Askep Kejang Demam 2 PDF
Askep Kejang Demam 2 PDF
DISUSUN OLEH :
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMIPADA AN.
SDENGAN FEBRIS CONVULSION DI BANGSAL
FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
NIM
: P.10077
Program Studi
: DIII Keperawatan
DENGAN
FEBRIS
CONVULSION
DI
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasi karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
ARIFIN PUGUH W
NIM. P.10077
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama
NIM
: P.10077
Program studi
: DIII Keperawatan
Judul
:ASUHAN
KEPERAWATAN
HIPERTERMI
PADA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di
: Surakarta
Hari/tanggal
(....)
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMIPADA
AN. S DENGAN FEBRIS CONVULSION DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD
KABUPATEN SUKOHARJO.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Setiyawan,S.Kep.,Ns., selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns., selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yng telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns., selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Tyas Ardi, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husaa
Surakarta yang telah memberikan bimbingn dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku (Bapak Haryanto dan Ibu Sri Endah Wati), kakek dan
nenekku,
vi
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................
iii
iv
viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................
LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ........................................................................
B. Pengkajian ..............................................................................
10
11
12
14
viii
16
25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Kania (2007),febris covulsion atau yang biasa disebut kejang
demam, merupakan penyakit neurologi pada anak yang paling sering terjadi
dan memerlukan kecermatan diagnosis dalam memberikan penanganan secara
keseluruhan. Beberapa faktor diduga menjadi penyebab kejang demam salah
satunya faktor genetika.
Kejang demam (febris covulsion) adalah perubahan aktifitas motorik
atau behavior yang bersifat paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari
aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh.
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kejang demam
sederhana (simple febris convulsion) biasanya berlangsung beberapa detik
dan jarang sampai 15 menit, serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam kompleks (complex febris convulsion) adalah kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit, terjadi kembali dalam waktu 24 jam. Kejang
demam kompleks dan kelainan struktural otak berkaitan dengan peningkatan
resiko terjadinya epilepsi (Widagdo, 2008).
Diperkirakan sebanyak 2 sampai 4 persen kejang demam terjadi
dibeberapa negara didunia. Angka kejadian kejang demam di Asia dilaporkan
lebih tinggi, kira-kira 20 persen kasus merupakan kejang demam kompleks.
Umumnya kejang demam timbul pada usia 17 sampai 23 bulan dan
kebanyakan terjadi pada anak laki-laki. Hasil rekam medis Rumah Sakit Anak
1
dan Bunda Harapan Kita Jakarta pada tahun 2008-2010, terdapat 86pasien
dengan kejang 41 (47,7 persen) pasien diantaranya mengalami kejang
berulang (Dewanti dkk, 2012).
Peningkatan suhu abnormal dalam rentang temperatur yang sempit,
370 C ( 98,60 F) 10 C dapat menimbulkan kerusakan dengan efek yang
permanen, seperti kerusakan otak sehingga bisa menyebabkan kematian.
Tubuh dapat secara sementara mengatur temperatur melalui mekanisme
tertentu, seseorang akan menggigil ketika bergerak dari lingkungan yang
hangat ke lingkungan yang bersuhu dingin. Timbulnya respon adaptif dapat
secara sementara meningkatkan temperatur tubuh (Perry dan Potter, 2005).
Teori konsep kebutuhan dasar manusia,pemenuhan kebutuhan
pengaturan suhu tubuh termasuk dalam kebutuhan fisiologis yang merupakan
hal yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Kebutuhan dasar
manusia secara fisiologis memiliki prioritas tertinggi daripada kebutuhan
dasar manusia lainnya, seperti kebutuhan rasa aman dan keselamatan,
kebutuhan rasa cinta memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri. Apabila kebutuhan dasar tidak tidak terpenuhi,
maka akan muncul suatu kondisi patologis salah satunya adalah hipertermi
(Mubarak dan Chayatin, 2008).
Hasil pengkajian yang dilakukan penuis pada An. S dengan Febris
Convulsion di bangsal flamboyan RSUD Sukoharjo, didapatkandata :Ny.
Smengatakan badan An. S panas dan saat di IGD disertai kejang dengan mata
melotot ke atas kurang lebih 1 menit, keadaan umum klienlemah,
dengan
KEPERAWATANHIPERTERMIPADA
judul
ASUHAN
AN.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan kasus hipertermi pada An. S denganfebris convulsion di
bangsal flamboyan RSUD Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajianhipertermi pada An. S dengan
febris convulsion.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatanhipertermi pada An.
