Anda di halaman 1dari 21

Anemia Pada Ibu Hamil

Nama: Egi Nabila


NIM :
04011381419195

Defenisi
Anemia adalah kondisi dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%
(Wiknjosastro, 2002). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di
bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II ( Depkes
RI, 2009 ). Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin,
sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin
menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang
dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006 ).
Pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar
wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11 g/dl atau lebih. Atas alas an tersebut, Centers
for Disease Control (1990) mendefenisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl
pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua.
Tabel 1.
Nilai batas untuk anemia pada perempuan
Status Kehamilan
Tidak hamil

Hemoglobin (g/dl)
12,0

Hematokrit (%)
36

Hamil

Trimester 1

11,0

33

Trimester 2

10,5

32

Trimester 3

11,0

33

Penurunan sedang kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan pada wanita sehat yang
tidak mengalami defisiensi besi atau folat disebabkan oleh penambahan volume plasma yang
relative lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah.
Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam
sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua.
Frekuensi Anemia selama kehamilan sangat bervariasi, terutama bergantung pada apakah
selama hamil wanita yang bersangnkutan mendapat suplemen besi. Sebagai contoh, Taylor dkk.
(1982) melaporkan bahwa kadar hemoglobin pada aterm rata-rata mencapai 12,7 g/dl pada wanita
yang mendapat tambahan zat besi dibandingkan 11,2 g/dl pada mereka yang tidak mendapatkan
suplemen tersebut.
Etiologi

Semua kelainan yang menyebabkan anemia yang dijumpai pada wanita subur dapat menjadi
penyulit kehamilan. Penyebab yang menyebabkan anemia dalam kehamilan :

Yang didapat : anemia zat besi, anemia akibat perdarahan, anemia akibat radang atau keganasan,
anemia megaloblastik, anemia hemolitik didapat, anemia aplastk atau hipoplastik.

Yang diturunkan / herediter : talasemia, hemoglobinopati sel sabit, hemoglobinopati lain, anemia
hemolitik herditer.

Dua penyebab yang paling sering ditemukan adalah anemia akibat defisiensi zat besi dan akibat
perdarahan.
Tanda dan gejala Klinis
Manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa
juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia
bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi,
berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah,
lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.
Berkurangnya hemoglobin menyebabkan gejala-gejala urnum sepertikeletihan, palpitasi,
pucat, tinitus, dan mata berkunang-kunang disamping itu jugadijurnpai gejala tambahan yang
diduga disebabkan oleh kekurangan enzim sitokrom,sitikrom C oksidase dan hemeritin dalam
jaringan-jaringan, yang bersifat khasseperti pusing kepala, parastesia, ujung jari dingin, atropi papil
lidah. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala
dan tanda-tanda anemia akan jelas.
Patogenesis
Anemia adalah berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah. Hb adalah komponen di
dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika Hb
berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses
metabolism. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah, jika jumlah sel darah
banyak, jumlah Hb pun banyak. Begitupula sebaliknya jika kekurangan.
Tubuh manusia membutuhkan zat besi untuk sintesis protein yang membawa oksigen, yaitu
hemoglobin serta mioglobin dalam tubuh, dan untuk sintesis enzim yang mengandung zat besi dan
turut serta dalam reaksi perpindahan electron suatu reaksi oksidasi-reduksi. Di dalam tubuh
manusia, zat besi didistribusikan dalam enam lokasi seperti pada gambar 2.2. Total besi tubuh pada
manusia adalah sekitar 8,3 g sementara pada wanita adalah 2,3 g. Pada wanita, simpanan zat besi
tersebut hanya membentuk seperdelapan dari total zat besi dalam tubuh. Lebih kurang dua per tiga

dari total zat besi merupakan bentuk fungsional, yang melaksanakan fungsi metabolik atau fungsi
enzim. Hampir semua zat besi ini berbentuk hemoglobin yang beredar di dalam sel darah merah.
Lokasi Simpanan Zat Besi didalam Tubuh

Hemoglobin (2-2.5 g besi)

Simpanan besi sebagai feritin dan hemosiderin (1 g pada laki-laki dan 600mg pada wanita)

Mioglobin pada otot skeletal dan jantung (130 transpmg besi)

Sumber gabungan zat besi yang labil (80-90 mg besi)

Zat besi dalam jaringan yang terdiri atas heme dan flavoprotein(6-8 mg besi)

Transportasi pada pembentukan zat besi (3 mg besi)


Tabel 2 Lokasi Simpanan Zat Besi di dalam Tubuh (Gibney et al. 2008).

Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi daripada laki-laki karena terjadi menstruasi dengan
perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40
mg. Di samping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Selain itu, ibu hamil memiliki tingkat
metabolisme tinggi. Misalnya , untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ,
dan juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktivitas normal sehari-hari.
Karena itu, ibu hamil lebih banyak memerlukan zat besi dibanding ibu yang tidak hamil.
Kebutuhan zat besi pada setiap kehamilan yaitu 900 mg dengan rincian kebutuhan seperti pada
gambar 1.

Gambar 1 Rincian Kebutuhan Zat Besi Ibu Hamil pada Setiap Kehamilan

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya, terjadi
penurunan simpanan cadangan zat besi. Lambat laun hal tersebut mempengaruhi kadar Hb dalam
darah. Di dalam tubuh sebagian zat besi dalam bentuk ferritin di hati. Saat konsumsi zat besi dari
makanan tidak cukup, ferritin akan diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah.
Jika persediaan cadangan Fe sedikit, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe
tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan relative
terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi dengan peningkatan volume 30%
sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah
18% sampai 30%, dan hemoglobin sekitar 19%. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11gr%

maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan Hb ibu akan
menjadi 9,5 sampai 10 gr% .

Gambar 2.2 Anemia Pada Ibu Hamil

Patofisiologi
Anemia adalah berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah. Hb adalah komponen
dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika Hb
berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses
metabolism. Nah, zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Jika jumlah sel darah
banyak, jumlah Hb pun banyak. Begitupula sebaliknya jika kekurangan.
Ibu hamil mempunyai tingkat metabolism yang tinggi. Misalnya, untuk membuat jaringan
tubuh janin, membentuknya menjadi organ, dan juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil
tetap beraktivitas normal sehari-hari. Karena itu, ibu hamil lebih banyak memerlukan zat besi
disbanding ibu yang tidak hamil.
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya, terjadi
penurunan simpanan cadangan zat besi. Lambat laun hal tersebut mempengaruhi kadah Hb dalam
darah. Di dalam tubuh sebagian zat besi dalam bentuk ferritin di hati. Saat konsumsi zat besi dari
makanan tidak cukup, ferritin inilah yang diambil. Sayangnya daya serap zat besi dari makanan
sangatlah rendah.
Jenis Anemia Pada Masa Kehamilan
ANEMIA DEFISIENSI BESI
DEFINISI

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh,
sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel
darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin
menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi
dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain,
kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan
akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa
pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit. Mengingat besarnya dampak buruk dari
anemia defisiensi besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang
cukup terhadap masalah ini. Dengan diagnosa yang cepat serta penatalaksanaan yang tepat
komplikasi dapat diatasi serta akan mendapatkan prognosa yang lebih baik.
PATOFISIOLOGI
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi
yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat
45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan
meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan
setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang
menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
Anemia defisiensi besi ditandai ciri ciri yang khas, yaitu mikrositosis dan hipokromasia.
Anemia yang ringan tidak selalu menunjukan hal itu, bahkan banyak yang bersifat normositer dan
normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam
folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah :

kadar besi serum rendah

daya ikat besi serum tinggi

protoporfirin eritrosit tinggi

tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang

ETIOLOGI
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:
a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit
menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu
hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan


penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua ( Smith et al.,
2010 ).
Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya
plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut :
plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai
penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut.
Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil,
karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat.
Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula,
sehingga tekanan darah tidak naik.
b. Kurangnya zat besi dalam makanan.
c. Kebutuhan zat besi meningkat.
d. Gangguan pencernaan dan absorbsi.
GEJALA KLINIS
Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat
bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol,
ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejalagejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku,
gangguan sistem neuromuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas
normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan
tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka
dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan Hemoglobin
dengan spektrofotometri merupakan standar.
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya terjadi
penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat besi dari
makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah,
Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 30 % sedangkan dari sumber
nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan
O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain
adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata,
dan kuku pucat.

