

6x24 jam 1. Bina hubungan saling

jam interaksi

: diharapkan

klien

menunjukkan tanda

tidak -

tanda

berhalusinasi

kepada/

TUK :

perawat :

percaya
terhadap

hubungan
saling
percaya

wajah

bersahabat

dengan

menggunakan

prinsip

komunikasi terapeutik :
a) Sapa

klien

dg

rasa senang
mata
mau
mau

menyebutkan
namanya
f. Klien

panggilan

perawat berkenalan
c) Tanyakan

berjabat tangan
e. Klien

nama

perawat dan tujuan

kontak

d. Klien

maupun non verbal


b) Perkenalkan nama,

b. Menunjukan
c. Ada

percaya

ramah baik verbal

1. Klien dapat a. Ekpresi


membina

Intervensi

nama

lengkap dan panggil


nama

kesukaan

klien
d) Buat kontrak yang
jelas

mau

e) Tunjukkan

sikap

menjawab

jujur

salam

menempati

janji

setiap

kali

g. Klien

mau

duduk

berinteraksi

berdampingan
dengan perawat
h. Bersedia
mengungkapkan
masalah
dihadapi

yang

dan

berkenalan
2. Klien dapat Setelah 6 x 24 jam 2. Observasi tingkah laku
mengenal

interaksi

halusinasi

klien

terkait

dengan

dapat

halusinasinya,

jika

menyebutkan:

menemukan

a. Isi

dengan

b. Waktu

halusinasinya

c. Frekuensi

klien

klien
mengalami

3. Tanyakan pada klien

d. Situasi

dan

kondisi

yang

menimbulkan
halusinasi

bentuk halusinasi yang


dialaminya
4. Jika klien menjawab
iya,

tanyakan

yang

apa

sedang

dialaminya
5. Katakan bahwa perawat
akan membantu klien
6. Jika klien tidak sedang
berhalusinasi,
klarifikasikan
adanya
halusinasi,

tentang

pengalaman
diskusikan

dengan klien tentang


isi, waktu dan frekuensi
terjadinya

halusinasi

(pagi,siang.sore,sering
atau kadang-kadang)
3. Klien dapat Setelah 1x24 jam 7. Identifikasi brsam klien
mengontrol
halusinasi

interaksi klien :
a. Dapat

cara atau tindakan yang


dilakukn

jika

terjadi

menyebutkan

halusnasi (tidur, marah,

tindakan

menyibukan diri)

yang

biasanya

8. Diskusikan cara untuk

dilakukan untuk

mengontrol timbulnya

mengendalikan

halusinasi

halusinasinya
b. Dapat

memilih

9. Katakan

pada

diri

sendiri bahwa ini tidak

dan

nyata(saya tidak mau

memperagakan

dengar)

cara

baru

mengontrol
halusinasi
4. Klien dapat Setelah 3x24 jam
dukungan

interaksi

keluarga

dari

menyebutkan

keluarga

pengertian,

untuk

gejala,

mengotrol

terjadinya

halusinasin

hausinasi

dan

ya

tindakan

untuk

10. Buat kontrak dengan


keluarga

untuk

pertemuan
tanda
proses

tempat dan topik)


11. Diskusikan
keluarga

mengendalikan
halusinasi

(waktu,
dengan

(pada

pertemuan

saat

keluarga)

tentang :
a) Pengertian
halusinasi
b) Tanda dan gejalah
halusinasi
c) Cara

yang

dilakuan

dapat
oleh

pasien dan keluarga


cara

mengontrol

halusinasi
d) Obat-obatan
5. Klien dapat Setelah 6x24 jam
memanfaat

interaksi

klien

halusinasi
12. Diskusikan

dengan

klien tentang manfaat

kan

obat menyebutkan:

dengan

minum obat

a. Manfaat minum

baik

obat
b. Kerugian tidak
minum obat
c. Nama,
warna,dosis,
dan

efek

samping minum
Gangguan

obat
TUM : klien Setelah 2-3

konsep

diri: memiliki

interaksi

Harga

diri konsep

diri menunjukan :

rendah

yang positif.
TUK :
1. Klien dapat
membina

kali 1. Bina hubungan saling


klien

a. ekspresi wajah
kilien
bersahabat

ramah baik verbal

b. Klien

maupun non verbal

saling

rasa senang

perawat

b) Perkenalkan
ada

kontak mata
mau

berjabatan

lengkap

nama
panggilan

yang disukai
tujuan

pertemuan
mau

menyebutkan
nama
f. Klien

c) Tanyakan

d) Jelaskan

tangan
e. Klien

diri

dengan sopan

c. Klien
d. Klien

komunikasi teurapetik :
a) Sapa klien dengan

menunjukan

dengan

denga

mengguanakan prinsip

hubungan
percaya

percaya

e) Jujur dan menepati


janji
f) Tunjukan

mau

empati

sikap
dan

menjawab

menerima klien apa

salam

adanya

g. Klien

mau

g) Beri perhatian dan

duduk

perhatikan

berdampingan

kebutuhan

dengan perawat

klien

h. Klien

dasar

mau

mengutarakan
masalah

yang

dihadapi
Klien

dapat Setelah

mengidentifik
asi
positif

2-3

interaksi

kali
klien

aspek dapat menyebutkan


dan : aspek positif dan

kemampuan

kemampuan

yang dimiliki

dimiliki

yang
klien,

aspek

positif

keluarga,

aspek

positif lingkungan
klien

2. Diskusikan

dengan

klien tentang
a) aspek positif yang
dimiliki klien
b) kemampuan yang
dimiliki klien
3. Bersama

klien

buat

daftar tentang:
a) aspek

positif

klien,keluarga,ling
kungan
b) kemampuan yang
dimiliki klien
4. Beri

pujian

yang

realistis
5. Hindarkan pemberian
Klien

dapat Setelah

2-3

menilai

interaksi

kemampuan

menyebutkan

klien

yang dimiliki kemampuan


untuk

penilaian yang negatif


kali 6. Diskusikan
dengan
dapat dilaksanakan
yang 7. Diskusikan kemampuan

dapat dilaksanakan

dilaksanakan
Klien
dapat Setelah

2-3

klien kemampuan yang

kali

yang dapat dilanjutkan


pelaksanaanya
8. Rencanakan bersama

merencanakan

interaksi

klien

kegiatan

membuat

rencana

klien

aktifitas

yang

dapat dilakukan setiap

sesuia dengan kegiatan harian

hari sesui kemampuan

kemampuan

klien:

yang dimiliki

a) kegiatan mandiri
b) kegiatan

dengan

bantuan
9. Tingkatkan

kegiatan

sesuai kondisi klien


10. Beri

contoh

pelaksanaan
yang
Klien

dapat Setelah

2-3

melakuakan

interaksi

kegiatan

melakuakn

klien

sesuai rencana kegiatan


yang dibuat

kali

jadwal yang dibuat

kegiatan

dapat

klien

lakuakan
11. Anjurkan klien untuk
melaksanakan
kegiatan

sesuia

cara

yang

telah

dirancanakan.
12. Pantau kegiatan yang
dilaksanakan klien
13. Beri pujian atas usaha
yang dilakukan klien
14. Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan

Klien

dapat Setelah

2-3

kali
klien

kegiatan

setelah pulang
15. Beri
pendidikan

memanfaatkan

interaksi

sistem

dapat

keluarga tentang cara

pendukung

memanfaatkan

merawat klien dengan

yang ada

sistem pendukung

harga diri rendah

yang ada keluarga

kesehatan

16. Bantu

pada

keluarga

memberikan dukugan
selama klien dirawat
17. Bantu

keluarga

menyiapkan
Isolasi
Sosial
Menarik Diri

lingkungan dirumah
TUM : klien Klien menunjukkan 1. BHSP dengan:
: dapat
berinteraksi

tanda-tanda
percaya

a) Beri salam setiap


kepada

dengan orang perawat :


lain

berinteraksi
b) Perkenalkan nama,

a) Wajah

cerah,

nama

panggilan

TUK :

tersenyum, mau

perawat,

1. Klien

berkenalan

perawat

dapat

b) ada

membina

mata

hubungan

c) bersedia

kontak

tujuan

berkenalan
c) Tanyakan

dan

panggil

saling

menceritakan

percaya

perasaan,

nama

kesukaan klien
d) Tunjukkan

sikap

bersedia

jujur dan menepati

menceritakan

janji

masalahnya.

berinteraksi

setiap

kali

e) Tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang

di

hadapi

klien
f) Buat

kontrak

interaksi yang jelas


g) Dengarkan dengan
penuh

perhatian

ekspresi perasaan
2. Klien

Klien

dapat

klien
2. Tanyakan pada klien

mampu

menyebutkan

tentang : orang yang

menyebutk

minimal

satu

tinggal serumah atau

an

penyebab menarik

teman sekamar klien,

penyebab

diri dari :

orang

menarik

diri sendiri, orang

dekat dengan klien di

diri

lain, lingkungan

rumah atau di ruang

yang

paling

keperawatan
3. Apa yang membuat
klien

dekat

dengan

orang tersebut
4. Orang

yang

tidak

dekat dengan klien di


rumah atau di ruang
keperawatan
5. Apa yang membuat
klien

tidak

dekat

dengan orang tersebut


6. Upaya yang sudah di
lakukan

agar

dekat

dengan orang lain


7. Diskusikan
klien

dengan
penyebab

menarik diri atau tidak


mau bergaul dengan
orang lain.
3.

Klien mampu Klien

dapat

menyebabkan

menyebutkan

keuntungan

keuntungan

berhubungan

berhubungan sosial

dengan

social misalnya

:Banyak

8. Beri reinforcement
9. Tanyakan pada klien
tentang :
a) manfaat
hubungan social
b) kerugian menarik

dan

kerugian teman,

menarik diri

Tidak

kesepian,
diskusi,

Bisa
Saling

menolong
kerugian
diri,

dan

diri
10. Diskusikan
klien tentang :
a) Manfaat

menarik

misalnya

bersam

berhubungan

sosial

dan

sendiri, Kesepian,

kerugian menarik

tidak bisa diskusi

diri
b) Beri

4. Klien

Klien

dapat

reinforcement
11. Observasi
perilaku

dapat

melaksanakan

melaksana

hubungan

kan

secara

hubungan

dengan : perawat,

bantu

sosial

perawat lain, klien

berkenalan

secara

lain dan kelompok

berkomunikasi dengan

bertahap

klien
sosial

bertahap

saat

berhubungan social
12. Beri

motivasi
klien

dan
untuk
atau

: perawat lain, klien


lain dan kelompok
13. Libatkan klien dalam
TAK sosialisasi
14. Diskusikan

jadwal

harian

dapat

yang

dilakukan

untuk

meningkatkan
kemampuan

klien

dalam bersosialisasi
15. Beri
untuk

motivasi

klien

melakukan

kegiatan sesuai jadwal


yang telah di buat

5. Klien

Klien

dapat

16. Beri reinforcement


17. Diskusikan
dengan

mampu

menjelaskan

klien

tentang

menjelask

perasaannya

perasaannya

setelah

an

setelah

behubungan

sosial

perasaann

berhubungan sosial

dengan : orang lain

ya setelah dengan :
berhubun

- orang lain

gan sosial

- kelompok

dan kelompok
18. Beri reinforcement

Daftar Pustaka
1. Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC
2. Townsend, M. C. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada
Keperawatan Psikiatti, Edisi 3. Jakarta : EGC
3. Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
4. Kusumawati, Farida, Yudi Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Salemba Medika.
5. Keliat, Budi Anna. 1999. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial:
Menarik Diri. Jakarta : FIK UI.
6. Stuart & Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa. alih
bahasa Hapid AYS, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi
Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : Fajar Interpratama.

LAPORAN PENDAHULUAN
KECEMASAN (ANSIETAS)
A MASALAH UTAMA
Kecemasan
B PROSES TERJADINYA MASALAH
a Pengertian
Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana
seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak
jelas asal maupun wujudnya. (Sutardjo, 2005)
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang
pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi
normal terhadap siatuasi yang sangat menekan kehidupan seseorang.
Kecemasan bisa muncul atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari
berbagai gangguan emosi. (Savitri, 2003)

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif

mengenai

ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari


ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman.
Perasaan

yang

tidak

menentu

tersebut

pada

umumnya

tidak

menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan


fisiologis dan psikologis (Kholil, 2010).
Jadi, kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi
tertentu yang sangat mengancam yang dapat menyebabkan kegelisahan
karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi.
Gangguan panik
Merupakan suatu episode ansietas yang cepat, intens, dan meningkat,
yang berlangsung 15 sampai 30 menit, ketika individu mengalami
ketakutan emosioanl yang besar juga ketidaknyamanan fisiologis.

