Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Topik
Tanggal Kasus
: 24 Oktober 2016
Presenter
Tanggal Presentasi
: 29 Oktober 2016
Pendamping
: dr. Novieka
Tempat Presentasi
Objektif Presentasi
Tujuan
Bahan Bahasan
: Kasus
Cara Membahas
: Diskusi
Data Pasien
4. Riwayat Keluarga
Riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi disangkal, Asma (-)
5. Riwayat Pekerjaan
Pegawai Swasta
6. Lain-lain :
a. Pemeeriksaan Fisik
Keadaan Umum
GCS
: 3-4-5
Kesadaran
: Somnolen
Vital Sign
: TD
: 110/70
: 100 x/m
RR
: 28 x/m
: 36,9 oC
Kulit
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Pemeriksaan Thorax
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
: Batas jantung
Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Bawah : ICS V linea parasternalis sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Kiri : ICS IV linea midklavikula sinistra
: Datar
Perkusi
: Timpani
Refleks Patologis
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Kerja
Asma Bronkhial
Dasar Diagnosis
Berdasarkan pada data-data tersebut diatas, maka pada pasien ini didapatkan
keluhan pusing, lemas, dan nyeri didaerah luka. Cedera kepala dalam kasus ini
termasuk dalam cedera kepala sedang sesuai dengan kriteria pembagian cedera kepala
sedang sesuai dengan kriteria pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006)
yaitu GCS 9-12, pingsan >10 menit s/d 6 jam, defisit neurologis (+) serta CT-Scan
abnormal. Pada pasien GCS 12 , pingsan 15 menit.
Untuk mengetahui adanya kelainan atau cedera otak diperlukan pemeriksaan CTScan, hasil CT-Scan pada pasien ini tidak dilakukan. Hasil pemeriksaan rontgen
cervical tidak tampak fraktur, kompresi, listess, maupun penyempitan diskus
vertebralis. Timbulnya gejala-gejala yang dialami pasien kemungkinan diakibatkan
oleh benturan pada daerah kepala.
2. Etiologi
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas,
atopi/alergi bronkus, faktor yang memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin,
ras/etnik. Faktor lingkungan meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu
rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari),
makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,
susu sapi, telur), obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, betablocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll),
ekspresi emosi berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di
luar dan di dalam ruangan, exercise induced asthma, mereka yang kambuh
asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, dan perubahan cuaca
Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)
dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan
atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada
lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok
kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis.
Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik
saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan
walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan
pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8
minggu.9
Obat obat Pereda (Reliever)
1. Bronkodilator
a. Short-acting 2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.
Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel
inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12). Dengan
pemberian short acting 2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas
yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier,
penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.
Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin.9
Dosis salbutamol:
Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20
menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis
maksimum 15 mg/jam).
Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis tebutalin:
Oral: 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak
dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi
(inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10
menit, lama kerjanya 4 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.
Serangan berat: MDI 10 semprotan.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan
ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping
takikardi lebih sering terjadi.9
Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena
efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan
pada serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan antikolinergik (12).
Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.
Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang
lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan
absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine
didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu.
Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama
urin. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang
lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia. Dosis aminofilin IV inisial
bergantung kepada usia : 16 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 611 bulan: 1 mg/kgBB/Jam;
19 tahun: 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam.9
2. Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi
2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1
ml/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 %
dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes.
Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik
inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial
inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2)
serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan
sebagai kontroler; (3) serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat
sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk
mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam.
Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan
dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari .
untuk
mengontrol
asma
dan
mengurangi
dosis
pemeliharaan
Nebul Ventolin