DERAJAT ANEMIA
Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada
criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (11 gr/dl), anemia ringan
(8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata
rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63
mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl.
Klasifikasi anemia yang lain adalah :
a. Hb 11 gr% : Tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
c. Hb 7 8 gr%: Anemia sedang
d. Hb < 7 gr% : Anemia berat.
TATALAKSANA
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi
sebanyak 600 1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas ferrosus. Hb dapat dinaikan
sampai 10 g/dl atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai janin lahir. Peranan vitamin C dalam
pengobatan mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi ion ferro yang lebih mudah
diserap oleh selaput usus.
Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per os, ada
gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya sudah tua. Besi
parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intamuskulus dapat disuntikan dekstran besi atau
sorbitol besi. Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan.
Juga secara intravena perlahan lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum
sakkaratum, sodium diferat, dan dekstrat besi. Akhir-akhir ini Imferon banyak pula diberikan
dengan infuse dalam dosis total antara 1000 2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil yang
sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dengan infus kadang kadang menimbulkan efek
sampingan, namun apabila ada indikasi yang tepat, cara ini dapat dipertanggungjawabkan.
ANEMIA AKIBAT PERDARAHAN AKUT
Anemia akibat perdarahan yang baru terjadi lebih mungkin bermanifestasi pada masa nifas.
Solusio plasenta dan plasenta previa dapat menjadi sumber perdarahan serius dan anemia sebelum
atau setelah pelahiran. Pada awal kehamilan,anemia akibat perdarahan sering terjadi pada kasuskasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa.
Perdarahan masif membutuhkan terapi segera untuk memulihkan dan mempertahankan perfusi ke
organ-organ vital. Walaupun jumlah darah yang diganti umumnya tidak mengatasi defisit

hemoglobin akibat perdarahan secara tuntas, secara umum apabila hipovolemi yang berbahaya telah
tearatasi dan hemostatis tercapai, anemia yang tersisa diterapi dengan besi. Untuk wanita dengan
anemia sedang yang hemoglobinnya lebih dari 7 g/dl, kondisinya stabil, tidak lagi menghadapi
kemungkinan perdarahan serius, dapat berobat jalan tanpa memperlihatkan keluhan, dan tidak
demam, terapi besi selama setidaknya 3 bulan merupakan terapi terbaik dibandingkan dengan
transfusi darah.
ANEMIA MEGALOBLASTIK
DEFINISI
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua terbanyak
setelah anemia defisiensi besi. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis DNA

dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik dalam sumsum

tulang.Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai adanya
kejadian dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang
longgar.
Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 selama kehamilan
sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh menyerap vitamin B 12 karena tidak adanya
faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada wanita dengan kelainan
ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumpai pada mereka yang menjalani
reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, dan
pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus.
ETIOLOGI
Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut :
1. Defisiensi vitamin B12.
2. Defisiensi asam folat.
3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat
4. Gangguan sintesis DNA akibat dari :
a. Defisiensi enzim congenital
b. Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.
PATOFISIOLOGI
Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan sintesis
DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin B12 dan asam
folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12 penting

dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritoblas ini, maka meturasi ini
lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar Karena pembelahan sel
yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih
longgar di sebut sebagai sel megaloblast. sel megaloblast ini fungsinya tidak normal,dihancurkan
saat masih dalam sumsum tulang sehhingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit
lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.
KLASIFIKASI
Menurut penyebabnya anemia megaloblastik di bagi beberapa jenis yaitu :
1. Anemia megaloblastik karena defisiensi Vitamin B12
a.

Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan,telur serta susu yang
mengandung vitamin B12.

b.

Adanya malabsorpsi akibat kelainan berikut ini,

Kelainan lambung (anemia pernisiosa, kelainan congenital,factor intrinsic, serta


gastrektomi total atau parsial)

Kelainan usus (intestinal loop syndrome, tropical sprue dan post reseksi ileum)

2. Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat


a.

disebabkan oleh makanan yang kurang gizi asam folat

b.

Malabsorpsi asam folat karena penyakit usus

c.

Kebutuhan yang meningkat akibat keadaan fisiologis (hamil,laktasi prematuritas)


dan keadaan patologis (anemia hemolitik, keganasan serta penyakit kolagen).

d. Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat usus biasanya terjadi pada penyakit
hati yang aktif atau kegagalan faal jantung.
e. Obat-obatan antikonvulsan dan sitostatik tertentu.
3. Anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat
Merupakan anemia megaloblastik akibat defisiensi enzim congenital atau pada eritroleukemia.
GEJALA KLINIS
1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif
2. Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia eritrosit memendek
3. Glositis (lidah bengkak, merah), stomatitis, angularis, gejala-gejala syndrom malabsorbsi ringan.
4. Purpura trombositopenik karena maturasi megakariosit terganggu
5. Neuropati pada defisiensi vitamin B12. pada penderita dengan defisiensi vitamin B12 yang berat
dapat terjadi kelainan saraf sensorik pada kolumna posterior dan neuropati bersifat simetris,
terutama mengenai kedua kaki. Penderita mengalami kesulitan berjalan dan mudah jatuh.