b Penyebab atau Etiologi


Secara umum, ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan
menghadapi situasi, masalah, dan tujuan hidup.
Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia, terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan ansietas, diantaranya:
1 Teori Biologis
Setiap orang mempunyai potensi mengalami kecemasan yang
kemungkinan besar dipengaruhi oleh ketidakseimbangan senyawa
kimia di dalam otak yang membuat kecemasan atau ketakutan menjadi
abnormal. Hal ini terjadi karena seseorang mengalami abnormalitas
elektroensefalografik pada lobus temporal yang biasanya berespons
terhadap karbamazepin (suatu antikonvulsan) atau obat-obatan lain.
(Sullivan & Coplan, 2000).
a Teori Genetik
Ansietas dapat memiliki komponen yang diwariskan karena
kerabat tingkat pertama individu yang mengalami peningkatan
ansietas memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami ansietas

dengan wanita berisiko dua kali lipat lebih besar daripada pria.
Horwath dan Weissman (2000) menjelaskan bahwa suatu
kemungkinan sindrom kromosom 13 yang dapat terlibat dalam
hubungan genetika yang mungkin pada gangguan panik, seperti
sakit kepala hebat, masalah ginjal, kandung kemih, atau tiroid,
prolaps katup mitral.
b Teori neurokimia
Asam
gama-amino

butirat

(GABA)

merupakan

neurotransmiter asam amino yang diyakini tidak berfungsi pada


gangguan ansietas. GABA, suatu neurotransmiter inhibitor,
berfungsi

sebagai

agens

antiansietas

alami

tubuh

dengan

mengurangi eksitabilitas sel sehingga megurangi frekuensi


bangkitan neuron. GABA tersedia pada sepertiga sinaps saraf,
terutama sinaps di sistem limbik dan lokus seruleus, tempat
neurotransmitter norepinefrin diproduksi, yang menstimulasi fungsi
sel. Karena GABA mengurangi ansietas dan noreepinefrin
meningkatkan ansietas, diperkirakan bahwa masalah pengaturan
2

neurotransmitter ini menimbulkan gangguan ansietas.


Teori Psikologis:
a Teori Perilaku
Ansietas merupakan sesuatu yang diperlajari melalui
pengalaman individu. Pola-pola perilaku tertentu mengajarkan
seseorang bertindak dengan cara berbeda. Misalnya, jika sejak
kecil seringkali diterapkan perilaku main sendiri atau jarang
bersosialisasi, maka kondisi tersebut bisa terbawa hingga dewasa
yang membuatnya menjadi takut atau cemas untuk berhadapan
dengan orang lain. Ansietas merupakan segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan belajar
berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.
Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada
ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam
kehidupan selanjutnya

b Psikodinamik (Pandangan Psikoanalitik)


Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua
elemen

yang

bertentangan

dan

fungsi

ansietas

adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya. Teori psikodinamik


berpendapat bahwa beberapa ketakutan berakar dari trauma atau
kekerasan di masa kecil seperti pernah diejek atau dipermalukan.
Ketakutan ini bisa dilupakan tapi dapat muncul kembali di
c

kemudian hari.
Pandangan Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan,
yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami
harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan

ansietas yang berat.


Sosial budaya
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada

tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas


dengan

depresi.

Faktor

ekonomi,

latar

belakang

pendidikan

berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.


Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi:
1

Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan


fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktivitas hidup sehari-hari.


Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas , harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

Etiologi Panik:
a

Teori biologi

Gangguan panik dapat diwariskan secara genetik. Serangan panik


dapat muncul ketika girus parahipokampus diaktifkan oleh jalur
norepinefrin. Gejala serangan panik, misalnya peningkatan frekuensi
jantung yang terlihat pada peningkatan kadar noreepinefrin yang
dilepaskan. Obat-obatan seperti yohimbin menyekat reseptor pengikat
norepinefrin sehingga ansietas meningkat.
b Psikoanalitis
Informasi yang direpresi ke alam bawah sadar dapat muncul ke alam
sadar. Informasi ini menyebabkan konflik yang berasal dari salah satu
dari empat sumber: ansietas superego, rasa bersalah yang dirasakan
oleh individu yang secara sosial dan personal memiliku impuls yang
tidak tepat, dan tipe hukuman terhadap konflik jika informasi ini
diketahui, ansietas separasi, tentang potensi kehiangan orang terdekat,
dan ansietas id atau destruksi individu. Tujuan psikoanalitis adalah
menghadapi konflik untuk mengkaji sumber ansietas yang sebenarnya
kemudian melakukan intervensi.
Masalah fisik yang dapat dikaitkan dengan kecemasan meliputi:
(TirtoJiwo, 2012)
1 Penyakit jantung
2 Diabetes
3 Masalah tiroid (seperti hipotiroidisme atau hipertiroidisme)
4 Asma
5 Penyalahgunaan obat
6 Penarikan diri (withdrawal) alkohol
7 Penarikan diri (withdrawal) dari obat anti-kecemasan
8

(benzodiazepin)
Tumor Langka yang memproduksi hormon tertentu yang

menyebabkan badan dalam posisi siaga hadapi atau lari


9 Otot atau kejang atau kram.
10 Rasa terbakar atau sensasi menusuk-nusuk sensasi yang tidak
memiliki sebab yang jelas
Hal-hal yang dapat meningkatkan resiko terkena gangguan kecemasan
meliputi: (TirtoJiwo, 2012)

Menjadi perempuan. Wanita lebih mungkin dibandingkan pria

untuk didiagnosis dengan gangguan kecemasan.


Trauma ketika anak anak. Anak-anak yang mengalami pelecehan
atau trauma atau menyaksikan peristiwa traumatis beresiko lebih
tinggi mengalami gangguan kecemasan di beberapa titik dalam

hidup.
Stres karena sakit. Memiliki kondisi kesehatan kronis atau penyakit
serius seperti kanker dapat menyebabkan kekhawatiran yang
signifikan tentang masa depan, perawatan Anda dan mungkin

keuangan Anda.
Penumpukan stres. Sebuah peristiwa besar atau penumpukan yang
lebih kecil dalam situasi kehidupan yang penuh stres dapat memicu
kecemasan yang berlebihan misalnya, kekhawatiran yang sedang

berlangsung tentang keuangan atau kematian anggota keluarga.


Kepribadian. Orang dengan beberapa tipe kepribadian lebih rentan
terhadap gangguan kecemasan dari orang lain. Selain itu, beberapa
gangguan kepribadian, seperti gangguan kepribadian borderline,

mungkin berhubungan dengan gangguan kecemasan.


Memiliki hubungan darah dengan penderita gangguan kecemasan.

Gangguan kecemasan dapat diwariskan dalam keluarga.


Penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan narkotik atau alkohol dapat

menyebabkan atau memperburuk kecemasan.


Tanda dan Gejala
Awitan gangguan ansietas sangat bervariasi. Awitanldi secara akut atau
bertahap. Awitan dapat timbul tanpa peristiwa pencetus atau terjadi
karena peritiwa akut yang menimbulkn stress atau bahkan stressor
kronis seperti masalah kesehatan, pekerjaan, nutrisi, medikasi atau
keluarga. Gangguan ansietas ditandai dengan tingkat ansietas yang
tinggi, yang terlihat pada perilaku yang tidak lazim, misalnya khawatir,
panik, pikiran dan tindakan obsesif-kompulsif atau takut terhadap
objek atau peristiwa yang tidak sesuai dengan realitas situasi.

Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan


fisiologis dan psikologis (Sheila,2008)
1

Respon fisiologis
a Kardiovaskuler : tekanan arteri meingkat, denyut jantung
meningkat, konstruksi pembuluh darah perifer, tekanan darah

meningkat, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun


Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan

terengah-engah
Gastrointestinal : nafsu makan menuru, tidak nyaman pada

d
e
f

perut, mual dan diare


Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing
Traktus urinarius : sering berkemih
Kulit : keringat dingin, gatal dan wajah kemerahan

Respon perilaku
Respon perilaku yang sering muncul adalah gelisah, tremor,
ketegangan fisik, reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar,
kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal dan
melarikan diri dari masalah.

