Anda di halaman 1dari 26

PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Fitroh lubis


Nama Wahana : Puskesmas Muara Bulian
Topik : Hipertiroid
Tanggal Kasus : 27 Desember 2016
Nama Pasien : Ny.HY
No. RM : 3661
Tanggal Presentasi: Februari 2017
Pendamping : dr. Rita yuliana
Tempat Presentasi: Ruang pertemuan Puskesmas Muara Bulian
Obyektif Presentasi
Keilmuan
O Keterampilan
O Penyegaran
O Tinjauan Pustaka
Diagnostik
O Manajemen
O Masalah
O Istimewa
O Neonatus
O Bayi O Anak
O Remaja
Dewasa
O Lansia
O Bumil
Deskripsi: Wanita 55 thn dengan keluhan sering dada berdebar
Tujuan: Menentukan DiagnosisHipertiroidisme dan Penatalaksanaannya
Bahan bahasan
Tinjauan Pustaka
O Riset
Kasus
O Audit
Cara membahas
O Diskusi
Presentasi & diskusi
O E-mail
O Pos
Data Pasien
Nama : Ny. HY
No. Reg
Nama Klinik : Puskesmas Muara Telp. Terdaftar sejak
Bulian
Data utama untuk bahan diskusi

Diagnosis / Gambaran Klinis:


Pasien datang berobat tanggal 27 Desember 2016 mengeluh jantung sering berdebar
sejak 2 bulan lalu.
Keluhan muncul saat aktivitas ringan sehari-hari. Tidak mereda dengan istirahat.
Keluhan sesak maupun nyeri dada disangkal. Tangan sering gemetaran. Pasien merasa
mudah berkeringat dan cepat lelah walaupun tidak dalam suasana panas. Pasien juga
sering sulit tidur. Penglihatan ganda disangkal. Keluhan berat badan menurun
disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien memiliki riwayat darah tinggi
sejak 2 tahun lalu.
Vital Sign: TD 140/90 Nadi: 104x/menit reguler, HR : 104x/menit, RR: 18x/menit,

Temp: 36,5C
Berat Badan: 67 kg
Tinggi Badan: 160 cm
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kepala/Leher

: anemia (-), icterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-), eksopthalmus(-)


Pembesaran KGB leher -/-, teraba kelenjar Tiroid ukuran 4x4 cm,
terlihat saat posisi kepala tengadah, konsistensi padat kenyal,

berbatas tegas, tidak nyeri.


Thoraks
Cor
Pulmo
Abdomen

Extremitas

: simetris, retraksi (-)


: gallop (-), murmur (-), irregular (-)
: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/: Inspeksi

: Soepel

Auskultasi

: Bising usus +, normal

Perkusi

: Timpani, normal

Palpasi

: Turgor normal, massa (-), nyeri tekan (-)

: edema (-/-/-/-), akral hangat

Riwayat Kesehatan dan Pengobatan:


Pasien menderita hipertensi sejak 2 tahun terakhir dan mengkonsumsi obat anti
hipertensi (captopril 12,5 mg 2x1).

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidakada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.
Ibu pasien menderita kencing manis. Suami pasien meninggal karena sakit jantung

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan :


Pasien merupakan ibu rumah tangga

Daftar Pustaka
1. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006
2. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid, Hipitiroidisme
dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006
3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta .
2003.
4. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.2001
5. National Endocrine and MetabolicDiseases Information Service. Hyperthyroidsme.
2007; 573-582
6. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
2009
7. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938
8. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4

9. Brand, Frans. A Critical Review and Meta-Analysis of The Association Between Overt
Hyperthyroidsm and Mortality. 2011; 491-497
10. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17
Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1. Media
Aesculapius : Jakarta
Hasil Pembelajaran
1. Dapat mengetahui definisi Hipertiroid
2. Dapat menentukan diagnosis Hipertiroid
3. Dapat menentukan penatalaksanaan yang tepat untuk Hipertiroidisme
SUBYEKTIF
Pasien datang berobat tanggal 27 Desember 2016 mengeluh dada sering berdebar
sejak 2 bulan lalu.
Keluhan muncul saat aktivitas ringan sehari-hari. Tidak mereda dengan istirahat.
Keluhan sesak maupun nyeri dada disangkal. Tangan sering gemetaran. Pasien merasa
mudah berkeringat dan cepat lelah walaupun tidak dalam suasana panas. Pasien juga
sering sulit tidur. Penglihatan ganda disangkal. Keluhan berat badan menurun
disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Pasien menderita hipertensi Sejak 2 tahun terakhir dan mengkonsumsi obat anti
hipertensi (captopril 12,5 mg 2x1). Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki
keluhan yang sama seperti pasien. Ibu pasien menderita kencing manis. Pasien
merupakan ibu rumah tangga.
OBYEKTIF
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
Vital Sign: TD 140/90 Nadi: 104x/menit reguler, HR : 104x/menit, RR: 18x/menit, Temp:
36,5C
Berat Badan