TATALAKSANA
Untuk mencegah kekambuhan anemia,terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien
yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
1. Terapi suportif
Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila trombosotopenia mengancam jiwa.
2. Terapi untuk defisiensi vitamin B12
Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi terapi defisiensi vitamin B12 adalah sebagai berikut:
a.

diberikan

vitamin

B12

100-1000

Ug

intramuskular

sehari

selama

dua

minggu,selanjutnya 100-1000 Ug IM setia bulan. Bila ada kelainan neurologist,terlebih


dahulu diberikan setiap dua minggu selama enam bulan,baru kemudian diberikan sebulan
sekali. Bila penderita sensitive terhadap pemberian suntikan dapat diberikan seara oral 1000
Ug sekali sehari,asal tidak terdapat gangguan absopsi.
b.

Transfusi darah sebaiknya di hindari,kecuali bila ada dugaan kegagaln faal jantung,

hipotensi postural,renjatan atau infeksi berat. Bila diperlukan transfuse darah sebaiknya
diberi eritrosit yang di endapkan.
3. Terapi untuk defisiensi asam folat
Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, tanpa gangguan absorpsi.
4. Terapi penyakit dasar
Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.
ANEMIA APLASTIK
DEFINISI
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen
selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan
ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu
keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan
pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi penurunan
produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia,
granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering juga digunakan
untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain
yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika,
panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.

ETIOLOGI
Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi,
kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak diketahui.
Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain.
Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi hubungan antara dua
kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan mengeksaserbasi anemia aplastik yang
telah ada dimana kondisi tersebut akan membaik lagi setelah melahirkan. Pada kasus yang lain,
aplasia terjadi selama kehamilan dengan kejadian yang berulang pada kehamilan-kehamilan
berikutnya.
DIAGNOSIS
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala objektif,
pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif merupakan
manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana
yang mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan
pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan diagnosa secara dini sangatlah
penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan atau
parsial semakin besar.
GEJALA KLINIS
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah
akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul
gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe deffort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lainlain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan
penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik
bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di
kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari
anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau
infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan yang
dapat ditemukan sangat bervariasi dengan pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan
yang paling sering dikemukakan.
TATALAKSANA
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan
monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial mengancam

nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien. Terapi pada pasien hamil dengan anemia tipe ini
adalah dengan terminasi kehamilan elektif, terapi suportif, imunosupresi atau transplantasi sum-sum
tulang setelah persalinan.
a.

Terapi Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai
kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm 3. Transfusi trombosit
diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm 3 sebagai profilaksis.
Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat
menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti
dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan karena
efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan
sangat pendek.

b.

Terapi Imunosupresif
Obat-obatan

yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau

antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG diindikasikan pada :
-

Anemia aplastik bukan berat

Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak terdapat
infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui koreksi
terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau tidak langsung
terhadap hemopoiesis. Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi
alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.
Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi
preurosir limfosit sitotoksik.
ANEMIA HEMOLITIK ( PENYAKIT SEL SABIT)
DEFINISI
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat
dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka
anemianya biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan
krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.

Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi. Terbanyak anemia ini ditemukan
pada wanita negro yang menderita anemia sel sabit, anemia sel sabit-hemoglobin C, sel sabitthalassemia, atau penyakit hemoglobin C. Di Indonesia terdapat juga penyakit thalassemia.
KLASIFIKASI
Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yakni :

Golongan yang disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sferositosis,


eliptositosis, anemia hemolitik herediter, thalassemia, anemia sel sabit, hemoglobinopatia C,
D, G, H, I, dan paroxysmal nocturnal haemoglobinuria.

Golongan yang disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler, seperti pada infeksi, keracunan
arsenikum, neoarsphenamin, timah, sulfonamide, kinin, paraquin, pimaquin, nitrofurantoin,
racun ular, pada defisiensi G-6-PD, antagonismus, rhesus atau ABO, leukemia, penyakit
Hodgkin, limfosarkoma, penyakit hati, dan lain lain.

GEJALA KLINIS
Gejala gejala yang lazim dijumpai ialah gejala gejala proses hemolitik, seperti anemia,
hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, hiperurobilinuria, dan sterkobilin lebih
banyak dalam faeses. Disamping itu terdapat pula sebagai tanda regenerasi darah seperti
retikulositosis dan normoblastemia, serta hyperplasia erithropoesis dalam sumsum tulang. Pada
hemolisis yang berlangsung alam dijumpai pembesaran limpa (splenomegali) karena limpa
membersihkan sel-sel yang mati hingga menimbulkan krisis akut dan anemia hemolitik yang
herediter kadang kadang disertai kelainan pada tengkorak dan tulang tulang lain.
Sumsum tulang menunjukan gambaran normoblastik dengan hyperplasia yang nyata,
terutama sistem eritropoetik. Perbandingan mieloit : eritoit yang biasanya 3:1 atau 2:1 dalam
kehamilan berubah menjadi 1:1 atau 1:2.
TATALAKSANA
Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tergantung pada jenis dan beratnya. Obat
obat penambah darah tidak memberi hasil. Tranfusi darah, yang kadang kadang diulang beberapa
kali, diperlukan pada anemia berat untuk meringankan penderitaan ibu dan untuk mengurangi
bahaya hipoksia janin. Splenektomi dianjurkan pada anemia hemolitik-bawaan dalam trimester II
atau III. Pada anemia hemolitik yang diperoleh harus dicari penyebabnya. Sebab sebab itu harus
disingkirkan, misalnya pemberian obat obat yang dapat menyebabkan kelumpuhan sumsum
tulang harus segera dihentikan.

ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIK


Berbagai penyakit terutama infeksi kronik dan neoplasma menyebabkan anemia derajat
sedang dan kada-kadang berat, biasanya dengan eritrosit yang sedikit hipokromik dan mikrositik.
Saat ini, gagal ginjal kronik, kanker dan kemoterapi, infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV)
dan peradangan kronik merupakan kausa tersering anemia bentuk ini. Denominator bersama adalah
meningkatkan produksi sitokin yang memperantarai respons imun atau peradangan.
Pada pasien tidak hamil dengan penyakit kronik, konsentrasi Hb jarang kurang dari 7 g/dl.
Biasanya morfologi sel sumsum tulang tidak terlalu berubah. Konsentrasi besi serum menurun, dan
kapasitas serum mengikat besi, walaupun lebih rendah daripada kehamilan normal tidak jauh
dibawah rentang normal yang tidak hamil. Kadar feritin serum biasanya meningkat. Karena itu
walaupun mekanismenya sedikit berbeda, anemia anemia ini sama sama memperlihatkan
perubahan fungsi retikuloendotelial, metabolisme besi dan penurunan eritropoiesis dengan derajat
kombinasi yang berbeda.
Selama kehamilan, sejumlah penyakit kronik dapat menyebabkan anemia. Beberapa
diantaranya adalah penyakit ginjal kronik, supurasi, penyakit peradangan usus (inflammatory bowel
disease), lupus eritematosus sistemik, infeksi granulomatosa, keganasan, dan rematoid arthritis.
Anemia biasanya semakin berat seiring dengan meningkatnya volume plasma melebihi ekspansi
massa sel darah merah. Wanita dengan pielonefritis akut berat sering mengalami anemia, hal ini
tampak terjadi akibat meningkatnya destruksi eritrosit dengan produksi eritropoiten normal.
Transfer zat besi ke janin
Menrut Allen ( 2007) Transfer zat besi dari ibu ke janin di dukung oleh peningkatan substansial
dalam penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan diatur oleh plasenta. Serum fertin meningkat
pada umur kehamilan 12 25 minggu, Kebanyakan zat besi ditransfer ke janin setelah umur
kehamilan 30 minggu yang sesuai dengan waktu puncak efisiensi penyerapan zat besi ibu. Serum
transferin membawa zat besi dari sirkulasi ibu untuk transferin reseptor yang terletak pada
permukaan apikal dan sinsitiotropoblas plasenta, holotransferin adalah endocytosied ; besi
dilepaskan dan apotransferin dikembalikan ke sirkulasi ibu. Zat besi kemudian bebas mengikat
fertin dalam sel sel plasenta yang akan dipindahkan ke apotransferrin yang masuk dari sisi
plasenta dan keluar sebagai holotransferrin ke dalam sirkulasi janin. Plasenta sebagai transfortasi
zat besi dari ibu ke janin. Ketika status gizi ibu yang kurang, jumlah reseptor transferrin plasenta
meningkat sehingga zat besi lebih banyak diambil oleh plasenta dan ditransfortasi untuk janin serta
zat besi yang berlebihan untuk janin dapat dicegah oleh sintesis plasenta fertin.
Pengaruh anemia terhadap kehamilan