Respon kognitif
Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa,
salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir logis, tidak
mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan,
menurunnya lapangan persepsi dan kreatifitas, bingung, takut,
kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual dan takut cedera
atau kematian.

Respon afektif
Respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak
sabar, gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa
bersalah dan malu.

d Akibat atau Dampak

Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun


situasi yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi
ini

tumbuh

berlebihan

dibandingkan

dengan

bahaya

yang

sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang


berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran
serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik (Cutler,
2004)
Menurut Yustinus (2006) membagi beberapa dampak kecemasan ke
dalam beberapa simtom, yaitu:
a. Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan
adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber
tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan
tidak dapat tidur, sehingga dapat menyebabkan sifat mudah marah.
b. Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan
pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang
mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalahmasalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau
belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa
cemas.

c. Simtom motor
Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak
tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan,
misalnya jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap
suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan
gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan
merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang
dirasanya mengancam.

C MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1 Masalah keperawatan (Stuart & Sunden ,1998)
a Koping individu tidak efektif
b Anxietas
c Isolasi sosial : menarik diri
d Tidak efektifnya koping keluarga
e Harga diri rendah : Gangguan konsep diri
f Perilaku kekerasan
g Tidak efektifnya pelaksanaana regimen terapeutik
2

Data yang perlu dikaji :


Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan
perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan
terhadap kecemasan.
a Kaji faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan
yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan seperti:
1 Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya
kecemasandengan krisis yang dialami individu baik krisis
2

perkembangan atau situasional.


Konflik emosional yang dialami

individu

dan

tidak

terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan super ego atau


antara
3

keinginan

dan

kenyataan

dapat

menimbulkan

kecemasan pada individu.


Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan
individu berpikir secara realistissehingga akan menimbulkan

kecemasan.
Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk

mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.


Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan

karena

merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat


6

mempengaruhi konsep diri individu.


Pola mekanisme koping keluarga
menangani
berespon

setres
terhadap

akan

atau

mempengaruhi

konflik

yang

pola

keluarga

individu

dialami

karena

dalam
pola

mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

Riwayat

gangguan

kecemasan

dalam

keluarga

akan

mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap


8

konflik dan mengatasi kecemasannya.


Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan

yang

mengandung

benzodiepin,

karena

benzodizepin dapat menekan neurotrasmiter gamma amino


butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak
yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan
b Kaji stressor presipitasi
Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan
yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian:
1 Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan

yang

mengancam integritas fisik meliputi:


a Sumber internal, mrliputi kegagalan mekanisme fisiologis
system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis
b

normal (mis.hamil).
Sumber eksternal, meliputi paparan terhadapinfeksi virus
dan bakteri, polutan lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak

adekuatnya tempat tinggal.


Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan
eksternal.
a
Sumber

internal:

kesulitan

dalam

berhubungan

interpersonal dirumah dan di tempat kerja, penyesuaian


terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas
b

fisik juga dapat mengancanm harga diri


Sumber eksternal: kehilangan orang

yang

dicintai,

perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok,


social budaya
c

Kaji perilaku
Secara langsung kecemasan dapat di ekspresikan melalui
respon fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung melalui

pengambangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan


kecemasan.
1 Respon fisiologis: Mengaktifkan system saraf otonom (simpatis
2

dan parasimpatis)
Respon psikologologis: Kecemasan dapat mempengaruhi aspek

intrapersonal maupun personal.


Respon kognitif: Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan
berpikir baik proses pikir maupun isis pikir, diantaranya adalah
tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah

lupa, menurunya lapangan persepsi, bingung.


Respon afektif : Klien akan mengekspresikan dalam bentuk
kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi
terhadap kecemasan

d Kaji penilaian terhadap stressor


1 Kognitif (kerusakan perhatian, kurang konsentrasi, pelupa,
kesalahan dalam menilai, preokupasi, bloking, penurunan
lapangan pandang, berkurangnya kreativitas, produktivitas
menurun, bingung, sangat waspadai, berkurangnya objektivitas,
takut kehilangan kontrol, takut bayangan visual, takut akan
2

terluka atau kematian, kesadaran diri meningkat, mimpi buruk).


Afektif (mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervous,
takut, alarm, frustasi, teror, gugup, gelisah, merasa bersalah,

pemalu, frustasi).
Fisiologik
a Kardiovaskular (palpitasi, jantung berdebar, td meningkat,
rasa mau pingsan, pingsan, TD menurun, denyut nadi
b

menurun).
Pernafasan (nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada,
nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorok, sensasi

tercekik, terengah-engah).
Neuromuskular (refleks meningkat, reaksi kejutan, mata
berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah
tegang).

Gastrointestinal

(kehilangan

nafsu

makan,

menolak

makanan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa


e

terbakar di perut, diare, perut melilit).


Traktus urinarius (tidak dapat menahan kencing, sering

berkemih).
Reproduksi (tidak datang bulan/amenore, darah haid
berlebihan,

darah

haid

amat

sedikit,

masa

haid

berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali


g

dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi dini).


Integumen (wajah kemerahan, berkeringat setempat/telapak
tangan, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat,

berkeringat seluruh tubuh).


Behavioral (gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara
cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik
diri dari hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan diri

dari masalah, menghindar, hiperventilasi).


Respon sosial (kadang kadang menghindari kontak sosial/
aktivitas sosial menurun, kadang-kadang menunjukkan sikap
bermusuhan).

Kaji sumber dan mekanisme koping


1 Sumber koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan
dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari
lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal.
Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan
memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini.
Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu
dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati,
2

2005).
Mekanisme koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara
konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien
berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang
mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari

atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola


koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang
biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak
mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain
(Suliswati,

2005). Mekanisme

koping untuk mengatasi

kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak


energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang
dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
a Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada
tugas. Merupakan pemecahan masalah secara sadar
digunakan untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada
secara realistis, yaitu:
- Perilaku menyerang (agresif)
Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan
-

agar memenuhi kebutuhan.


Perilaku menarik diri
Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik

secara fisik maupun secara psikologis.


Perilaku kompromi.
Digunakan untuk mengubah tujuan-tujuan yang akan
dilakukan atau mmengorbankan kebutuhan personal

untuk mencapai tujuan.


Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego.
Mekanisme pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas
ringan maupun sedang yang digunakan untuk melindungi
diri

dan

dilakukan

secara

tidak

sadar

untuk

mempertahankan ketidakseimbangan. Adapun mekanisme


pertahanan Ego adalah:
- Kompensasi
Adalah proses dimana

seseorang

memperbaiki

penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan


-

keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.