S dengan febris convulsion.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatanhipertermi pada
An. S dengan febris convulsion.
d. Penulis mampu melakukan implementasihiperterni pada An. S dengan
febris convulsion.
C. Manfaat Penulisan
a. Bagi penulis
Sebagai sarana dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman
khususnya dibidang keperawatan anak dan sebagai sarana untuk
mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan ke dalam
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada anakdengan
febris convulsion.
b. Bagi instansi
a. Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus febris
convulsion yang hasilnya dapat digunakan sebagai acuan bagi praktek
mahasiswa keperawatan.
b. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
penanganan pada anak dengan kasus febris convulsion dan dapat
memberikan sumbangan pemikiran dan informasi dibidang anak dalam
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan febris convulsion
c. Bagi masyarakat
Semoga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penanganan kejang
demam pada anak yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
dilingkungan masyarakat.
BAB II
LAPORAN KASUS
Pada bab ini berisi tentang laporan asuhan keperawatan yang dilakukan
pada An. S dengan febris convulsion selama 3 hari mulai tanggal 22 - 24 April
2013 di bangsal Flamboyan RSUD Sukoharjo. Adapun laporan kasus yang akan
dikemukakan pada bab ini adalah proses keperawatan yang meliputi, pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
A. Identitas Pasien
Pasien dengan inisialAn. S, berusia 2 tahun 7 bulan 4 hari, tanggal
lahir 18 September 2010 dengan diagnosa medis febris convulsion. Selama di
rumah sakit penanggung jawab dari An. S adalah Ny. S, berusia 47 tahun.
Pekerjaan Ny. S swasta, hubungan dengan klien adalah nenek. Bertempat
tinggal di Jumapolo, Karanganyar. An. S tinggal satu rumah dengan Ny. S.
B. Pengkajian
Hasil dari pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 April 2013
pukul 11.00 WIB di bangsal Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo dengan pengkajian yang dilakukan secara auto anamnesa dan allo
anamnesa.
pada An. S adalah sebagai berikut: berat badan An. S 11,5 kilogram, tinggi
badan 92 centimeter. Hasil pengukuran lingkar kepala 45,7 centimeter,
lingkar lengan atas 16 centimeter.
Hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada An.
S diperoleh data sebagai berikut: keadaan umum pasien lemah, rewel, tingkat
kesadaran klien sadar penuh (composmentis) dengan nilai Glasgow Coma
Scale (GCS) 15 (Eye = 4, Verbal = 5, Motorik = 6). Hasil pemeriksaan
didapatkan suhu tubuh 39,5o C, respirasi 30 kali per menit dengan irama
reguler, nafas dalam, nadi 110 kali per menit dengan irama teratur dan teraba
kuat.
Hasil pemeriksaan kepala mesochepal, kulit kepala bersih, tidak ada
ketombe, tidak ada luka dan warna rambut hitam. Pada mata skelera tidak
ikterik, warna kornea jernih, konjungtiva tidak anemis, gerakan mata normal.
Hidung simetris, tidak ada sekret dan tidak ada polip. Hasil pengkajian pada
mulut, bibir tidak sianosis, tidak ada luka, simetris, dan tidak sumbing. Pada
leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak terdapat kaku kuduk, arteri
karotis teraba kuat.
Hasil pemeriksaan pada paru-paru ekspansi dinding dada kanan dan
kiri sama, saat dipalpasi vocal premitus kanan dan kiri sama, hasil
perkusisonor, dan saat diauskultasi suara vesikuler. Pemeriksaan jantung
inspeksiictus kordis tidak tampak, saat dipalpasi IC teraba paling kuat pada
SIC V, hasil perkusi pekak dan saat diauskultasi bunyi jantung 1,2 murni
tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan abdomeninspeksi simetris, tidak ada
10
11
D. Perencanaan Keperawatan
Data yang diperoleh penulis dari pengkajian, setelah dianalisa muncul
suatu diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
Penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan, setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam,diharapkan tidak terjadi kenaikan
suhu tubuh dengan kriteria hasil anak tidak rewel, suhu tubuh dalam batas
normal 36,5-37,0 derajat celcius (Sigma, 2005), tidak terjadi kejang, akral
tidak hangat dan warna kulit tidak kemerahan.
