Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Edema paru
merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.

Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema paru di
dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan
secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita Edema. Di Jerman
6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat
di dalam merawat klien edema paru secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual.

Penyakit Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit
tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate
(IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66
(tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

Dari uraian di atas, maka kami rasa perlu dilakukan pemahaman lebih dalam guna mengetahui
bagaimana sebenarnya proses patofisiologi edema paru hingga bagaimana cara menangani pasien
dengan edema paru sebagai perawat berdasar pada diagnosa diagnosa keperawatan yang muncul
akibat edema paru.

B. RUMUSAN MASALAH

1.

Apa definisi edema paru?

2.

Bagaimana etiologi edema paru?

3.

Apa klasifikasi edema paru?

4.

Bagaimana manifestasi klinis dari edema paru?

5.

Bagaimana patofisiologi terjadinya edema paru?

6.

Bagaimana diagnosis penunjang edema paru?

7.

Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan edema paru?

8.

Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami edema paru?
C. TUJUAN

1.

Mengetahui definisi edema paru

2.

Mengetahui etiologi edema paru

3.

Mengetahui klasifikasi edema paru

4.

Mengetahui manifestasi klinis dari edema paru

5.

Mengetahui patofisiologi terjadinya edema paru

6.

Mengetahui diagnosis penunjang edema paru

7.

Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan edema paru

8.

Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami edema paru
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam
pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluhpembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam
plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).

Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang
langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong
udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah
yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan
keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara
ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya.

Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan
intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru
yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran
limfatik.

Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini
terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam
kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena
alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan olahraga
atau hidup pada ketinggian tinggi.

B. ETIOLOGI

1.

Ketidak-seimbangan Starling Forces :


a)

Peningkatan tekanan kapiler paru :

Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).

Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.

Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria

pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

b)

Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday,

penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

c)

Peningkatan tekanan negatif intersisial :

Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan

dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

d)

Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

2.

Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)

a)

Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

b)

Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb).

c)

Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).

d)

Aspirasi asam lambung.

e)

Pneumonitis radiasi akut.

f)

Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

g)

Disseminated Intravascular Coagulation.

h)

Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

i)

Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

j)

Pankreatitis Perdarahan Akut.

3. Insufisiensi Limfatik :
a)

Post Lung Transplant.

b)

Lymphangitic Carcinomatosis.

c)

Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

4. Tak diketahui/tak jelas

a)

High Altitude Pulmonary Edema.

b)

Neurogenic Pulmonary Edema.

c)

Narcotic overdose.

d)

Pulmonary embolism.

e)

Eclampsia

f)

Post Cardioversion.

g)

Post Anesthesia.

h)

Post Cardiopulmonary Bypass.

C. KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik. Hal ini
penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan
oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh
adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Khronik.

Cardiogenic pulmonary edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung.
Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak
kuat lagi memompa.

Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah
dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan
oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan
penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep
jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam

pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:

Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang
mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah.

kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru,
penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.

Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan
penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orangorang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan
cairan tubuh.

High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke
ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.

Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau
operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan
neurogenic pulmonary edema.

Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary
edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah
yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang
cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh
(unilateral pulmonary edema).

Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis
aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication,
terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin
termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut
yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa
infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

D. PATOFISIOLOGI

Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalanpersoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas
dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh
banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic
pulmonary edema.

Pathway: Download disini


E. MANIFESTASI KLINIK

Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan
yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai
penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin
termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas
yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.

Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan
pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin
mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek
yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:

Stadium 1.

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di
paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya
berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan,
kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup
pada saat inspirasi.

Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian
pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan
cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah
basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan
hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and
Braunwald, 1988).

Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun
percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan
kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan
bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan
mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan
edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya
pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau
kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru
sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

F. DIAGNOSA PENUNJANG

Pemeriksaan Fisik

Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.

Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru,

kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut
sebagai asma kardiale.

Takikardia dengan S3 gallop.

Murmur bila ada kelainan katup.

Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,

tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
ditemukan.