: 67 kg

Tinggi Badan

: 160 cm

Keadaan umum : cukup


Kepala/Leher

: anemia (-), icterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-), eksopthalmus (-)
Pembesaran KGB leher -/-, teraba kelenjar Tiroid ukuran 4x4 cm,
terlihat saat posisi kepala tengadah, konsistensi padat
berbatas tegas, tidak nyeri.

kenyal,

Thoraks
Cor

: simetris, retraksi (-)


: S1,S2 tunggal, ekstrasistole (-), gallop (-), murmur (-)

Pulmo
Abdomen

Extremitas

: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/: Inspeksi

: Soepel

Auskultasi

: Bising usus +, normal

Perkusi

: Timpani, normal

Palpasi

: Turgor normal, massa (-), nyeri tekan (-)

: edema (-/-/-/-), akral hangat basah merah

ASESSMENT
Hipertiroid
Hipertiroid atau disebut juga Tirotoksikosis merupakan kondisi terlalu banyaknya
hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid di dalam tubuh. Kondisi ini akan
menyebabkan gangguan pada metabolisme tubuh. Kelebihan hormon tiroid menyebabkan
proses metabolik dalam tubuh berlangsung lebih cepat.
Gejala dan tanda hipertiroid yaitu: hiperaktivitas, palpitasi, takikardia, berat badan turun,
nafsu makan meningkat, tidak tahan panas, keringat berlebihan, mudah lelah, sukar tidur,
sering buang air besar, gangguan reproduksi (oligomenore/amenore dan libido turun), tremor
halus, pembesaran kelenjar tiroid, kulit hangat dan basah, rambut rontok
Diagnosis Hipertiroid pada kasus ini ditegakkan dari:
1. Keluhan palpitasi, keringat berlebihan, tidak tahan panas, .
2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi, takikardia, pembesaran kelenjar Tiroid,
akral hangat dan basah.
PLANNING
Diagnosis:

Tes Hormon Tiroid : Pemeriksaan konsentrasi tiroksin bebas di dalam plasma (serum
free T4 & T3 meningkat dan TSH sedikit hingga tidak ada
T3

: 7,4 mmol/l

T4
TSH
EKG

> 320 mmol/l


<0.05 IU/ml
: Untuk menentukan kelainan penyulitnya

Pengobatan:
Propylthiouracil 3 x 100 mg
Propanolol 2 x 10 mg
Captopril 2 x 12,5 mg
Rujuk Poli Penyakit Dalam RSUD HAMBA
Pendidikan
-

Mengedukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya


Mengedukasi kepada pasien terapi obat yang akan dilakukan
Mengedukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kontrol dan minum obat.

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan
pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertana
dan kedua. Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan
kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan
gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat
inilah yang digunakan klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan
dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berkuran panjang
2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan
masukan yodium. Pada orang dewas beratnyab berkisar antara 10-20 gram. Vaskularisasi
kelenjar tiroid termasuk amat baik. A tiroidea superior berasal dari a.karotis komunis atau

a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia dan a.tiroid ima berasal dari a.brakiosefalik
salah satu cabang dari arkus aorta. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler
dan limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang manyatu di
permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid
diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit, dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat
sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar1,2.

METABOLISME HORMON TIROID


Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang keduanya harus
diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, disintesis dalam jumlah
memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam mekanan. Dipihak
lain, iodium diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan.
Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut4 :
1. Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam
koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks Golgi/retikulum endoplasma sel
folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini
diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari
sel folikel ke dalam koloid melalui eksositosis (langkah 1)
2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui
suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping mechanism, suatu protein
pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak di membran luar sel
folikel (langkah 2). Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien

konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensisntesis hormon tiroid. Selain untuk sintesis
hormon tiroid, iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.
3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam molekul
tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT)
(langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT)
(langkah 3b).
4. Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium
untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung
dua atom iodiumir) menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk
hormon tiroid dengan empat iodium (langkah 4a). Penggabungan satu MIT (dengan satu
iodium) dan sati DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan
tiga iodium) (langkah 4b). Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul MIT.
Pengaluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan proses yang
agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan T3 tetap terikat ke molekul
tiroglobulin.
Kedua, hormon-hormon ini disimpan di tempat ekstrasel pedalaman, lumen folikel, sebelum
dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka harus diangkut
menembus folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada dasarnya melibatkan penggigitan
sepotong koloid oleh sel folikel sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagianbagiannya dan peludahan T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang
sesuai untuk mengeluarkan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukan sebagian dari kompleks
hormon tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid (langkah 5). Di dalam sel, butirbutir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian
memisahkan hormon tiroid aktif secara biologid, T4 dan T3 serta iodotirosin yang nonaktif, MIT
dan DIT (langkah 6). Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati
membran luar sel folikel dan masuk ke dalam darah (langkah 7a). MIT dan DIT tidak memiliki
nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang sangat cepat mengeluarkan iodium
dari MIT dan DIT, sehingga iodium yang dibebaskan dengan didaur ulang untuk sintesis lebih
banyak hormon (langkah 7b) enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya
dari MIT dan DIT, yang tidak berguna, bukan dari T4 dan T34.
Sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau diaktfkan, melalui
proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari

sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran iodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3
adalah bentuk hormon tiroid yang secara bilogis aktif ditingkat sel, walaupun tiroid
mengeluarkan lebih banyak T44.
Setelah dikeluarkan di dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik dengan cepat
berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang daro 0,1% T4 tetap
berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa
hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan
mampu menimbulkan suatu efek. Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikat
hormon tiroid : globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secra selektif
mengikat hormon tiroid (55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi, walaupun namanya
hanya menyebutkan secara khusus tiroksin (T4) ; albumin yang secara non selektif mengikat
banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan thyroxine-binding
prealbumin yang mengikat sisa 35% T44.

EFEK METABOLIK HORMON TIROID


Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh
termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme berpengaruh atas
berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara alin seperti di bawah ini2,4 :

1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan temperatur suboptimal) dan kalorigenik
2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam
dosis besar bersifat katabolik
3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal meningkat,
cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis dan degradasi
insulin meningkat.
4. Metabolisme lipid. Meski t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi
kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada
hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidsm kolesterol total,
kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.
Sehingga pada hipotiroidsme dapat dijumpai karotenemia, kulit kekuningan.
6. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatinin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus
gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare, gangguan faal
hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroid.
7.
EFEK FISIOLOGIK HORMON TIROID
Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya menghasilkan
panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak dan susunan saraf yang
melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenergik yang bertambah. Tetapi
ada juga efek yang nongenomik misalnya meningkatnya transpor asam amino dan glukosa,
menurunnya enzim tipe-2 5-deyodinasi di hipofisis. Efek fisilogi dapat berupa2,4 :
1. Pertumbuhan Fetus. Sebelum mi 11 tiroid fetus belum bekerja, juga TSHnya. Dalam
keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid bebas yang masuk fetus amat
sedikit, karena di inaktivasi di plasenta. Meski amat sedikit krusial, tidak adanya hormon
yang cukup menyebabkan lahirnya bayi kretin (retardasi mental dan cebol).
2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas. Kedua peristiwa
diatas dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase disemua jaringan kecuali otak, testis dan
limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid menurunkan kadar superoksida
dismutase hingga radikal bebas anion superoksida meningkat.
3. Efek Kardiovaskular. T3 menstimulasi a). Transkripsi miosin hc-B dan menghambat
miosin hcB, akibatnya kontraksu otot miokard menguat. b). Transkripsi Ca2+ ATPase di
retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus diatolik. c). Mengubah konsentrasi protein