Penyangkalan (Denial)

Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan


mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan
-

ini paling sederhana dan primitif.


Pemindahan (Displacemen)
Pengalihan emosi yag semula

ditujukan

pada

seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau


-

kurang mengancam terhadap dirinya.


Disosiasi
Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari

kesadaran atau identitasnya.


Identifikasi (Identification)
Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang
ia kagumi dengan mengambil/menirukan pikiran-

pikiran,prilaku dan selera orang tersebut.


Intelektualisasi (Intelektualization)
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk
memghindari

pengalaman

yang

mengganggu

perasaannya.
Introjeksi (Intrijection)
Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak
lagi terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan

superego).
Fiksasi
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek
tertentu (emosi atau tingkah laku atau pikiran) sehingga

perkembangan selanjutnya terhalang.


Proyeksi.
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan. Perasaan

emosional dan motivasi tidak dapat ditoleransi.


Rasionalisasi
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya
menurut alasan yang seolah-olah rasional,sehingga tidak

menjatuhkan harga diri.


Reaksi formasi

Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung


bertentangan

dengan

keinginan-keinginan,perasaan

yang sebenarnya.
Regressi
Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah
laku yang primitif), contoh; bila keinginan terhambat
menjadi marah, merusak, melempar barang, meraung,

dan sebagainya.
Represi
Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls,
atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan,
merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung

diperkuat oleh mekanisme ego yang lainnya.


Acting Out
Langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya

terhalang.
Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
dimata

masyarakat

untuk

suatu

dorongan

yang

mengalami halangan dalam penyalurannya secara


-

normal.
Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi
yang disadari;pengesampingan yang disengaja tentang
suatu bahan dari kesadaran seseorang;kadang-kadang

dapat mengarah pada represif berikutnya.


Undoing
Tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan
sebagian

dari

tindakan/perilaku

atau

komunikasi

sebelumnya merupakan mekanisme pertahanan primitif.


D DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada kecemasan:
1

Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman pada lingkungan

Panik berhubungan dengan penolakan keluarga

E RENCANA TINDAKAN
Tujuan Umum:
Klien akan menunjukkan mekanisme koping adaptif dalam mengatasi stres
dan mampu mengurangi ansietasnya dari tingkat ringan hingga panik.
Tujuan Khusus:
a Klien mampu mengenal ansietas.
b Klien mampu mengekspresikan

dan

mengidentifikasi

tentang

c
d
e

ansietasnya.
Klien mampu mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas.
Klien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi.
Klien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk

f
g
h
i

mengatasi ansietas.
Klien mampu membina hubungan saling percaya.
Klien mampu melakukan aktifitas sehari-hari.
Klien mampu meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
Klien terlindung dari bahaya.

Tindakan keperawatan:
a

Bina hubungan saling percaya


1 Pertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat
2

berinteraksi.
Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling
percaya meliputi:
i
Mengucapkan salam terapeutik
ii
Berjabat tangan
iii
Menjelaskan tujuan interaksi
iv
Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali

bertemu pasien atau klien.


Bantu pasien mengenal ansietas
1 Bantu pasien untuk mengidentifikasi
2
3
4

dan

menguraikan

perasaannya.
Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas.
Bantu pasien mengenal penyebab ansietas.
Bantu klien menyadari perilaku akibat ansietas.

Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa

percaya diri.
1 Pengalihan situasi
2 Latihan relaksasi:
i
Tarik nafas dalam
ii
Mengerutkan dan mengendurkan otot-otot.
3 Hipnotis diri sendiri (latihan 5 jari).
Motivasi klien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul.

Tindakan Keperawatan: Sp 1
a Membina hubungan saling percaya.
b Membantu pasien mengenal ansietas.
c Mengajarkan tehnik relaksasi dengan pengalihan situasi.
d Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan sehari-hari.
Tindakan Keperawatan: Sp 2
a
b
c

Mengevaluasi latihan teknik pengalihan situasi.


Mengajarkan dan melatih tehnik relaksasi nafas dalam.
Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

Tindakan Keperawatan: Sp 3
a
b

Mengevaluasi latihan teknik tarik nafas dalam


Mengajarkan dan melatih tehnik relaksasi progresif: mengerutkan dan

mengendurkan otot.
Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

Tindakan Keperawatan: Sp 4
a

Mengevaluasi latihan tehnik relaksasi progresif mengerutkan dan

b
c

mengendurkan otot.
Mengajarkan dan melatih tehnik relaksasi lima jari.
Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.
Teknik relaksasi progresif:
a
b
c
d
e
f

Otot yang dapat dilatih mulai dari otot muka sampai otot kaki.
Kerutkan otot muka, kendurkan, 3-10 kali.
Otot punggung
Otot perut
Otot tangan
Otot kaki.

Teknik relaksasi lima jari:


a
b

Membayangkan, distraksi.
Sentuhkan ibu jari dengan telunjuk, sambil melakukannya, kenang
saat merasa sehat, menikmati kegiatan fisik yang menyenangkan,
misalkan membayangkan ketika baru saja selesai mengikuti

pertandingan bulu tangkis dan bapak menjadi pemenangnya.


Kedua, sentuhkan ibu jari dengan jari tengah, sambil
melakukannya, kenang saat pertama kali jatuh cinta, saat pertama

kali bertemu dengan istri dan kenangan indah yang lain.


Ketiga, sentuhkan ibu jari dengan jari manis dan bayangkan ketika

saat pertama menerima pujian yang paling berkesan.


Terakhir, sentuhkan ibu jari dengan kelingking dan bayangkan
berada di satu tempat yang paling disukai, misalnya pantai,
bayangkan berjalan di sekeliling pantai, kembangkan imajinasi.

Rencana Keperawatan berdasarkan tingkat ansietas:


1. Ansietas Ringan
Deskripsi
Ansietas ringan
adalah

ansietas

normal

dimana

motivasi individu
pada keseharian
dalam

batas

kemampuan
untuk melakukan
dan memecahkan
masalah
meningkat.

Batasan Karakter
a. Tidak nyaman.
b. Gelisah.
c. Insomnia ringan.
d. Perubahan nafsu
makan ringan.
e. Peka.
f. Pengulangan
pertanyaan.
g. Perilaku mencari
perhatian.
h. Peningkatan
kewaspadaan.
i. Peningkatan
persepsi
pemecahan
masalah.
j. Mudah marah.