Penulis merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
pada An. S antara lain pantau aktivitas kejang pasien dengan rasional untuk
membantu melokalisasi daerah otak yang terkena, pantau tanda-tanda vital
pasien dengan rasional mengetahui tanda-tanda vital dalam rentang normal,
ajarkan kompres air hangat dengan rasional memandirikan keluarga pasien
untuk mengatasi peningkatan suhu tubuh, ganti pakaian pasien dengan
pakaian yang tipis dengan rasional pengeluaran panas evaporasi dan
kolaborasi
pemberianantipiretik
dengan
E. Implementasi Keperawatan
rasional
meringankan
atau
12
13
An. S badannya masih panas, respon obyektif suhu 38,4 derajat celcius,
respirasi 33 kali per menit, nadi 117 kali per menit, akral teraba hangat, kulit
kemerahan, dan An. S terlihatrewel. Pukul 13.00 WIB penulis menganjurkan
pada Ny. S untuk melakukan kompres air hangat seperti yang telah diajarkan
kepada An. S.
Hari Rabu 24 April 2013 pukul 08.00 WIB mengobservasi tandatanda vital An. S, data subyektif Ny. S mengatakan An. S sudah tidak panas
dan data obyektif suhu An. S 37,0o C, respirasi 31 kali/menit, irama reguler,
nadi 109 kali/menit, irama reguler dan teraba kuat. Pukul 08.10 WIB
memberikan obat injeksi amoxilin 200mg dengan data subyektif Ny. S
mengatakan bersedia dan data obyektif obat amoxilin masuk melalui selang
infus. Pukul 10.00 WIB menjelaskan tentang 6 benar obat.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan dengan metode subyektif,
obyektif, assesment, planing (SOAP), setelah beberapa implementasi
dilakukan, penulis melakukan evaluasi yang dilakukan setiap hari pada An. S,
sehingga penulis dapat mengetahui masalah apa yang dapat teratasi dan
masalah apa yang belum dapat teratasi serta dapat dilakukan tindakan lebih
lanjut.
Evaluasi pada hari Senin 22 April 2013 diperoleh hasil data subyektif,
Ny. S mengatakan An. S badannya panas, sudah tidak kejang. Berdasarkan
14
hipertermia
belum
teratasi
sehingga
rencana
tindakan
15
16
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang ASUHAN
KEPERAWATAN HIPERTERMI PADA AN. S DENGAN FEBRIS
CONVULSION DI BANGSAL FLAMBOYAN DIRSUD SUKOHARJO.
Prinsip dari pembahasan ini dengan memfokuskan kebutuhan dasar
manusia di dalam asuhan keperawatan. Selain itu penulis akan membahas
kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan, merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap
berikutnya, kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang
terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan
(Rohmad dan Walid, 2012).
Kejang demam adalah perubahan aktifitas motorik dan behavior
yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas, akibat adanya
aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (Widagdo, 2012). Menurut Dewanti dkk (2012), menyebutkan
kejang demam terjadi karena kenaikan suhu rektal lebih dari 38 derajat
16
17
dewasa
yang
hanya
15
persen,
sehingga
mengubah
18
dapat terjadi fraktur, kerusakan jaringan lunak atau gigi cedera selama
kejang.Pada aktivitas dan kekuatan otot dapat terjadi keletihan,
kelemahan umum, perubahan tonus otot atau kekuatan otot. Mual,
muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, serta pada
integumen ditemukan akral hangat dan kulit kemerahan.
Menurut Widagdo (2006) kejang demam diklasifikasikan
menjadi 2 macam yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam dapatdikatakan kejang demamsederhana,
apabila
kejang
berlangsung
kurang
dari
15
menit,
tidak
19
Hasil pemeriksaan
Widagdo
(2012),
menyebutkan
bahwa
faktor
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah penilaian klinis tentang individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual
taupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
20
Masalah
keperawatan
hipertermi
tersebut
lebih
21
Hasil pemeriksaan suhu tubuh 39,5 derajat celcius, akral teraba hangat,
kulit kemerahan.
3. Intervensi
Intervensi adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi
dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan
sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan maslah
dengan efektif dan efisien (Rohmah dan Walid, 2012).
Setelah menentukan diagnosa keperawatan kemudian penulis
menyusun
teori.Setelah
rencana
dan
dilakukan
tindakan
keperawatan
tindakan
keperawatan
sesuai
selama
dengan
3x24
22
4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru
(Rohmah dan Walid, 2012).
Menurut Schartz (2005), memantau aktifitas kejang untuk
mengenali kasus kejang dan mengobservasi apabila terjadi kejang
berulang. Pada kasus kelolaan, An. S mengalami kejang kurang lebih 1
menit ketika di IGD dan tidak mengalami kejang berulang.