1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan


a. bahaya selama kehamilan

Risiko abortus

Persalinan premature

Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim

Mudah terjadi infeksi

Ancaman dekompesasi kordia (Hb < 6 gr% )

Mola hidatidosa

Hiperemesis gravidarum

Perdarahan antepartum

Ketuban pecah dini (KPD)

b. Bahaya saat persalinan

Gangguan his ( kekuatan mengejan)

Kala I dan kala II berlangsung lama

Kala III berisiko untuk terjadi retensio plasenta dan perdarahan postpartum karena
atonia uteri

Kala IV dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri

c. Pada waktu nifas

Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum

Risiko infeksi puerperium

Produksi ASI berkurang

Dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan

Anemia saat nifas

Mastitis

2. Bahaya terhadap janin

Abortus

Intrauterine fetal death (IUFD)

Persalinan premature

Berat badan lahir rendah

Kelahiran dengan anemia

Dapat terjadi cacat bawaan

Sistem imun tubuh bayi yang rendah mudah terinfeksi

Tahap intelligensi rendah

Pemeriksaan untuk Anemia


Selama pemeriksaan kehamilan yang pertama, sang ibu akan mendapatkan pemeriksaan darah yang
dapat membantu dokter atau bidan memeriksa apakah ia mengalami anemia atau tidak. Pemeriksaan
darah biasanya meliputi:
Pemeriksaan Hemoglobin. Pemeriksaan ini bertujuan mengukur jumlah hemoglobin - protein kaya
zat besi dalam sel darah merah yang membawa oksigen dari paru ke jaringan tubuh.

Pemeriksaan Hematokrit. Pemeriksaan ini mengukur persentase sel darah merah dalam sampel
darah.

Jika ibu hamil memiliki kadar hemoglobin atau hematokrit lebih rendah dari tingkat normal, ia
mungkin mengalami anemia kekurangan zat besi. Dokter juga mungkin akan memeriksa tes
darah lainnya untuk menentukan apakah ia mengalami anemia karena kekurangan zat besi atau
penyebab lain.

Bahkan jika seorang ibu hamil tidak menderita anemia pada awal kehamilan, dokter atau bidan
kemungkinan besar akan tetap merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan darah pada
trimester kedua atau ketiga untuk mendeteksi anemia di tahap kehamilan selanjutnya.

Penegakan Diagnosis
Diagnosa anemia dalam kehamilan dapat di tegakkan dengan :
a. Anamnesis
Pada anemnesis akan didapatkan keluhan lelah, sering pusing, mata berkunang -kunang dan keluhan
mual, muntah lebih berat pada hamil muda. Bila terdapat keluhan lemah, Nampak pucat, mudah
pingsan,sementara masih dalam batas normal, maka perlu dicurigai anemia defesiensi zat besi.
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama. Pemeriksaan Hb dengan
Spektofotometri merupakan standar, kesulitan adalah alat ini hanya tersedia di kota. Di Indonesia
penyakit kronik seperti : malaria dan tuberculosis (TBC) masih relatif sering dijumpai sehingga
pemeriksaan khusus darah tepi dan sputum perlu dilakukan. Dengan pemeriksaan khusus untuk
membedakan dengan defisiensi asam folat dan thalassemia. Pemeriksaan Mean Corpuscular
Volume (MCV) penting untuk menyingkirkan thalassemia. Bila terdapat batas MCV < 80 uL dan
kadar RDW (red cell distribution width) > 14% mencurigai akan penyakit ini kadar Hemoglobin
Fetal (HbF) >2% dan HbA2 yang abnormal akan menentukan jenis thalassemia.
Penegakan diagnosis anemia pada kehamilan berdasarkan gambaran klinis pada saat anamnesis dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah dan sum-sum tulang.

Untuk memudahkan dan keseragaman Diagnosa Anemia defisiensi Besi, WHO,2001 menetapkan
kriteria sebagai berikut:
No
.
1
2.
3.
4.
5.
6.

Pemeriksaan

Anemia defisiensi
besi

Hemoglobin Wanita dewasa hamil


MCHC
Serum Iron
TIBC
Jenuh Transferin
Feritin Serum

< 11
< 31
< 50
>400
<15
<12

Kadar normal
12 gr/dl
32-35%
80-160 ugr%
250-400 ugr%
30-35%
12-200 ugr/dl

WHO, 2001 juga membuat derajat keparahan Anemia pada kehamilan yaitu :
A
B
C
D

Hb 11 g/dl
Hb 9-10 g/dl
Hb 7-8 g/dl
Hb < 7 g/dl

Tidak anemia
Anemia ringan
Anemia sedang
Anemia berat

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN ANEMIA


a. Pencegahan Anemia
Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil
sehingga dapat di ketahui data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam pemeriksaan kesehatan di sertai
pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan tinja sehingga di ketahui adanya infeksi parasit.
b. Penanganan pada Anemia sebagai berikut :
1.

