Krisis HT
Krisis HT
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan darah. Menurut
American Society of Hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan
gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling
berhubungan. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Preasure (JNC7) dari Amerika serikat dan badan dunia
WHO dengan Internasional Society of Hipertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila
tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90
mmHg.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau
lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50
tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
memastikan keadaan tersebut ( WHO, 2001 )
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi
biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg,
etiologinya 90 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial) .Walaupun Hipertensi merupakan
penyakit yang lazim, gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam
terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekanan tertentu (maintenance drug therapy).
Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik yang menetap tinggi
merusak target organ (end organ),misalnya encefalopati, beban jantung berlebihan (cardiac
overload ) atau memperburuk masalah yang mendasarinya. Faktor resiko kardiovaskular antara
lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus,
mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun, perempuan > 65 tahun), riwayat keluarga dengan
penyakit kardiovaskular.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi
sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi
dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg yang
merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi hipertensi, terutama pada
usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi
lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi,
seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.
2
1
Tujuan
Tujuan umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu mengetahui dan
memahami tentang penyakit krisis hipertensi sehingga dapat mengatasi kasus krisis hipertensi
dengan tepat dan cepat serta mampu mengedukasikan kepada pasien bagaimana mencegah
terjadinya krisis hipertensi.
2
Tujuan khusus
Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan mampu menjelaskan :
Manfaat
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Menurut american society of hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau
kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang
kompleks dan saling berhubungan.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau
lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50
tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
memastikan keadaan tersebut ( WHO, 2001 )
2.1.2. klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esnsial dan hipertensi sekunder
( Setiawan dan Bustami dalam farmakologi dan terapi. 2005 )
a
Hipertensi Esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik, adalah hipertensi
yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam
kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah
peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor terdiri
dari faktor genetik dan lingkungan faktor lingkungan bersifat polinergik dan terlihat
dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor presdiposisi
genetik ini
Tekanan darah
Normal
Sistole
< 130
Diastole
<85
Ringan
140-159
90-99
Sedang
160-179
100-109
berat
>180
>110
2 Krisis Hipertensi
1
Definisi
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target.
Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan
obat anti hipertensi.
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :
Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,
walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan
kepatuhan pasien.
Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan
funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 130
mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peninggian tekanan
intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila
penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita
dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita
yang sebelumnya mempunyai TD normal.
Epidemiologi
Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, tapi gawat darurat pada hipertensi jarang
terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan (maintenance
drug therapy). Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT
sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana
tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg yang merupakan
suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40
60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi
lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT,
seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.
Etiologi
Pada umumnya krisis hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Penyebab
yang tersering adalah tidak adekuatnya pengobatan hipertensi sebelumnya. Krisis hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan kardiak output atau peningkatan tekanan perifer. Namun
ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi yaitu:
1
Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
Stress lingkungan
Hilangnya eksistensi jaringan dan atrerosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Klasifikasi
Krisis hipertensi meliputi 2 kelompok:
a
sampai jam) agar dapat mencegah/ membatasi kerusakan target organ yang terjadi.
Hipertensi mendesak( urgency hipertensi)
Dimana terdapat tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan
organ target yang progresif, sehingga pe nurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih
lambat (dalam hitungan jam sampai hari)
hipertensi encefalopati
Eklampsia
Feokhromositoma
interaksi obat
hipertensi maligna
tromboemboli serebri
5 Patofisiologi
stres
s
Hipotesis Penyebab tekanan darah
tinggi
Ekskresi
natrium
Teori
nefron
Asupan
tinggi
Aktivitas
simpatik
ginja
l
Penge
rutan
arteri
ginjal
Fraks
i
Penyerap
an
Volum
e
cairan
Hormon
natriuret
ik
vaskul
ar
Renin
hipertensi
angiotensin
Tahanan
vaskular
Tonus dan
reaktivitas
Gangguan
Kalsium
dinding
intra
sel
ase
Na-K
ATP ase
Teori
vaskular
Berlawanan
Gangguan
(countrers )
genetik
dinding
Natriumsel +
asupan
intra
Teori
natrium
Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua
peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu :
1. Peran langsung dari peningkatan TD
2. Peran mediator endokrin dan parakrin
Peran peningkatan Tekanan Darah akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat
maka akan terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler
sistemik yang menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi
secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut
terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus
disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle)
dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya
tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress
peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial pembuluh darah
menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan
hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD
ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama,
akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya
pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan
melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan
endhotelial. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial,
menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang teraktifasi
ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi fibrinoid pada
lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus
ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah yang makin parah
dan meluas.
Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)
memegang peran penting dalampatofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin
dalam
darah
meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga
volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan
terjadinyapeningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila
TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia
danakan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga
terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.
6 Gejala klinis
Tekanan darah
Gejala
Urgensi
>180/110
Sakit kepala berat,
Emergency
>220-140
Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan, sering
sesak napas.
nokturia, disarteria,
asimptomatik.
Pemeriksaan
Tidak dijumpai
kesadaran.
Encefalopati, edema
target, penyakit
pulmonum, insufisiensi
kardivascular yang
ginjal, cerebrovascular
kardiovascular secara
stabil
klinis.
Terapi
Perencanaan
tentukan pengobatan
yang sesuai.
berika terapi
Rencanakan
penyesuaian.
Rencanakan
lain.
Terjadi peningkatan tekanan darah yang hebat, biasanya diastolik lebih dari 130 mmHg disertai
spasme arteriolar, arteriolitis, nekrosis atau kerusakan target orga. Gambaran klinis yang timbul
berupa:
1
Ensefalopati hipertensif.
Kenaikan tekanan darah sudah melampaui batas autoregulasi otak dengan mekanisme sebagai
berikut.
breakdown Vasodilation
Edema serebri
Ensefalopati hipertensif
Batas rendah autoregulasi otak pada normotensi adalah 60-70 mmHg, pada hipertensi
adalah 120 mmHg. Batas tertinggi autoregulasi otak pada normotensi adalah 150 mmHg.
Sedangkan pada hipertensi adalah 200 mmHg. Dengan mengetahui batas tersebut maka
penurunan tekanan darah secara drastis harus dihindari agar perfusi di otak tetap baik. Dari
segi patologi anatomi dijumpai adanya edema, bercak perdarahan maupun infark kecil dan
nekrosis arterioler.
2
Hipertensi maligna
Dijumpai adanya nekrotisasi sebagai akibat tekanan yang sangat tinggi terutama di otak
dan ginjal. Gejala klinis dapat berupa peningkatan tekanan diastolik yang hebat, serta kelainan
retina, ginja, dan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel endothelial sehingga
menimbulkan robeknya retina maupun obliterasi ( cotton wool exudate, perdarahan dan papil
edema ). Pada ginjal ditandai dengan proteinuria, hematuria, azotenia sampai dengan gagal
ginjal.
peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang tinggi sehingga terjadi
b
c
pertambahan preload.
Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah koroner dapat berakibat
payah jantung kongestif.
Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu sesak nafas yang
hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik, kadang-kadang batuk berdarah, ronki
basah dikedua paru. Foto toraks menunjukkan adanya hipervaskularisasi pembuluh darah paru
sampai dengan gambaran edema paru. Pada kasus berat ditemukan kardiomegali terutama
pembesaran ventrikel kiri, dari EKG ditemukan LVH (left ventrikel hipertrofi) dan LV strain.
6
Feokromositoma
Merupakan tumor medula adrenal atau tempat-tempat lain yang banyak mengeluarkan
katekolamin seperti pada bifurkatio aorta, paraganglion simpatik di abdomen atau dada.
Gejala klinis berupa sakit kepala hebat, palpitasi, tremor, banyak berkeringat, gelisah yang
timbul mendadak dan diperngaruhi oleh stress, emosi maupun trauma. Diagnosis pasti
ditemukan dengan pemeriksaan kadar katekolamin atau metaboliknya diurin, serta penguuran
7 Faktor predisposisi
Krisis hipertensi dapat terjadi pada hipertensi primer atau hipertensi sekunder. Faktor
predisposisi terjadinya krisis hipertensi yaitu:
1 Hipertensi yang tidak terkontrol
2 Hipetensi yang tidak terobati. Penderita hipertensi yang minum obat: MAO inhibitor,
dekongestan, kokain.
8 Diagnosa
Tidak terdapat tekanan darah yang tertentu yang merupakan krisis hipertensi, namun
merupakan kombinasi pemburukan cepat pada satu atau lebih organ vital ( susunan saraf pusat,
kardiovaskuler, ginjal ) disertai peningkatan tekanan darah yang tidak sesuai.
Perburukan cepat artinya jika tidak diberikan terapi secara efektif dalam waktu
tertentu, terdapat kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan. Hipertensi ini memerlukan
penurunan t e k a n a n d a r a h s e g e r a m e s k i p u n t i d a k p e r l u m e n j a d i n o r m a l , u n t u k
m e m b a t a s i a t a u mencegah terjadinya kerusakan organ sasaran.
Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan
darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya
tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah.
Krisis hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.
Hipertensi emergency adalah situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah
yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ
target akut atau progresif.
Hipertensi Urgency adalah s i t u a s i d i m a n a t e r d a p a t p e n i n g k a t a n t e k a n a n
d a r a h y a n g bermakna (ada yang menyebut tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau
tekanan darahdiastolik > 125 mmHg) tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target organ
progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Diagnosis, Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergency dan Hipertensi
Urgency tidak berbeda dengan penyakit lainnya ;
1
Amamnesis :
Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata,
riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat
penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan penglihatan.
2. pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi
perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih
dengannadi femoral, radial femoral pulse leg
b.
Mata:
Lihat
adan ya
papil
edema,
pendarahan
dan
eksudat,
darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan menurunkan tekanan
arteri rata-rata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah diastolik 100 110 mmHg
dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan
menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit.
Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal, cerebral dan
miokardium. Pada stroke penurunan tekanan darah hanya boleh 20 % dan khusus pada stroke
iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah > 220/130 mmHg.
Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan tekanan darah sama seperti
Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam. Setelah target tercapai harus diikuti
program terapi Hipertensi jangka panjang. Anti hipertensi yang dipilih dapat per oral atau
parenteral sesuai fasilitas yang tersedia.
Dosis
Diuretik furomide
20-40mg
2min,
Vasodilators
Nitropruside
(
dalam
ulangi
1-
Onset
Lama
5-15 menit
kerja
2-3 jam
dan
Indikasi khusus
Biasanya
diperlukan
mencapai
insufisiensi ginjal.
0.2510.00g/mnt/dlm
tekanan darah.
Kebanyakan
segera
1-2 mnt
infus IV
target
pada
hipertensi emergency ;
nipride,
nitropress ).
peningkatan
tekanan
intracranial
atau
azotemia.
Iskemia koroner
Nitroglycerin
(Nitro-bid IV)
5-100g/mnt dalam
infuse intravena.
Fenoldopam
2-5 mnt
5-10 mnt
Insufisiensi
ginjal,
tanpa komplikasi
( corlopam )
0.1-0.6 g/mnt/min
dalam infus intravena
4-5 mnt
10-15 mnt
Kebanyakan hipertensi
Nicardipine
emergency ; hati-hati
(cardiprin i.v)
5-10 mnt
1-4 jam
akut.
Eklamsia;
hati-hati
Hydralazine
dengan
(apresoline)
tekanan intracranial.
Enalaprilat
10-20mg i.v
10-20 mnt
10-20mg i.m
20-30 mnt
peningkatan
3-8 jam
Payah
(vasotec iv)
jantung
kiri
akut
1.25-5.00mg setiap 6
jam.