Intervensi
a. Gerakan tidak tenang.
b. Perhatikan
tanda
peningkatan ansietas.
c. Bantu
klien
menyalurkan

energi

secara konstruktif.
d. Gunakan obat bila
perlu.
e. Dorong

pemecahan

masalah.
f. Berikan

informasi

akurat dan fuktual.


g. Sadari
penggunaan
mekanisme
pertahanan.
h. Bantu

dalam

mengidentifikasi
keterampilan

koping

yang berhasil.
i. Pertahankan

cara

yang tenang dan tidak


terburu.
2. j)
Ajarkan latihan
dan tehnik relaksasi.
2. Ansietas Sedang
Deskripsi
Ansietas sedang

Batasan Karakter
a. Perkembangan dari

adalah

ansietas ringan.
b. Perhatian
terpilih

cemas

yang
mempengaruhi
pengetahuan
baru

dengan

penyempitan
lapangan
persepsi sehngga
individu
kehilangan
pegangan tetapi
dapat mengikuti
pengarahan
orang lain.

dari lingkungan.
c. Konsentrasi hanya
pada

tugas-tugas

individu.
d. Suara bergetar.
e. Ketidaknyamanan
jumlah waktu yang
digunakan.
f. Takipnea.
g. Takikardia.
h. Perubahan

Intervensi
a. Pertahankan
sikap
tidak

tergesa-gesa,

tenang

bila

berurusan

dengan

pasien.
b. Bicara dengan sikap
tenang,

tegas

meyakinkan.
c. Gunakan
kalimat
yang

pendek

sederhana.
d. Hindari
dalam

nada suara.
i. Gemetaran.
j. Peningkatan

dan

menjadi

cemas, marah, dan


melawan.
e. Dengarkan pasien.
f. Berikan kontak fisik

ketegangan otot.
k. Menggigit
kuku,
memukul-mukulkan

dengan

lengan dan tangan


pasien.
g. Anjurkan

jari,
menggoyangkan

menyentuh

pasien

menggunakan tehnik

kaki

dan

mengetukkan

jari

relaksasi.
h. Ajak pasien untuk

kaki.

mengungkapkan
perasaannya.
2. i)
Bantu pasien
mengenali

dan

menamai
ansietasnya.

3. Ansietas Berat
Deskripsi
Pada
ansietas
berat

lapangan

persepsi menjadi
sangat menurun.

Batasan Karakter
a. Perasaan terancam.
b. Ketegangan
otot
yang berlebihan.
c. Diaforesis.
d. Perubahan

Individu
cenderung
memikirkan hal
yang

sangat

kecil saja dan


mengabaikan
hal yang lain.
Individu

tidak

mampu berfikir
realistis

dan

membutuhkan
banyak
pengarahan,
untuk

dapat

memusatkan
pada
lain.

daerah

e.
f.
g.
h.
i.

dan

yang

kontak

sering

sampai konstan.
c. Berikan obat-obatan
pasien melakukan hal

gastrointestinalis.
j. Mual muntah.
k. Rasa terbakar pada

atau

untuk dirinya sendiri.


d. Observasi
adanya
tanda-tanda
peningkatan agitasi.
e. Jangan mennyentuh
pasien tanpa permisi.
f. Yakinkan
pasien
bahwa dia aman.
2. g)
Kaji keamanan

konstipasi.
o. Perubahan
kardivaskuler.
p. Takikardia.
q. Palpitasi.
r. Rasa tidak nyaman
pada prekokardia.
s. Berkurangnya jarak
persepsi

lingkungan

aman dan tenang.


b. Biarkan perawatan

pernapasan.
Napas panjang.
Hiperventilasi.
Dispnea.
Pusing.
Perubahan

ulu hati.
l. Sendawa.
m. Anoreksia.
n. Diare

Intervensi
a. Isolasi pasien dalam

secara

dalam

lingkungan

sekitarnya.

berat.
t. Ketidakmampuan
untuk
berkonsentrasi.
u. Rasa terbakar.
v. Kesulitan
dan
ketidaktepatan
pengungkapan.
w. Aktivitas yang tidak
x.

berguna.
Bermusuhan.

4. Panik
Deskripsi
Adalah tingkat

Batasan Karakter
a. Hiperaktif

dimana individu

imobilitasi berat.
minta bantuan.
b. Rasa terisolasi yang b. Jika
mungkin

berada

pada

bahaya terhadap
diri sendiri dan
orang lain serta
dapat

menjadi

diam

atau

menyerang
dengan
kacau.

cara

Intervensi
/ a. Tetap bersama pasien ;

ekstrim.
c. Kehilangan

hilangkan
stressor

desintegrasi

otot-otot tegang.
e. Ketidakmampuan

dan

lingkungan.
c. Bicara dengan tenang,
sikap

meyakinkan,

menggunakan

untuk

nada

suara yang rendah.


d. Katakan pada pasien

berkomunikasi
dengan kalimat yang
lengkap.
f. Distori persepsi dan
penilaian yang tidak
lingkungan

fisik

psikologisdari

kepribadian.
d. Sangat goncang dan

realistis

beberapa

terhadap
dan

ancaman.
g. Perilaku

kacau

dalam

usaha

bahwa

anda

tidak

(staf)
akan

membahayakan
dirinya

sendiri

atau

orang lain.
e. Isolasikan pasien pada
daerah yang aman dan
nyaman.

melarikan diri.
h. Menyerang.

2. f)

Lanjut

perawatan

dengan
ansietas

berat.

Sedangkan rencana keperawatan pada ansietas berat dan sedang, yaitu sebagai
berikut:
Kriteria hasil: klien akan mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau
ringan.
Rencana keperawatan: respon ansietas pada tingkat sangat berat
Tujuan Khusus

Intervensi

Klien dapat terlindung - Dukung


dari bahaya.

Rasional
dan

terima Ansietas berat dan panik

mekanisme pertahan diri dapat dikurangi dengan


klien

mengijinkan klien untuk


menentukan

stress

yang

besarnya
dapat

ditangani.
Kenalkan klien pada
kriteria kesediahan yang
berhubungan
mekanisme

dengan Jika klien tidak mampu


kopingnya menghilangkan ansietas,
ketegangan

saat ini

dapat

mencapai
- Berikan
kepada

umpan
klien

perilaku,

balik
tentang

stressor

dan

sumber koping.
- Hindari perhatian pada
fobia, ritual atau keluhan
fisik.
- Kuatkan

ide

bahwa

kesehatan
berhubungan

fisik
dengan

kesehatan emosional
- Batasi perilaku maladaptif
klien dengan cara yang
mendukung
Klien akan mengalami - Bersikap tenang terhadap Perilaku
situasi yang lebih sedikit klien

