Krisis Hipertensi
Krisis Hipertensi
KARDIOLOGI
HYPERTENSIVE HEART DISEASE
Oleh:
Andrew Halim
0510710011
Happy Kurnia P
0510710066
M. Dhanny I
0510710081
Rakhmawati Diyana
0510710106
Pembimbing:
Dr. Cholid, SpJP
vaskular & ventrikel, dan disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan menyebabkan
penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang menjadi gagal jantung bila tidak ditangani
dengan baik. Gejala penyakit jantung hipertensi dan gagal jantung dapat diperbaiki dengan obatobatan antihipertensi (Izzo&Gradman, 2004).
Peningkatan tekanan darah (hipertensi) yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang
lama akan mengakibatkan berbagai perubahan pada struktur myokardium, vaskularisasi koroner,
dan sistem konduksi jantung. Perubahan ini dapat mengakibatkan pembesaran ventrikel kiri,
penyakit jantung koroner, berbagai kelainan sistem konduksi, dan kelainan sistolik-diastolik dari
myokard, yang akan bermanifestasi klnik sebagai angina atau myokard infark, aritmia (terutama
fibrilasi atrium), dan penyakit jantung kongestif. Penyakit jantung hipertensi (hypertensive heart
disease) adalah semua penyakit jantung; seperti hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung
koroner, aritmia, penyakit jantung kongestif; yang disebabkan oleh efek langsung atau tidak
langsung dari peningkatan tekanan darah. Meskipun penyakit ini biasanya diakibatkan oleh
peningkatan tekanan darah yang kronis, proses yang akut juga dapat membangkitkan predisposisi
penyakit yang berhubungan dengan hipertensi kronis (Riaz K, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit jantung hipertensi adalah kelainan yang menunjukkan akumulasi dari adaptasi
fungsional dan struktural dari peningkatan tekanan darah. Pembesaran ventrikel kiri, kekakuan
vaskular & ventrikel, dan disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan menyebabkan
penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang menjadi gagal jantung bila tidak ditangani
dengan baik (Izzo&Gradman, 2004).
2.2 Epidemiologi
Prevalensi hipertensi pada tahun 2005 adalah 35.3 juta pada laki-laki dan 38.3 juta pada
wanita. Sedangkan prevalensi pada LVH tidak diketahui. Jumlah LVH yang ditemukan berdasar
EKG adalah 2,9% pada laki-laki dan 1,5% pada wanita. Pasien-pasien tanpa LVH, 33% telah
memiliki distolik disfungsi yang asimtomatik.
Menurut penelitian Framingham, hipertensi merupakan penyebab seperempat gaggal
jantung. Pada populasi dewasa hipertensi berkonstribusi 68% terhadap terjadinya gagal jantung.
Pasien dengan hipertensi mempunyai resiko dua kali lipat pada laki-laki dan tiga kali lipat pada
wanita. (Riaz, 2009)
Peningkatan tekanan darah sistolik seiring dengan pertambahan umur. Peningkatan
tekanan darah lebih tinggi pada laki-laki dibanding wanita, sampai wanita mengalami
menopause, dimana tekanan darah akan meningkat tajam dan mencapai level yang lebih tinggi
daripada pria. Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada pria daripada wanita pada usia di bawah 55
tahun, namun sebaliknya pada usia di atas 55 tahun. Prevalensi gagal jantung hipertensi
mengikuti pola prevalensi hipertensi.
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%, sedangkan
tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensi sekitar 14,3% dan meningkat
menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung di Indonesia. Sejumlah
85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer
(hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian hipertensi yang dapat ditemukan
penyebabnya (hipertensi sekunder). (Panggabean, 2006).
Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun
1986 menunjukkan bahwa penyakit jantung menduduki urutan ke-3 sebagai penyebab kematian,
dengan catatan pada golongan umur 45 tahun keatas penyakit kardiovaskuler menempati urutan
pertama sebagai penyebab kematian, sedangkan pada SKRT tahun 1972 penyakit jantung masih
menduduki urutan ke-11. Kekerapan penyakit jantung juga meningkat dari 5,2% sampai 6,3%.
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak di Indonesia adalah penyakit jantung
koroner, penyakit jantung reumatik dan penyakit hipertensi. Penyakit hipertensi merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner dan dapat menyebabkan komplikasi pada
organ lain, seperti mata, ginjal, dan otak. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa didapatkan angka kekerapan penyakit hipertensi
ini pada golongan usia 45-54 tahun adalah 19.5%, kemudian meningkat menjadi 30.6% di atas
usia 55 tahun (Rilantono et al, 2004)
2.3 Patofisiologi dan Patogenesis
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah interaksi yang kompleks dari faktor
hemodinamik, struktural, neuroendokrin, selular, dan molekular. Di satu sisi faktor-faktor ini
berperan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, sementara di sisi lain peningkatan
tekanan darah juga mempengaruhi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah akan
menyebabkan perubahan struktur dan fungsi jantung dengan 2 jalur: secara langsung melalui
peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui interaksi neurohormonal dan vaskular
(Riaz K, 2003).
Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi
ditambah dengan faktor neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung
(hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi
ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan
simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan
volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan
kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi diastolik) (PAPDI, 2006).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung, dll) dapat terjadi karena
kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard
akibat dari hipertrofi ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri, iskemia miokard, dan gangguan
fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi (PAPDI, 2006).
pembesaran ventrikel kiri berdasarkan bacaan elektrokardiografi, yang tidak terlalu sensitif,
bervariasi. Penelitian menunjukkan hubungan langsung antara tingkat dan durasi hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri (Riaz K, 2009).
Hipertrofi ventrikel kiri, yang didefinisikan sebagai peningkatan massa ventrikel kiri,
disebabkan oleh respon miosit pada berbagai macam stimulus yang menyertai peningkatan
tekanan darah.
Perubahan struktural dan fungsi atrium kiri sangat sering terjadi pada pasien dengan
hipertensi. Peningkatan afterload akan berdampak pada atrium kiri oleh peningkatan tekanan
diastolik akhir ventrikel kiri dan sekunder oleh karena peningkatan tekanan darah yang
mengakibatkan kerusakan atrium kiri, penurunan fungsi atrium kiri, dan penebalan/pelebaran
atrium kiri. Pelebaran atrium kiri yang menyertai hipertensi tanpa adanya penyakit katup jantung
atau disfungsi sistolik biasanya merupakan implikasi dari hipertensi kronis atau mungkin
berhubungan dengan tingkat keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri. Dengan adanya
perubahan struktur tersebut, pasien memiliki resiko tinggi untuk mengalami fibrilasi atrium dan
dapat mengakibatkan gagal jantung (Riaz K, 2009).
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Prevalensi dari disfungsi diastolik asimtomatis pada
pasien dengan hipertensi namun tanpa pembesaran ventrikel kiri sekitar 33% (Riaz K, 2009).
Disfungsi diastolik sering terjadi pada pasien dengan hipertensi, dan sering disertai
dengan pembesaran ventrikel kiri. Faktor-faktor yang menyebabkan disfungsi diastolik
disamping adanya peningkatan afterload, adalah interaksi antara penyakit jantung koroner, usia,
disfungsi sistolik, dan kelainan struktural, misalnya fibrosis dan hipertrofi ventrikel kiri.
Biasanya disfungsi diastolik juga diikuti oleh disfungsi sistolik asimtomatis. Selanjutnya,
hipertrofi ventrikel kiri gagal untuk mengkompensasi peningkatan curah jantung karena
peningkatan tekanan darah, sehingga ventrikel kiri mengalami dilatasi untuk mempertahankan
curah jantung. Ketika memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri semakin menurun. Hal
ini meningkatkan aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, mengakibatkan
peningkatan retetensi garam dan cairan, serta peningkatan vasokonstriksi perifer, menambah
kerusakan lebih lanjut pada ventrikel kiri menjadi disfungsi sistolik yang simtomatik(Riaz K,
2009).
Apoptosis, atau kematian sel yang terprogram, yang distimulasi oleh hipertrofi miokard
dan ketidakseimbangan antara stimulan dan inhibitor, memiliki peran yang penting dalam
transisi tahap kompensasi ke tahap dekompensasi. Pasien dapat menjadi simtomatik dalam tahap
disfungsi sistolik atau diastolik asimtomatis, tergantung dari kondisi afterload atau adanya
keterlibatan miokard (misalnya iskemia, infark). Peningkatan tekanan draah yang terjadi secara
tiba-tiba dapat mengakibatkan edema paru akut tanpa perlu terjadi perubahan fraksi ejeksi
ventrikel kiri.
asimtomatis maupun simtomatis, dianggap sebagai penyebab penurunan status klinis yang cepat
dan meningkatkan angka kematian. Penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik juga
berperan menyebabkan penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri (Riaz K, 2009).
2.3.6 Aritmia
Aritmia yang sering terjadi pada pasien dengan hipertensi diantaranya adalah atrial
fibrilasi, PVC (premature ventricular contractions) dan ventrikular takikardi. Resiko dari
kematian mendadak juga meningkat. Terdapat berbagai mekanisme yang berperan dalam
Peningkatan tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy), dan
impoten
Penyakit jantung/vaskular hipertensi seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada (iskemia
miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya
Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsi, poliuria,dan kelemahan otot
pada aldosteronism primer; peningkatan BB dengan emosi yang labi pada sindrom
Cushing. Phaeocromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala,
palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (PAPDI, 2006).
kiri kanan umbilicus (renal artey stenosis). Areteri radialis, arteri femoralis, dan arteri dorsalis
pedis harus diraba. Tekanan darah di betis harus diukur minimal sekali pada hipertensi usia muda
(kurang dari 30 tahun) (PAPDI, 2006).
Ureum/kreatinin
Elektrokardiografi
TSH
Foto thorax
Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan hipertrofi ventrikel kiri lebih dini dan
lebih spesifik. Indikassi ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah:
-
Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya (gangguan fungsi sistolik
atau diastolik)
Ekokardiografi doopler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik (gangguan fungsi
relaksasi ventrikel kiri, pseudo-normal, atau tipe restriktif) (PAPDI, 2006).
2.7 Penatalaksanaan
Terapi
dan
ACC
untuk
tahun
HHD
2001
terbaik
pedoman
ada
HF
dalam
AHA
konteks
yang
dari
menekankan
JNC
pentingnya
terapi antihipertensi berdasarkan bukti klinis dan kondisi natural history. Awalnya, HHD belum
sepenuhnya diintegrasikan ke dalam ACC / pedoman AHA, tetapi jelas bahwa HHD cocok
sempurna dalam keseluruhan konteks seperti diuraikan. (Joseph, 2004)
Dibawah ini terapi berdasarkan stadium gagal jantung. sebelumngya di bawah ini akan
dijelaskan stadium gagal jantung.
ACC / AHA staging gagal
jantung
ada
tanda-tanda
atau
gejala.
Tahap B Dikembangkan penyakit
terkait
gagal
dengan
jantung,
perkembangan
tapi
dispnea.
Kelas III
Ditandai
aktivitas
fisik.
istirahat,
keterbatasan
Nyaman
saat
tapi
jantung
Advanced
struktural
penyakit
dispnea.
Kelas IV Tidak untuk melakukan
gejala
dan
ditandai
gagal
tidak
jantung
saat
istirahat
=American
Cardiology;
AHA
College
of
American
nyaman.
dilakukan,
ketidaknyamanan meningkat
The Criteria Committee of the New
York Heart Association.
Nomenclature and Criteria for
Diagnosis of Diseases of the Heart
and Great Vessels. 9th ed. Little
Brown & Co;
1994. pp 253256.
aerobik
dislipidemia
untuk
mengontrol
dan
tekanan
dysglycemia.
darahdan
Aktifitas
faktor
risiko
fisik
lain
seperti
memperbaiki
Fungsi jantung dan mengurangi tekanan daah dan afterload jantung dengan cara berbagai
mekanisme,
termasuk
hipertensi
dianjurkan
populasi
umum
untuk
atau
kekakuan
individu
130/80
arteri
dengan
mm
BP
Hg
berkurang.
140/90
pada
mm
diabetes
Obat
Hg
pada
atau
dan
b-bloker
juga,
sedangkan
kalsium
antagonis dan -blocker tampaknya kurang efektif dalam mencegah HF. (Joseph, 2004)
perawatan
untuk
sehingga
khusus
mengurangi,
mencegah
untuk
pasien
menghambat,
atau
menunda
dengan
tahap
maladaptive
terjadinya
tanpa
jantung
HF.
dan
Kontrol
gejala''
pembuluh
tekanan
darah
tetap menjadi dasar dari terapi dalam tahap B, bersama dengan manajemen faktor risiko lainnya.
Tahap
harus
mencakup
LVH
karena
banyak
ahli
percaya
bahwa regresi LVH merupakan target terapeutik penting. Data studi menunjukkan bahwa
penurunan tegangan EKG berhubungan dengan pengurangan yang signifikan dalam kejadian
CVD Dalam analisis-meta dari empat penelitian terapi antihipertensi, pasien denganecho-regresi
LVH
mengalami
59%
pengurangan
risiko
CVD
dibandingkan
dengan mereka yang tidak regresi atau dengan perkembangan selanjutnya dari LVH. Karena
afterload
jantung
meningkat
adalah
stimulus
utama
untuk
konsentris
LVH, hampir semua rejimen terapi yang mengurangi tekanan darah sistolik mendorong
regresi LVH. Vasodilator adalah pengecualian karena
minoxidil sebaliknya tidak mengurangi LVH meskipun Efektif menurunkan tekanan darah.
Beberapa
peneliti
telah
mengusulkan
bahwa
efek
menjadi
dasar
untuk
pilihan
inhibitor
angiotensin
II
angiotensin
reseptor
bloker
(ARB)
status
dalam
regresi
LVH;
prohypertrophic
ACE
Namun,
dan
kalsium
antagonis dan diuretik, yang cenderung untuk merangsang angiotensin II, hanya
sedikit lebih buruk (sekitar 10%) dari ACE inhibitor atau ARB dalam mengatasi
regresi LVH. (Joseph, 2004)
Terapi
Optimal
HF
tahap
masih
belum
jelas
karena
relatif
kurangnya studi klinis langsung di daerah ini. Pada keseimbangan, ACE inhibitor
b-blocker, dan ARB masuk pilihan dalam setiap tahap pasien B dengan disfungsi sistolik atau
LVH. Kombinasi penghambat ACE dan ARB pada pasien B tahap tidak mencapai manfaat
tambahan. Peran diuretik thiazide dalam tahap B HF agak kurang jelas.
Gagal jantung (tahap C-D)
agen
tertentu
yang
direkomendasikan
oleh
JNC
untuk
pengobatan
hipertensi dan HF sebagai indikasi. adalah suatu kondisi yang berisiko tinggi berhubungan
dengan hipertensi yang ada uji klinis bukti manfaat hasil tertentu untuk kelas tertentu obat anti
hipertensi. ujuan perawatan untuk pasien dengan HF adalah untuk mengurangi
gejala, mencegah masuk rumah sakit, mencegah remodelling lambat atau remodelling progresif,
dan menurunkan angka kematian. Tekanan darah pada HF memnutuhkan perawatan lanjutan
yang layak. Penurunan tekanan darah yang agresif adalah sangat pentingkarena sensitivitas dari
afterload ventrikel gagal jantung meningkat. Dengan demikian, sering kali diperlukan untuk
mengurangi tekanan darah sistolik sebanyak mungkin, bahkan sampai nilai di bawah 120 mm Hg
jika pasien tidak bergejala (ortostatik biasanya hipotensi berat atau kelelahan).
Untuk sistolik disfungsi, terapi obat merupakan hal terpenting dalam manajemen. Obat
yang memenuhi persyaratan sebagai JNC 7 indikasi kuat untuk pengobatan hipertensi dan HF
dapat diklasifikasikan secara luas sebagai menghambat neurohormonal (Yaitu, obat-obatan yang
mengganjal simpatik dan renin-angiotensin-aldosteron sistem). Termasuk dalam kategori ini
adalah
inhibitor
ACE,
ARB,
b-blocker,
beberapa
atau
ahli
antagonis
bahwa
kalsium
tingkat
perlambatan
nondihydropyridine
dengan
berguna
karena
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah
mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH
(Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah
natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan
pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi
garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat. (Hyman, 2001)
Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan
secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium
dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Fakta-fakta berikut
dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet: (Dosh, 2001)
a
Hipertensi 2 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan
ideal
Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan
darah secara bermakna pada orang gemuk
Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari
hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2. dislipidemia,
dan selanjutnya ke penyakitkardiovaskular.
Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan
darah pada individu dengan hipertensi.
Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien
mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan
produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak
30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan
kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat
menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan
berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang
terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target.
Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien
hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat
diakibatkan oleh merokok.
Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi
angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium dianggap
sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan
untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan
dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium)
mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam mekanisme
kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat
adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu
disamping obat utama.
Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti terbaik yang ada
dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar, jelas, dan bijak terhadap masingmasing pasien dan/atau penyakit. Praktek evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih
obat tertentu berdasarkan data yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas
kardiovaskular atau kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau
sekadar menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalam
seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obat yang paling
berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor
angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis kalsium (CCB).Berikut ini digambarkan
panduan pengobatan hipertensi menurut paduan ESC-ESH. (ESH, 2003):
Diagram di bawah ini (A, B, dan C) menunjukkan bagaimana memulai pengobatan
antihpertensi yang didasarkan pada nilai tekanan darah awal dan jumlah total resiko
kardiovaskular:
BAB III
DATA MEDIS PASIEN
Nama
: Ny. Soeminharti
Anamnesis
Keluhan utama
: Sesak nafas
Pasien mengeluh sesak nafas kambuh-kambuhan yang memberat hari sabtu pagi. Pasien minum
obat racikan dari dokter paru dengan teratur setiap hari 2x, tetapi pada hari sabtu pagi sesak
memberat dan akhirnya pasien pergi ke IRD RSSA. Pasien mulai sesak sejak tahun 1998, tidak
ada riwayat asma sebelumnya, tidak ada riwayat keturunan penderita asma, hanya saja pasien
mempunyai riwayat alergi terhadap bau-bauan yang merangsang seperti bau parfum, bumbu
masak, asap dll. Setiap ada bau-bauan, pasien segera pilek. Sejak tahun 1998, bau-bauan tidak
hanya membuat pasien pilek, tetapi juga sesak nafas. Pasien mempunyai riwayat tekanan darah
tinggi sejak 34 tahun yang lalu, ketahuan waktu pasien melahirkan anak yang pertama. Sejak saat
itu, pasien rutin kontrol ke dokter dan rutin minum obat, tetapi tekanan darah pasien setiap kali
kontrol berkisar antara 150/90 sampai 180/100. Ibu pasien mempunyai riwayat tekanan darah
tinggi. Pada tahun 2003, pasien sempat masuk ICU karena sesak nafas. Menurut pasien, waktu
itu dokter menjelaskan bahwa paru-parunya kempis karena kurang oksigen. Waktu itu, gula
darah pasien berkisar antara 400. Pasien diberi insulin 1 vial, tetapi tidak dilanjutkan pengobatan
gula darahnya, karena menurut dokter gula darah pasien yang tinggi ini disebabkan karena pasien
minum obat asma (dexamethason) setiap hari. Sampai sekarang, pasien tetap mengkonsumsi obat
asma secara teratur dan gula darah tetap tinggi, tetapi tidak minum obat untuk menurunkan gula
darahnya.
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum
GCS
: 456
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Abdomen
v/v
rh - / -
wh - / -
v/v
-/-
+/+
v/
-/-
+/+
: Soefl, BS+N
Shifting dullness
Liver unpalpable, liver span 10 cm
: Edema + / +
+/+
Pemeriksaan penunjang
Chest X-Ray (6 Maret 2010)
AP position, asimetris, soft tisuue normal, bone normal, inter costal space dextra &
sinistra normal, trakhea di tengah, cor site normal, CTR > 50%, bentuk kardiomegali,
hemidiafragma dextra & sinistra bentuk kubah (dome), sudut phrenicocostalis destra & sinistra
di tengah. Paru kanan: infiltrat di area atas dan bawah, air bronchogram, corak bronkial
meningkat. Paru kiri: infiltrat pada area atas dan bawah, air bronchogram di area bawah.
Kesimpulan: pneumonia, kardiomegali
Elektrokardiografi
Sinus rhythm, HR 75 x/menit regular
Ekhokardiografi
1
Ventrikel kiri dilatasi (LV Idd 5,6 cm), fungsi sistolik ventrikel kiri normal (EF 62%),
fungsi diastolik ventrikel kiri abnormal relaksasi (E/A 0,59), ventrikel kiri normokinetik,
hipertrofi ventrikel kiri (+) ringan
Pemeriksaan laboratorium
Darah
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
GDA
GDP
GD2PP
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
CPK
CKMB
Natrium
Kalium
Clorida
Albumin
Kolesterol
total
HDL
LDL
Trigliserida
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin
indirek
Troponin I
BGA:
6 maret 2010
5000
11,8
32,1
258.000
210
9 maret 2010
5500
12,9
37,7
284.000
171
243
28,1
0,80
25
13
138
85
139
3,7
103
4,76
228
138
71
203
0,09
0,08
0,01
(-) 0,02
pH
7,379
pCO2
40,1
pO2
76,7
HCO3
22,9
Saturasi
O2
arteri
95%
-1,8
BE
Urine
BJ
pH
Leukosit
Nitrit
Albumin
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
7 maret 2010
1.015
6
+1
+4
+1
-
Daftar pustaka
He J et al. Long-Term Effects Of Weight Loss And Dietary Sodium Reduction
On Incidence Of Hypertension. Hypertension 2000;35:544-549
Hyman DJ et al. Characteristic Of Patients With Uncontrolled Hypertension
In The United States. NEJM 2001;345:479-486
Dosh SA. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults.
J.Fam Pract 2001;50:707-712