15 mnt
6 jam
Adrenergik
inhibitors
Phentolamine
5-15mg i.v
1-2 mnt
3-10 mnt
Ekses ketokolamin
Esmolol
200-500g
(brevibloc)
10-20mnt
Diseksi
kemudian
50-300
aorta
pasca
operasi.
g/kg/mnt i.v
Labetolol
3-6 jam
Kebanyakan ipertensi
(Normodinyne,
setiap 10 mnt.
emergency
trandate)
kecuali
Kelas
Angiotensin-
(capoten)
converting enzym
inhib.
dosis
6.5-50.0mg
Onset
15 mnt
Clonidine
Central -agonist
(catapres )
0.2 mg awal,
0.2-2.0 h
6-8
0.5-1.0 h
6-8
kemudian 0.1
mg/h, naikkan
sampai total 0.8
Furosemode
Diuretik
mg
20-40 mg
(lasix)
Labetalol
dan blocker
100-200 mg
0.5-2.0 h
8-12
trandate)
Nifedipine
Calsium channel
5-10 mg
5-15 min
3-5
(procardia,
blocker
adalat)
Propanolol
-blocker
20-40 mg
15-30 min
3-6
(normodyne,
(inderal)
10
Diferensial diagnosa
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :
11
a
darah harus dikurangi segera untuk mencegah terjadinya kerusakan organ. Kerusakan
organ berhubungan dengan hipertensi darurat dapat meliputi:
12
Gagal jantung
Serangan jantung
Oedem paru
Aneurisme
Prognosa
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20%
dalam 1 tahun. Kematian disebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%), cerebro
vascular accident (20%), payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Miocard (1%),
diseksi aorta (1%). Prognosa menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan
penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplantasi ginjal.
Whitworth
melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan
survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan
IV.Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya
didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik
dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %.
2.2.13. Pencegahan
1.
2.
3.
Penurunan berat badan pada penderita hipertensi yang gemuk melalui perubahan pola
makan dan olah raga.
4.
Pembatasan intake garam hingga 4 6 gram per hari, makanan yang mengandung soda
kue, bumbu penyedap dan pengawet makanan.
5.
Meningkatkan komsumsi lemak tak jenuh dan mengurangi konsumsi lemak jenuh (daging
sapi, kerbau, kambing, babi, susu, keju, dan kelapa).
6.
Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi (jeroan, kuning telur, cumi-cumi,
kerang, kepiting, coklat, mentega, dan margarin)
7.
Meningkatkan intake makanan yang berserat tinggi seperti buah-buahan (jambu biji,
belimbing, jambu bol, kedondong, jeruk, pisang, nangka masak, markisa, dan lain-lain),
sayuran (daun bawang, kecipir muda, jamur segar, bawang putih, daun dan kulit melinjo,
dan lain-lain), ikan, agar-agar, dan rumput laut)
8.
9.
10.
BAB III
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Krisis
hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi emergensi dan urgensi. Krisis hipertensi
biasanya selalu memiliki hubungan dengan kelainan aktivitas simpatik, meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (SVR) atau meningkat keduanya. Tapi penyebab paling umum dari krisis
hipertensi adalah meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Pasien dengan krisis
hipertensi cenderung memiliki ketidakstabilan haemodinamik.
Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu
berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah
sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan
tujuan pengobatan. Manajemen pada pasien krisis hipertensi dengan pemberian obat anti
hipertensi. Obat Anti hipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai dengan tipe dari
krisis hipertensi. Manajemen asuhan keperawatan pasien hipertensi akan menurunkan angka
kesakitan dan kematian.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Alatas Husein, Taralan Tambunan, dkk.2010. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Bakta, Made, Ketut Suastika. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Berg, Dale.2000. Referensi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Hipocrates.
Doungoes, marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Gunawan, Lany. 2005. Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Potter, Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
Purnawan, Junadi. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Aesculavius.
Stein, Jay H. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W, Bambang Setiyohadi, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna Publishing.
Suyono, Slamet.2001. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Yundini.2006. Faktor Risiko Hipertensi. Jakarta.