G,b reseptor adrenergik, sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek yonotropik
positif. Secara klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardi.
4. Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard, otot skelet,
lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya reseptor adrenergik alfa
miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin amat tinggi pada hipertiroidsme dan
sebaliknya pada hipotiroidsme.
5. Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidsme menyebabkan
eritopoesis dan produksi eritopoetin meningkat. Volume darah tetap namun red cell turn
over meningkat.
6. Efek Gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat. Kadang ada diare.
Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung melambat. Hal ini dapat
menyebabkan bertambah kurusnya seseorang.
7. Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resprbsi tulang lebih terpengaruh dari pada
pembentukannya. Hipertiroidisme dapat menyebabkan osteopenia. Dalam keadaan berat
mampu menghasilkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda hidroksiprolin dan
cross-link piridium.
8. Efek neuromuskular. Turn over meningkat juga menyebabkan miopati disamping
hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi serta relaksasi otot meningkat
(hiperfleksia).
9. Efek Endokrin. Hormon tiroid meningkatkan metabolik turn-over banyak hormon serta
bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah 100 menit pada orang normal
tetapi menurun jadi 50 menit pada pada hipertiroidsme dan 150 menit pada
hipotiroidsme. Untuk ini perlu diingat bahwa hipertiroidsme dapat menutupi (masking)
atau memudahkan unmusking kelainan adrenal.
PENGATURAN FAAL KELENJAR TIROID
Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu oleh4 :
1. Autoregulasi
Seperti disebutkan di atas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pada pemberian yodium
banyak dan akut, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Efek ini bersifat selflimiting.
Dalam beberapa keadaan mekanisme escape ini dapat gagal dan terjadilah hipotiroidisme
2. TSH
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Efek pada tiroid akan terjadi dengan
ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel. Sinyal selanjutnya terjadi

lewat protein G (khusus Gsa). Dari sinilah terjadi perangsangan protein kinase oleh
cAMP untuk ekspresi gen yang penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg,
pertumbuhan sel tiroid dan TPO, serta faktor transkripsi TTF1, TTF2 dan PAX8. Efek
klinisnya terlihat sebagai perubahan morfologi sel, naiknya produksi hormon, folikel dan
vaskularisasinya bertambah oleh pembentukan gondok dan peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya (mekanisme umpan balik) sedang
TRH mengontrol glikosilasi, aktivitas dan keluarnya TSH. Beberapa obat bersifat
menghambat sekresi TSH : somatostatin, glukokortikoid, dopamin, agonis dopamin
(misalnya bromokriptin), juga berbagai penyakit kronik dan akut.
Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun, TSHr ditempati dan dirangsang oleh
imunoglobulin, antibodi-anti-TSH (TSAb = thyroid stimulating antibody, TSI = thyroid
stimulat-ing immunoglobulin), yang secara fungsional tidak dapat dibedakan oleh TSHr
dengan TSH endogen. Rentetan peristiwa selanjutnya juga tidak dapat dibedakan dengan
rangsangan akibat TSH endogen.
3. TRH
TRH melewati median eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan lewat sistem
hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH meningkat. Meskipun tidak
ikut menstimulasi keluarnya growth hormone dan ACTH, tetapi TRH menstimulasi
keluarnya prolaktin, kaddang-FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar
tiroid mengalami hiperplasi dan hiperfungsi.
Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme umpan balik),
TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta stres dan sakit berat (non
thtoidal illness). Kompensasi penyesuaian terhadap proses umpan balik ini banyak
memberi informasi klinis, sebagai contoh, naiknya TSH serum sering menggambarkan
produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid yang kurang memadai, sebaliknya respon
yang rata (blunted response) TSH terhadap stimulasi TRH eksogen menggambarkan
supresi kronik ditingkat TSH karena kebanyak hormon, dan sering merupakan tanda dini
bagi hipertiroidisme ringan atau subklinis.
HIPERTIROID
Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi lebih banyak
hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut juga tirotoksikosis. 1 persen

populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita hipertiroid. Wanita lebih banyak
mengalami kejadian ini dibandingkan dengan pria5.
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme. Tirotoksikosis
ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidsme
adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya
manifestasi kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang
makin penuh6.
ETIOLOGI HIPERTIROID
Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah7,8 :
1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir sama dengan TSH dan
menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih banyak dalam tubuh.
2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang terdapat pada
tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7% populasi memiliki resiko
terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif dan menghasilkan banyak
hormon tiroid. Suatu nodul yang hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila
melibatkan banyak nodul yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular
toksik. Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik dapat
memproduksi lebih banyak hormon tiroid.
3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan

hipertiroidisme.

