: Pendahuluan ..................................................................................... 2
BAB II
BAB III
: Pembahasan ...................................................................................... 5
BAB IV
BAB V
: Kesimpulan......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
Skenario 1
Ny. S, 35 tahun, datang berobat ke sebuah klinik bedah dengan keluhan utama
tidak dapat buang air kecil. Setiap kali ingin BAK, perlu ditolong dengan memakai
kateter. Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, termasuk kolonoskopi, ditemukan
adanya tumor pada daerah kolon yang mendesak vesika urinaria sehingga
mengakibatkan kesulitan BAK. Dokter menganjurkan untuk dilakukan tindakan
pembedahan pengangkatan tumor mengingat tumornya belum seberapa besar. Ny. S
dan keluarganya setuju saran dokter dan menandatangani informed consent.
Skenario 2
Saat pembedahan dilakukan, dokter menemukan banyak terjadi perlengketan
dan ternyata karsinoma primernya ada pada ovarium kiri. Dihadapkan pada kenyataan
yang ada saat itu dan kondisi pasien yang tampak melemah, dokter segera
memutuskan untuk melakukan reseksi kolon dan mengangkat ovariumnya tanpa
konsultasi dulu dengan dokter obgyn.
Setelah operasi, kondisi pasien tampak membaik dan dokter segera
memberikan kemoterapi serta penyinaran. Akibat efek samping kemoterapi dan
penyinaran itu, Ny. S, merasakan penderitaan yang luar biasa, tidak bisa makan
karena sangat mual dan nyeri yang kadang-kadang hampir tidak tertahankan.
Ny.S, akhirnya mengambil keputusan untuk menolak terapi apa pun dan
memilih tinggal di rumah bersama keluarganya. Ia menyadari bahwa penyakitnya
tidak bisa diobati dan hidupnya tidak akan lama lagi.
Skenario 3
Sikap Ny.S yang menolak semua terapi dari dokter, berdampak pada kondisi
fisiknya yang semakin kurus. Atas saran teman-temannya dan juga desakan dari
keluarga, Ny. S lalu mencoba berobat ke pengobatan alternatif. Ramuan jamu dari
pengobatan
alternatif,
ternyata
tidak
memberikan
perbaikan
pada
kondisi
kesehatannya. Kondisi Ny.S semakin parah dan sekarang malah sering merasakan
sakit yang luar biasa yang hampir-hampir tidak tertahankan. Melihat keadaan Ny.S,
suaminya lalu minta bantuan dokter di dekat rumahnya untuk mengatasi rasa sakitnya.
Dokter lalu memberikan suntikan morfin. Akibat suntikan morfin itu, Ny.S tertidur
dan kelihatannya rasa sakitnya bisa diredakan. Namun setelah efek morfin itu hilang,
Ny.S tampak kesakitan kembali sehingga dokter terpaksa harus memberikan suntikan
morfin beberapa kali dengan dosis yang semakin bertambah. Pada akhirnya nyawa
Ny.S tidak dapt dipertahankan, ia akhirnya meninggal.
BAB III
PEMBAHASAN
Identitas Pasien
Nama
: Ny.S
Usia
: 35 tahun
Alamat
:-
Pekerjaan
:-
Status
: Menikah
Dari skenario kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa masalah
yang dapat kami tinjau retrospektif, pro-kontra dari segi/perspektif Medis (Ilmu
Kedokteran), Bioetika dan Moral, Hukum dan Agama, yaitu:
1. Penetapan diagnosis tumor di daerah kolon oleh dokter bedah, anjuran
dilakukannya tindakan pembedahan dan pengangkatan tumor, serta
penandatanganan inform consent.
PRO
KONTRA
Dokter
bedah
melakukan
tindakan
sesuai
yaitu
dokter
bedah
setelah
profesi medis, dimana unsur utama dari menetapkan diagnosis adanya tumor di
suatu
tindakan
yang
sesuai
profesi medis telah dipenuhi dokter, yaitu biopsy, yang kami rasa cukup penting
ada indikasi medis dan standart medis.
dilakukan
dari
segi
medis,
untuk
umum,
dokter
bedah
terlalu
percaya
diri,
cenderung
pada
menganut
pengangkatan
tumor, benar,
sehingga
kemungkinan
untuk
KONTRA
mengangkat
ovarium
merupakan tindakan tepat mengingat dokter bedah yaitu biopsy. Jika biopsy
kondisi pasien yang tampak melemah.
bermoral,
menurut
beneficence yaitu prinsip moral yang mengingat usia pasien masih produktif.
mengutamakan tindakan yang ditujukan Dokter bedah dianggap melanggar prinsip
kebaikan
pasien,
mengingat
pasien yang melemah, terlepas melemah Dokter bedah melanggar prinsip nonakibat tumor yang diderita ataupun proses maleficence, yang berarti prinsip moral
operasi.
yang
melarang
tindakan
yang
ini
melakukan
pengangkatan
untuk
mengangkat
dan
keadaan
tersebut adalah
tindakan
pembedahan
membutuhkan waktu yang singkat untuk pengangkatan tumor pada daerah kolon.
mengatasinya. Maka keputusan yang Namun tindakan yang dilakukan dokter
diambil dokter bedah ini, dirasa tepat. Hal adalah reseksi kolon dan pengangkatan
ini dijabarkan dalam PERMENKES No. ovarium kiri pasien. Informed consent
585/PerMenKes/Per/IX/1989,
Persetujuan Tindakan
dalam keadaan darurat tidak diperlukan dapat dianggap sebagai persetujuan atas
Informed consent.
PRO
KONTRA
sel-sel
hidup
disekitar menjelaskan
dokter
efek
bedah
tidak
samping
dari
jaringan tumor, selain dirasa sakit dan kemoterapi sehingga hanya kesakitanlah
mengeluarkan biaya yang besar, hasilnya yang dirasa Ny.S.
Efek samping dari kemoterapi dapat
pun belum tentu dapat sembuh.
terjadi sementara. Jika terapi tersebut
dihentikan, maka penyembuhan pasien
akan makin lambat walaupun setelah
operasi,
kondisi
pasien
ini
tampak
membaik.
Dari perspektif Bioetika dan Moral:
Salah satu hak pasien untuk menerima Sebagai dokter bermoral, ada baiknya
atau
menolak
pengobatan
menerima informasi yang adekuat, seperti detailnya, bahwa yang dialami pasien
yang
dilakukan
mendapatkan
Ny.S.
second
Hak
opinion
dimiliki Ny.S.
jika
tumor/penyakit
pasien
sudah
moral
menghormati
hak-hak
pasien.
Dari perspektif Hukum:
UU no. 44 tahun 2009 pasal 32 tentang Menolak pengobatan atau secara tegas
Hak Pasien, salah satunya hak untuk menerima perawatan medis dapat disebut
penolakannya
tersebut
atau
akan
mengakhiri
ayat 3, bahwa pasien memiliki hak untuk hidupnya. Degan penolakan tersebut,
mendapatkan penjelasan secara lengkap pasien harus memnuat pernyataan yang
tentang
tindakan
pendapat
dokter
pelayanan
sesuai
medis,
lain,
mendapatkan tidak
dengan
membuat
pasien
langsung
Indonesia.
tidak
menurunkan
penyakit
melainkan
pasti
menurunkan obatnya.
Pandangan Agama Kristen
Memandang manusia bukan sebagai objek atau materi. Sakit tidak hanya
penyembuhan etiologi medis, namun diberikan pengobatan agar pasien merasa
lebih nyaman.
Pandangan Agama Hindu
Disebutkan dalam Ayurveda, bahwa obat adalah alat untuk mengembalikan
harmoni seseorang yang sakit. Maka dari itu, jika pasien menolak pengobatan
dokter, ada baiknya pasien tetap berusaha sembuh dengan mencari pengobatan
4. Setelah menolak semua terapi dari dokter, keadaan Ny.S memburuk dan
Ny.S memilih terapi alternatif, namun tidak memberikan perbaikan pada
kondisi kesehatan Ny.S.
PRO
KONTRA
alternatif
yang
baik
harus
membuahkan
yang diinginkan.
dari
pengobatan
alternatif,
PRO
KONTRA
morfin
fisik
yang
menimbulkan
(addiktif,
dosisnya
yaitu
semakin
Pada kasus tindakan ini dirasa tepat, meningkat). Syndroma abstinensia (badan
karena pemberian morfin dapat dilakukan menggigil,
pupil
melebar,
keringat
pada keadaan nyeri kronis, sebagai bercucuran, dll), yaitu gejala yang dapat
analgetik dan memberi rasa tenang pada muncul akibat pemakaian morfin yang
pasien (euphoria).
PRO
KONTRA
ilmu
kedokteran
mengobati penyakit yang diderita pasien, dengan menekan pusat penafasan. Pasien
bisa saja mengakibatkan penderitaan atau yang mendapat suntikan morfin dalam
sesuatu yang buruk yang dapat menimpa dosis yang berlebihan (overdosis), akan
pasien, yaitu kematian.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
INFORMED CONSENT
Secara harfiah consent artinya persetujuan, atau lebih tajam lagi, izin.
Jadi Informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang
berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien, seperti
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan diagnosis, memberi
obat, melakukan suntikan, menolong bersalin, melakukan pembiusan, melakukan
pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika terjadi kesulitan, dan sebagainya.
Selanjutnya kata
disimpulkan bahwa Informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien (atau
keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melakukan tindakan medis atas dirinya,
setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan diberikan informasi atau penjelasan
yang lengkap tentang tindakan itu. Mendapat penjelasan lengkap itu adalah salah satu
hak pasien yang diakui oleh undang-undang sehingga dengan kata lain Informed
consent adalah Persetujuan Setelah Penjelasan. Sedangkan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989, Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan
yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medic yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
2.
Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran dan Penjelasannya, yaitu:
Pasal 45 ayat (1) : Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang akan dilakukan oleh
pasien harus mendapatkan persetujuan.
Pasal 45 ayat (2) : Persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
3.
4.
5.
6.
7.
2.
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
pasien.
Penjelasan tentang perkiraan lamanya prosedur / terapi / tindakan
5.
berlangsung.
Deskripsi tentang hak pasien untuk menarik kembali consent tanpa adanya
6.
menurut UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45, ayat (3)
sekurang-kurangnya mencakup:
a.
b.
c.
d.
e.
medis itu sendiri, bukan oleh orang lain, misalnya perawat. Penjelasan diberikan
dengan bahasa dan kata-kata yang dapat dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat
pendidikan dan kematangannya, serta situasi emosionalnya. Dokter harus berusaha
mengecek apakah penjelasannya memang dipahami dan diterima pasien. Jika belum,
dokter harus mengulangi lagi uraiannya sampai pasien memahami benar. Dokter tidak
boleh berusaha mempengaruhi atau mengarahkan pasien untuk menerima dan
menyetujui
tindakan
medis
yang
sebenarnya
diinginkan
dokter.
Pada
hakikatnya Informed consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien
tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada
kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya
sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed consent secara tertulis hanya
merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Tujuan penjelasan
yang lengkap adalah agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan
pilihan dia sendiri (informed decision). Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak
tindakan medis yang dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter
lain (second opinion),dan dokter yang merawatnya.
Yang berhak memberikan persetujuan atau menyatakan menolak tindakan
medis pada dasarnya, pasien sendiri jika ia dewasa dan sadar sepenuhnya. Namun,
menurut Penjelasan Pasal 45 UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut di atas, apabila
pasien sendiri berada di bawah pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan
medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat, antara lain suami/isteri, ayah/ibu
kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung. Dalam keadaan gawat
darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun,
setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan, segera diberikan
penjelasan dan dibuat persetujuan.
Informed consent dapat diberikan secara tertulis, secara lisan, atau secara
isyarat. Dalam bahasa aslinya, yang terakhir ini dinamakan implied consent. Untuk
tindakan
medis
dengan
risiko
tinggi
(misalnya
pembedahan
atau
5.
6.
paling penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling
utama
adalah
tindakan
menyelamatkan
nyawa.
Walaupun
tetap
penting,
namun Informed consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi
pelaksanaan emergency care sebab dalam keadaan kritis dimana dokter berpacu
dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan sampai pasien
benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta memberikan keputusannya.
Dokter juga tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu kedatangan keluarga
pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian tidak menyetujui tindakan
medik.
Hal
ini
dijabarkan
dalam
PerMenKes
Nomor
emergency tidak
diperlukan
Informed
consent.
Ketiadaan informed
2.
3.
4.
2.
3.
lain.
Kedua belah pihak, baik dokter maupun pasien harus sama-sama beritikad
4.