Anemia Ringan

Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih di anggap ringan sehingga hanya perlu di
perlukan kombinasi 60 mg/hari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali sehari.
2.

Anemia Sedang

Pengobatan dapat di mulai dengan preparat besi feros 600-1000 mg/hari seperti sulfat
ferosus atau glukonas ferosus.
3.

Anemia Berat

Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg, 6 bulan selama hamil, dilanjutkan
sampai 3 bulan setelah melahirkan.
TRANSFUSI DARAH
Transfusi darah adalah memasukkan sel darah merah (darah segar, pack red cell) ke dalam
tubuh melaui vena. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel
darah merah,trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah suatu pengobatan yang

bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah
yang tidak mencukupi. Tentu saja transfusi darah hanya merupakan pengobatan simptomatik karena
darah atau komponen darah yang ditransfusikan hanya dapat mengisi kebutuhan tubuh tersebut
untuk jangka waktu tertentu tergantung pada umur fisiologi komponen yang ditransfusikan;
walaupun umur eritrosit adalah 120 hari namun bila ditransfusikan pada orang lain maka
kemampuan transfusi tadi mempertahankan kadar hemoglobin dalam tubuh resipien hanya rata-rata
satu bulan.Hal-hal mengenai transfusi darah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 7Tahun 2011 Tentang Pelayanan Darah.
Pasien-pasien di bidang obstetri dan ginekologi banyak yang berpotensi memerlukan
transfuse darah. Seksio cesaria (SC) dan histerektomi adalah dua tindakan bedah yang sering dan
berpotensi terjadi perdarahan sehingga memerlukan transfusi darah. Kondisi lainnya adalah
perdarahan post partum, placenta previa dan ruptur kehamilan ektopik. Perdarahan di bidang
obstetri masih merupakan penyebab kematian ibu yang tinggi di Indonesia.
Salah satu pemeriksaan laboratorium rutin untuk setiap wanita hamil saat kunjungan pertama
prenatal care adalah pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta skrining antibodi untuk
mendeteksi antibodi yang berpotensi menyebabkan hemolytic disease of the newborn (HDN).
Indikasi transfusi darah
Anemia pada kehamilan didefinisikan dengan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/dL pada
trimester I dan III serta 10,5 g/dL pada trimester II. Diagnosis dan terapi yang efektif terhadap
anemia kronik pada kehamilan merupakan tindakan yang penting untuk mengurangi kebutuhan
transfusi darah. Keputusan untuk transfusi darah tidak boleh hanya berdasar kadar Hb saja, tetapi
juga berdasar indikasi klinis pasien. Perdarahan yang terjadi pada persalinan normal atau SC
sebenarnya tidak memerlukan transfusi darah jika kadar Hb ibu sebelum persalinan > 10g/dl.
Sebaliknya transfusi darah hampir selalu diindikasikan jika Hb < 7g/dl.
Uji yang Dilakukan Sebelum Transfusi Darah
Sebelum melakukan transfusi darah perlu dilakukan beberapa uji untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan. Uji tersebut meliputi :
1. Pemeriksaan golong darah
2. Reaksi silang
Tujuan pelaksanaan uji reaksi silang adalah sebagai berikut

Memastikan di dalam serum resipien atau plasma donor tidak terdapat antibody yang
reaktif terhadap eritrosit donor atau resipien.

Menghindari reaksi transfusi hemolitik.

Memastikan efektivitas transfusi.

Medium reaksi pada reaksi silang meliputi : salin (NaCL 0,85%), albumin (bovine albumin),
dan Coombs (anti-human globulin). Ada dua jenis reaksi silang, yaitu:

Reaksi silang mayor


Mendeteksi adanya antibody di dalam serum donor yang dapat merusak eritrosit
resipien yang akan ditransfusikan

Reaksi silang minor


Mendeteksi adanya antibodi di dalam plasma donor yang dapat merusak eritrosit
resipien yang akan ditransfusikan.

Transfusi boleh dilakukan bila hasil reaksi mayor dan minor negatif.
Jenis Transfusi Darah
Ada beberapa jenis transfusi yang diberikan, yaitu:
1. Darah utuh (whole blood/WB)
Ada beberapa jenis WB, yaitu:

Sangat segar (< 6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan semua faktor
pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV).

Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit dan semua faktor


pembekuan, kecuali faktor labil (FV).

Simpan (24 jam-batal simpan) mengandung eritrosit, albumin, dan faktor


pembekuan darah, kecuali faktor V dan VIII.

Indikasi WB untuk hipovolemia


2. Darah endap (Packed Red Cell-PRC)
Darah endap /PRC diperoleh dari WB yang disentrifuse, kemudian diendapkan,
setelah itu plasma dipisahkan. Indikasi untuk anemia kronis.
3. Trombosit konsentrat
Indikasi untuk perdarahan trombositopenia dan trombositopatia, dosis 1 unit/kg
berat badan.
4. Plasma segar beku
Indikasi untuk perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT dan APTT yang
kurang dari 1,5 kali normal, serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin.
5. Cyro precipitate
Indikasi untuk perdarahan akibat hemofilian, penyakit Von Wilebrand dan Afibrinogemia (defisiensi fibrinogen).

EFEK SAMPING/REAKSI TRANSFUSI


Transfusi darah mungkin merupakan sutu tindakan yang menyelamatkan hidup tetapi bukan tanpa
risiko. Sebelum dokter memutuskan transfusi darah bagi pasien, ia harus harus selalu
mempertimbangkan manfaat dan risikonya. Risiko terbesar transfusi darah adalah jika pasien
ditransfusi dengan darah yang salah (terbanyak disebabkan clerical error). Oleh karena itu
prosedur baku untuk mendapatkan sampel yang tepat, crossmatch, skrining infeksi menular lewat
transfusi darah dan pemberian transfusi harus dilakukan secara ketat bahkan untuk kasus
emergency.
Berikut ini adalah efek samping/reaksi dari transfusi darah, yaitu:
I. Komplikasi akut, yaitu reaksi transfusi yang terjadi selama dan segera setelah transfusi (dalam 24
jam):

Hipersensitif

Febrile non hemolytic reaction

Overload cairan

Anafilaksis

Hemolisis intravaskuler akut

Kontaminasi bakteri dan syok septik

TRALI (transfusion-associated acute lung injury)

Komplikasi metabolik (hiperkalemia, toksisitas sitrat dan hipokalsemia)

II. Komplikasi lambat, yaitu reaksi transfusi dengan tanda dan gejala yang muncul 5-10 hari
setelah transfusi :

Reaksi hemolitik lambat

Post-transfusion purpura

Graft versus host disease (GvHD)

Overload besi khususnya pada transfusion-dependent patient

Penularan infeksi menular lewat transfusi darah seperti HIV, HBV, HCV, sifilis,
malaria, CMV, atau lainnya (toxoplasmosis, Epstein-Barr virus, chagas disease,
brucellosis, human parvovirus B19, infectious mononucleosis, dan Lymes disease)

Alternatif Farmakologis Transfusi Darah


Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan, maka dapat dilakukan
upaya alternatif farmakologis pemberian transfusi darah, di antaranya pemberian:

1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternatif yang efektif pada klien anemia
kronis akibat penyakit ginjal kronis. Efek utama obat ini adalah merangsang eritropoesis.
Obat ini dapat diberikan secara intravena atau subkutan.
2. DDAVP merupakan bentuk sintesis vasopresin L-arginin, yaitu suatu antidiuretik yang
dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif untuk mengangani kelainan
perdarahan sehubungan dengan disfungsi trombosit atau trombositopenia. Obat ini banyak
dipakai pada klien dengan hemofilian A, penyakit Von Willebrand, serta gagal ginjal akut
dan kronis. Obat ini diberikan secara intravena, subkutan, dan intranasal.
Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak. Persalinan
dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau komplikasi lain. Anemia berat yang
tidak terobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat
menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum, dan infeksi.
Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan,
persalinan maupun masa nifas.
1. Komplikasi selama kehamilan
a. Ancaman timbulnya abortus
b. Mudah lelah dan turunnya immature dan premature
c. Ancaman timbulnya persalinan immature dan premature
2. Komplikasi selama persalinan
a. Partus lama karena inertia uteri
b. Pendarahan pasca persalinan
c. Atonia uteri
d.Hipoksia yang dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan
e. Infeksi persalinan dan setelah persalinan.
3. Komplikasi terhadap janin
a. Kematian prenatal
b. Prematuritas
c. Cacat bawaan

Anda mungkin juga menyukai