Tiroiditis

tidak

menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal itu


menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang meradang
dan meningkatkan kadar hormon dalam darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang dapat
diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.

b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditispostpartumdiyakinikondisi autoimundan menyebabkanhipertiroidismeyang
biasanya

berlangsungselama

sampai2

bulan.Kondisi

iniakan

terulang

kembalidengankehamilan berikutnya.
4. PenggunaanYodium Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid,
sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah hormon tiroid yang
dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi sejumlah besar yodium dapat
menyebabkan tiroid untuk membuat hormon tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah
yodium yang berlebihan terkandung dalam obat-seperti amiodarone, yang digunakan
untuk mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung banyak
yodium.
5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid. Beberapa orang yang menderita hipotiroid
akan mengkonsumsi hormon tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan
kelebihan hormon tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan
sekresi hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah dengan konsultasi
pada tenaga kesehatan

MANIFESTASI KLINIS
Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves2
Sistem
Gejala dan Tanda
Sistem
Gejala dan Tanda
Umum
Tak tahan hawa Psikis dan saraf
Labil.
Iritabel,
panas,

hiperkinesis,

tremor,

psikosis,

capek,

BB

tumbuh

turun,

nervositas,

paralisis

cepat,

periodik dispneu

toleransi obat, youth


Gastrointestinal

Muskular

fullness
Hiferdefekasi, lapar, Jantung

hipertensi,

makan banyak, haus,

palpitasi,

muntah,

jantung

disfagia,

splenomegali
Rasa lemah

Darah dan limfatik

Oligomenorea,
amenorea,
turun,

Kulit

Skelet
libido

infertil,

gagal

Limfositosis, anemia,
splenomegali,

Genitourinaria

aritmia,

leher

membesar
Osteoporosis, epifisis
cepat menutup dan
nyeri tulang

ginekomastia
Rambut
rontok,
berkeringat,

kulit

basah, silky hair dan


onikolisis

PEMERIKSAAN PENUNJANG5
-

Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul

infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)


Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit

Graves dengan komponen nodosa


EKG
Foto torak

Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :

DIAGNOSIS
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk ini telah dikenal
indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti.
Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis,
status tiroid dan etiologi6.

Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total) (dalam keadaan
tertentu sebaiknya fT4 dan fT3 dan TSH, ekskresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji tangkap,
sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine needle aspiration biopsy), antibodi tiroid
(ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua diperlukan6,8.
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada pemantauan cukup
diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan membaik. Hal ini karena
supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid sehingga lamban putih (lazy pituitary).
Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksoftalmeter Herthl. Karena hormon
tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada semua organ
kita.

Pada kelompok usia lanjut dan tanda tanda tidak sejelas pada usia muda, malahan dalam
beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal : a). Berat bedan menurun
mencolok (usia muda 20% justru naik) b). Nafsu makan menurun, mual, muntah dan sakit perut
c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering merupakan gejala awal dari occult
hyperthyroidism, takiartmia d). Lebih jarang dijumpai takikardia (40%) e). Eye signs tidak nyata
atau tidak ada f) bukannya gelisah justru apatis (memberi gambaran masked hyperthyroidsm dan
apathetic form)10.
DIAGNOSIS BANDING
-

Hipertiroidsme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik,


metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma oavarii, mutasi reseptor TSH, obat :

kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)6


Tiroroksikosis tanpa hipertiroidsme : tiroiditis subakut, tiroiditis silent, destruksi tiroid
(karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan

(tirotoksikosis factitia)6
Hipertiroidsime sekunder : adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom reisistensi
hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksigosis gestasional6

PENATALAKSANAAN
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia
pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta
penyakit lain yang menyertainya.2,6
Obat obatan
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol
dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama
dengan metimazol.

Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi
intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan
cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin,
mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan
mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan
perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke
T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera
hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis
hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu
pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat
anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat
berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali
dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis
pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam.
Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari.
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada fase
akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal
sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 20 mg perhari. (2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada
beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan
metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama.
Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia.
Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari
dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis
eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan

efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal,
tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat,
aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping, yaitu
agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil), gangguan
fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan.
Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan
Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif..
Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi
perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti
Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan
Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai terapi
perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang
kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian
penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya
dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi.
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti dengan
obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya. Evaluasi pengobatan
perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang tidak
bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan
sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat
selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat
mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang
masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan
hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang
diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid dosis rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.

Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3 toksikosis),
karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar TSH akan tetap
rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai.
Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar
tiroid, dan mata.
b. Obat Golongan Penyekat Beta
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk
mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor,
cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek
antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3
melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya
berkisar 80 mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja
lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50
mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang
dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih
jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan
penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung
yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan
bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat
monoamin oksidase.
c. Obat-obatan Lain
Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast, potassium
perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid,
tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat
tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau
setelah terapi iodium radioaktif.

Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan ukuran
kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid (OAT)
mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan
sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah
angka kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai
90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan,
kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi didalam
makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons terapi,
dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.
Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin
Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara kombinasi
OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa angka
kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok penderita yang mendapat terapi
kombinasi methimazole dan tiroksin., dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang
hanya mendapatkan terapi methimazole.
Protokol pengobatannya adala hsebagai berikut:
Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan, selanjutnya 10
mg perhari ditambah tiroksin 100 g perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi tiroksin
saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi methimazole dengan dosis dan cara yang
sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada
kelompok yang mendapat terapi kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini
mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan
molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang
pembentukan antibody terhadap reseptor TSH.
Dengan kata lain, dengan mengistirahatkan kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin
eksogen eksogen (yang menekan produksi TSH), maka reaksi imun intratiroidal akan dapat
ditekan, yaitu dengan mengurangi presentasi antigen. Pertimbangan lain untuk memberikan

kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian dosis OAT untuk menghindari
hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama bila digunakan OAT dosis tinggi.
Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang besar.
Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT
(biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan
Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi
vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat
mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati Graves
yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan ,
dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid.
Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami
tiroidektomi pada penyakit Graves.
Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi
pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.
Terapi Yodium Radioaktif :
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun yang
lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi partikel beta
dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa
efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis
seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik.
Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan tingkat
radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini
(dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun. Iodine131 dengan cepat dan
sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat pula terakumulasi
didalam kelenjar tiroid.

Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara pengobatan ini aman , tidak mengganggu
fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada
bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau menyusui. Pada
pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif perlu dipastikan dulu bahwa
yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi absolut
pengobatan dengan yodium radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat,
bahkan ada yang berpendapat bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih
untuk pasien hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini seringkali
kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh. Reaksi
alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam dosis I131
yang diberikan sangat kecil, hanya1 mikrogram. Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 12
minggu, dan bila perlu terapi dapat diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat
diberikan obat-obat penyekat beta dan OAT. Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif
terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis
kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan sehari-hari.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme.
Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis; makin besar dosis yang
diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 Ci/g berat jaringan tiroid, didapatkan
angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun pertama dan sekitar 3% untuk tiap
tahun berikutnya.
Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah :
- memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya antigen tiroid dan
peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH), dapat dicegah dengan pemberian
kortikosteroid sebelum pemberian I131
- hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat jarang terjadi)
- gastritis radiasi (jarang terjadi)

- eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak (leakage) pasca
pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka sebelum minum yodium radioaktif
diberikan OAT terutama pada pasien tua dengan kemungkinan gangguan fungsi jantung.
Setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3 sampai 6 bulan
pertama; setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup dipantau setiap 6 sampai 12 bulan
sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya hipotiroidisme.
Pengobatan oftalmopati Graves
Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam
menangani oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata dapat diatasi
dengan larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk mencegah dan mengobati keratitis.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan menghentikan merokok, menghindari cahaya yang
sangat terang dan debu, penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan
untuk mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan adekuat.
Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti kortikosteroid dan
siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid. Tindakan lainnya adalah radioterapi dan
pembedahan rehabilitatif seperti dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi
kelopak mata. Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien
yang eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody antireseptor TSH
dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis. Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan
untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab kelainan orbita lainnya.
Pengobatan krisis tiroid
Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme (menghambat
produksi hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat konversi T4 menjadi T3,
pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan plasmafaresis), normalisasi dekompensasi
homeostatic (koreksi cairan, elektrolit dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.

Penyakit Graves Dengan Kehamilan


Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai keadaan
hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin pada hipertiroidisme
yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan status eutiroidisme yang belum
tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan dosis terendah yang dapat mencapai kadar FT-4
pada kisaran angka normal tinggi atau tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding
metimazol pada wanita hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke janin melalui plasenta
lebih sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi dengan tiroksin tidak dianjurkan,
karena akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di samping karena sebagian tiroksin
akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan hipotiroidisme. Evaluasi klinis dan biokimia
perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada trimester ketiga. Pada periode tersebut, kadangkadang - dengan mekanisme yang belum diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan
peningkatan kadar thyrotropin receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi
spontan, dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang masih
memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman.
KOMPLIKASI
Krisis tiroid : mortalitas
Penyakit Graves : Penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati graves, dermopati graves
infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%

Anda mungkin juga menyukai