Tujuan Percobaan
Mempelajari pembuatan asam cuka secara fermentasi menggunakan substrat gula
putih dalam air kelapa dengan inokulum ragi roti dan ragi tape.
II.
Tinjauan Pustaka
Fermentasi berasal dari bahasa Latin fervere yang berarti mendidihkan. Seiring
perkembangan teknologi, definisi fermentasi meluas, menjadi semua proses yang melibatkan
mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk yang disebut metabolit primer dan
sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Pada mulanya istilah fermentasi
digunakan untuk menunjukkan proses pengubahan glukosa menjadi alkohol yang
berlangsung secara anaerob. Namun, kemudian istilah fermentasi berkembang lagi menjadi
seluruh perombakan senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme yang melibatkan
enzim yang dihasilkannya. Dengan kata lain, fermentasi adalah perubahan struktur kimia
dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai
biokatalis (Anonim, 2013).
Menurut Anonim (2013), produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis:
produk biomassa
produk enzim
produk metabolit
produk transformasi
Dalam bioproses fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci
(proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang
dihasilkan melalui fermentasi merupaklan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya
antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya. Di samping hasilhasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk menghasilkan biomassa sel
mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang digunakan dalam pembuatan roti. Untuk
menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang
berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu,
diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang sesuai
sehingga produk yang dihasilkan optimal (Anonim, 2013).
Menurut Anonim (2013), pada percobaan ini digunakan ragi Saccharomycess
cereviceae, yang bersifat fakulktatif anaerobik. Pada kondisi aerobik sebagai akseptor
elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik adalah oksigen. Pemanfaatan pada keadaan ini
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
C6H12O6 CO2 + H2O + biomassa sel
Menurut
Anonim
(2013),
pada
kondisi
anaerobik,
Saccharomycess
cereviceae menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur
reaksi bioenergetik. Dalam hal ini yang digunakan adalah glukosa dari substrat dengan hasil
akhir perombakan berupa alkohol (etanol), aldehid, asam organik, dan fussel oil. Reaksi yang
berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah sebagai berikut:
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 + produk samping
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
1.
2.
Menurut Anonim (2013), pada percobaan ini digunakan glukosa sebagai substrat
utama. Hal ini disebabkan struktur model glukosa yang sederhana sehingga mudah digunakan
oleh Saccharomycess cereviceae. Glukosa digunakan sebagai sumber energi dan sumber
karbon yang digunakan untuk membentuk material penyusun sel baru. Glukosa disebut
juga reducing sugar sehingga pemanfaatannya olehSaccharomycess cereviceae dilakukan
dengan mengoksidasi glukosa yaitu dengan cara pemutusan ikatan rangkap pada gugus
karbonil glukosa. Media yang digunakan di dalam fermentasi harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
Mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel Saccharomycesscereviceae
Mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel Saccharomycess
cereviceae
Tidak mengandung zat yang menghambat pertumbuhan sel
Tidak terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam penggunaan substrat.
Oleh karena itu, selain glukosa, ke dalam medium fermentasi juga ditambahkan zatzat lain yang berfungsi sebagai sumber makronutrien dan mikronutrien serta growth
factor (Anonim, 2013).
Proses pertumbuhan mikroba sangat dinamik dan kinetikanya dapat digunakaan untuk
meramal produksi biomassa dalam suatu proses fermentasi. Faktor utama yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perilaku mikroba dapat digolongan dalam faktor intraseluler
dan faktor ekstraselular. Faktor intraselular meliputi struktur, mekanisme, metabolisme, dan
genetika. Sedangkan faktor ekstraselular meliputi kondisi lingkungan seperti pH, suhu,
tekanan (Anonim, 2013).
Menurut Anonim (2013), proses pertumbuhan mikroba merupakan proses yang
memiliki batas tertentu. Pada saat tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan
mengalami fasa kematian. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan
mikroba antara lain:
Penyusutan konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroba karena habis
terkonsumsi.
Produk akhir metabolisme yang menghambat pertumbuhan mikroba karena terjadinya
inhibisi dan represi.
Menurut Anonim (2013), pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan
dalam suatu kurva pertumbuhan. Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahapn
antara lain:
Fasa stationer adalah fasa yang disebut fasa adaptasi/ lag phase.Pada saat ini mikroba lebih
berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium baru daripada tumbuh ataupun
berkembang biak. Pada saat ini mikroba berusaha merombak materi-materi dalam medium
agar dapat digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Bila dalam medium ada
komponen yang tidak dikenal mikroba, mikroba akan memproduksi enzim ekstraselular
untuk merombak komponen tersebut. Fasa ini juga berlangsung seleksi. Hanya mikroba yang
dapat mencerna nutrisi dalam medium untuk pertumbuhannya lah yang dapat bertahan hidup.
Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikrioba sudah dapat menggunakan nutrisi
dalam medium fermentasinya. Pada fasa ini mikroba banyak tumbuh dan membelah diri
sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat.
Menurut Anonim (2013), laju pertumbuhan mikroba dapat dihitung sebagai berikut :
Laju pertumbuhan =
meningkat mencapai nilai maksimumnya.
1.
2.
3.
4.
1.
Tahap awal oksidasi akan dihasilkan asetaldehid dan tahap selanjutnya menjadi asam cuka
atau asam asetat (Mappiratu dkk, 2013).
Menurut Salle (1974), reaksi yang terjadi adalah reaksi aerob dengan reaksi sebagai
berikut :
CH3CH2OH +
O2
CH3CHO + H2O
Etanol
CH3CHO +
Asetaldehid
III.
Alat dan Bahan
3.1 Alat
1. Neraca analitik
2. Gelas ukur 100 mL
3. Gelas ukur 250 mL
4. Gelas ukur 500 mL
5. Erlenmeyer 1 liter
6. Batang pengaduk
7. Selang plastik
8. Gelas kimia 500 mL
9. Erlenmeyer 50 mL
10. Kain saring
11. Alkoholmeter
12. Ember
13. Botol semprot
14. Penangas air
15. Pipet tetes
16. Buret 50 mL
17. Statif dan klem
3.2 Bahan
1. Gula putih
2. Air kelapa
3. Ragi roti
4. Aluminium foil
5. Kapas
6. Akuades
7. Es batu
8. NaOH 1 M
9. Indikator pp
10. Ragi tape
asetaldehid
O2
asam asetat
CH3COOH
IV.
Prosedur Kerja
4.1 Substrat Gula dalam Air Kelapa.
1. Mengambil gula putih sebanyak 75 gram, kemudian memasukkan ke dalam erlenmeyer 1
liter, dan menambahkan air kelapa sebanyak 500 mL dan mengaduk-aduknya hingga gula
larut.
2. Menutup dengan kapas campuran yang ada didalam erlenmeyer yang disambung dengan pipa
(seperti pada gambar 1), kemudian memanaskannya hingga mendidih.
3. Membuat suspensi ragi roti dengan cara melarutkan 5 gram ragi roti dengan 30 mL air.
4. Memasukkan suspensi ragi roti ke dalam erlenmeyer yang berisi substrat yang telah dingin,
kemudian menutupnya dan menyambungnya dengan erlenmeyer lain seperti terlihat pada
gambar 2.
5. Membiarkan (inkubasi) pada suhu ruang selama 72 jam.
6. Menambahkan ragi tape sebanyak 0,1% ke dalam erlenmeyer yang telah difermentasi
menjadi alkohol.
7. Menutup kembali erlenmyer dengan kapas dan membiaran selama 4 hari.
8. Memisahkan massa sel dengan cara penyaringan, kemudian mengukur volume cairan (asam
cuka) yang dihasilkan dan enentukan rendemennya, selanjutnya menentukan kadar filtrat
menggunakan metode titrasi.
9. Menentukan rendemen asam cuka yang dihasilkan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Rendemen asam cuka (%)=
V.
Volume Alkohol
(mL)
5,5
505
=
m
= x v
= 0,95 gr/mL x 10 mL
= 9,5 gram
= 3,47 %
VI.
Pembahasan
Fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan
memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis.
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari cara membuat asam cuka secara
fermentasi dengan menggunakan substrat gula dalam air kelapa dengan menggunakan
inokulum ragi roti dan ragi tape. Fermentasi asam cuka atau asam asetat pada dasarnya
merupakan fermentasi lanjut produk fermentasi alkohol. Pada fermentasi alkohol digunakan
ragi, sedangkan fermentasi lanjut alkohol digunakan bakteri Acetobacter.
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi
perdagangan utama, gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristalsukrosa padat
dan gula sebagai sukrosa diperoleh dari niratebu, bit gula, atau aren.
Air kelapa adalah cairan bening dalam kelapa muda (dari buahkelapa ), ia memiliki
konten kalium yang tinggi, mengandungantioksidan, mengandung sitokinin, bahan biologis
aktif yaitu L-arginine, asam askorbat, magnesium dll.
Ragi adalah fungi ekasel (uniselular) yang beberapa jenis spesiesnya umum
digunakan untuk membuat roti fermentasi minuman beralkohol, dan bahkan digunakan
percobaan sel bahan bakar. Kebanyakan ragi merupakan anggota Divisi Ascomycota,
walaupun ada juga yang digolongkan dalam Basidiomycota. Ragi roti mengandung
mikroorganisme yaitu Saccharomyces cereviseae.
Proses fermentasi alkohol diawali penyiapan medium yang terdiri dari dua macam
larutan. Larutan pertama yaitu brisi garam-garam nutrisi untuk pertumbuhan ragi yaitu air
kelapa. Air kelapa ini fungsinya sebagai sumber makronutrien atau mikronutrien karena
mengandung banyakmineral. Nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ragi di dalam
medium yaitu unsur N, S, O, Mg, K, Ca. larutan kedua adalah substrat yang umumnya berupa
gula. Gula adalah substrat utama karena glukosa yang akan dirombak olehSaccharomyces
cereviseae menjadi alkohol. Gula berfungsi sebagai sumber karbon dan sumber energi.
Prosesnya yaitu dengan mencampurkan gula dan air kelapa didalam erlenmeyer 1 liter dan
kemudian diaduk. Tujuan mengaduk adalah untuk melarutkan gula. Gula dibuat menjadi larut
agar lebih mudah ketika diubah menjadi alkohol oleh inokulum ragi roti.
Tahap selanjutnya yaitu mensterilkan larutan. Tujuannya adalah untuk membebaskan
alat dan bahan dari kontaminasi mikrooganisme lain. Hal ini sangat diperlukan untuk
dilakukan karena memberikan dampak yang merugikan yaitu akan mengurangi jumlah
produk akibat persaingan penggunaan substrat, kontaminan menghambat proses metabolisme
sel dan kontaminan meningkatkan turbiditas sehingga terjadi kekacauan ketika dilakukan
pengukuran terhadap jumlah sel. Caranya yaitu dengan menutup mulut erlenmeyer dengan
kapas yang tujuannya adalah mengalirkan udara panas dari dalam erlenmeyer sehingga tidak
terjadi tekanan yang tinggi di dalam erlenmeyer ketika sterilisasi dilakukan dan
meminimalkan hilangnya uap air ketika sterilisasi dilakukan. Kemudian memanaskannya
hingga mendidih. Dipanaskan hingga mendidih agar protein sel kontaminan mengalami
denaturasi sehingga tidak mengganggu proses fermentasi alkohol.
Langkah selanjutnya adalah penyiapan inokulum ragi roti, dengan cara melarutkan
ragi roti dengan air dengan. Pelarutan dalam air bertujuan untuk mengadaptasikan sel
terhadap media fermentasi, sehingga akan diperoleh pertumbuhan sel ragi yang maksimum
(fasa eksponensial) dalam waktu singkat yang mana fasa adaptasi telah terlewati. Digunakana
ragi
roti
karena
mengandung Saccharomyces
cereviseae.
Saccharomyces
cereviseae digunakan karena dapat berproduksi tinggi, tahan terhadap kadar gula dan alkohol
yang tinggi dan tetap melakukan aktivitas pada suhu 4-32 oC. Kemudian dilakukan
pengocokan yang tujuannya adalah untuk mempermudah difusi oksigen dalam medium
sehingga kontak antara oksigen dengan inokulum semakin banyak dan lebih cepat homogen.
Kemudian langkah selanjutnya adalah melaksanakan fermentasi. Dengan cara
memasukkan suspensi ragi roti ke dalam erlenmeyer yang berisi substrat yang telah dingin,
kemudian menutupnya dan menyambungnya dengan erlenmeyer lain yang berisi kapur tohor
(CaO). Substrat yang digunakan harus dingin hal ini karena ditakutkan sel ragi roti akan
terdenaturasi akibat substrat yang masih panas. Karena terdenaturasinya sel ragi akan
menyebabkan gagalnya proses fermentasi alkohol. Sel ragi roti adalah fermentor dalam
proses fermentasi. Kemudian menginkubasinya pada suhu ruang selama 72 jam. Digunakan
suhu ruang untuk mencegah denaturasi pada sel ragi (inokulumnya). Dan didiamkan selama
72 jam adalah merupakan waktu optimum dengan kadar alkohol yang maksimum. Menurut
Estie dkk (2010), kadar alkohol yang paling tinggi diperoleh pada penyimpanan (inkubasi)
selama 72 jam.
Terbentuk gas pada erlenmeyer yang menandakan telah terdapat alkohol didalamnya.
Dan terdapat endapan pada air keran yang menyatakan bahwa telah terdapat CO 2 yang
dihasilkan dari proses fermentasi alkohol. Warna larutan berubah karena adanya karbon
dioksida yang larut dalam air.
Tahap selanjutnya adalah tahap lanjutan fermentasi alkohol agar dihasilkan asam cuka
dengan cara menambahkan ragi tape sebanyak 0,1% ke dalam erlenmeyer yang telah
difermentasi menjadi alkohol. Ragi tape merupakan populasi campuran mikroba yang
terdapat beberapa jenis yaitu genus Aspergillus, genus Saccharomises, genus Candida, genus
Hansnula, sedang bakterinya adalah Acetobacter. Aspergillus dapat menyederhanakan
amilum, sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansnula dapat menurunkan gula menjadi
alkohol dan bermacam-macam zat organik lainnya. Acetobacter mengubah alkohol menjadi
cuka. Secara fisiologis, ragi mempunyai persamaan yaitu menghasilkan fermen atau enzimenzim yang dapat mengubah substrat menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan
berupa energi. Adapun substrat yang diubah berbeda-beda. Ragi tape merupakan pemeran
utama dalam fermentasi ini, karena ragi tape yang terdapat acetobacter didalamnya akan
menghasilkan enzim. Enzim inilah yang akan memecah alkohol menjadi asam cuka.
Telah diketahui bahwa kadar alkohol cukup tinggi setelah dilakukan fermentasi
dengan ragi roti. setelah diukur dengan alkoholmeter/ hidrometer diketahui kadarnya sebesar
6%, sehingga proses fermentsi lanjutan yaitu fermentsi asam cuka dapat
dilakukan.Hidrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur berat jenis (atau
kepadatan relatif) dari cairan, yaitu rasio kepadatan cairan dengan densitas air. Hidrometer
biasanya terbuat dari kaca dan terdiri dari sebuah batang silinder dan bola pembobotan
dengan merkuri untuk membuatnya mengapung. Cairan yang akan diuji dituangkan ke dalam
wadah yang tinggi, seringkali sebuah silinder lurus dan hidrometer dengan perlahan
diturunkan ke dalam cairan sampai mengapung bebas. Titik di mana permukaan cairan
menyentuh hidrometer yang dicatat.
Kemudian menginkubasi selama 4 hari. Proses ini membutuhkan oksigen atau secara
aerob. Tetapi dilapangan dilakukan secara anaerob, karena mulut erlenmeyer ditutup kembali
dengan kapas yang seharusnya hanya ditutup dengan kain saring. Tujuan menginkubasi 4 hari
adalah agar diperoleh rendemen asam cuka yang tinggi dan pada saat ini pula aceto bacter
akan berkembang dan mengubah alkohol menjadi asam asetat. Inkubasi tidak boleh terlalu
lama karena asam asetat akan teroksidasi menjadi karbondioksida dan air sedangkan kalau
terlalu pendek waktu inkubasi maka asam cuka yang dihasilkan hanya sedikit.
Kemudian memisahkan massa sel dengan cara penyaringan, untuk memisahkan
endapan dari filtratnya. Kemudian mengukur volume cairan (asam cuka) yang dihasilkan dan
diperoleh volume cairan sebanyak 505 mL. Setelah dihitung rendemennya diperoleh
rendemen sebesar 101%.
Menentukan kadar asam cuka yaitu dengan menggunakan metode titrasi. Titrasi ini
dilakukan dengan mengambil filtrat asam cuka sebanyak menambahkan 3 tetes indikator pp
dan menitrasinya dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Titrasi ini biasa disebut titrasi
alkalimetri. Titrasi alkalimetri biasa digunakan untuk titrasi asam basa, dimana larutan
standar (suatu basa) yang diteteskan melalui buret kedalam larutan asam dengan
menggunakan suatu indikator. Apabila telah terjadi perubahan warna yaitu merah muda maka
larutan telah mencapai keseimbangan atau netral. Jumlah mL NaOH yang digunakan adalah
5,5 mL. Setelah itu dihitung kadarasamcukayaitusebesar 3,47 %.
