TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beban Kerja
2.1.1 Pengertian Beban Kerja
Menurut Moekijat (2004) beban kerja adalah volume dari hasil kerja atau catatan
tentang hasil pekerjaan yang dapat menunjukan volume yang dihasilkan oleh
sejumlah pegawai dalam suatu bagian tertentu. Jumlah pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh sekelompok atau seseorang dalam waktu tertentu atau beban
kerja dapat dilihat pada sudut pandang obyektif dan subyektif. Secara obyektif
adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan.
Sedangkan beban kerja secara subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang
terhadap pernyataan tentang perasaan kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan
pekerjaan dan kepuasan kerja. Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau
aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit
pelayanan keperawatan (Marquis dan Huston, 2004).
Menurut Caplan & Sadock (2006) beban kerja sebagai sumber ketidakpuasan
disebabkan oleh kelebihan beban kerja secara kualitatif dan kuantitatif.
Kelebihan beban kerja secara kuantitatif meliputi:
a. Harus melakukan observasi penderita secara ketat selama jam kerja.
0.
d.
e.
Kurangnya
jumlah penderita.
d.
Seperti kita ketahui perawat merupakan proporsi tenaga yang paling besar di
rumah sakit, diperkirakan sekitar 70% personel adalah perawat (Ilyas, 2004).
Dengan dominannya jumlah perawat di rumah sakit , sejumlah peneliti, praktisi,
dan asosiasi telah melakukan riset untuk dapat menghitung tenaga perawat dengan
mengembangkan formula khusus untuk menghitung kebutuhan tenaga perawat.
a. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Gillies
Menurut Gilles (2006), membagi tindakan keperawatan menjadi tindakan
keperawatan langsung, tidak langsung, dan penyuluhan kesehatan. Arti umum
keperawatan langsung adalah perawatan yang diberikan anggota staf
keperawatan secara langsung kepada pasien tersebut dan perawatan tersebut
dihubungkan secara khusus kepada kebutuhan fisik dan psikologisnya.
Perawatan tidak langsung adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan atas nama
pasien tetapi di luar kehadiran pasien yang berhubungan kepada lingkungan
pasien atau keberadaan finansial dan kesejahteraan sosial si pasien, perawatan
tidak langsung termasuk kegiatan seperti perencanaan perawatan,
penghimpunan peralatan dan perbekalan, diskusi dengan anggota tim
kesehatan lain, penulisan dan pembacaan catatan kesehatan pasien, pelaporan
kondisi pasien kepada rekan kerja, dan menyusun sebuah rencana bagi
perawatan pasien. Pengajaran kesehatan mencakup semua usaha oleh anggota
staf keperawatan untuk memberitahu, dan memotivasi pasien dan keluarganya
menyangkut perawatan setelah keluar dari rumah sakit.
b. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Ilyas.
Ilyas (2004) mengkatagorikan tindakan keperawatan sebagai berikut :
balutan,
mengangkat
jahitan,
kompres,
memberi
kerja
(0). Kaitan antara aktifitas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam
kerja.
(0). Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak
produktif
(1). Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam work sampling adalah sebagai berikut :
(1).Menentukan jenis personil yang diteliti
(2).Melakukan pemilihan sample bila jumlah personil banyak. Dalam tahap ini
dilakukan simple random sampling untuk mendapatkan presentasi populasi
perawat yang akan diamati.
(3). Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan
sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat dan juga kegiatan
langsung yang berkaitan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak
langsung.
(0). Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.
(5). Mengamati kegiatan perawat dilakukan dengan interval 2-15 menit
tergantung kebutuhan peneliti.
(6). Pada work sampling yang diamati adalah kegiatan dan penggunaan
waktunya, tanpa memperhatikan kualitas kerjanya (Ilyas, 2004).
b). Study Time and Motion
yang sedang
dikerjakan
(2). Kaitan antara petugas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam
kerja.
(3).Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak
produktif.
(4). Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam time and motion study adalah
sebagai berikut :
(1). Menentukan jenis personil yang diteliti.
(2). Menentukan sampel dari perawat yang akan diteliti dengan cara purposive
sampling
(0).Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan
sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif dapat juga kegiatan langsung
yang berkaitan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak langsung.
(3). Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.
(5). Pengamatan dapat dilakukan selama 24 jam (3 shift) secara terus menerus,
bagaiman perawat melakukan aktivitasnya dan bagaimana kualitasnya
menjadi faktor penting dalam time and motion study. Kualitas kerja dapat
dilihat dari kesesuian antara kegiatan yang dilakukan dengan standar profesi
(Ilyas, 2004).
c). Daily Log
Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling, dimana orang-orang
yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk
kegiatan tersebut. Penggunaan tehnik ini sangat tergantung pada kerjasama dan
kejujuran dari personel yang diteliti. Dengan meggunakan formulir kegiatan dapat
dicatat jenis kegiatan, waktu, dan lamanya kegiatan dilakukan.
c. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Menurut Douglas
Menurut Douglas tentang jumlah tenaga perawat di rumah sakit didapatkan
jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore, dan malam tergantung pada
tingkat ketergantungan pasien. Tingkat ketergantungan pasien diklasifikasikan
berdasarkan teori Dorothea Orem. Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan
dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat
diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara
kesehatan dan kesejahteraan. Teori ini dikenal dengan teori self care (perawatan
diri). Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien berdasarkan teori Dorothea Orem
yaitu:
1). Minimal Care :
a). Mampu naik turun tempat tidur
0).
h).
Operasi ringan
a).
b).
c).
d).
e).
f).
a).
tidak mampu melakukan pergerakan, mandi dan eleminasi perlu dibantu dan
pada umumnya memerlukan dua perawat.
Tabel 1. Jumlah tenaga keperawatan berdasarkan klasifikasi ketergantungan pasien
Waktu Klasifikasi
Kebutuhan Perawat
Pagi
Siang
Sore
Minimal
0,17
0,14
0,07
Intermediate
0,27
0,15
0,10
Maksimal
0,36
0,30
0,20
dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang dan tinggi) untuk setiap
tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang berkaitan dengan kombinasi
tersebut yang dapat dari tahap penskalaan kemudian dipakai sebagai beban kerja
untuk aktivitas yang bersangkutan (Wignjosoebroto, 2007).
Hasil dari konversi ini maka dapat diketahui beban kerja masing-masing pekerja,
adapun kategori beban kerja dari masing-masing pekerja adalah sebagai berikut ;
1)Beban kerja rendah ratingnya berada di nilai 40 ke bawah.
2)Beban kerja sedang jika ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60. 3)
Beban kerja tinggi jika nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100 Tabel
2. Skala Akhir SWAT
Menurut Zadry (2007), pengukuran beban kerja dengan metode SWAT dapat
digunakan pada dunia penerbangan, sektor industri, seperti pada pabrik-pabrik
nilai-nilai
SWAT
tersebut,
komputer
mengkonversikan
performansi kerja dari subjek tersebut dengan nilai kombinasi dari beban
kerjanya (workload), yang terdiri dari :
a) Time Load (T) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).
b) Mental Effort Load (E) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).
c) Psychological Stress Load (S) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).
Bila nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT rating berada < 40,
maka performansi kerja subjek tersebut berada pada level optimal. Bila
SWAT rating-nya berada antara 40-100, maka beban kerjanya ( workload)
tinggi, artinya subjek pada saat itu tidak bisa diberikan jenis pekerjaan
tambahan lain.
5) Mengkaji pekerjaan kepada subjek, kemudian ditanyakan apakah pekerjaan
yang sedang dilakukan pada saat tersebut beban kerjanya (kombinasi dari
Time Load, Mental Effort, dan Stress Load) dikategorikan sebagai pekerjaan
dengan beban kerja rendah (1), menengah (2), atau tinggi (3) menurut yang
bersangkutan.
6) Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah pekerjaan tersebut termasuk
ke dalam kategori beban kerja rendah atau beban kerja tinggi, sehingga dapat
diantisipasi langkah selanjutnya.
2.2 Kepuasan Kerja
2.2.1 Pengertian kepuasan kerja
Wexley dan Yuki (2005) berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan
emosional yang positif dari seseorang yang ditimbulkan dari penghargaan atas
sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya. Dikatakan lebih lanjut bahwa
kepuasan kerja merupakan hasil dari prestasi seseorang terhadap sampai seberapa
baik pekerjaannya menyediakan sesuatu yang berguna baginya.
Robbins (2003) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Pegawai yang menikmati pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja keras dan
balas jasa dirasa adil dan layak (Fathoni, 2001).
Luthans (2005) dalam bukunya Organizationing Behavior memberikan definisi
komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau kognitif, afektif, dan
evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah "keadaan emosi yang
senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman
kerja seseorang."
Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik
pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Terdapat tiga dimensi
yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja
merupakan respons emosional terhadap situasi kerja. Dengan demikian, kepuasan
kerja dapat dilihat dan dapat diduga. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan
menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan.
Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Menurut
Handoko (2004) menyatakan kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para
pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan sikap
seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif pegawai
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Departemen personalia atau pihak manajemen harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal ini dapat mempengaruhi tingkat absensi, perputaran
tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah personalia vital
lainnya.
Menurut Malthis (2006) kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari
mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat
harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi,
secara umum adalah kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan,
hubungan antara supervisor dengan tenaga kerja, dan kesempatan untuk maju.
Setiap dimensi menghasilkan perasaan puas secara keseluruhan dengan pekerjaan
itu sendiri. Tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap
individu pegawai berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja ini dapat
diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan labour turnover yang kecil, maka
secara relatif kepuasan kerja pegawai baik tetapi sebaliknya jika kedisiplinan,
moral kerja dan labour turnover besar, maka kepuasan kerja pegawai pada
perusahaan dinilai kurang.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja
pegawai merupakan sikap pegawai terhadap bagaimana mereka memandang
pekerjaannya. Kepuasan pegawai dapat memberikan beberapa manfaat,
diantaranya adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan
dengan pegawai. Kepuasan atau ketidakpuasan pegawai adalah respon pegawai
terhadap evaluasi tingkat kesesuaian antara harapan sebelumnya dan kinerja
desain pekerjaan aktual yang dirasakan oleh pegawai. Jadi, tingkat kepuasan
pegawai terhadap pekerjaannya dan karirnya merupakan fungsi dari perbedaan
antara kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karir yang dirasakan dengan
harapan pegawai. Apabila kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya
tidak sesuai dengan harapan atau harapan melebihi kinerja desain dan evaluasi
pekerjaan dan karirnya, maka pegawai akan kecewa. Sedangkan apabila kinerja
desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya sesuai dengan harapan atau bahkan
melebihi harapannya, pegawai akan merasa sangat puas. Jadi kepuasan kerja
adalah keadaan emosional seseorang terhadap pekerjaannya, ketika dia
menemukan titik temu antara apa yang dia harapkan dari pekerjaan itu dan apa
yang telah diberikan perusahaan terhadap dirinya.
2.2.2 Indikator Kepuasan Kerja
Assad (2001) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan indikasi
menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi (absenteeism),
tingginya keluar masuknya pegawai (turnover), menurunnya produktivitas kerja
atau prestasi kerja pegawai (performance). Apabila indikasi menurunnya
kepuasan kerja pegawai tersebut muncul ke permukaan, maka hendaknya segera
ditangani supaya tidak merugikan perusahaan.
Menurut Wibowo (2007), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya kepuasan kerja, sebagai berikut.
a. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
Kepuasan yang ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Discrepancies (perbedaan)
Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi
harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang
diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan.
kerja.
e. Dispositional / genetic components (komponen genetik)
Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian
merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Menurut Luthans (2005), faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja
seperti diuraikan berikut ini :
a. Pekerjaan itu sendiri
Yang termasuk pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang
menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, serta pekerjaan
yang dapat memberikan status.
b. Upah/gaji
Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan faktor yang
kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.
c. Promosi
Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang beragam
terhadap kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbeda-beda
dan bervariasi pula imbalannya.
d. Supervisi
Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting.
e. Kelompok kerja
Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan
kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi
pegawai individu.
f. Kondisi kerja/lingkungan kerja
Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya,
maka pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun
bila kondisi kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) misalnya,
pegawai akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.
Walaupun uraian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor kepuasan kerja
cukup variatif, namun Asad (2001) berpendapat bahwa dengan sepuluh faktor
kepuasan kerja nampaknya jauh lebih beragam. Kesepuluh faktor diuraikan
sebagai berikut:
a. Kesempatan untuk maju, dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
b. Keamanan kerja, sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi
pegawai pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi
perasaan pegawai selama kerja.
0. Gaji,
lebih
banyak
menyebabkan
ketidakpuasan,
dan
jarang
orang
mengurangi
kepuasan.
global (Achir Yani, 2002). Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai
apabila ada keseimbangan antara jumlah tenaga dengan beban kerja perawat di
suatu rumah sakit
Berdasarkan hasil survey Nasional yang dilakukan Anna (2001) bahwa salah
satu hal yang
adalah beban kerja
tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus dirawat, waktu kerja
yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang
berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat
menyelesaikan kerjanya dengan baik. Kepuasan kerja merupakan hal yang
penting karena secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi
produktivitas kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pelayanan
asuhan keperawatan kepada pasien. Dengan terwujudnya kepuasan kerja dari
perawat diharapkan akan tercipta suatu pelayanan keperawatan yang baik.