Laboratorium

Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.

Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.

Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB,

Troponin T), angiografi koroner.

Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada
yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh
darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang
menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh strukturstruktur tulang dari dinding dada.

X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih
pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary
edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi
yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli
sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal
tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.

Gambaran Radiologi yang ditemukan :

Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)

Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)

Kranialisasi vaskuler

Hilus suram (batas tidak jelas)

Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Gambar hasil radiologi: Download disini

Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel

(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan
dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.

Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)

Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary
edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini
adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan
dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar
dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema.
Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai
penyebabnya.

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang
disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang ruang sisi
kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabangcabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan
secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge
pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic
pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-

cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data
dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

G. PENATALAKSANAAN

Posisi duduk.

Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.

Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa

dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau
tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal,
suction, dan ventilator.

Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10 menit. Jika

tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB.

Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1

ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan
klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai
tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).

Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau

dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau

Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai


respon klinis atau keduanya.

Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.

Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding

ventrikel / corda tendinae.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian
Identitas

Umur

: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda

Riwayat Masuk

Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan
demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada
trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien

Riwayat Penyakit Dahulu

Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru,
jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

Pemeriksaan fisik

1.

Sistem Integumen
Subyektif

Obyektif

: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat ,

suhu kulit meningkat, kemerahan

1.

Sistem Pulmonal
Subyektif

: sesak nafas, dada tertekan

Obyektif

: Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum

banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

1.

Sistem Cardiovaskuler
Subyektif

: sakit dada

Obyektif

: Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun,

Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

1.

1.

Sistem Neurosensori
Subyektif

: gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif

: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

Sistem Musculoskeletal
Subyektif

: lemah, cepat lelah

Obyektif

: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris

pernafasan

1.

1.

Sistem genitourinaria
Subyektif

Obyektif

: produksi urine menurun/normal,

Sistem digestif
Subyektif

: mual, kadang muntah

Obyektif

: konsistensi feses normal/diare

Studi Laboratorik :

1.

Hb

: menurun/normal

2.

Analisa Gas Darah

: acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon

darah meningkat/normal
3.

Elektrolit

: Natrium/kalsium menurun/normal

Diagnosa yang mungkin muncul

1.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas

2.

Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar

3.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap
pemasangan selang endotrakeal

4.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung

5.

Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan


terhadapprosedur medis

6.

Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap pemasangan alat
bantu nafas

7.

Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder terhadap


pemasangan alat bantu nafas

8.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotrakeal


Rencana Tindakan: Download disini
4.

Implementasi

Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian
dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

5.

Evaluasi:

Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat
diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang
sebelumnya tidak berhasil

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. Edema paru
disebabkan oleh ketidakseimbangan starling forces, perubahan permeabilitas membran alveolarkapiler (adult respiratory distress syndrome), insufisiensi limfatik, dan penyebab yang tidak diketahui/
tak jelas. Edema paru dibedakan menjadi 2 sebab kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema Paru
terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluhpembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Manifestasi klinis dari edema paru dibagi dalam
3 kategori yakni stadium 1, stadium 2, dan stadium 3.

Diagnosa penunjang untuk edema paru dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik, elektrokardiografi,
pemeriksaan laboratorium, pulmonary artery catheter (swan-ganz), ekokardiografi, dan pengukuran
plasma b-type natriuretic peptide (BNP). Untuk penatalaksaan pada pasien dengan edema paru
disesuaikan dengan gejala yang timbul.

B. SARAN

Dengan dibuatnya makalah edema paru ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para
pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses
asuhan keperawatan terutama pada pasien yang mengalami gangguan edema paru.

Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran
maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan
makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang
membutuhkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC


Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi kedua. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Ifan. 2010. Edema Paru. http://www.ifan050285.wordpress.com/. Lamongan 04 Oktober 2010. 13.00
WIB (access online)
Irmawan. 2010. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik Akut. http://www.duniakesehatan.com/. Lamongan 04 Oktober 2010. 13.30 WIB (access online)
Advertisements

Anda mungkin juga menyukai