VII.
Penutup
7.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Fermentasi asam cuka atau asam asetat pada dasarnya merupakan fermentasi lanjut produk
fermentasi alkohol. Pada fermentasi alkohol digunakan ragi, sedangkan fermentasi lanjut
alkohol digunakan bakteri aceto bacter.
2. Komponen utama medium fermentasi asam cuka terdiri dari air kelapa sebagai mikronutrien
dan makronutrien dan gula sebagai substrat utama yang akan terlebih dahulu menjadi alkohol
kemudian diubah menjadi asam cuka.
3. Tahap-tahap fermentasi yaitu:
a. Tahap penyiapan medium.
b. Tahap sterilisasi medium.
c. Tahap penyiapan inokulum ragi roti.
d. Tahap melaksanakan fermentasi.
e. Tahap lanjutan fermentasi alkohol.
4. Volume filtrat yang diperoleh sebanyak 505 mL dengan rendemen diperoleh sebesar
101%. Dan kadar asam cuka yaitusebesar 3,47%.
7.2 Saran
Diharapkan agar dalam proses penyimpananselama 4 haridisimpan di Loyang
danditutupikainsaringkarenadalam proses fermentasiasamcukadiperlukanoksigen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2013. Teknik
Fermentasi.
(http://akademik.che.itb.ac.id/labtek/wpcontent/uploads/2012/05/fer-teknik-fermentasi.pdf) Diakses pada tanggal 13 Mei 2013.
Anonim. 2013. Fermentasi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Fermentasi?g_q= fermentas%20adalah)
Diakses pada tanggal 13 Mei 2013.
Mappiratu, dan Bakhri, S. 2013. Penuntuk Praktikum Bioteknologi. Jurusan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Tadulako. Palu.
Salle, A. J. Fundamental Pronciples of Bacteriology. Tata Mc Graw Hill. New Delhi.
Yuarini, D.A.A. 2007. Proses Produksi Dan Karakteristik Arak di Kecamatan Sidemen, Kabupaten
Karangasem, Propinsi Bali. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Bali.
Membuat Asam Cuka
Asam asetat adalah bahan yang banyak dibutuhkan oleh industri atau konsumen rumah
tangga. Asam asetat berfungsi meningkatkan kadar keasamaan media dalam proses produksi
seperti pada proses pembuatan nata de coco, penambah cita rasa makanan, memperbaiki flavor
dan pengawet pada pembuatan acar, antiseptic, mencegah pertumbuhan jamur roti, dan lain-lain.
Asam aseta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, sehingga merupakan peluang bisnis yang
menjajikan. Proses pembuatan asam asetat juga relatif sederhana dan investasi juga tidak terlalu
tinggi.
Pembuatan asam asetat dapat menggunakan bahan seperti buah buahan, kulit nanas, pulp
kopi, dan air kelapa. Hasil dari fermentasi asam asetat sering disebut sebagai vinegar yang berarti
sour wine. Vinegar berasal dari bahasa Perancis, vindiger (vin=wine, digger=sour). Pada saat ini
cuka atau vinegar dibuat dari bahan kaya gula seperti buah anggur apel, nira kelapa, malt, gula
sendiri seperti sukrosa dan glukosa, dimana pembuatannya melibatkan proses fermentasi alkohol
dengan menggunakan mikroba saccahromyces cerevisiae dan fermentasi asetat dengan
menggunakan mikroba Acetobacter aceti secara berimbang.
Komposisi vinegar tergantung dari bahan baku, proses fermentasi menjadi alkohol dan
fermentasi alkohol menjadi asam cuka, pengeraman, serta penyimpanan. Dari Food and Drugs
Administrator (FDA) USA, definisi vinegar sebagai berikut: vinegar, cider vinegar, aplle vinegar
dibuat dari juice apel yang difermentasikan menjadi alkohol dan difermentasikan lebih lanjut
menjadi asam cuka. Wine vinegar, grape vinegar sama dengan diatas hanya bahan bakunya dari
anggur. Selain itu, ada yang disebut malt vinegar, sugar vinegar dan glukosa vinegar.
Cara pembuatan asam asetat skala lab adalah sebagai berikut:
I. Bahan dan Alat
1.
Bahan
Starter asetat
Sari buah nanas
Alkohol
Vinegar
Indikator PP
NaOH
Glukosa anhidrit
2.
Alat
Buret, statif, klem
Labu takar
Erlenmeyer
Beaker glass
Pipet
Kompor listrik
Gelas ukur
Aerator
II.
Cara Kerja
Pembuatan Starter
a)
Memasukkan bahan dasar air legen ke dalam beaker glass.
b)
Larutan dipasteurisasi pada suhu 60 0C selama 30 menit.
c)
Dinginkan larutan sampai suhu kamar atau 30 0C.
d)
Tambahkan alkohol dan glukosa anhidrit
e)
Menetralkan pH (pH = 7)
f)
Menutup rapat erlenmeyer dengan aluminium foil
g)
Aerasi selama 7 hari
Pembuatan Asam Asetat
a)
Membuat larutan alkohol dan larutan vinegar
b)
Mengukur volume starter
c)
Mencampurkan larutan alkohol dan larutan vinegar ke dalam sari buah sebagai media
fermentasi
d)
Mengatur pH larutan media fermentasi
e)
Mencampurkan starter ke dalam media
f)
Mengukur volume awal dan massa jenis sebelum fermentasi
g)
Aerasi campuran tersebut dalam proses fermentasi dengan titrasi asam basa
Disakarida Glukosa
2 C6H22O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Glukosa Alkohol
Dari reaksi tersebut diatas secara teori dari 1 gram glukosa akan dihasilkan 0,51 gram alkohol
dan 0,49 karbondioksida, namun demikian karena ada juga sumber karbon yang digunakan
untuk pembentukan biomassa, maka lebih realistis kalau disimpulkan bahwa untuk setiap 1 gram
glukosa akan dihasilkan 0,46 gram alkohol, 0,44 gram karbondioksida dan 0,10 gram diperlukan
untuk pembentukan biomassa (Rahayu dan Kuswanto, 1988).
Fermentasi alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Spesies sel khamir
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai
medium. Sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan
Saccharomyces cereviceae dan kadang-kadang digunakan juga Saccharonyces ellipsoides
sedangkan untuk laktosa dari whey menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut
bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai
toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah
yang banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Said, 1987).
b. Jumlah sel khamir
Menurut Said (1987), jumlah starter optimum pada fermentasi alkohol adalah 2 5 %,
sedangkan hasil penelitian Hidayat, dkk (1997) jumlah ragi roti 0,5 % menghasilkan alkohol yang
optimum.
c. Konsentrasi gula
Gula merupakan sumber karbon bagi mikroba. Sumber utama karbon bagi mikroba adalah
glukosa. Konsentrasi glukosa yang ideal untuk pembuatan alkohol secara umum sekitar 10 18
% (b/v), apabila kandungan glukosa terlalu tinggi, proses fermentasi terhambat (prescott and
Dunn, 1959).
Sukrosa merupakan salah satu sumber gula yang dibutuhkan khamir. Khamir akan
menghasilkan enzim intervase yang akan memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
(Bennion, 1980)
d. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada fermentasi etanol
adalah 4,5 5,5 (Prescot and Dunn, 1959).
e. Suhu
Khamir mrmpunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pertumbuhan dan
pembentukan selnya, suhu optimum untuk khamir adalah 25 30oC (Prescot and Dunn, 1959).
f. Oksigen
Persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembang biakan sel yeast dan
permutan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob (Prescot and Dunn,
1959).
Fermentasi Asam Asetat
Fermentasi asam asetat adalah fermentasi aerobik atau respirasi oksidatif, yaitu respirasi dengan
oksidasi berlangsung tidak sempurna dan menghasilkan produk-produk akhir berupa senyawa
organik seperti asam asetat. Proses ini dilakukan oleh bakteri dari genus Aceobacter dan
Glucobacter (Schlegel and Schmidt, 1994).
Menurut Said (1987), kondisi respirasi oksidatif ini dapat dilakukan dengan kultur murni, tetapi
kondisinya tidak selalu aseptis oleh karena pH yang rendah serta adanya alkohol dalam media
merupakan faktor penghambat bagi mikroorganisme lain selain Acetobacter acetii.
Mekanisme fermentasi asam asetat ada 2 yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat.
Pada fermentasi alkohol mula-mula gula yang terdapat pada bahan baku akan dibongkar oleh
khamir menjadi alkohol dan gas O2 yang berlangsung secara anaerobik. Setelah alkohol
dihasilkan maka dilakukan fermentasi asam asetat, dimana bakteri asam asetat akan mengubah
alkohol menjadi asam asetat secara aerobik. Reaksinya sebagai berikut :
OH O OH
CH3 H + O CH3 H + H2O CH3C OH
HH
Etanol Asetaldehid Hidrasi asetaldehid
OH O
CH3C OH CH3C OH + H2O
H
Hidrasi asetaldehid Asam asetat
Setelah terbentuk asam asetat fermentasi harus segera dihentikan supaya tidak terjadi
fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk yang dapat menimbullkan kerusakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi asam asetat adalah :
a. Suhu
Suhu optimum 15 34oC (Prescott and Dunn, 1959), 25 30oC (Hidayat, 1997).
b. pH
Bakteri asam asetat dapat tumbuh secara optimal pada pH antara 5,4 6,3 (Adams, 1986).
c. Kecepatan aerasi
Konsentrasi oksigen terlarut sangat penting untuk pertumbuhan sel mikroba dalam menghasilkan
asam asetat. Kecepatan aerasi diperlukan untuk mengatur konsentrasi oksigen terlarut pada
medium fermentasi. Udara pada tekanan 1 atm merupakan sumber oksigen baik, tetapi
konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi akan meracuni bakteri, begitu pula bila terlalu rendah
(Said, 1987).
Besarnya aerasi yang digunakan oleh peneliti berbeda-beda, antara lain : 0,08 vvm (Hidayat,
1997) dan 0,06 1,2 vvm (Wignyanto, 1995) dengan diameter sekitar 1 mm.
d. Konsntrasi alkohol
Konsentrasi alkohol yang digunakan berbeda-beda antara lain yang dikemukakan oleh Hotmaka
dan Ebner (1959) sebesar 5 7 %
e. Jumlah inokulum
Seleksi terhadap jenis dan jumlah inokulum yang akan ditambahkan akan menentukan kualitas
hasil fermentasi .
Kriteria penting bagi kultur mikroba agar dapat digunakan sebagai inokulum yaitu sehat dan
berada dalam keadaan aktif, tersedia dalam jumlah yang cukup, berada dalam bentuk morfologi
yang sesuai, bebas dari kontaminan dan kemampuannya dalam membentuk produk.
f. Lama fermentasi
Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Waktu fermentasi yang
terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya
terdegradasi sedang waktu fermentasi yang lama, asam asetat akan teroksidasi menjadi
karbondioksida dan air (Soeharto, 1986). Proses fermentasi ini berkisar pada jangka waktu 12
hari dan menghasilkan asam asetat 3,5 %.
Mikroba Yang Berperan
Yeast atau Ragi
Kata ragi dipakai untuk menyebut adonan atau ramuan yang digunakan untuk pembuatan
berbagai makanan dan minuman. Ragi mempunyai arti yang penting dalam makanan yang
diolah secara fermentasi seperti dalam pembuatan brem, tape dan lain sebagainya
(Dwijoseputro, 1984).
Menurut Bennion (1980), yeast merupakan tumbuhan mikroskopik bersel satu dan merupakan
golongan fungi, tidak bercabang dan tidak mempunyai klorofil serta memperbanyak diri dengan
cara budding (pertunasan). Yeast memfermantasi gula untuk menghasilkan etanol dan O2 dan
produk samping lainnya. Yeast atau ragi yang digunakan dalam pangan adalah Saccharomyces
cereviceae yang pada umumnya dinamakan ragi roti.
Fermentasi gula oleh yeast terjadi pada proses anaerob dan keseluruhan reaksinya adalah
sebagai berikut :
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Glukosa Etanol Karbondioksida
Dalam ragi menurut Prescot and Dunn (1959), juga terdapat beberapa macam bumbu yang
berperan penting dalam pembuatan ragi beras dan menghambat mikroorganisme tertentu antara
lain bawang putih, lengkuas dan kayu putih. Disamping itu ragi juga mengandung mikroba dari
jenis kapang dan khamir yang berfungsi sebagai starter fermentasi bagi substrat yang kaya akan
pati (Saono, 1982).
Substrat gula untuk fermentasi yeast berasal dari beberapa sumber yaitu pertama, tepung
mengadung sedikit gula (sekitar 1,2 %) meliputi glukosa, fruktosa, sukrosa dan oligosakarida.
Yeast akan memproduksi enzim invertase yang dapat menghidrolisa bukan hanya sukrosa tetapi
juga oligosakarida. Kedua, aktivitas -amilase dalam tepung dapat memproduksi maltosa dari
hidrolisis pati dalam granula-granula, sedangkan -amilase memproduksi glukosa. Ketiga,
sejumlah kecil gula seperti sukrosa dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim
invertase yang ada dalam yeast, yang kemudian dipecah menjadi CO2 dan alkohol (Bennion,
1980).
Ada 3 macam yeast, yaitu :
1. Compresed Yeast
Ragi yang dikompres (dipadatkan) berupa gumpalan padat yang dibentuk dari sel-sel ragi yang
sedang tidur (dorman). Mengandung sekitar 70 % kadar air. Ragi ini harus disimpan dalam suhu
yang lebih rendah (<4oC) untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas.
Bila disimpan dalam kondisi suhu yang tinggi (>30oC) akan menyebabkan ragi tersebut
mengurai sendiri dimana enzim-enzim dalam ragi akan memecah diri dengan selnya yang akan
memungkinkan isinya membentuk gumpalan-gumpalan semi cairan berwarna gelap dengan bau
yang ridak enak (Anonumous, 1998). Menurut Bennion (1980), compresed yeast dapat bertahan
4 5 minggu dalam lemari es dan jika disimpan dalam freezer dapat bertahan 1 bulan.
2. Active Dry Yeast
Mengandung kadar air sekitar 7,5 % sehingga lebih tahan dalam waktu penyimpanan yang lebih
aman dibandingkan compresed yeast (Anonymous, 2004). Bila temperatur penyimpanan 21
27oC dry yeast dapat bertahan sampai beberapa minggu. Bila disimpan pada 5 6oC dapat
bertahan sampai beberapa bulan (Anonymous, 2004).
Active dry yeast memerlukan perendaman dalam air terlebih dahulu sebelum dipakai. Bennion
(1980), menyebutkan active dry yeast harus direndam dalam air pada suhu 37,8 46oC. Pada
suhu diatas tersebut yeast akan inaktif karena adanya panas, sedangkan pada suhu dibawah
suhu tersebut komponen normal sel cenderung dilepaskan keluar sel.
3. Instan Dry Yeast
Hampir sama dengan active dry yeast, hanya instan dry yeast tidak perlu direndam terlebih
dahulu di dalam air sebelum dipakai, namun dapat langsung dicampurkan dalam medium.
Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas (Anonymous, 2004).
Pembuatan vinegar memerlukan dua proses fermentasi. Pertama, perubahan gula menjadi
alkohol oleh khamir dan kedua perubahan alkohol menjadi asam asetat yang dilakukan oleh
bakteri asam cuka (Desroiser, 1998).
Pembentukan alkohol dari gula dilakukan oleh khamir penghasil alkohol, dan sebagai contoh
yang terbaik adalah Saccharomyces ellipsoideus. Perubahan yang terjadi biasanya dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut :
C6H12O6 + Saccharomyces ellipsoideus 2 C2H5OH + 2 CO2
Selain gula, yang sebagian besar merupakan padatan cider, substansi yang dinyatakan oleh
khamir untuk melakukan fermentasi, begitu juga fermentasi asam asetat yang berikutnya.
Kandungan asam dari cider yang utama adalah asam malat, dan asam tersebut berperan untuk
melindungi cider dari perkembangbiakan bakteri yang tidak dikehendaki. Mineral dalam abu
adalah penting untuk pertumbuhan khamir ini (Desroiser, 1988).
Saccharomyces cereviceae var. Ellipsoideus merupakan jenis khamir yang termasuk dalam
kelompok top yeast, yaitu merupakan jenis yang melakukan proses fermentasi di permukaan
cairan dan membentuk gumpalan (Rahayu dan Kuswanto, 1988).
Bakteri Asam Asetat
Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam yang
berhubungan dengan makanan dan manusia. Bakteri terdapat secara luas di lingkungan alam
yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan tanah. Pada kenyataannya
sangat sedikit sekali lingkungan yang bersih dari bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme
yang bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop
mikroorganisme tersebut akan tampak. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10
dam lebar 0,5 sampai 2,5 tergantung dari jenisnya. Karakteristik bentuk bakteri bermacammacam anatar lain bentuk bulat, batang, spiral dan koma (Fardiaz, 1992).
Tjokroadikoesoemo (1993) mengatakan golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi
asam asetat diklasifikasikan menjadi 2 genera yaitu Gluconobacter dan Acetobacter.
Gluconobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat
mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi O2 dan H2O. Bakteri asam asetat yang dewasa
ini banyak digunakan untuk memproduksi cuka secara komersial adalah galur dari spesies
Acetobacter acetii, Acetobacter peroxidans dan Acetobacter pasteurianus.
Bakteri asam asetat mempunyai kemampuan membentuk asam dari alkohol secara oksidasi
diekspresikan ke dalam medium. Bakteri ini termasuk bakteri bakteri gram negatif yang bergerak
lambat dengan flagella peritrikh. Bakteri ini mirip dengan pseudomonas tetapi memiliki toleransi
terhadap asam yang tinggi, aktivitas peptolitik yang rendah (Schlegel and Schimdt, 1985).
Menurut Anonymous (2004), fermentasi asam asetat dilakukan oleh bakteri asam asetat
terhadap larutan yamg mengandung alkohol. Bakteri asam asetat tersebut termasuk dalam famili
Pseudomonadaceae yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Sel berbentuk batang pendek atau bola
Bakteri gram negatif
Sel bergerak dan tidak bergerak
Tidak mempunyai endospora
Tidak bersifat patogen
Bersifat aerob
Energi diperoleh dari oksidasi etanol menjadi asam asetat
Mampu hidup dalam air, padatan, daun, buah, dan lain-lain.
Bakteri asam asetat dapat digolongkan menjadi peroksidan jika mampu menumpuk asetat atau
sebagai suboksidan yang tidak mengoksidasi asetat lebih lanjut. Acetobacter acetii dan
Acetobacter pasterinum merupakan contoh peroksidan. Kedua golongan ini dengan mudah
dibedakan secara sederhana. Pada saat terjadi pertumbuhan koloni diatas kapur agar yang
keruh kembali karena terjadi oksidasi lebih lanjut (Prescott and Dunn, 1959).
Acetobacter acetii merupakan mikroorganisme yang tidak berbahaya yang tersebar luas di
lingkungan hidup dalam ekologi alkoholik seperti bunga, buah, madu, air dan tanah.
Mikroorganisme ini cukup lama digunakan dalam industri yang memproduksi asam asetat dan
alkohol. Selama ini belum pernah dilaporkan bahwa Acetobacter acetii berperan sebagai
patogen dan berpotensi sebagai penyakit bagi hewan dan manusia. Bahaya potensial terhadap
kesehatan manusia atau lingkungan berhubungan dengan bakteri ini dalam fermentasi sangat
rendah. Penggunaan Acetobacter acetii dalam industri dimulai sejak 1950. Acetobacter acetii
juga dilaporkan berperan pada produksi selulosa pada pembuatan kertas khusus. Strain yang
mampu memproduksi selulosa diklasifikasikan sebagai Acetabacter pasteurianus, Acetabacter
hanseic (Adams, 1985).
Acetabacter acetii merupakan bakteri gram negatif yang bergerak menggunakan peritrich
flagella, merupakan bakteri aerob obligat, tidak membentuk endospora dan merupakan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dimana-mana, bisa berada pada tanah, air, bunga, buah
dan madu, yang pada intinya dimana fermentasi gula dapat terjadi. Acetabacter acetii
memproduksi asam asetat dari etanol pada lingkungan yang alkoholik. Asam asetat dapat
dioksidasi lanjut oleh Acetabacter acetii menjadi CO2 dan H2O. Temperatur optimum untuk
pertumbuhan Acetabacter acetii adalah antara 25 30oC dan pH optimum pertumbuhan
berkisar antara 5,4 6,3. Acetabacter acetii merupakan kontaminan umum pada seluruh fasilitas
industri fermentasi dan bertanggung jawab terhadap kekeruhan, perubahan warna dan off flavour
pada bir (Anonymous, 2004).
Proses pembentukan asam asetat oleh bakteri asam asetat pada dasarnya merupakan proses
oksidasi tidak sempurna dari fermentasi yang sebenarnya, karena dalam proses ini daya
pereduksi yang dihasilkan dipindahkan ke molekul oksigen. Pada tahap pertama etanol akan
diubah menjadi asetaldehid dan air dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase. Asetaldehid
dan air akan membentuk keseimbangan reaksi dengan senyawa asetaldehid terhidrasi. Tahap
kedua asetaldehid terhidrasi selanjutnya diubah menjadi asam asetat dengan bantuan enzim
asetaldehid dehidrogenase (Prescott and Dunn, 1959).
Golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat dikenal sebagai bakteri asam
asetat. Bakteri asam asetat diklarifikasikan menjadi 2 genera, yaitu Gluconobacter dan
Acetobacter.
Gluconobacter mengokidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat
mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi CO2 dan H2O. Bakteri asam asetat yang dewasa
ini banyak digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial adalah galur dari spesies
Acetobacter aceti, A. Pasteurianus, A. Peroxidans dan Gluconobacter oxidans.
Bakteri asam asetat sangat bervariasi dan mudah mengalami perubahan-perubahan sifat
fisiologis dan aktivitas metabolik. Karena itu bagi industri vinegar yang terpenting adalah galur
bakteri asam asetat yang memilki sifat-sifat:
1. Toleran terhadap konsentrasi asam asetat yang tinggi.
2. Tidak mengoksidasi asam asetat
3. Mempunyai produktivitas yang tinggi
4. Kebutuhan nutrien sedikit
Misalnya yang biasa dilakukan di rumah-rumah atau dibiarkan begitu saja. Metode ini juga
disebut metode Prancis dan metode Orleans. Proses Orleans atau cider ditambahkan sampai
mencapai 0,5 0,33 isi tong. Proses oksidasi dari bakteri asam asetat ini membutuhkan
sejumlah besar oksigen, sehingga aliran udara dalam tong harus dikendalikan secara baik. Pada
dasar tong diperlukan sumbat untuk mengeluarkan cuka yamg telah jadi, sedang pada bagian
atasnya terdapat tutup yang dapat dibuka untuk menambahkan kembali substrat fermentasinya.
Pada metode lambat ini, cairan alkohol tidak bergerak selama proses fermentasi.
Bakteri asam asetat membentuk film atau induk cuka pada permukaan cairan. Sekali film ini
terbentuk dan tidak diganggu, maka perubahan anggur atau cider akan berlangsung cepat.
Pembentukan film dapat memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Metode ini dapat
berlangsung secara seimbang, jika pada setiap pengeluaran cuka ditambahkan cider yang baru.
Untuk membuat cuka diperlukan waktu dua sampai tiga bulan, atau bahkan lebih tergantung
pada kondisinya. Metode ini menghasilkan ester terutama etil asetat yang lebih banyak daripada
metode cepat.
b. Metode cepat
Misalnya proses generator dan proses asetifikasi kultur terendam (submerged acetification
process). Proses generator mulai diperkenalkan di Jerman pada tahun 1932, dan merupakan
metode yang umum digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial. Vinegar generator
merupakan tangki tegak berbentuk silinder yang di dalamnya diisi serutan kayu, arang atau yang
lain, yang menjadikan permukaan bertambah luas dan merupakan tempat tumbuhnya
mikroorganisme pembuat asam asetat. Suhu dari generator berkisar 27 30oC. Asetifikasi kultur
terendam adalah proses terbaru untuk merubah alkohol menjadi asam asetat. Bakteri asam
asetat tidak saja tumbuh di permukaan cairan, tetapi terutama di dalam cairannya. Peralatannya
disebut asetator dimana Acetobacter aceti tersuspensi pada medium alkohol pada peralatan
yang dilengkapi dengan aerator dan pendingin.
Bakteri asam asetat terus-menerus kontak dengan oksigen. Diameter gelembung udara yang
dikehendaki adalah sekitar 1 mm. Fermentor pembuatan cuka secara kultur rendam yang paling
umum adalah Asetator Fring. Alat ini mempunyai efisiensi yang tinggi dalam mentransfer
oksigen, dimana dengan sistem batch selama 35 jam dapat menghasilkan 12 % asam asetat.
Asetifikasi secara kultur rendam ini dapat dengan kultur murni, akan tetapi kondisinya tidak selalu
harus aseptik. Kondisi yang tidak aseptik ini dapat ditoleransi dikarenakan pH yang rendah serta
adanya alkohol dalam medium fermentasi, dimana hal ini merupakan penghambat bagi
mikroorganisme lainnya.
Keuntungan penggunaan asetataor diantaranya adalah :
1. Prosesnya lebih cepat sehingga memungkinkan lebih banyak cuka yang dihasilkan dalam
waktu yang singkat
2. Biayanya lebih murah, karena tidak menggunakan bahan padat untuk menambah luas
permukaan, seperti misalnya pada proses generator
3. Asetator dapat dihidup-matikan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan
MAR
13
Cuka
Cuka sudah dikenal orang sejak peradaban manusia, seperti halnya anggur. Perkataan vinegar,
nama asing dari cuka, berasal dari kata vinegre yang berarti anggur asam. Jika anggur dibiarkan
selama beberapa hari di udara akan mengalami fermentasi menjadi asam cuka. Nama lain dari
asam cuka adalah acetum. Dari perkataan acetum lalu timbul turunan-turunannya di dalam
bahasa Inggris : acetic dan di dalam bahasa Indonesia adalah asetat (Tjokroadikoesoemo,
1993).
Asam cuka adalah senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, mempunyai bau yang menyengat
dan memiliki rasa asam yang tajam sekali. Berat spesifik asam cuka pada 20oC adalah 1,049,
sedangkan titik didihnya pada tekanan atmosfer adalah 118,1oC. Bahan ini larut di dalam air,
alkohol, gliserol dan eter, tetapi asam cuka tidak larut dalam karbon disulfida. Kelarutannya tidak
terhingga meskipun pada suhu kamar. Suhu perapian asam asetat adalah 427oC dan meledak
pada batas terendah (explosion limits) sebesar kurang dari 4 % volume udara (Puturau, 1982).
Cuka atau vinegar adalah suatu bahan penyedap kodimen yang dihasilkan dengan cara
fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Bahan penyusun utama dari cuka
atau vinegar adalah asam cuka (asam asetat). Sedangkan bahan penyusun cuka yang lain
sangat bervariasi, bergantung dari bahan dasar pembuatnya. Karena kandungan bahan-bahan
tersebut, meskipun dalam jumlah yang cukup kecil, cuka dari berjenis-jenis bahan baku memiliki
aroma yang berbeda-beda. Anggur dapat menghasilkan cuka dengan kualitas yang paling baik
(Tjokroadikoesoemo,
1993).
Cuka merupakan produksi asam asetat yang telah banyak dikenal. Cuka adalah produk yang
dihasilkan dari konversi etil alkohol (etanol) menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat dari
genus Acetobacter dan Gluconobacter (Block et al., 1994). Menurut Prescott and Dunn (1959),
cuka merupakan penyedap makanan yang dibuat dari bahan bergula atau mengandung pati
melalui proses fermentasi alkoholik diikuti fermentasi asam asetat yang mengubah alkohol
menjadi asam asetat. Dalam keadaan yang sangat baik jumlah asam asetat yang dihasilkan
berkisar
50
%
dari
jumlah
alkohol.
Cuka banyak digunakan dalam industri pengolahan pangan, industri farmasi dan industri kimia.
Pada industri makanan, cuka terutama digunakan sebagai bahan pembangkit flavor asam dan
pengawet. Selain digunakan sebagai bahan penyedap rasa (edible vinegar), cuka banyak
digunakan dalam industri untuk memproduksi asam alifatis terpenting. Cuka juga digunakan
untuk pembuatan obat-obatan (aspirin), untuk bahan warna (indigo) dan parfum, serta sebagai
bahan dasar pembuatan anhidrat yang sangat diperlukan untuk asetilasi, terutama dalam
pembuatan selulosa asetat. Berbagai produk hasil pertanian yang mengandung gula yang tinggi
dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi cuka. Beberapa negara di benua
Amerika dan Eropa menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan
bakunya. Di Jepang, cuka diproduksi dengan menggunakan bahan baku beras yang telah
mengalami sakarifikasi. Di Indonesia, nira aren sering digunakan oleh masyarakat pedesaan
untuk membuat cuka lahang, yaitu sejenis cuka yang dibuat secara tradisional melalui proses
fermentasi
spontan
(Tjokroadikoesoemo,
1993).
Syarat
mutu
cuka
makanan
dapat
dilihat
pada
Tabel
dibawah
ini
:
No
Kriteria
Uji
Satuan
Persyaratan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bentuk
Bau
Kadar
asam
asetat
Asam-asam
organik
Cemaran
logam
besi
(Fe)
Cemaran
logam
arsen
(As)
%
v/v
mg/kg
mg/kg
Cairan
encer
Khas
asam
asetat
Min.
Negatif
Maks.
Maks.
Sumber
Anonimous
0,3
0,4
(1995)
Fermentasi
Istilah fermentasi diturunkan dari Fervere istilah latin yang berarti mendidih, dan ini digunakan
unruk menyebut adanya aktivitas yeast pada ekstrak buah dan larutan malt serta biji-bijian.
Peristiwa pendidihan tersebut terjadi akibat terbentuknya O2 oleh proses gula dalam ekstrak.
Secara biokimia fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi melalui senyawa organik,
sedangkan aplikasinya dalam dunia industri fermentasi diartikan sebagai suatu proses untuk
mengubah bahan dasar menjadi suatu produk oleh massa sel mikroba. Di dalam pengertian ini
termasuk juga proses anabolisme pembentukan komponen sel secara aerob (Wibowo, 1990).
Menurut Prescott amd Dunn (1959), fermentasi pada umumnya menggunakan senyawa organik
berupa
karbohidrat
yang
dapat
digolongkan
sebagai
berikut
:
1.
Bahan
bergula,
seperti
tebu,
bit
gula
dan
cairan
buah-buahan
2.
Bahan
berpati,
seperti
jagung,
ubi
kayu
dan
kentang
3. Bahan berselulosa, seperti kayu dan berbagai limbah industri pertanian
Aplikasi proses fermentasi pada skala industri / komersial dapat dikelompokkan menjadi empat
macam,
yaitu
:
a. Proses fermentasi untuk memproduksi sel mikroba. Termasuk dalam tipe ini adalah produk
Bakers
yeast
dan
protein
sel
tunggal
b. Proses fermentasi untuk memproduksi enzim. Termasuk dalam tipe ini adalah proses produksi
protease,
amilase,
pektinase,
dan
lain-lain
c. Proses fermentasi untuk memproduksi metabolit baik primer maupun sekunder. Termasuk
metabolit primer adalah alkohol, asam sitrat, aseton hitanol, asam glutamat, lisin nukleotida,
vitamin, yang termasuk metabolit sekunder adalah steroid, antibiotik, dan sebagainya
d. Proses fermentasi untuk memodifikasi senyawa kimia tertentu menjadi produk yang lebih
mempunyai nilai ekonomi. Termasuk dalam tipe ini adalah anhidro tetra siklin, naftilen menjadi
asam
salisilat
(Wibowo,
1990)
Fermentasi
Alkohol
Fermentasi yang banyak dikenal adalah fermentasi alkohol dari bahan bergula. Alkohol
merupakan
cairan
yang
mempunyai
sifat
fisik
sebagai
berikut
:
Berbentuk
cair
Tidak
berwarna
Volatil
Dapat
bercampur
dengan
air
dalam
segala
perbandingan
Mendidih
pada
suhu
73oC
Membeku
pada
suhu
-117,3oC
Mempunyai
berat
molekul
46
(Hougton,
1982)
Fermentasi alkohol tersebut dapat berlangsung karena adanya organisme khamir yang bersifat
anaerob. Pada fermentasi alkokol bahan-bahan yang mengandung manosakarida (C6H12O6)
langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati maupun karbohidrat komplek harus
dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana (Said, 1987).
Menurut
Fardiaz
(1992),
fermentasi
alkohol
meliputi
2
tahap,
yaitu
:
1. Pemecahan rantai karbon jalur EMP (Embden Mayerhof Parnas) mengasilkan karbon
teroksidasi yaitu asam piruvat. Jalur EMP terdiri dari beberapa tahap, masing-masing dikatalis
oleh enzim tertentu. Jalur tersebut ditandai dengan pembentukan fruktosa difosfat, dilanjutkan
dengan pemecahan fruktosa difosfat menjadi 2 molekul gliseraldehida fosfat. Reaksi ini dikatalisa
oleh enzim aldolase. Kemudian terjadi reaksi dehidrogenasi, gliseraldehida fosfat yang
merupakan reaksi oksidasi yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Reaksi ini dikatalis oleh
enzim gliseraldehida fosfat dehidrogenase. Atom hidrogen yang terlepas akan ditangkap oleh
nikotinamida-adfenin-dinukletida (NAD) membentuk NADPH2. Proses fermentasi dapat
berlangsung terus jika NADPH2 dapat dioksidasi kembali pada tahap kedua fermentasi sehingga
melepaskan atom hidrogen kembali. Jadi NAD berfungsi sebagai pembawa hidrogen dalam
proses fermentasi. Energi yang dilepaskan selama okdidasi gliseraldehida fosfat cukup untuk
membentuk 2 molekul ATP, karena 1 molekul glukosa menghasilkan 2 molekul gliserladehida
fosfat, maka seluruhnya dibentuk 4 molekul ATP. Tetapi karena 2 molekul ATP dibutuhkan untuk
mengubah glukosa menjadi fruktosa difosfat, hanya tinggal 2 molekul ATP yang digunakan untuk
pertumbuhan untuk setiap molekul glukosa yang dipecah. Reaksinya sebagai berikut :
Glukosa
(ADP
(NAD+
Pi)
piruvat
ATP
2(NADH+H+)
2. Asam piruvat akan diubah menjadi produk akhir berupa alkohol dengan reaksi sebagai
berikut
:
C6H12O6
EMP
2
H3COCOOH
Glukosa
Asam
piruvat
2
2
Etanol
NAD+
2
CH3CH2OH
NAD
+
2
H+
CH3CHO
Asetaldehida
Secara umum menurut Said (1987), reaksi-reaksi yang terjadi dalam fermentasi alkohol adalah :
2
(C6H10O5)n
+
n
H2O
nC12H22O11
Pati
Disakarida
H2O
+
C12H22O11
2
C6H22O6
Disakarida
Glukosa
2
C6H22O6
2
C2H5OH
+
2
CO2
Glukosa
Alkohol
Dari reaksi tersebut diatas secara teori dari 1 gram glukosa akan dihasilkan 0,51 gram alkohol
dan 0,49 karbondioksida, namun demikian karena ada juga sumber karbon yang digunakan
untuk pembentukan biomassa, maka lebih realistis kalau disimpulkan bahwa untuk setiap 1 gram
glukosa akan dihasilkan 0,46 gram alkohol, 0,44 gram karbondioksida dan 0,10 gram diperlukan
untuk
pembentukan
biomassa
(Rahayu
dan
Kuswanto,
1988).
Fermentasi
alkohol
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
antara
lain
:
a.
Spesies
sel
khamir
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai
medium. Sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan
5,5
(Prescot
and
Dunn,
1959).
e.
Suhu
Khamir mrmpunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pertumbuhan dan
pembentukan selnya, suhu optimum untuk khamir adalah 25 30oC (Prescot and Dunn, 1959).
f.
Oksigen
Persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembang biakan sel yeast dan
permutan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob (Prescot and Dunn,
1959).
Fermentasi
Asam
Asetat
Fermentasi asam asetat adalah fermentasi aerobik atau respirasi oksidatif, yaitu respirasi dengan
oksidasi berlangsung tidak sempurna dan menghasilkan produk-produk akhir berupa senyawa
organik seperti asam asetat. Proses ini dilakukan oleh bakteri dari genus Aceobacter dan
Glucobacter
(Schlegel
and
Schmidt,
1994).
Menurut Said (1987), kondisi respirasi oksidatif ini dapat dilakukan dengan kultur murni, tetapi
kondisinya tidak selalu aseptis oleh karena pH yang rendah serta adanya alkohol dalam media
merupakan faktor penghambat bagi mikroorganisme lain selain Acetobacter acetii.
Mekanisme fermentasi asam asetat ada 2 yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat.
Pada fermentasi alkohol mula-mula gula yang terdapat pada bahan baku akan dibongkar oleh
khamir menjadi alkohol dan gas O2 yang berlangsung secara anaerobik. Setelah alkohol
dihasilkan maka dilakukan fermentasi asam asetat, dimana bakteri asam asetat akan mengubah
alkohol menjadi asam asetat secara aerobik. Reaksinya sebagai berikut :
OH
CH3
H
Etanol
CH3
Asetaldehid
+
Hidrasi
H2O
CH3C
OH
OH
H
asetaldehid
OH
O
CH3C
OH
CH3C
OH
+
H2O
H
Hidrasi
asetaldehid
Asam
asetat
Setelah terbentuk asam asetat fermentasi harus segera dihentikan supaya tidak terjadi
fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk yang dapat menimbullkan kerusakan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
fermentasi
asam
asetat
adalah
:
a.
Suhu
Suhu optimum 15 34oC (Prescott and Dunn, 1959), 25 30oC (Hidayat, 1997).
b.
pH
Bakteri asam asetat dapat tumbuh secara optimal pada pH antara 5,4 6,3 (Adams, 1986).
c.
Kecepatan
aerasi
Konsentrasi oksigen terlarut sangat penting untuk pertumbuhan sel mikroba dalam menghasilkan
asam asetat. Kecepatan aerasi diperlukan untuk mengatur konsentrasi oksigen terlarut pada
medium fermentasi. Udara pada tekanan 1 atm merupakan sumber oksigen baik, tetapi
konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi akan meracuni bakteri, begitu pula bila terlalu rendah
(Said,
1987).
Besarnya aerasi yang digunakan oleh peneliti berbeda-beda, antara lain : 0,08 vvm (Hidayat,
1997) dan 0,06 1,2 vvm (Wignyanto, 1995) dengan diameter sekitar 1 mm.
d.
Konsntrasi
alkohol
Konsentrasi alkohol yang digunakan berbeda-beda antara lain yang dikemukakan oleh Hotmaka
dan
Ebner
(1959)
sebesar
5
7
%
e.
Jumlah
inokulum
Seleksi terhadap jenis dan jumlah inokulum yang akan ditambahkan akan menentukan kualitas
hasil
fermentasi
.
Kriteria penting bagi kultur mikroba agar dapat digunakan sebagai inokulum yaitu sehat dan
berada dalam keadaan aktif, tersedia dalam jumlah yang cukup, berada dalam bentuk morfologi
yang sesuai, bebas dari kontaminan dan kemampuannya dalam membentuk produk.
f.
Lama
fermentasi
Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Waktu fermentasi yang
terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya
terdegradasi sedang waktu fermentasi yang lama, asam asetat akan teroksidasi menjadi
karbondioksida dan air (Soeharto, 1986). Proses fermentasi ini berkisar pada jangka waktu 12
hari
dan
menghasilkan
asam
asetat
3,5
%.
Mikroba
Yeast
Yang
atau
Berperan
Ragi
Kata ragi dipakai untuk menyebut adonan atau ramuan yang digunakan untuk pembuatan
berbagai makanan dan minuman. Ragi mempunyai arti yang penting dalam makanan yang
diolah secara fermentasi seperti dalam pembuatan brem, tape dan lain sebagainya
(Dwijoseputro,
1984).
Menurut Bennion (1980), yeast merupakan tumbuhan mikroskopik bersel satu dan merupakan
golongan fungi, tidak bercabang dan tidak mempunyai klorofil serta memperbanyak diri dengan
cara budding (pertunasan). Yeast memfermantasi gula untuk menghasilkan etanol dan O2 dan
produk samping lainnya. Yeast atau ragi yang digunakan dalam pangan adalah Saccharomyces
cereviceae
yang
pada
umumnya
dinamakan
ragi
roti.
Fermentasi gula oleh yeast terjadi pada proses anaerob dan keseluruhan reaksinya adalah
sebagai
berikut
:
C6H12O6
Glukosa
C2H5OH
Etanol
CO2
Karbondioksida
Dalam ragi menurut Prescot and Dunn (1959), juga terdapat beberapa macam bumbu yang
berperan penting dalam pembuatan ragi beras dan menghambat mikroorganisme tertentu antara
lain bawang putih, lengkuas dan kayu putih. Disamping itu ragi juga mengandung mikroba dari
jenis kapang dan khamir yang berfungsi sebagai starter fermentasi bagi substrat yang kaya akan
pati
(Saono,
1982).
Substrat gula untuk fermentasi yeast berasal dari beberapa sumber yaitu pertama, tepung
mengadung sedikit gula (sekitar 1,2 %) meliputi glukosa, fruktosa, sukrosa dan oligosakarida.
Yeast akan memproduksi enzim invertase yang dapat menghidrolisa bukan hanya sukrosa tetapi
juga oligosakarida. Kedua, aktivitas -amilase dalam tepung dapat memproduksi maltosa dari
hidrolisis pati dalam granula-granula, sedangkan -amilase memproduksi glukosa. Ketiga,
sejumlah kecil gula seperti sukrosa dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim
invertase yang ada dalam yeast, yang kemudian dipecah menjadi CO2 dan alkohol (Bennion,
1980).
Ada
3
macam
yeast,
yaitu
:
1.
Compresed
Yeast
Ragi yang dikompres (dipadatkan) berupa gumpalan padat yang dibentuk dari sel-sel ragi yang
sedang tidur (dorman). Mengandung sekitar 70 % kadar air. Ragi ini harus disimpan dalam suhu
yang lebih rendah (<4oC) untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas.
Bila disimpan dalam kondisi suhu yang tinggi (>30oC) akan menyebabkan ragi tersebut
mengurai sendiri dimana enzim-enzim dalam ragi akan memecah diri dengan selnya yang akan
memungkinkan isinya membentuk gumpalan-gumpalan semi cairan berwarna gelap dengan bau
yang ridak enak (Anonumous, 1998). Menurut Bennion (1980), compresed yeast dapat bertahan
4 5 minggu dalam lemari es dan jika disimpan dalam freezer dapat bertahan 1 bulan.
2.
Active
Dry
Yeast
Mengandung kadar air sekitar 7,5 % sehingga lebih tahan dalam waktu penyimpanan yang lebih
aman dibandingkan compresed yeast (Anonymous, 2004). Bila temperatur penyimpanan 21
27oC dry yeast dapat bertahan sampai beberapa minggu. Bila disimpan pada 5 6oC dapat
bertahan
sampai
beberapa
bulan
(Anonymous,
2004).
Active dry yeast memerlukan perendaman dalam air terlebih dahulu sebelum dipakai. Bennion
(1980), menyebutkan active dry yeast harus direndam dalam air pada suhu 37,8 46oC. Pada
suhu diatas tersebut yeast akan inaktif karena adanya panas, sedangkan pada suhu dibawah
suhu
tersebut
komponen
normal
sel
cenderung
dilepaskan
keluar
sel.
3.
Instan
Dry
Yeast
Hampir sama dengan active dry yeast, hanya instan dry yeast tidak perlu direndam terlebih
dahulu di dalam air sebelum dipakai, namun dapat langsung dicampurkan dalam medium.
Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas (Anonymous, 2004).
Pembuatan vinegar memerlukan dua proses fermentasi. Pertama, perubahan gula menjadi
alkohol oleh khamir dan kedua perubahan alkohol menjadi asam asetat yang dilakukan oleh
bakteri
asam
cuka
(Desroiser,
1998).
Pembentukan alkohol dari gula dilakukan oleh khamir penghasil alkohol, dan sebagai contoh
yang terbaik adalah Saccharomyces ellipsoideus. Perubahan yang terjadi biasanya dinyatakan
dalam
persamaan
sebagai
berikut
:
C6H12O6
Saccharomyces
ellipsoideus
C2H5OH
CO2
Selain gula, yang sebagian besar merupakan padatan cider, substansi yang dinyatakan oleh
khamir untuk melakukan fermentasi, begitu juga fermentasi asam asetat yang berikutnya.
Kandungan asam dari cider yang utama adalah asam malat, dan asam tersebut berperan untuk
melindungi cider dari perkembangbiakan bakteri yang tidak dikehendaki. Mineral dalam abu
adalah
penting
untuk
pertumbuhan
khamir
ini
(Desroiser,
1988).
Saccharomyces cereviceae var. Ellipsoideus merupakan jenis khamir yang termasuk dalam
kelompok top yeast, yaitu merupakan jenis yang melakukan proses fermentasi di permukaan
cairan
dan
membentuk
gumpalan
(Rahayu
dan
Kuswanto,
1988).
Bakteri
Asam
Asetat
Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam yang
berhubungan dengan makanan dan manusia. Bakteri terdapat secara luas di lingkungan alam
yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan tanah. Pada kenyataannya
sangat sedikit sekali lingkungan yang bersih dari bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme
yang bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop
mikroorganisme tersebut akan tampak. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10
dam lebar 0,5 sampai 2,5 tergantung dari jenisnya. Karakteristik bentuk bakteri bermacammacam anatar lain bentuk bulat, batang, spiral dan koma (Fardiaz, 1992).
Tjokroadikoesoemo (1993) mengatakan golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi
asam asetat diklasifikasikan menjadi 2 genera yaitu Gluconobacter dan Acetobacter.
Gluconobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat
mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi O2 dan H2O. Bakteri asam asetat yang dewasa
ini banyak digunakan untuk memproduksi cuka secara komersial adalah galur dari spesies
Acetobacter
acetii,
Acetobacter
peroxidans
dan
Acetobacter
pasteurianus.
Bakteri asam asetat mempunyai kemampuan membentuk asam dari alkohol secara oksidasi
diekspresikan ke dalam medium. Bakteri ini termasuk bakteri bakteri gram negatif yang bergerak
lambat dengan flagella peritrikh. Bakteri ini mirip dengan pseudomonas tetapi memiliki toleransi
terhadap asam yang tinggi, aktivitas peptolitik yang rendah (Schlegel and Schimdt, 1985).
Menurut Anonymous (2004), fermentasi asam asetat dilakukan oleh bakteri asam asetat
terhadap larutan yamg mengandung alkohol. Bakteri asam asetat tersebut termasuk dalam famili
Pseudomonadaceae
yang
memiliki
ciri-ciri
sebagai
berikut
:
Sel
berbentuk
batang
pendek
atau
bola
Bakteri
gram
negatif
Sel
bergerak
dan
tidak
bergerak
Tidak
mempunyai
endospora
Tidak
bersifat
patogen
Bersifat
aerob
Energi
diperoleh
dari
oksidasi
etanol
menjadi
asam
asetat
Mampu
hidup
dalam
air,
padatan,
daun,
buah,
dan
lain-lain.
Bakteri asam asetat dapat digolongkan menjadi peroksidan jika mampu menumpuk asetat atau
sebagai suboksidan yang tidak mengoksidasi asetat lebih lanjut. Acetobacter acetii dan
Acetobacter pasterinum merupakan contoh peroksidan. Kedua golongan ini dengan mudah
dibedakan secara sederhana. Pada saat terjadi pertumbuhan koloni diatas kapur agar yang
keruh kembali karena terjadi oksidasi lebih lanjut (Prescott and Dunn, 1959).
Acetobacter acetii merupakan mikroorganisme yang tidak berbahaya yang tersebar luas di
lingkungan hidup dalam ekologi alkoholik seperti bunga, buah, madu, air dan tanah.
Mikroorganisme ini cukup lama digunakan dalam industri yang memproduksi asam asetat dan
alkohol. Selama ini belum pernah dilaporkan bahwa Acetobacter acetii berperan sebagai
patogen dan berpotensi sebagai penyakit bagi hewan dan manusia. Bahaya potensial terhadap
kesehatan manusia atau lingkungan berhubungan dengan bakteri ini dalam fermentasi sangat
rendah. Penggunaan Acetobacter acetii dalam industri dimulai sejak 1950. Acetobacter acetii
juga dilaporkan berperan pada produksi selulosa pada pembuatan kertas khusus. Strain yang
mampu memproduksi selulosa diklasifikasikan sebagai Acetabacter pasteurianus, Acetabacter
hanseic
(Adams,
1985).
Acetabacter acetii merupakan bakteri gram negatif yang bergerak menggunakan peritrich
flagella, merupakan bakteri aerob obligat, tidak membentuk endospora dan merupakan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dimana-mana, bisa berada pada tanah, air, bunga, buah
dan madu, yang pada intinya dimana fermentasi gula dapat terjadi. Acetabacter acetii
memproduksi asam asetat dari etanol pada lingkungan yang alkoholik. Asam asetat dapat
dioksidasi lanjut oleh Acetabacter acetii menjadi CO2 dan H2O. Temperatur optimum untuk
pertumbuhan Acetabacter acetii adalah antara 25 30oC dan pH optimum pertumbuhan
berkisar antara 5,4 6,3. Acetabacter acetii merupakan kontaminan umum pada seluruh fasilitas
industri fermentasi dan bertanggung jawab terhadap kekeruhan, perubahan warna dan off flavour
pada
bir
(Anonymous,
2004).
Proses pembentukan asam asetat oleh bakteri asam asetat pada dasarnya merupakan proses
oksidasi tidak sempurna dari fermentasi yang sebenarnya, karena dalam proses ini daya
pereduksi yang dihasilkan dipindahkan ke molekul oksigen. Pada tahap pertama etanol akan
diubah menjadi asetaldehid dan air dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase. Asetaldehid
dan air akan membentuk keseimbangan reaksi dengan senyawa asetaldehid terhidrasi. Tahap
kedua asetaldehid terhidrasi selanjutnya diubah menjadi asam asetat dengan bantuan enzim
asetaldehid
dehidrogenase
(Prescott
and
Dunn,
1959).
Golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat dikenal sebagai bakteri asam
asetat. Bakteri asam asetat diklarifikasikan menjadi 2 genera, yaitu Gluconobacter dan
Acetobacter.
Gluconobacter mengokidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat
mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi CO2 dan H2O. Bakteri asam asetat yang dewasa
ini banyak digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial adalah galur dari spesies
Acetobacter aceti, A. Pasteurianus, A. Peroxidans dan Gluconobacter oxidans.
Bakteri asam asetat sangat bervariasi dan mudah mengalami perubahan-perubahan sifat
fisiologis dan aktivitas metabolik. Karena itu bagi industri vinegar yang terpenting adalah galur
bakteri
asam
asetat
yang
memilki
sifat-sifat:
1.
Toleran
terhadap
konsentrasi
asam
asetat
yang
tinggi.
2.
Tidak
mengoksidasi
asam
asetat
3.
Mempunyai
produktivitas
yang
tinggi
4.
Kebutuhan
nutrien
sedikit
5.
Tahan
terhadap
infeksi
Bakteri asam cuka termasuk golongan bakteri gram negatif aerobik, langsung dicampurkan
dalam medium. Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas.
Proses
Pengolahan
Bahan
Baku
Berbagai produk hasil pertanian yang mengandung gula yang tinggi dapat digunakan sebagai
bahan baku untuk memproduksi cuka. Beberapa negara di benua Amerika dan Eropa
menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan bakunya. Di Jepang,
cuka diproduksi dengan menggunakan bahan baku beras yang telah mengalami proses
sakarifikasi. Di Indonesia, nira aren sering digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk membuat
cuka lahang, yaitu sejenis cuka yang dibuat secara tradisional melalui proses fermentasi
spontan.
Cuka atau vinegar dalah suatu bahan penyedap yang dihasilkan dengan cara fermentasi dari
bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Karena kandungan dari bahan penyusun cuka
baik asam cuka maupun bahan lain sangat bervariasi, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil,
vinegar dari bermacam-macam bahan baku memliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dan
Cider dapat menghasilkan vinegar dengan kualitas yang paling baik (Tjokroadikoesoemo, 1993).
Suatu kesepakatan antara Society of Public Analyser (SPA) dan Federasi Malt Vinegar Browers
bahwa semua jenis vinegar termasuk produk non-brewed (tidak diproduksi melalui proses
fermentasi), harus mengandung paling sedikit 4 % (w/v) asam asetat standar vinegar kemudian
ditetapkan oleh Food Standard Committee (1971), yang merekomendasikan definisi sebagai
berikut
:
Vinegar adalah cairan yang diproduksi oleh bahan baku yang mengandung pati dan gula
melalui dua tahap proses fermentasi alcoholic dan acetous, dan yang mengandung paling sedikit
4
%
(w/v)
asam
asetat.
Vinegar malt adalah yang diproduksi melalui dua tahap proses fermentasi, alcoholic dan
acetous, tanpa diselang oleh proses destilasi dari barley yang berkecambah dengan atau tanpa
penambahan serealia, dimana pati dikonversi menjadi gula hanya oleh enzim diatase yang
terkandung
dalam
kecambah
malt.
Vinegar biji-bijian adalah vinegar yang diproduksi melaui dua tahap proses fermentasi,
alcoholic dan acetous, tanpa destilasi intermediate, dari biji-bijian seralia, dimana pati dikonversi
menjadi
gula
melalui
proses
selain
proses
oleh
diastase.
Spirit vinegar adalah vinegar yang dibuat melalui proses fermentasi asetat terhadap destilat
alkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi alkohol dari larutan bahan baku yang
mengandung gula. Jadi istilah spirit vinegar tidak boleh digunakan untuk produk yang dihasilkan
melalui
fermentasi
asetat
terhadap
alkohol
sintetis
(Judoamidjojo,
1992).
Proses
Pembuatan
Di
dalam
pembuatan
vinegar
dikenal
dua
metode
pembuatan
yaitu
:
a.
Metode
lambat
Misalnya yang biasa dilakukan di rumah-rumah atau dibiarkan begitu saja. Metode ini juga
disebut metode Prancis dan metode Orleans. Proses Orleans atau cider ditambahkan sampai
mencapai 0,5 0,33 isi tong. Proses oksidasi dari bakteri asam asetat ini membutuhkan
sejumlah besar oksigen, sehingga aliran udara dalam tong harus dikendalikan secara baik. Pada
dasar tong diperlukan sumbat untuk mengeluarkan cuka yamg telah jadi, sedang pada bagian
atasnya terdapat tutup yang dapat dibuka untuk menambahkan kembali substrat fermentasinya.
Pada metode lambat ini, cairan alkohol tidak bergerak selama proses fermentasi.
Bakteri asam asetat membentuk film atau induk cuka pada permukaan cairan. Sekali film ini
terbentuk dan tidak diganggu, maka perubahan anggur atau cider akan berlangsung cepat.
Pembentukan film dapat memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Metode ini dapat
berlangsung secara seimbang, jika pada setiap pengeluaran cuka ditambahkan cider yang baru.
Untuk membuat cuka diperlukan waktu dua sampai tiga bulan, atau bahkan lebih tergantung
pada kondisinya. Metode ini menghasilkan ester terutama etil asetat yang lebih banyak daripada
metode
cepat.
b.
Metode
cepat
Misalnya proses generator dan proses asetifikasi kultur terendam (submerged acetification
process). Proses generator mulai diperkenalkan di Jerman pada tahun 1932, dan merupakan
metode yang umum digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial. Vinegar generator
merupakan tangki tegak berbentuk silinder yang di dalamnya diisi serutan kayu, arang atau yang
lain, yang menjadikan permukaan bertambah luas dan merupakan tempat tumbuhnya
mikroorganisme pembuat asam asetat. Suhu dari generator berkisar 27 30oC. Asetifikasi kultur
terendam adalah proses terbaru untuk merubah alkohol menjadi asam asetat. Bakteri asam
asetat tidak saja tumbuh di permukaan cairan, tetapi terutama di dalam cairannya. Peralatannya
disebut asetator dimana Acetobacter aceti tersuspensi pada medium alkohol pada peralatan
yang
dilengkapi
dengan
aerator
dan
pendingin.
Bakteri asam asetat terus-menerus kontak dengan oksigen. Diameter gelembung udara yang
dikehendaki adalah sekitar 1 mm. Fermentor pembuatan cuka secara kultur rendam yang paling
umum adalah Asetator Fring. Alat ini mempunyai efisiensi yang tinggi dalam mentransfer
oksigen, dimana dengan sistem batch selama 35 jam dapat menghasilkan 12 % asam asetat.
Asetifikasi secara kultur rendam ini dapat dengan kultur murni, akan tetapi kondisinya tidak selalu
harus aseptik. Kondisi yang tidak aseptik ini dapat ditoleransi dikarenakan pH yang rendah serta
adanya alkohol dalam medium fermentasi, dimana hal ini merupakan penghambat bagi
mikroorganisme
lainnya.
Keuntungan
penggunaan
asetataor
diantaranya
adalah
:
1. Prosesnya lebih cepat sehingga memungkinkan lebih banyak cuka yang dihasilkan dalam
waktu
yang
singkat
2. Biayanya lebih murah, karena tidak menggunakan bahan padat untuk menambah luas
permukaan,
seperti
misalnya
pada
proses
generator
3.
Asetator
dapat
dihidup-matikan
sewaktu-waktu
sesuai
kebutuhan
4.
Macam
dari
medium
alkohol
dapat
langsung
diganti-ganti.
5. Rasa asam asetatnya lebih enak, hal ini disebabkan karena bakterinya masih tinggal bersama
asam
asetatnya
Produksi asam asetat melalui fermentasi kultur rendam ini mempunyai kekurangan. Diantaranya
adalah produk harus mengalami filtrasi untuk menghilangkan bakteri yang ada di dalamnya,
dimana pada sistem tong kayu dan metode tricke dengan generator produk yang dihasilkan
bersih dari bakteri karena bakteri terkumpul pada perikel (tong) atau berkumpul pada serutan
kayu. Dalam sistem kultur rendam dengan sistem berkesinambungan akan dihasilkan efisiensi
yang tinggi, yaitu 90 98 % alkohol dapat dikonversi menjadi asam asetat.
Proses pembuatan vinegar (asam asetat) dilakukan melalui proses asetifikasi dari alkohol
menjadi asam asetat. Untuk memproduksi secara tradisional yang biasa dilakukan di Indonesia
yaitu dengan menggunakan metode lambat. Pada pembuatan vinegar dengan cara ini biasanya
menggunakan bahan baku air kelapa yang mengalami peragian (fermentasi) secara spontan.
Cara pembuatannya adalah sebagai berikut, pertama air kelapa dimasukkan ke dalam gentong
tanah (guci) yang biasa dipakai dalam pembuatan cuka. Gentong-gentong tersebut tidak pernah
dicuci atau dibersihkan sejak pertama kali digunakan dalam pembuatan cuka. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan sisa biang cuka dari pembuatan asam cuka sebelumnya.
Setelah air kelapa dimasukkan dalam gentong lalu wadah tersebut diletakkan di tempat yang
memiliki
aerasi
yang
cukup
baik
selama
1
2
bulan.
Selama penyimpanan tersebut, senyawa gula yang terdapat di dalam air kelapa mengalami
proses fermentasi menjadi alkohol dan berlanjut menjadi asam cuka yang diperjual belikan.
Diagram alir pembuatan vinegar dari air kelapa dapat dilihat pada gambar dibawah ni :
Air
kelapa
Penyaringan
Dimasukkan
mengandung
Inkubasi
dalam
selama
gentong
biang
yang
cuka
bulan
Vinegar
(asam
cuka)
Pembuatan cuka memerlukan dua proses fermentasi. Pertama adanya perubahan gula menjadi
alkohol oleh khamir dan yang kedua adalah perubahan alkohol menjadi asam asetat yang
dilakukan
oleh
bakteri
asam
asetat.
Salah satu penyebab kegagalan dalam pembuatan cuka, dan merupakan faktor yang seringkali
tidak diperhatikan adalah bahwa pembuatan cuka melibatkan dua macam fermentasi yang
sangat berlainan dan berbeda, dan bahwa yang pertama harus diselesaikan sebelum yang
kedua
dimulai
(Desroiser,
1988).
Penyimpanan dan penuaan asam asetat dapat dilakukan selama beberapa bulan. Penuaan ini
diperlukan untuk semua jenis asam asetat, kecuali asam asetat yang didestilasi. Penuaan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dari asam aetat. Dengan adanya penuaan, maka
padatan yang terdapat dalam asam asetat akan mengendap, juga selama penyimpanan residu
etanol akan membentuk ester-esternya. Penuaan asam asetat dilakukan di dalam tong atau
tangki dalam kondisi anaerobik (Budiyanto, 2002).
MAR
13
Cuka
Cuka sudah dikenal orang sejak peradaban manusia, seperti halnya anggur. Perkataan vinegar,
nama asing dari cuka, berasal dari kata vinegre yang berarti anggur asam. Jika anggur dibiarkan
selama beberapa hari di udara akan mengalami fermentasi menjadi asam cuka. Nama lain dari
asam cuka adalah acetum. Dari perkataan acetum lalu timbul turunan-turunannya di dalam
bahasa Inggris : acetic dan di dalam bahasa Indonesia adalah asetat (Tjokroadikoesoemo,
1993).
Asam cuka adalah senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, mempunyai bau yang menyengat
dan memiliki rasa asam yang tajam sekali. Berat spesifik asam cuka pada 20oC adalah 1,049,
sedangkan titik didihnya pada tekanan atmosfer adalah 118,1oC. Bahan ini larut di dalam air,
alkohol, gliserol dan eter, tetapi asam cuka tidak larut dalam karbon disulfida. Kelarutannya tidak
terhingga meskipun pada suhu kamar. Suhu perapian asam asetat adalah 427oC dan meledak
pada batas terendah (explosion limits) sebesar kurang dari 4 % volume udara (Puturau, 1982).
Cuka atau vinegar adalah suatu bahan penyedap kodimen yang dihasilkan dengan cara
fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Bahan penyusun utama dari cuka
atau vinegar adalah asam cuka (asam asetat). Sedangkan bahan penyusun cuka yang lain
sangat bervariasi, bergantung dari bahan dasar pembuatnya. Karena kandungan bahan-bahan
tersebut, meskipun dalam jumlah yang cukup kecil, cuka dari berjenis-jenis bahan baku memiliki
aroma yang berbeda-beda. Anggur dapat menghasilkan cuka dengan kualitas yang paling baik
(Tjokroadikoesoemo,
1993).
Cuka merupakan produksi asam asetat yang telah banyak dikenal. Cuka adalah produk yang
dihasilkan dari konversi etil alkohol (etanol) menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat dari
genus Acetobacter dan Gluconobacter (Block et al., 1994). Menurut Prescott and Dunn (1959),
cuka merupakan penyedap makanan yang dibuat dari bahan bergula atau mengandung pati
melalui proses fermentasi alkoholik diikuti fermentasi asam asetat yang mengubah alkohol
menjadi asam asetat. Dalam keadaan yang sangat baik jumlah asam asetat yang dihasilkan
berkisar
50
%
dari
jumlah
alkohol.
Cuka banyak digunakan dalam industri pengolahan pangan, industri farmasi dan industri kimia.
Pada industri makanan, cuka terutama digunakan sebagai bahan pembangkit flavor asam dan
pengawet. Selain digunakan sebagai bahan penyedap rasa (edible vinegar), cuka banyak
digunakan dalam industri untuk memproduksi asam alifatis terpenting. Cuka juga digunakan
untuk pembuatan obat-obatan (aspirin), untuk bahan warna (indigo) dan parfum, serta sebagai
bahan dasar pembuatan anhidrat yang sangat diperlukan untuk asetilasi, terutama dalam
pembuatan selulosa asetat. Berbagai produk hasil pertanian yang mengandung gula yang tinggi
dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi cuka. Beberapa negara di benua
Amerika dan Eropa menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan
bakunya. Di Jepang, cuka diproduksi dengan menggunakan bahan baku beras yang telah
mengalami sakarifikasi. Di Indonesia, nira aren sering digunakan oleh masyarakat pedesaan
untuk membuat cuka lahang, yaitu sejenis cuka yang dibuat secara tradisional melalui proses
fermentasi
spontan
(Tjokroadikoesoemo,
1993).
Syarat
mutu
cuka
makanan
dapat
dilihat
pada
Tabel
dibawah
ini
:
No
Kriteria
Uji
Satuan
Persyaratan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bentuk
Bau
Kadar
asam
asetat
Asam-asam
organik
Cemaran
logam
besi
(Fe)
Cemaran
logam
arsen
(As)
%
v/v
mg/kg
mg/kg
Cairan
encer
Khas
asam
asetat
Min.
4
%
Negatif
Maks.
0,3
Maks.
0,4
Sumber
:
Anonimous
(1995)
Fermentasi
Istilah fermentasi diturunkan dari Fervere istilah latin yang berarti mendidih, dan ini digunakan
unruk menyebut adanya aktivitas yeast pada ekstrak buah dan larutan malt serta biji-bijian.
Peristiwa pendidihan tersebut terjadi akibat terbentuknya O2 oleh proses gula dalam ekstrak.
Secara biokimia fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi melalui senyawa organik,
sedangkan aplikasinya dalam dunia industri fermentasi diartikan sebagai suatu proses untuk
mengubah bahan dasar menjadi suatu produk oleh massa sel mikroba. Di dalam pengertian ini
termasuk juga proses anabolisme pembentukan komponen sel secara aerob (Wibowo, 1990).
Menurut Prescott amd Dunn (1959), fermentasi pada umumnya menggunakan senyawa organik
berupa
karbohidrat
yang
dapat
digolongkan
sebagai
berikut
:
1.
Bahan
bergula,
seperti
tebu,
bit
gula
dan
cairan
buah-buahan
2.
Bahan
berpati,
seperti
jagung,
ubi
kayu
dan
kentang
3. Bahan berselulosa, seperti kayu dan berbagai limbah industri pertanian
Aplikasi proses fermentasi pada skala industri / komersial dapat dikelompokkan menjadi empat
macam,
yaitu
:
a. Proses fermentasi untuk memproduksi sel mikroba. Termasuk dalam tipe ini adalah produk
Bakers
yeast
dan
protein
sel
tunggal
b. Proses fermentasi untuk memproduksi enzim. Termasuk dalam tipe ini adalah proses produksi
protease,
amilase,
pektinase,
dan
lain-lain
c. Proses fermentasi untuk memproduksi metabolit baik primer maupun sekunder. Termasuk
metabolit primer adalah alkohol, asam sitrat, aseton hitanol, asam glutamat, lisin nukleotida,
vitamin, yang termasuk metabolit sekunder adalah steroid, antibiotik, dan sebagainya
d. Proses fermentasi untuk memodifikasi senyawa kimia tertentu menjadi produk yang lebih
mempunyai nilai ekonomi. Termasuk dalam tipe ini adalah anhidro tetra siklin, naftilen menjadi
asam
salisilat
(Wibowo,
1990)
Fermentasi
Alkohol
Fermentasi yang banyak dikenal adalah fermentasi alkohol dari bahan bergula. Alkohol
merupakan
cairan
yang
mempunyai
sifat
fisik
sebagai
berikut
:
Berbentuk
cair
Tidak
berwarna
Volatil
Dapat
bercampur
dengan
air
dalam
segala
perbandingan
Mendidih
pada
suhu
73oC
Membeku
pada
suhu
-117,3oC
Mempunyai
berat
molekul
46
(Hougton,
1982)
Fermentasi alkohol tersebut dapat berlangsung karena adanya organisme khamir yang bersifat
anaerob. Pada fermentasi alkokol bahan-bahan yang mengandung manosakarida (C6H12O6)
langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati maupun karbohidrat komplek harus
dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana (Said, 1987).
Menurut
Fardiaz
(1992),
fermentasi
alkohol
meliputi
2
tahap,
yaitu
:
1. Pemecahan rantai karbon jalur EMP (Embden Mayerhof Parnas) mengasilkan karbon
teroksidasi yaitu asam piruvat. Jalur EMP terdiri dari beberapa tahap, masing-masing dikatalis
oleh enzim tertentu. Jalur tersebut ditandai dengan pembentukan fruktosa difosfat, dilanjutkan
dengan pemecahan fruktosa difosfat menjadi 2 molekul gliseraldehida fosfat. Reaksi ini dikatalisa
oleh enzim aldolase. Kemudian terjadi reaksi dehidrogenasi, gliseraldehida fosfat yang
merupakan reaksi oksidasi yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Reaksi ini dikatalis oleh
enzim gliseraldehida fosfat dehidrogenase. Atom hidrogen yang terlepas akan ditangkap oleh
nikotinamida-adfenin-dinukletida (NAD) membentuk NADPH2. Proses fermentasi dapat
berlangsung terus jika NADPH2 dapat dioksidasi kembali pada tahap kedua fermentasi sehingga
melepaskan atom hidrogen kembali. Jadi NAD berfungsi sebagai pembawa hidrogen dalam
proses fermentasi. Energi yang dilepaskan selama okdidasi gliseraldehida fosfat cukup untuk
membentuk 2 molekul ATP, karena 1 molekul glukosa menghasilkan 2 molekul gliserladehida
fosfat, maka seluruhnya dibentuk 4 molekul ATP. Tetapi karena 2 molekul ATP dibutuhkan untuk
mengubah glukosa menjadi fruktosa difosfat, hanya tinggal 2 molekul ATP yang digunakan untuk
pertumbuhan untuk setiap molekul glukosa yang dipecah. Reaksinya sebagai berikut :
Glukosa
(ADP
(NAD+
Pi)
piruvat
ATP
2(NADH+H+)
2. Asam piruvat akan diubah menjadi produk akhir berupa alkohol dengan reaksi sebagai
berikut
:
C6H12O6
EMP
2
H3COCOOH
Glukosa
Asam
piruvat
2
2
Etanol
NAD+
2
CH3CH2OH
NAD
+
2
H+
CH3CHO
Asetaldehida
Secara umum menurut Said (1987), reaksi-reaksi yang terjadi dalam fermentasi alkohol adalah :
2
(C6H10O5)n
+
n
H2O
nC12H22O11
Pati
Disakarida
H2O
+
C12H22O11
2
C6H22O6
Disakarida
Glukosa
2
C6H22O6
2
C2H5OH
+
2
CO2
Glukosa
Alkohol
Dari reaksi tersebut diatas secara teori dari 1 gram glukosa akan dihasilkan 0,51 gram alkohol
dan 0,49 karbondioksida, namun demikian karena ada juga sumber karbon yang digunakan
untuk pembentukan biomassa, maka lebih realistis kalau disimpulkan bahwa untuk setiap 1 gram
glukosa akan dihasilkan 0,46 gram alkohol, 0,44 gram karbondioksida dan 0,10 gram diperlukan
untuk
pembentukan
biomassa
(Rahayu
dan
Kuswanto,
1988).
Fermentasi
alkohol
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
antara
lain
:
a.
Spesies
sel
khamir
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai
medium. Sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan
Saccharomyces cereviceae dan kadang-kadang digunakan juga Saccharonyces ellipsoides
sedangkan untuk laktosa dari whey menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut
bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai
toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah
yang
banyak
dan
tahan
terhadap
alkohol
tersebut
(Said,
1987).
b.
Jumlah
sel
khamir
Menurut Said (1987), jumlah starter optimum pada fermentasi alkohol adalah 2 5 %,
sedangkan hasil penelitian Hidayat, dkk (1997) jumlah ragi roti 0,5 % menghasilkan alkohol yang
optimum.
c.
Konsentrasi
gula
Gula merupakan sumber karbon bagi mikroba. Sumber utama karbon bagi mikroba adalah
glukosa. Konsentrasi glukosa yang ideal untuk pembuatan alkohol secara umum sekitar 10 18
% (b/v), apabila kandungan glukosa terlalu tinggi, proses fermentasi terhambat (prescott and
Dunn,
1959).
Sukrosa merupakan salah satu sumber gula yang dibutuhkan khamir. Khamir akan
menghasilkan enzim intervase yang akan memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
(Bennion,
1980)
d.
Derajat
keasaman
(pH)
Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada fermentasi etanol
adalah
4,5
5,5
(Prescot
and
Dunn,
1959).
e.
Suhu
Khamir mrmpunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pertumbuhan dan
pembentukan selnya, suhu optimum untuk khamir adalah 25 30oC (Prescot and Dunn, 1959).
f.
Oksigen
Persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembang biakan sel yeast dan
permutan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob (Prescot and Dunn,
1959).
Fermentasi
Asam
Asetat
Fermentasi asam asetat adalah fermentasi aerobik atau respirasi oksidatif, yaitu respirasi dengan
oksidasi berlangsung tidak sempurna dan menghasilkan produk-produk akhir berupa senyawa
organik seperti asam asetat. Proses ini dilakukan oleh bakteri dari genus Aceobacter dan
Glucobacter
(Schlegel
and
Schmidt,
1994).
Menurut Said (1987), kondisi respirasi oksidatif ini dapat dilakukan dengan kultur murni, tetapi
kondisinya tidak selalu aseptis oleh karena pH yang rendah serta adanya alkohol dalam media
merupakan faktor penghambat bagi mikroorganisme lain selain Acetobacter acetii.
Mekanisme fermentasi asam asetat ada 2 yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat.
Pada fermentasi alkohol mula-mula gula yang terdapat pada bahan baku akan dibongkar oleh
khamir menjadi alkohol dan gas O2 yang berlangsung secara anaerobik. Setelah alkohol
dihasilkan maka dilakukan fermentasi asam asetat, dimana bakteri asam asetat akan mengubah
alkohol menjadi asam asetat secara aerobik. Reaksinya sebagai berikut :
OH
CH3
H
Etanol
CH3
Asetaldehid
+
Hidrasi
H2O
CH3C
OH
OH
H
asetaldehid
OH
O
CH3C
OH
CH3C
OH
+
H2O
H
Hidrasi
asetaldehid
Asam
asetat
Setelah terbentuk asam asetat fermentasi harus segera dihentikan supaya tidak terjadi
fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk yang dapat menimbullkan kerusakan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
fermentasi
asam
asetat
adalah
:
a.
Suhu
Suhu optimum 15 34oC (Prescott and Dunn, 1959), 25 30oC (Hidayat, 1997).
b.
pH
Bakteri asam asetat dapat tumbuh secara optimal pada pH antara 5,4 6,3 (Adams, 1986).
c.
Kecepatan
aerasi
Konsentrasi oksigen terlarut sangat penting untuk pertumbuhan sel mikroba dalam menghasilkan
asam asetat. Kecepatan aerasi diperlukan untuk mengatur konsentrasi oksigen terlarut pada
medium fermentasi. Udara pada tekanan 1 atm merupakan sumber oksigen baik, tetapi
konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi akan meracuni bakteri, begitu pula bila terlalu rendah
(Said,
1987).
Besarnya aerasi yang digunakan oleh peneliti berbeda-beda, antara lain : 0,08 vvm (Hidayat,
1997) dan 0,06 1,2 vvm (Wignyanto, 1995) dengan diameter sekitar 1 mm.
d.
Konsntrasi
alkohol
Konsentrasi alkohol yang digunakan berbeda-beda antara lain yang dikemukakan oleh Hotmaka
dan
Ebner
(1959)
sebesar
5
7
%
e.
Jumlah
inokulum
Seleksi terhadap jenis dan jumlah inokulum yang akan ditambahkan akan menentukan kualitas
hasil
fermentasi
.
Kriteria penting bagi kultur mikroba agar dapat digunakan sebagai inokulum yaitu sehat dan
berada dalam keadaan aktif, tersedia dalam jumlah yang cukup, berada dalam bentuk morfologi
yang sesuai, bebas dari kontaminan dan kemampuannya dalam membentuk produk.
f.
Lama
fermentasi
Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Waktu fermentasi yang
terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya
terdegradasi sedang waktu fermentasi yang lama, asam asetat akan teroksidasi menjadi
karbondioksida dan air (Soeharto, 1986). Proses fermentasi ini berkisar pada jangka waktu 12
hari
dan
menghasilkan
asam
asetat
3,5
%.
Mikroba
Yang
Berperan
Yeast
atau
Ragi
Kata ragi dipakai untuk menyebut adonan atau ramuan yang digunakan untuk pembuatan
berbagai makanan dan minuman. Ragi mempunyai arti yang penting dalam makanan yang
diolah secara fermentasi seperti dalam pembuatan brem, tape dan lain sebagainya
(Dwijoseputro,
1984).
Menurut Bennion (1980), yeast merupakan tumbuhan mikroskopik bersel satu dan merupakan
golongan fungi, tidak bercabang dan tidak mempunyai klorofil serta memperbanyak diri dengan
cara budding (pertunasan). Yeast memfermantasi gula untuk menghasilkan etanol dan O2 dan
produk samping lainnya. Yeast atau ragi yang digunakan dalam pangan adalah Saccharomyces
cereviceae
yang
pada
umumnya
dinamakan
ragi
roti.
Fermentasi gula oleh yeast terjadi pada proses anaerob dan keseluruhan reaksinya adalah
sebagai
berikut
:
C6H12O6
Glukosa
C2H5OH
Etanol
CO2
Karbondioksida
Dalam ragi menurut Prescot and Dunn (1959), juga terdapat beberapa macam bumbu yang
berperan penting dalam pembuatan ragi beras dan menghambat mikroorganisme tertentu antara
lain bawang putih, lengkuas dan kayu putih. Disamping itu ragi juga mengandung mikroba dari
jenis kapang dan khamir yang berfungsi sebagai starter fermentasi bagi substrat yang kaya akan
pati
(Saono,
1982).
Substrat gula untuk fermentasi yeast berasal dari beberapa sumber yaitu pertama, tepung
mengadung sedikit gula (sekitar 1,2 %) meliputi glukosa, fruktosa, sukrosa dan oligosakarida.
Yeast akan memproduksi enzim invertase yang dapat menghidrolisa bukan hanya sukrosa tetapi
juga oligosakarida. Kedua, aktivitas -amilase dalam tepung dapat memproduksi maltosa dari
hidrolisis pati dalam granula-granula, sedangkan -amilase memproduksi glukosa. Ketiga,
sejumlah kecil gula seperti sukrosa dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim
invertase yang ada dalam yeast, yang kemudian dipecah menjadi CO2 dan alkohol (Bennion,
1980).
Ada
3
macam
yeast,
yaitu
:
1.
Compresed
Yeast
Ragi yang dikompres (dipadatkan) berupa gumpalan padat yang dibentuk dari sel-sel ragi yang
sedang tidur (dorman). Mengandung sekitar 70 % kadar air. Ragi ini harus disimpan dalam suhu
yang lebih rendah (<4oC) untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas.
Bila disimpan dalam kondisi suhu yang tinggi (>30oC) akan menyebabkan ragi tersebut
mengurai sendiri dimana enzim-enzim dalam ragi akan memecah diri dengan selnya yang akan
memungkinkan isinya membentuk gumpalan-gumpalan semi cairan berwarna gelap dengan bau
yang ridak enak (Anonumous, 1998). Menurut Bennion (1980), compresed yeast dapat bertahan
4 5 minggu dalam lemari es dan jika disimpan dalam freezer dapat bertahan 1 bulan.
2.
Active
Dry
Yeast
Mengandung kadar air sekitar 7,5 % sehingga lebih tahan dalam waktu penyimpanan yang lebih
aman dibandingkan compresed yeast (Anonymous, 2004). Bila temperatur penyimpanan 21
27oC dry yeast dapat bertahan sampai beberapa minggu. Bila disimpan pada 5 6oC dapat
bertahan
sampai
beberapa
bulan
(Anonymous,
2004).
Active dry yeast memerlukan perendaman dalam air terlebih dahulu sebelum dipakai. Bennion
(1980), menyebutkan active dry yeast harus direndam dalam air pada suhu 37,8 46oC. Pada
suhu diatas tersebut yeast akan inaktif karena adanya panas, sedangkan pada suhu dibawah
suhu
tersebut
komponen
normal
sel
cenderung
dilepaskan
keluar
sel.
3.
Instan
Dry
Yeast
Hampir sama dengan active dry yeast, hanya instan dry yeast tidak perlu direndam terlebih
dahulu di dalam air sebelum dipakai, namun dapat langsung dicampurkan dalam medium.
Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas (Anonymous, 2004).
Pembuatan vinegar memerlukan dua proses fermentasi. Pertama, perubahan gula menjadi
alkohol oleh khamir dan kedua perubahan alkohol menjadi asam asetat yang dilakukan oleh
bakteri
asam
cuka
(Desroiser,
1998).
Pembentukan alkohol dari gula dilakukan oleh khamir penghasil alkohol, dan sebagai contoh
yang terbaik adalah Saccharomyces ellipsoideus. Perubahan yang terjadi biasanya dinyatakan
dalam
persamaan
sebagai
berikut
:
C6H12O6
Saccharomyces
ellipsoideus
C2H5OH
CO2
Selain gula, yang sebagian besar merupakan padatan cider, substansi yang dinyatakan oleh
khamir untuk melakukan fermentasi, begitu juga fermentasi asam asetat yang berikutnya.
Kandungan asam dari cider yang utama adalah asam malat, dan asam tersebut berperan untuk
melindungi cider dari perkembangbiakan bakteri yang tidak dikehendaki. Mineral dalam abu
adalah
penting
untuk
pertumbuhan
khamir
ini
(Desroiser,
1988).
Saccharomyces cereviceae var. Ellipsoideus merupakan jenis khamir yang termasuk dalam
kelompok top yeast, yaitu merupakan jenis yang melakukan proses fermentasi di permukaan
cairan
dan
membentuk
gumpalan
(Rahayu
dan
Kuswanto,
1988).
Bakteri
Asam
Asetat
Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam yang
berhubungan dengan makanan dan manusia. Bakteri terdapat secara luas di lingkungan alam
yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan tanah. Pada kenyataannya
sangat sedikit sekali lingkungan yang bersih dari bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme
yang bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop
mikroorganisme tersebut akan tampak. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10
dam lebar 0,5 sampai 2,5 tergantung dari jenisnya. Karakteristik bentuk bakteri bermacammacam anatar lain bentuk bulat, batang, spiral dan koma (Fardiaz, 1992).
Tjokroadikoesoemo (1993) mengatakan golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi
asam asetat diklasifikasikan menjadi 2 genera yaitu Gluconobacter dan Acetobacter.
Gluconobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat
mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi O2 dan H2O. Bakteri asam asetat yang dewasa
ini banyak digunakan untuk memproduksi cuka secara komersial adalah galur dari spesies
Acetobacter
acetii,
Acetobacter
peroxidans
dan
Acetobacter
pasteurianus.
Bakteri asam asetat mempunyai kemampuan membentuk asam dari alkohol secara oksidasi
diekspresikan ke dalam medium. Bakteri ini termasuk bakteri bakteri gram negatif yang bergerak
lambat dengan flagella peritrikh. Bakteri ini mirip dengan pseudomonas tetapi memiliki toleransi
terhadap asam yang tinggi, aktivitas peptolitik yang rendah (Schlegel and Schimdt, 1985).
Menurut Anonymous (2004), fermentasi asam asetat dilakukan oleh bakteri asam asetat
terhadap larutan yamg mengandung alkohol. Bakteri asam asetat tersebut termasuk dalam famili
Pseudomonadaceae
yang
memiliki
ciri-ciri
sebagai
berikut
:
Sel
berbentuk
batang
pendek
atau
bola
Bakteri
gram
negatif
Sel
bergerak
dan
tidak
bergerak
Tidak
mempunyai
endospora
Tidak
bersifat
patogen
Bersifat
aerob
Energi
diperoleh
dari
oksidasi
etanol
menjadi
asam
asetat
Mampu
hidup
dalam
air,
padatan,
daun,
buah,
dan
lain-lain.
Bakteri asam asetat dapat digolongkan menjadi peroksidan jika mampu menumpuk asetat atau
sebagai suboksidan yang tidak mengoksidasi asetat lebih lanjut. Acetobacter acetii dan
Acetobacter pasterinum merupakan contoh peroksidan. Kedua golongan ini dengan mudah
dibedakan secara sederhana. Pada saat terjadi pertumbuhan koloni diatas kapur agar yang
keruh kembali karena terjadi oksidasi lebih lanjut (Prescott and Dunn, 1959).
Acetobacter acetii merupakan mikroorganisme yang tidak berbahaya yang tersebar luas di
lingkungan hidup dalam ekologi alkoholik seperti bunga, buah, madu, air dan tanah.
Mikroorganisme ini cukup lama digunakan dalam industri yang memproduksi asam asetat dan
alkohol. Selama ini belum pernah dilaporkan bahwa Acetobacter acetii berperan sebagai
patogen dan berpotensi sebagai penyakit bagi hewan dan manusia. Bahaya potensial terhadap
kesehatan manusia atau lingkungan berhubungan dengan bakteri ini dalam fermentasi sangat
rendah. Penggunaan Acetobacter acetii dalam industri dimulai sejak 1950. Acetobacter acetii
juga dilaporkan berperan pada produksi selulosa pada pembuatan kertas khusus. Strain yang
mampu memproduksi selulosa diklasifikasikan sebagai Acetabacter pasteurianus, Acetabacter
hanseic
(Adams,
1985).
Acetabacter acetii merupakan bakteri gram negatif yang bergerak menggunakan peritrich
flagella, merupakan bakteri aerob obligat, tidak membentuk endospora dan merupakan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dimana-mana, bisa berada pada tanah, air, bunga, buah
dan madu, yang pada intinya dimana fermentasi gula dapat terjadi. Acetabacter acetii
memproduksi asam asetat dari etanol pada lingkungan yang alkoholik. Asam asetat dapat
dioksidasi lanjut oleh Acetabacter acetii menjadi CO2 dan H2O. Temperatur optimum untuk
pertumbuhan Acetabacter acetii adalah antara 25 30oC dan pH optimum pertumbuhan
berkisar antara 5,4 6,3. Acetabacter acetii merupakan kontaminan umum pada seluruh fasilitas
industri fermentasi dan bertanggung jawab terhadap kekeruhan, perubahan warna dan off flavour
pada
bir
(Anonymous,
2004).
Proses pembentukan asam asetat oleh bakteri asam asetat pada dasarnya merupakan proses
oksidasi tidak sempurna dari fermentasi yang sebenarnya, karena dalam proses ini daya
pereduksi yang dihasilkan dipindahkan ke molekul oksigen. Pada tahap pertama etanol akan
diubah menjadi asetaldehid dan air dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase. Asetaldehid
dan air akan membentuk keseimbangan reaksi dengan senyawa asetaldehid terhidrasi. Tahap
kedua asetaldehid terhidrasi selanjutnya diubah menjadi asam asetat dengan bantuan enzim
asetaldehid
dehidrogenase
(Prescott
and
Dunn,
1959).
Golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat dikenal sebagai bakteri asam
asetat. Bakteri asam asetat diklarifikasikan menjadi 2 genera, yaitu Gluconobacter dan
Acetobacter.
Gluconobacter mengokidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat
mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi CO2 dan H2O. Bakteri asam asetat yang dewasa
ini banyak digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial adalah galur dari spesies
Acetobacter aceti, A. Pasteurianus, A. Peroxidans dan Gluconobacter oxidans.
Bakteri asam asetat sangat bervariasi dan mudah mengalami perubahan-perubahan sifat
fisiologis dan aktivitas metabolik. Karena itu bagi industri vinegar yang terpenting adalah galur
bakteri
asam
asetat
yang
memilki
sifat-sifat:
1.
Toleran
terhadap
konsentrasi
asam
asetat
yang
tinggi.
2.
Tidak
mengoksidasi
asam
asetat
3.
Mempunyai
produktivitas
yang
tinggi
4.
Kebutuhan
nutrien
sedikit
5.
Tahan
terhadap
infeksi
Bakteri asam cuka termasuk golongan bakteri gram negatif aerobik, langsung dicampurkan
dalam medium. Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas.
Proses
Pengolahan
Bahan
Baku
Berbagai produk hasil pertanian yang mengandung gula yang tinggi dapat digunakan sebagai
bahan baku untuk memproduksi cuka. Beberapa negara di benua Amerika dan Eropa
menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan bakunya. Di Jepang,
cuka diproduksi dengan menggunakan bahan baku beras yang telah mengalami proses
sakarifikasi. Di Indonesia, nira aren sering digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk membuat
cuka lahang, yaitu sejenis cuka yang dibuat secara tradisional melalui proses fermentasi
spontan.
Cuka atau vinegar dalah suatu bahan penyedap yang dihasilkan dengan cara fermentasi dari
bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Karena kandungan dari bahan penyusun cuka
baik asam cuka maupun bahan lain sangat bervariasi, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil,
vinegar dari bermacam-macam bahan baku memliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dan
Cider dapat menghasilkan vinegar dengan kualitas yang paling baik (Tjokroadikoesoemo, 1993).
Suatu kesepakatan antara Society of Public Analyser (SPA) dan Federasi Malt Vinegar Browers
bahwa semua jenis vinegar termasuk produk non-brewed (tidak diproduksi melalui proses
fermentasi), harus mengandung paling sedikit 4 % (w/v) asam asetat standar vinegar kemudian
ditetapkan oleh Food Standard Committee (1971), yang merekomendasikan definisi sebagai
berikut
:
Vinegar adalah cairan yang diproduksi oleh bahan baku yang mengandung pati dan gula
melalui dua tahap proses fermentasi alcoholic dan acetous, dan yang mengandung paling sedikit
4
%
(w/v)
asam
asetat.
Vinegar malt adalah yang diproduksi melalui dua tahap proses fermentasi, alcoholic dan
acetous, tanpa diselang oleh proses destilasi dari barley yang berkecambah dengan atau tanpa
penambahan serealia, dimana pati dikonversi menjadi gula hanya oleh enzim diatase yang
terkandung
dalam
kecambah
malt.
Vinegar biji-bijian adalah vinegar yang diproduksi melaui dua tahap proses fermentasi,
alcoholic dan acetous, tanpa destilasi intermediate, dari biji-bijian seralia, dimana pati dikonversi
menjadi
gula
melalui
proses
selain
proses
oleh
diastase.
Spirit vinegar adalah vinegar yang dibuat melalui proses fermentasi asetat terhadap destilat
alkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi alkohol dari larutan bahan baku yang
mengandung gula. Jadi istilah spirit vinegar tidak boleh digunakan untuk produk yang dihasilkan
melalui
fermentasi
asetat
terhadap
alkohol
sintetis
(Judoamidjojo,
1992).
Proses
Pembuatan
Di
dalam
pembuatan
vinegar
dikenal
dua
metode
pembuatan
yaitu
:
a.
Metode
lambat
Misalnya yang biasa dilakukan di rumah-rumah atau dibiarkan begitu saja. Metode ini juga
disebut metode Prancis dan metode Orleans. Proses Orleans atau cider ditambahkan sampai
mencapai 0,5 0,33 isi tong. Proses oksidasi dari bakteri asam asetat ini membutuhkan
sejumlah besar oksigen, sehingga aliran udara dalam tong harus dikendalikan secara baik. Pada
dasar tong diperlukan sumbat untuk mengeluarkan cuka yamg telah jadi, sedang pada bagian
atasnya terdapat tutup yang dapat dibuka untuk menambahkan kembali substrat fermentasinya.
Pada metode lambat ini, cairan alkohol tidak bergerak selama proses fermentasi.
Bakteri asam asetat membentuk film atau induk cuka pada permukaan cairan. Sekali film ini
terbentuk dan tidak diganggu, maka perubahan anggur atau cider akan berlangsung cepat.
Pembentukan film dapat memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Metode ini dapat
berlangsung secara seimbang, jika pada setiap pengeluaran cuka ditambahkan cider yang baru.
Untuk membuat cuka diperlukan waktu dua sampai tiga bulan, atau bahkan lebih tergantung
pada kondisinya. Metode ini menghasilkan ester terutama etil asetat yang lebih banyak daripada
metode
cepat.
b.
Metode
cepat
Misalnya proses generator dan proses asetifikasi kultur terendam (submerged acetification
process). Proses generator mulai diperkenalkan di Jerman pada tahun 1932, dan merupakan
metode yang umum digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial. Vinegar generator
merupakan tangki tegak berbentuk silinder yang di dalamnya diisi serutan kayu, arang atau yang
lain, yang menjadikan permukaan bertambah luas dan merupakan tempat tumbuhnya
mikroorganisme pembuat asam asetat. Suhu dari generator berkisar 27 30oC. Asetifikasi kultur
terendam adalah proses terbaru untuk merubah alkohol menjadi asam asetat. Bakteri asam
asetat tidak saja tumbuh di permukaan cairan, tetapi terutama di dalam cairannya. Peralatannya
disebut asetator dimana Acetobacter aceti tersuspensi pada medium alkohol pada peralatan
yang
dilengkapi
dengan
aerator
dan
pendingin.
Bakteri asam asetat terus-menerus kontak dengan oksigen. Diameter gelembung udara yang
dikehendaki adalah sekitar 1 mm. Fermentor pembuatan cuka secara kultur rendam yang paling
umum adalah Asetator Fring. Alat ini mempunyai efisiensi yang tinggi dalam mentransfer
oksigen, dimana dengan sistem batch selama 35 jam dapat menghasilkan 12 % asam asetat.
Asetifikasi secara kultur rendam ini dapat dengan kultur murni, akan tetapi kondisinya tidak selalu
harus aseptik. Kondisi yang tidak aseptik ini dapat ditoleransi dikarenakan pH yang rendah serta
adanya alkohol dalam medium fermentasi, dimana hal ini merupakan penghambat bagi
mikroorganisme
lainnya.
Keuntungan
penggunaan
asetataor
diantaranya
adalah
:
1. Prosesnya lebih cepat sehingga memungkinkan lebih banyak cuka yang dihasilkan dalam
waktu
yang
singkat
2. Biayanya lebih murah, karena tidak menggunakan bahan padat untuk menambah luas
permukaan,
seperti
misalnya
pada
proses
generator
3.
Asetator
dapat
dihidup-matikan
sewaktu-waktu
sesuai
kebutuhan
4.
Macam
dari
medium
alkohol
dapat
langsung
diganti-ganti.
5. Rasa asam asetatnya lebih enak, hal ini disebabkan karena bakterinya masih tinggal bersama
asam
asetatnya
Produksi asam asetat melalui fermentasi kultur rendam ini mempunyai kekurangan. Diantaranya
adalah produk harus mengalami filtrasi untuk menghilangkan bakteri yang ada di dalamnya,
dimana pada sistem tong kayu dan metode tricke dengan generator produk yang dihasilkan
bersih dari bakteri karena bakteri terkumpul pada perikel (tong) atau berkumpul pada serutan
kayu. Dalam sistem kultur rendam dengan sistem berkesinambungan akan dihasilkan efisiensi
yang tinggi, yaitu 90 98 % alkohol dapat dikonversi menjadi asam asetat.
Proses pembuatan vinegar (asam asetat) dilakukan melalui proses asetifikasi dari alkohol
menjadi asam asetat. Untuk memproduksi secara tradisional yang biasa dilakukan di Indonesia
yaitu dengan menggunakan metode lambat. Pada pembuatan vinegar dengan cara ini biasanya
menggunakan bahan baku air kelapa yang mengalami peragian (fermentasi) secara spontan.
Cara pembuatannya adalah sebagai berikut, pertama air kelapa dimasukkan ke dalam gentong
tanah (guci) yang biasa dipakai dalam pembuatan cuka. Gentong-gentong tersebut tidak pernah
dicuci atau dibersihkan sejak pertama kali digunakan dalam pembuatan cuka. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan sisa biang cuka dari pembuatan asam cuka sebelumnya.
Setelah air kelapa dimasukkan dalam gentong lalu wadah tersebut diletakkan di tempat yang
memiliki
aerasi
yang
cukup
baik
selama
1
2
bulan.
Selama penyimpanan tersebut, senyawa gula yang terdapat di dalam air kelapa mengalami
proses fermentasi menjadi alkohol dan berlanjut menjadi asam cuka yang diperjual belikan.
Diagram alir pembuatan vinegar dari air kelapa dapat dilihat pada gambar dibawah ni :
Air
kelapa
Penyaringan
Dimasukkan
mengandung
Inkubasi
dalam
gentong
yang
cuka
biang
selama
bulan
Vinegar
(asam
cuka)
Pembuatan cuka memerlukan dua proses fermentasi. Pertama adanya perubahan gula menjadi
alkohol oleh khamir dan yang kedua adalah perubahan alkohol menjadi asam asetat yang
dilakukan
oleh
bakteri
asam
asetat.
Salah satu penyebab kegagalan dalam pembuatan cuka, dan merupakan faktor yang seringkali
tidak diperhatikan adalah bahwa pembuatan cuka melibatkan dua macam fermentasi yang
sangat berlainan dan berbeda, dan bahwa yang pertama harus diselesaikan sebelum yang
kedua
dimulai
(Desroiser,
1988).
Penyimpanan dan penuaan asam asetat dapat dilakukan selama beberapa bulan. Penuaan ini
diperlukan untuk semua jenis asam asetat, kecuali asam asetat yang didestilasi. Penuaan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dari asam aetat. Dengan adanya penuaan, maka
padatan yang terdapat dalam asam asetat akan mengendap, juga selama penyimpanan residu
etanol akan membentuk ester-esternya. Penuaan asam asetat dilakukan di dalam tong atau
tangki
dalam
kondisi
anaerobik
(Budiyanto,
2002).
Pengendalian
Fermentasi
Dalam proses pembuatan cuka, ada beberapa langkah pengendalian fermentasi yang perlu
dilakukan sehingga hasil fermentasi yang berupa vinegar sesuai yang diinginkan.
a. Pada saat fermentasi alkohol, nutrisi yang dibutuhkan oleh khamir untuk melakukan fermentasi
harus dipenuhi. Selain gula dan sebagian merupakan padatan cider, substansi yang dinyatakan
oleh keasaman dan abu sangat diperlukan oleh khamir. Demikian pula dengan kebutuhan
mineral
dalam
abu
yang
penting
untuk
pertumbuhan
mikroba.
b. Suhu 75 80oF merupakan suhu yang sesuai yang harus dipertahankan selama fermentasi
alkohol. Pada suhu mendekati 100oF fermentasi menjadi terhambat dan berhenti pada suhu
105oF.
c. Fermentasi alkohol harus dilakukan dalam kemasan, sehingga sari buah tidak terkena udara
secara berlebihan. Suatu tong diletakkan secara horizontal dengan lubang tong ditutup kapas
atau perangkap udara. Untuk sejumlah kecil dapat digunakan botol besar yang mulutnya
disumbat dengan kapas. Kemasan jangan ditutup rapat, sebab dapat meledak. Peristiwa ini
terjadi
karena
adanya
tekanan
dari
gas
yang
dihasilkan.
d. Untuk mencegah pertumbuhan organisme yang tidak dikehendaki ialah dengan
menambahkan cuka yang kuat yang belum dipasteurisasikan kedalam sari buah yang diperoleh
sesudah fermentasi alkohol selesai. Penambahan cuka tersebut dimaksudkan sebagai inokulasi
yang penuh dengan bakteri asam cuka pada sari buah beralkohol tersebut.
e. Sesudah fermentasi asetat berjalan sempurna, cuka tidak boleh kontak dengan udara, sebab
cuka dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi karbondioksida dan air, sehingga kadar asam
menurun agak lebih cepat sampai pada suatu kondisi yang tidak diinginkan. Untuk mengatasi hal
ini cuka harus ditempatkan dalam kemasan yang tertutup rapat dengan isi yang penuh.
f. Fermentasi asam asetat terjadi sangat cepat, bila cider mengandung 6 8 % alkohol, tetapi 12
% alkohol masih dapat ditolerir. Kegiatan fermentasi berjalan lambat bila alkohol yang ada hanya
1 2 %. Selama kegiatan fermentasi, dihasilkan panas yang cukup untuk menaikkan suhu
generator (metode cepat). Aktivitas fermentasi akan terus berlangsung pada suhu antara 68
96oF.
Kriteria
Hasil
Akhir
Secara teoritis, untuk setiap 100 bagian gula yang tedapat dalam cider dihasilkan 51 bagian
alkohol dan 49 bagian karbondioksida. Dalam praktek, diperoleh antara 45 47 bagian alkohol
karena sebagian dari gula digunakan untuk khamir atau hilang untuk menghasilkan substansi
lain.
Dalam hal ini, bila digunakan 100 bagian gula maka dimungkinkan untuk mendapatkan 50 55
bagian asam asetat pada kondisi yang sangat sesuai. Oleh karena itu untuk menghasilkan cuka
dengan kandungan asam 4 gram/100 ml minuman yang legal, perlu digunakan sari buah yang
paling
sedikit
mengandung
85
bagian
gula.
Efisiensi fermentasi tergantung pada kondisi seperti pH, suhu dan aerasi. Suhu dan pH yang
optimal untuk produksi asam asetat antar 20 30oC dan pH asam.
Diposkan 13th March 2010 oleh Ananda Gagan
Fermentasi
16 APRIL 2011 / HILMAN SEPTIAWAN
mikroba proteoitik dan lipoti. Pada buah buahan dan sari buah kapang dan
khamir akan cepat tumbuh, sedangkan pada khamir aktifitas khamir
berkurang.
2. Suhu = setiap golongan mokroorganisme mempunyai suhu optimum
untuk pertumbuhannya, suhu fermentasi menentukan macam macam
mikroorganisme yang berpengaruh selama fermentasi misalnya pada
pembuatan sayur asin. Ada 3 macam mikroba yang memegang peranan
yang masing masing mempunyai suhu optimum . mikroba ini mengubah
gula dari kubis menjadi asam laktat, asam asetat dan lain lainnya. Jika
konsentrasi asam sudah tercapai maka fermentasi dinaikan dengan
menaikan suhu.
3. Garam = Mikroba dapat dibedakan berdasarkan ketahanannya terhadap
garam. Mikroba dapat digabungkan berdasarkan toleransinya terhadap
garam. Mikroorganisme yang membentuk asam laktat toleran terhadap
konsentrasi garam 10% s/d 18%. Sedangkan bakteri proteolitik dan
penyebab kebusukan tidak toleran terhadap kadar garam lebih dari 2,5%.
Bakteri yang tahan pada medium dengan konsentrasi garam tinggi disebut
bakteri halopilik bakteri yang tahan pada garam sampai dengan 205% s/d
30%. Alat untuk mengukur garam adalah salometer.
4. Oksigen = tersedianya oksigen memegang peranan penting bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme membutuhkan
jumlah oksigen yang berlainan untuk pertumbuhan atau membentuk sel sel
baru. Untuik ragi roti dan ragi anggur keduanya akan tumbuh bila dengan
aerobik.
5. Mikroorganisme = jika mikroorganisme terdapat dalam jumlah banyak
dan cepat berkembang biak maka mikroorganisme dapat menguasai
lingkungannya dan memungkinkan mikroorganisme untuk tumbuh. Untuk
fermemntasi digunakan mikroorganisme berupa kultar murni atau stater.
Stater yaitu bahan bahan yang telah mengalami fermentasi. Stater dapat
disimpa dalam keadaan kering atau dalam keadann beku. Pada pemuatan
tempe atau oncom biasanya digunakan hancuran tempe aau oncom yang
sudah jadi. Pada pembuatan tape digunakan khamir yang dicampur
dengan tepung beras kering.
6. Alkohol = dapat berfungsi sebagi pengawet dan tergantung pada
konsentrasinya . ragi tiak tahan terhadap alkohol pada jumlah tertentu.
dapat digunakan ,yaitu: Bahan berkadar gula rendah, bahan berkadar gula
tinggi dan bahan berkadar pati tinggi
Faktor Faktor yang Diperhatikan dalam Pembuatan Vinegar (Asam Asetat) Pada
Umumnya
a.
Pemilihan mikroba
Bakteri yang dapat memenuhi syarat yaitu yang produktivitasnya tinggi dan
mempunyai rasa enak. Sebagai contoh Bacterium schutzen bachil / Baterium
cuvrum biasanya dipakai untuk memproduksi asam cuka biasanya dipakai asam
cuka dari etanol dengan quick vinegar process, sedang Bacteruim orleanense
pada proses Orleans (proses lambat)
b. Kualitas bahan dasar
Sebagai bahan dasar adalah semua bahan yang dapat difermentasikan
menjadi alkohol.bisa dari jus buah buahan seperti buah apel, anggur, jeruk,
bahan bahan bergula , beer, anggur/ wine.
c. Fermentasi oleh yeast
Sebelum fermentasi asam cuka, gula yang berasal dari bahan dasar
difermentrasikan menjadi alkohol, sehingga yeast yang dipakai harus diseleksi,
demikian juga faktor faktor yang mempengaruhi selama fermentasi menjadi
alkohol harus diperhatikan.
d. Keasaman
Kadar alkohol terbaik dan dapat segera difermrntasikan 10-13%. Bila
kadar alkohol 14% atau lebih maka oksidasi alkohol menjadi asam cuka tidak
atau kurang sempurna sebab perkembangan bakteri asam cuka terhambat.
Sedang bila kadar alkohol rendah mungkin akan banyak vinegar yang hilang
bahkan pada konsentrasi alkohol 1-2% ester dan asam cuka akan dioksidasi yang
mengakibatkan hilangnya aroma dan flavor( aroma dan flavor menjadi jelek).
b.
c.
d. Antiseptic
e.
2.
Etanol
Asetifikasi adalah proses oksidasi etanol oleh bakteri menjadi asam asetat dan
air. Golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat disebut
sebagai bakteri asam asetat. Bakteri yang biasa digunakan adalah Acetobacter
aceti. Secara kimia proses oksidasi tersebut adalah :
C2H5 OH + O2 + Acetobacter aceti CH3 COOH + H2 O
Etanol
Oksigen
Etanol oksigen As.Asetat Air 132 Asam cuka tidak boleh kontak dengan udara,
sebab dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi air dan karbondioksida. Oleh
karena itu Asam cuka harus dalam keadaan tertutup rapat. Reaksinya menjadi:
CH3 COOH + 2O2 2H2 O + 2CO2
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, MS.Phd. Diktat Mikrobiologi Industri . Jurusan Teknik Kimia Fakult
Universitas Diponegoro : Semarang
Alba, S. Humpey NE and Miks.1973. Biochemical Engineering 2nd.
Accadem Press : New York
Santosa, Hieronymus. Budi. 1995. Teknologi Tepat Guna. Yogyakarta: Penerbi
Kanisius. Hal 17-25.
Suwaryono, Oyon. 1988. Fermentasi Bahan Makanan Tradisional. Yogyakarta :
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada. Hal 15 - 20
Diposkan oleh nurul masitha di 22.17
Tinjauan pustaka
A. Apel
Apel adalah tanaman buah yang biasa tumbuh di iklim sub tropis, apel
di Indonesia dikembangkan di beberapa wilayah, terutama di wilayah Pasuruan,
khususnya di Kecamatan Tutur Nongkojajar. Pada pembuatan Cuka apel, buah
apel yang dipakai dalam pembuatannya adalah jenis Apel hijau malang
(manalagi) nama latinnya Malus sylvestris mill yang berasal dari Australia dan
dan kini sedang dikembangkan di Indonesia (Anonymous,2005). Apel untuk cuka
biasanya terlalu masam dan sepat untuk dimakan segar tetapi memberikan rasa
yang memuaskan pada cuka.
a. Sistematika
Divisi
Subdivisi
: spermatophyte
: angiosperma
Klas
: dicotyledonae
Ordo
: Rosales
Famili
: Rosaceae
Genus
: Malus
Species
Apel 500 gr
Gula 100 gr
Air 500 ml
NaHCO3
asam sitrat
Timbangan
Kain saring
Baskom
Panci
toples
kompor
belender
labu ukur
lilin
2.3 Pembahasan
2.3.1
Pengertian Bioteknologi
2.3.2
pengertian fermentasi
Pada organisme tingkat tinggi, fermentasi terjadi apabila dalam proses respirasi
tidak tersedia oksigen. Fermentasi terdiri tas dua tahap, yaitu tahap glikolisis dan
pembentukan NAD+. Pada proses tersebut, asam pirufat hasil glikolisis tidak di
ubah menjadi asetil Co-A. Namun senyawa tersebut akan di reduksi menjadi
senyawa lain dengan bantuan NADH.
Ada perbedaan antara fermentasi dengan respirasi anaerob. Fermentasi tidak
melibatkan mitokondria, sedangankan respirasi anaerob melibatkan mitokondria.
Dalam fermentasi, dari satu molekul glukosa akan di hasilkan 2 ATP. Fermentasi
dapat dibedakan menjadi dua macam berikut :
A. Fermentasi Asam Laktat
Fermentasi asam laktat terjadi pada sel-sel otot. Proses tersebut mengunakan
bahan baku berupa asam piruvat ( hasil dari glikolisis). Hasil dari proses tersebut
berupa asam laktat dan ATP. Timbunan asam laktat yang berlebuhan dapat
mengakibatkan otot terasa nyeri dan lelah. Berikut adalah reaksi fermentasi dari
asam laktat :
Glukosa 2 Asam piruvat 2 fosfoenol piruvat 2 asam laktat
Glikolisis
B. Fermentasi alkohol
Fermentasi alkohol dapat terjadi pada khamir dan yeast (saccharomyces sp).
Pada proses tersebut menggunakan bahan baku berupa asam piruvat. Hasil dari
proses tersebut berupa etanol, CO2, dan ATP.
Berikut adalah reaksi fermentasi alkohol :
Glukosa 2 asam piruvat 2 asetaldehid 2 etanol
Glikolisis
2.3.3
Cuka apel telah di gunakan selama ribuan tahun untuk mengobati berbagai
keluhan penyakit. Hipporocates, bapak kedokteran modern, merekomendasikan
penggunaan cuka apel yang dicampur dengan madu untuk mengobati demam
dan flu pada tahun 400 SM. Sejak itu Cuka apel terus digunakan untuk
mengobati berbagai penyakit termasuk nyeri. Cuka apel juga digunakan oleh
tentara romawi dan para para pendekar samurai jepang sebagai ramuan untuk
kesehatan, kekuatan, dan vitalitas.
Cuka apel juga digunakan untuk perang saudara Amerika serikat sebagai
antiseptik untuk membersihkan luka para tentara dan terus digunakan untuk
tujuan yang sama pada perang dunia I.
2.3.4
Proses pembuatan asam cuka dari buah apel melalui proses
fermentasi
c. Diatur pH dari filtrat menjadi 4,5. Bila pH < 4 ditambahkan NaHCO3 dan bila
> 5 ditambahkan asam sitrat.
h. Apabila fermentasi telah selesai, larutan sari buah yang telah difermentasi
disaring dengan menggunakan corong yang dilapisi kapas bersih.
Gula Sederhana
Khamir
Alkohol Karbondioksida
Asam asetat
Air
Buah apel yang selama ini kita kenal dengan segala kandungan vitamin, mineral,
serta unsurunsur lainnya seperti fitokimian, serat tanin, dll, ternyata dapat juga
diolah menjadi cuka. Cuka apel (apple cider vinegar) berasal dari hasil
fermentasi buah apel segar. Cairan bening kuning keemasan ini memiliki rasa
yang masam dan aroma segar menyengat. Konon, cuka apel sudah digunakan
sejak ratusan tahun yang lalu untuk mengurangi nyeri pada artritis, mengobati
sakit tenggorokan, hipertensi, peningkatan kadar kolesterol, jerawat, dan
gangguan kulit. Cuka apel juga telah dimanfaatkan oleh orang Mesir dan Romawi
zaman dulu sebagai ramuan herbal. Cuka apel tidak menimbulkan keasaman
dalam tubuh, walaupun sebenarnya rasa dari cuka apel tersebut masam. Seperti
kita ketahui, tidak selalu makanan yang rasanya asam memiliki pH asam.
Contoh, jeruk, nanas, mangga, jeruk nipis, atau jeruk lemon termasuk
adalah adanya mother, yaitu endapan cuka di dasar botol dan warna cuka juga
lebih keruh.
Bab 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Banyak sekali yang kita ketahui tentang manfaat buah apel bagi
kesehatan,demikian dengan cuka apel yang mempunyai manfaat yang sangat
banyak bagi kesehatan,karena cuka apel mempunyai kandungan mineral dan
vitamin yang sangat banyak, antara lain : kalium,asam amino,vitamin dan
betakaroten,magnesium,enzim,serat pectin yang dapat menurunkan resiko
terkena stroke, mengatasi diabetes, melansingkan tubuh dan melancarkan
pencernaan.
http://www.slideshare.net/essensisense/cuka-buah-sebagai-alternatif-cukaindustri#
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-chandraben-61972-.pdf
http://id.scribd.com/doc/141961508/Pembahasan-Cuka-Apel
http://blogs.unpad.ac.id/boenga/files/2011/08/Cuka-Apel-dan-SegalaKhasiatnya.pdf
http://www.academia.edu/4537974/makalah_heterofermentasi#
http//agitas.blogspot.com/2012/04/laporan-praktikum-pembuatan-cukaapel_23.html?=1
Omegawati,wigati hadi.2011.Biologi SMA XII hal 29
(fermentasi).klaten:Intan paeiwara.
bersifat non mortal dan tidak membentuk spora, tidak mampu mencairkan
gelatin, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat dan thermal death point
pada suhu 65-70C.Biasanya ukuran 0,6-0,8 x 1,0-4,0 m. Acetobacter terdapat
dibeberapa buah seperti anggur dan buah-buah yang telah membusuk.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa genus Acetobacter mampu diisolasi
dari suspensi campuran berupa buah cherry, apel, kurma, palm, kelapa,
beberapa bunga dan masih berpotensi pada bahan-bahan yang lain.
Nutrisi
Sebagai salah satu famili Bromeliaceae, buah nanas mengandung
vitamin C dan vitamin A (retinol) masing-masing sebesar 24,0 miligram dan 39
miligram dalam setiap 100 gram bahan. Kedua vitamin sudah lama dikenal
memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari
berbagai serangan penyakit, termasuk kanker, jantung koroner dan penuaan diri.
Aktivitas antioksidan yang diperankan vitamin C dan A mampu menghambat laju
oksidasi molekuler target, yang pada gilirannya dapat menghentikan reaksi
berantai pembentukan radikal bebas dalam tubuh yang diyakini sebagai dalang
atau provokator berbagai penyakit.
Tubuh manusia amat rentan terhadap pengaruh radikal bebas yang
bersumber dari sinar ultraviolet, asap bermotor, dan bahan pengawet makanan.
Radikal bebas-suatu molekul atau atom yang amat tidak stabil karena memiliki
satu atau lebih elektron tak berpasangan-berbahaya bagi kesehatan karena
amat reaktif mencari pasangan elektronnya. Jika radikal bebas sudah terbentuk
dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas
baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah. Selanjutnya, akan menyerang
sel-sel tubuh sehingga terjadilah berbagai penyakit.
Hasil penelitian ilmiah menunjukkan kandungan senyawa fenolik-antara
lain myricetin, quercitin, tyramine, dan ferulic acid-buah nanas mampu meredam
reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat menekan
terjadinya penyakit kanker. Berbagai antioksidan alami ini diyakini amat ampuh
menghentikan radikal bebas sehingga tak berkeliaran mencari asam lemak tak
jenuh dalam sel. Hal yang sama dilakukan vitamin antioksidan-asam askorbat
dan betakarotenoid-yang dapat menstabilkan membran sel lensa (mata) dan
mempertahankan konsentrasi glutation tereduksi. Dengan demikian, dapat
mencegah reaksi oksidasi lipid pada membran sel lensa sehingga kita dapat
terhindar dari katarak.
Bromelin yang secara alami ada dalam buah nanas diyakini dapat
mempercepat penyembuhan luka operasi serta pembengkakan dan nyeri sendi.
Bagi penderita wasir atau ambeien dianjurkan mengonsumsi buah nanas 4-5 kali
setiap hari karena bromelinnya dapat menghentikan pendarahan dan serat yang
dikandung dapat memperlancar buang air besar.
Selain kecukupan harian vitamin C sekitar 60 miligram terpenuhi, tubuh
yang sudah didakwa mengalami stres berat juga dapat normal kembali dan
sekaligus dapat menurunkan kadar kolesterol darah sebesar 10 persen. Maka
dengan lebih rajin mengonsumsi buah nanas, tubuh memiliki peluang untuk awet
muda dan terhindar dari penyakit yang terkait dengan penuaan dini seperti
stres, kanker, dan jantung koroner.
Komposisi nanas
Komposisi Nanas
Bahan
Komposisi
Kalori
52 kal
Protein
0,4 %
Lemak
0,2 %
Karbohidrat
13,7%
Kalsium
16 mgr/100 gram
Fosfor
11 mgr/100 gram
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
24 mgr/100 gram
Air
85,3 %
Saat fermentasi nanas kontrol kualitas yang diperhatikan agar cuka yang
dihasilkan dapat tetap baik adalah penambahan asam sulfat encer saat proses
fermentasi. Adanya penambahan asam sulfat encer akan membantu