Memantau tanda-tanda vital, pengumpulan dan analisis data
kardiovaskuler, respirasi dan suhu tubuh untuk menentukan serta
mencegah komplikasi (Wilkinson, 2007). Pada An. S suhu 39,5o C,
respirasi 32 kali per menit, dengan irama reguler dan dalam, nadi 112
23
kali per menit, irama reguler dan teraba kuat, kulit teraba hangat,
warna kulit kemerahan.
Menurut Harold dalam jurnal
24
sama dengan anti konvulsan. Perlu diingat bahwa pada klien yang akan
mengalami kenaikan suhu dapat terjadi karena adanya infeksi seperti
faringitis, OMA (Otitis Media Akut) atau infeksi lainnya, sehingga
juga harus ada antibiotic misal amoxilin. Apabila belum ada antibiotik
pasien harus dibawa berobat karena tanpa antibiotik demam hanya
akan turun sebentar dan akan naik lagi. Disamping obat-obat tersebut
pasien perlu diberi banyak minum dan apabila suhu tinggi dapat
diberikan kompres dingin secara intensif.
Penatalaksanaan pada An. S yang mengalami peningkatan suhu
tubuh sebelum dirawat di RSUD Sukoharjo, hanya diberikan obat
syrup penurun panas antipiretik oleh Ny. S dan selama 2 hari suhu
badan An. S tidak turun.Hal tersebut membuktikan, bahwa
penatalaksanaan hipertermi secara farmakologispada kejang demam
memerlukan terapi antibiotik, seperti teori yang dijelaskan diatas.
Terapi yang diberikan pada An. S meliputi pemberian parasetamol 125
mg sebagai antipiretik melalui oral dan terapi injeksi amoxicilin 200
mg per 8 jam sebagai antibiotic. Hasil pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan laboratorium An. S terjadi infeksiyang ditandai dengan
peningkatan leukosit 22,4 103/L (normal 4-10 103/L).
5. Evaluasi
Evaluasi
adalah
penilaian
dengan
cara
membandingkan
25
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid,
2012).
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada An. S selama tiga
hari dari tanggal 22 sampai 24 April 2013 hasil evaluasi yang
didapatkan oleh penulis adalah masalah hipertemi yang terjadi pada
An. S sudah teratasi dibuktikan dengan data subjektif, Ny. S
mengatakan An. S sudah tidak kejang dan panas. Data objektif yang
mendukung hasil evaluasi An. S tampak tenang dan aktif bermain
boneka. Suhu tubuh 37,0 derajat celcius, nadi 116 kali permenit
dengan irama teratur dan kualitas kuat, respirasi 33 kali permenit
dengan irama reguler. Hasil analisa data masalah keperawatan
hipertermi pada An. S sudah teratasi sesuai dengan kriteria hasil
seperti, An. S sudah tidak rewel, suhu dalam rentang normal 36,5-37,0
derajat celcius (Sigma, 2005), An. S sudah tidak kejang dan warna
kulit tidak kemeraahan, sehingga intervensi dihentikan.
26
rewel, suhu
tubuh pasien 39,5 derajat celcius, warna kulit kemerahan dan akral
hangat.
b. Perumusan diagnosa keperawatan pada An. S dengan hipertermi
pada kasus febris convulsion adalah hipertermi berhubungan
dengan proses penyakit.
c. Perencanaan keperawatan pada An. S, meliputi pantau aktivitas
kejang pasien, pantautanda tanda vital pasien, ganti pakaian
dengan pakaian yang tipis, ajarkan kompres hangat dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik.
d. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada An. S dengan
febris convulsion meliputi memantau aktivitas kejang pasien,
memantautanda tanda vital pasien, mengganti pakaian pasien
dengan pakaian yang tipis, mengajarkan kompres hangat dan
mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan
antipiretik.
e. Hasil evaluasi yang dilakukan penulis pada hari ke 3 pada tanggal
24 April 2013 hasil evaluasi yang didapatkan oleh penulis adalah
masalah hipertemi yang terjadi pada An. S sudah teratasi
dibuktikan dengan data subjektif, Ny. S mengatakan An. S sudah
27
2. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan febris convulsion, penulis ingin memberikan masukan yang
positif dalam pengelolaan pasien meliputi :
a. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan pelayanan kesehatan dapat meningkatkan mutu
pelayanan terhadap pasien tanpa melihat latar belakang status
ekonomi pasien, menjalin hubungan yang baik dengan keluarga
pasien maupun tim kesehatan lainnya serta dapat menambah
fasilitas pelayanan yang menunjang.
28
mampu
meningkatkan
wawasan
dalam
29
DAFTAR PUSTAKA
30