dimodifikasi

menimbulkan ansietas

mengubah
- Kurangi
lingkungan

dapat

stimulus

dan

dengan
lingkungan

interkasi

dengan lingkungan

klien

- Batasi

interaksi

klien

dengan klien lain untuk


meminimalkan

aspek

menularnya ansietas
- Identifikasi

dan

modifikasi situasi yang


dapat

menimbulkan

ansietas bagi klien


- Berikan

tindakan

fisik

seperti mandi air hangat


dan massage
Klien

dapat

dalam

aktivitas

terlibat - Ikutlah terlibat dengan Dengan


yang aktivitas

dijadwalkan sehari-hari

klien

memberikan

untuk aktivitas ke luar rumah,

dukungan perawat

pada penguatan perilaku waktu


produktif secara sosial
- Berikan beberapa jenis
latihan fisik

membatasi
klien

yang

tersedia

untuk

mekanisme

koping

destruktif

sambil

meningkatkan partisipasi

- Rencanakan jadwal atau


daftar

aktivitas

yang

dapat

dilakukan

setiap

hari
- Libatkan
keluarga

mendorong

anggota
dan

pendukung lainnya

sistem

dan meninkmati aspek


kehidupan lainnya

Klien akan mengalami - Berikan medikasi yang Efek


penyembuhan dan gejala- dapat
gejala ansietas berat

hubungan

membantu terapeutik

mengurangi

rasa

dapat

tidak ditingkatkan jika kendali

nyaman klien

kimiawi terhadap gejala


kemungkinan

- Amati

efek

medikasi

samping

dan

penyuluhan

yang

lakukan
kesehatan

untuk

klien

mengarahkan

perhatian pada konflik


yang mendasari

yang relevan

Rencana keperawatan: respon ansietas pada tingkat berat


Tujuan Khusus
Klien
mengidentifikasi

Intervensi
akan - Bantu
dan mengindentifikasi

menggambarkan
perasaan

Rasional
klien Untuk

mengadopsi

dan respon koping yang baru,

menggambarkan

klien pertama kali harus

tentang perasaan yang mendasari menyadari perasaan dan

ansietasnya

kecemasan

mengatasi
penyakangkalan

dan

resistens yang disadari


atau tidak disadri
Kaitkan perilaku klien
dengan perasaan tersebut

- Validasikan

semua

perubahan dan asumsi


kepada klien

- Gunakan
terbuka

pertanyaan
untuk

beralih

dari topic yang tidak


mengancam ke isu-isu
konflik
- Variasikan

besarnya

ansietas

untuk

meningkatkan

motivasi

klien
- Gunakan

konfrontasi

supportif

dengan

bijaksana
Klien

akan - Bantu

klien Setelah perasaan ansietas

mengidentifikasi

manggambarkan

penyebab ansietas

dan

situasi dikenali,

interaksi

perkembangannya

penilaian

klien

terhadap stressor, nilainilai yang terancam dan


cara konflik berkembang
- Hubungkan pengalaman
klien dengan pengalaman
yang relevan pada masa
lalu

harus

yang mengerti

mendahului ansietas

Tinjau

klien

termasuk

stressor

pencetus,

penilaian

stressor dan sumber yang


tersedia

Klien akan menguraikan - Kaji

bagaimana

klien Respons koping adaptif

respons koping adaptif menurunkan


dan maladaptif

dapat dipelajri melalui

ansietasnya dimasa lalu analisa


dan

tindakan

dilakukan

mekanisme

yang koping yang digunakan


untuk dimasa

menurunkakannya

lalu,

ulang
menggunakan

penilaian
stressor,
sumber

koping yang tersedia dan


menerima

tanggung

jawab untuk berubah.

Tunjukkan

efek

maladaptif dan destruktif


dari respons koping saat
ini
- Dorong

klien

menggunakan

koping

adaptif

efektif

yang

dimasa lalu
- Fokuskan

klien

pada

tanggung jawab untuk


berubah
- Bantu

klien

untuk

mengevaluasi nilai, sifat


dan arti stressor pada saat
yang tepat

- Bantu klien secara aktif


mengkaitkan

hubungan

sebab akibat
Klien
mengimplementasi

akan - Bantu

klien Individu dapat mengatasi

kan mengidentifikasi

dua respons adaptif untuk untuk


mengatasi ansietas

cara stress dengan mengatur

membangun distress emosional yang

kembali

pikiran, menyertainya

memodifikasi

perilaku, teknik

menggunakan

su,mber stres

dan

respons

menguji

melalui

penatalaksanaan

koping yang baru


- Dorong klien melakukan
aktivitas

fisik

untuk

menyalurkan energi
- Libatkan orang terdekat
sebagai sumber koping
dan dukungan sosial
- Ajarkan teknik relaksasi
untuk

meningkatkan

percaya diri

TINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA


Tujuan tindakan untuk keluarga:
a Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota keluarganya.
b Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah ansietas.
c Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ansietas.
d Keluarga mampu mempraktekkan cara merawat pasien dengan ansietas.
e Keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang mengalami ansietas.

Tindakan keperawatan keluarga yang dapat dilakukan adalah:


a
b
c
d

Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.


Diskusikan tentang proses terjadinya ansietas serta tanda dan gejala.
Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari ansietas.
Diskusikan cara merawat pasien dengan ansietas dengan cara mengakarkan

teknik relaksasi:
1)
Mengalihkan situasi
2)
Latihan relaksasi
3)
Menghipnotis diri sendiri (latihan 5 jari).
Diskusikan dengan keluarga perilaku pasien yang perlu dirujuk dan

bagaimana merujuk pasien.


Terapi Aktivitas Kelompok.

Rencana Keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan:


1

Cemas Berat atau Panik


Tujuan yang diharapkan:
a Klien terlindung dari bahaya.
b Klien dapat menyesuaikan dengan lingkungan barunya.
c Kien dapat mengikuti aktifitas yang telah dijadwalkan.
d Klien dapat mengalami kesembuhan dengan berkurangnya tanda
gejala.
Rencana Tindakan Keparawatan:
a

Lindungi klien dari bahaya:


1 Bina hubungan terapeutik: terima terlebih dahulu kehendaknya dan
beri

dukungan klien dari pada melawan Kenalkan realitas

nyeri yang berhubungan dengan mekanisme koping Jangan


2

fokuskan pada fobia, ritual atau keluhan fisik.


Beri umpan balik tentang: perilaku stress, penilaian stresor dan
sumber koping perkuat ide bahwa kesehatan fisik Berhubungan
dengan kesehatan emosi. Kemudian mulailah membuat batasan

perilaku mal-adaptif klien dengan cara mendukung.


Modifikasi lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan:
1 Lakukan cara yang tenang kepada klien
2 Kurangi stimulasi lingkungan
3 Batasi interaksi pasien dengan orang lain, untuk meminimalkan
menularnya cemas pada orang lain.

4
5
c

Identifikasi dan modifikasi situasi yang mempengaruhi kecemasan.


Berikan tindakan yang dapat mendukung fisik, seperti; mandi

hangat, massage.
Dorong klien melakukan aktifitas yang telah dijadwalkan
1 Dukung klien untuk beraktifitas dengan berbagi kegiatan seperti
membersihkan ruangan, merawat taman selanjutnya berikan

2
3
4

penguatan perilaku produktif secara sosial.


Berikan beberapa jenis latihan fisik seperti; senam, relaksas
Bersama-sama klien untuk membuat jadwal kegiatan.
Libatkan keluarga atau sistem pendukung lainnya

memungkinkan.
Kolaborasi pemberian obat-obat anti ansietas untuk menurunkan

6
7

gejal-gejala cemas berat.


Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Amati efek samping obat.

yang

Cemas tingkat sedang


a Tujuan Umum
1 Klien dapat mengidentifikasi perasaan cemas.
2 Klien dapat mengenali penyebab cemas.
3 Klien dapat menguraikan respon koping adaptif dan mal-adaptif.
4 Klien dapat melaksanakan 2 respon adaptif untuk mengatasi
cemas.

Rencana Tindakan Keperawatan


1

Identifikasi perasaan cemas.


a Bina hubungan saling percaya.
b Bantu klien mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
c Monitor adakah kesesuaian perilaku dengan perasaan.
d Validasi pasien tentang perasaan cemasnya semua perubahan dari
e

asumsi yang ada.


Gunakan pertanyaan terbuka, kaitkan perilaku klien dengan

perasaan klien.
f Lakukan konfrontasi suportif secara bijaksana. (jika perlu)
Kenali penyebab kecemasan klien
a Bantu klien untuk menggambarkan situasi dan interaksi yang
b

mendahului cemas.
Tinjau penilaian klien terhadap; stresor; nilai-nilai yang terancam;
timbulnya konflik.

c Hubungkan pengalaman klien sekarang dengan masa lalu


Dorong klien untuk menguraikan cara koping adaptif
a Gali bagaimana klien mengatasi cemas dimasa lalu dan bagaimana
b
c
d
e
f

tindakan yang dilakukan.


Tunjukan efek distruktif dari koping mal-adaptif.
Dorong klien untuk melakukan koping adaptif yang efektif.
Beri tanggung jawab klien.
Bantu klien menilai kembali : nilai, sifat dan arti stressor.
Diskusikan dengan klien manfaat manfaat berhubungan dan akibat

kita tidak berhubungan.


4 Bantu klien melakukan 2 respon adaptif untuk mengatasi cemas
a Bantu klien mengidentifikasi cara untuk membangun kembali:
pikiran positif; perilaku adaptif, penggunaan sumber-sumer koping,
b

dan menguji respon koping yang baru.


Beri dorongan untuk melakukan aktifitas fisik dalam menyalurkan

c
d

energi.
Libatkan orang terdekat sebagai sumber koping/dukungan sosial.
Ajarkan latihan relaksasi untuk meningkatkan pengendalian diri,
relevansi diri serta mengurangi stress.

Manajemen Ansietas secara umum:


1

Obat
Beberapa jenis obat yang digunakan untuk mengobati gangguan
kecemasan. Ini termasuk:
a Antidepresan. Obat-obat ini mempengaruhi aktivitas kimia otak
(neurotransmitter) diperkirakan memainkan peran dalam gangguan
kecemasan.

Contoh

antidepresan

digunakan

untuk

mengobati

gangguan kecemasan termasuk fluoxetine (Prozac), paroxetine (Paxil),


escitalopram (Lexapro), sertraline (Zoloft), venlafaxine (Effexor) dan
imipramine (Tofranil).
b Buspirone. Ini obat

anti-kecemasan

dapat

digunakan

secara

berkelanjutan. Seperti kebanyakan dengan antidepresan , biasanya


memakan waktu sampai beberapa minggu untuk menjadi sepenuhnya
efektif. Sebuah efek samping yang umum dari buspirone adalah
perasaan kepala ringan tak lama setelah meminumnya. Efek samping
yang kurang umum termasuk sakit kepala, mual, gugup dan insomnia.

Benzodiazepin. Dalam keadaan terbatas dokter mungkin meresepkan


salah satu obat penenang untuk menghilangkan gejala kecemasan.
Contohnya termasuk clonazepam (Klonopin), lorazepam (Ativan),
diazepam (Valium), chlordiazepoxide (Librium) dan alprazolam
(Xanax).

Benzodiazepin

biasanya

digunakan

hanya

untuk

menghilangkan kecemasan akut secara jangka pendek. Karena mereka


dapat membentuk kecanduan (adiktif), obat ini bukan pilihan yang
baik jika Anda punya masalah dengan penyalahgunaan alkohol atau
obat (membuat Anda lebih rentan terhadap kecanduan). Mereka dapat
menyebabkan efek samping yang mencakup kantuk, koordinasi
berkurang, dan masalah dengan keseimbangan dan memori.
2

Psikoterapi (TirtoJiwo,2012).
a

Psikoterapi merupakan terapi bicara dan konseling psikologis.


Psikoterapi menggarap tekanan hidup dan kekhawatiran yang
mendasari dan membuat perubahan perilaku. Psikoterapi ini dapat
menjadi pengobatan yang efektif untuk mengatasi kegelisahan.

Terapi perilaku kognitif adalah salah satu yang paling umum dari jenis
psikoterapi untuk gangguan kecemasan. Terapi perilaku kognitif
berfokus pada pengajaran keterampilan khusus untuk mengidentifikasi
pikiran dan perilaku negatif dan menggantinya dengan yang positif
.

DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, L.J., 1998. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 6. Alih
Bahasa : Yasmin Asih. Editor Monica Aster, Jakarta : EGC.
2. Carpenito, L.J.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC.
3. Cutler, Howard C. 2004. Seni Hidup Bahagia. Alih Bahasa: Alex Tri
Kantjono Widodo. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
4. David AT. 2004. Buku Saku Psikiatri.Ed.6. Jakarta:EGC.
5. Herdman, T Heather. 2012. NANDA International, diagnosis Keperawatan
definisi dan klasifikasi. 2012-2014. Jakarta: EGC
6. Keliat, Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor
Yasmin Asih, Jakarta : EGC
7. Mallapiang.2003.Keperawatan Jiwa.Jakarta:EGC.
8. Potter Patricia A, Anne Griffin, P. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep Klinis, Proses dan Praktik. Alih Bahasa: Yasmin
Asih dkk. Editor edisi bahasa Indonesi: Dewi Yulianti.
9. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, 2000. Jakarta :
EGC.
10. Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi
Dengan Keluarga. Edisi Pertama, Jakarta : CV, Sagung Seto.
11. Ramaiah, Savitri. 2003. Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya.
Jakarta: Pustaka Populer Obor
12. Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media
Press
13. Struart, G.W., Sundeen, S.J., 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi
3.Jakarta: EGC

14. Stuart & Sundeen.2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Alih Bahasa: Achir
Yani S Hamid. Editor: Yasmin Asih. Cetakan 1. Jakarta: EGC.
15. Suliswati.2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC.
16. Townsend, M. C., 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada
Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Alih Bahas Novi Helena. Editor Monica
Ester, Jakarta : EGC.
17. Tirtojiwo.
2012.

Anxiey

(Kecemasan).

http://tirtojiwo.org/wpcontent/uploads/2012/06/ kuliah-anxiety.pdf diakses


pada 25 Agustus 2014 pukul 18.57 WIB.
18. Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
19. Wiramihardja, Sutardjo. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung:
Refika Aditama
20. Yustinus, Semium. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai