Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini masih disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga
oleh perawatan dalam persalinan oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang
belum sempurna.1
Preeklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of theories,
penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian preeklampsia
tetap tinggi dan mengakibatkan angka morbiditas dan mortilitas maternal yang
tinggi baik diseluruh dunia maupun di Indonesia.2
Preeklamsia sering mengenai perempuan muda dan nullipara sedangkan
perempuan yang lebih tua lebih beresiko mengenai hipertensi kronis yang
bertumpang tindih dengan preeklamsia. Selain itu, insiden sangat dipengaruhi
oleh ras, faktor lain meliputi pengaruh lingkungan, sosioekonomi.Insidensi
preeklamsi pada populasi nulipara berkisar antara 3 dan 10 persen, sedangkan
insiden preeklamsia pada multipara juga bervariasi.2
Sampai sekarang penyebab preeklamsi masih belum diketahui dengan
jelas. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui penyebab preeklamsi
dan banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya preeklamsi sehingga
disebut sebagai disease of theory, namun tidak ada satupun yang dianggap mutlak
benar.3
Hipertensi dan proteinuria pada preeklamsia adalah tanda yang
menunjukkan banyak perubahan internal untuk sistem tubuh. Preeklamsia sering
dianggap sebagai gangguan dengan dua komponen, implantasi plasenta yang
abnormal ditambah dengan disfungsi endotel rumit oleh faktor-faktor maternal.
Pada kenyataannya hal tersebut jauh lebih kompleks. Ada perubahan terlihat pada
sistem ginjal dan pembuluh darah secara keseluruhan.1

Banyak komplikasi yang disebabkan preeklamsi berat salah satu


diantaranya adalah HELLP Sindrom. Sindrom HELLP ialah pereklamsi-eklamsi
disertai hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopeni.
Kematian ibu bersalin pada sindrom hellp cukup tinggi, yaitu 24%. Penyebab
kematian dapat berupa kegagalan cardio pulmonal, gangguan pembekuan darah,
perdarahan otak, ruptur hepar dan kegagalan multipel. Demikian juga kematian
perinatal pada sindrom HELLP cukup tinggi terutama disebabkan persalinan
preterm.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Preeklampsia

2.1.1. Definisi Preeklampsia


Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik denganaktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
disertai dengan gangguan sistem organlainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu.4
Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onsethypertension with
proteinuria).

Meskipun

kedua

kriteria

ini

masih

menjadi

definisi

klasikpreeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai


gangguanmultsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasientersebut tidak mengalami proteinuri.4
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yangsama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan
tekanan darah sekurang-kurangnya 160mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.4
Proteinuria ditegakkan jika didapatkan secara kuantitatif produksi protein
urin lebih dari 300 mg per 24 jam, namun jika hal ini tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan dapatdigantikan dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan
dipstik urin > 1+.4
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan preklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut.4

2.1.2. Epidemiologi
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi
dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%).3 WHO memperkirakan kasus
preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negaraberkembang daripada di negara
maju.Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di
negara berkembang adalah 1,8% - 18%.5,6 Insiden preeklampsia di Indonesia
sendiriadalah 128.273/ tahun atau sekitar 5,3%.4
2.1.3. Faktor Risiko Preeklampsia
Wanita yang memiliki risiko sedang terhadap terjadinya preeklampsia,
memiliki salah satu kriteria dibawah ini:4,5
a. Primigravida
b. Umur 40 tahun
c. BMI >35 kg/m2
d. Kehamilan ganda
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya


Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Hipertensi kronik
Penyakit Ginjal
Sindrom antifosfolipid (APS)
Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio

2.1.4. Patofisiologi
Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yaitu:
A.

Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
hambur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero plasenta.Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan
otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidakmemungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya,
arteri

spiralisrelatif

mengalami

vasokonstriksi,

dan

terjadi

kegagalan

remodeling arterispiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan


terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan
perubahan pada hipertensi dalam kehamilan.1
B.

Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas


Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan

oksidan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak, Peroksida lemak selain
akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi
oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti
oksidan.1
Stress oksidatif ini ditandai dengan terdapatnya spesies oksigen reaktif dan
radikal bebas yang menyebabkan terbentuknya peroksida lipid yang berpropagasi
sendiri, hal ini kemudian akan membentuk radikal yang amat toksik yang akan
mencenderai sel endotel yang akan mengubah produksi nitrat oksida dan
mengganggu keseimbangan prostaglandin.2

C.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan


Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan

khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E


pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan
yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan
merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami
kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan
aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak
jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah
menjadi peroksida lemak.1
D.

Disfungsi sel endotel


-

Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel


adalah

memproduksi

prostaglandin,

yaitu

menurunnya

produksi

prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat.


-

Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan


untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan
suatu vasokonstriktor kuat.

E.

Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.

Peningkatan permeabilitas kapilar

Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor

Peningkatan faktor koagulasi1

Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin


Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam

kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian


menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan
jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.2

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada


kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan
aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.2
F.

Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada

preeklamsia

sering

terjadi

gangguan

hebat

pada

fungsi

kardiovaskular. Gangguan ini pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan


afterload jantungakibat hipertensi dan cedera endotel disertai ekstravasasi ke
dalam ruang ekstrasel, terutama paru.5
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahanbahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.1
G.

Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26%

anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8%


anak menantu mengalami preeklampsia.1

H.

Teori Defisiensi Gizi


Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan

beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan


risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.1

I.

Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Disfungsi endotel
pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut
diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa
ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada
kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.1
2.1.5. Diagnosis
A. Penegakkan diagnosis preeklampsia
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan/di atas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin
tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
a. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
b. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
c. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
d. Edema Paru
e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
f. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya Absent or Reversed end Diastolic Velocity (ARDV).4
B. Penegakkan diagnosis preeklampsia berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria

gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau


preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini:
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama.
b. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
c. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
d. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
e. Edema Paru
f. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
g. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan Absent or
Reversed end Diastolic Velocity (ARDV).4
2.1.6. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali
tanda-tanda sedini mungkin lalu memberikan pengobatan yang cukup
supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
b. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklamsia
kalau ada faktor-faktor predisposisi
c. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak serta karbohidrat dan
tinggi proteindan juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.1
2. Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah :1
1. Mencegah kejang dan gangguan fungsi organ vital pada ibu
2. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
3. Melahirkan bayi sehat

10

4. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.


Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri). 1 Perawatan yang penting pada
preeklamsia berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan
eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oliguria.Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang
sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.
Cairan yang diberikan dapat berupa:
a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125
cc/jam atau
b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse
Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi
bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc//24 jam. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Pemberian obat anti kejang1
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium
sulfat (MgSO47H2O).Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti
sepenuhnya.Salah satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi
melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus,
sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai
antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat
reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat

11

asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang


mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.4
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan mengambat transmisi neuromuscular. Transmisi
neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak
terjadi (terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar
kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium
sulfat.Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk
antikejang pada preeklampsia atau eklamsia. Banyak cara pemberian magnesium
sulfat.
Cara pemberian magnesium sulfat regimen:
a) Loading dose : initial dose4 gram MgSO4 intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit.
b) Maintenance dose :Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan
4 gram i.m. tiap 4-6 jam.
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4
a. Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10 %=1 gram (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v. 3
menit.
b. Reflex patella (+) kuat
c. Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress
napas.
d) Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24
jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
e) Dosis terapeutik dan toksis
Dosis terapeutik

4-7 mEq/liter

4,8-8,4 mEq/dl

Hilangnya reflex tendon

10 mEq/liter

12 mg/dl

Terhentinya pernapasan

15 mEq/liter

18 mg/dl

12

Terhentinya jantung

> 30 mEq/liter

> 36 mg/dl

Bila terjadi refrakter terhadap pemberian magnesium sulfat, maka


diberikan salah satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital,
diazepam, atau fenitoin.
Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi napas dan
saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan magnesium sulfat.
Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang
berulang. Pada penelitian Magpie, membandingkan pemberian magnesium
sulfat regimen intravena, dosis loading 4-6 g, dan pemeliharaan 1-2 g/jam,
dengan dosis loading intravena dan pemeliharaan intramuskular. Dari
penelitian tersebut didapatkan hasil yang lebih tinggi bermakna kejadian
efek samping pada pemberian intramuskular (28% vs 5%) sehingga
kebanyakan wanita menghentikan obat lebih awal. Dari studi tersebut juga
didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna dari kedua kelompok
dalam mecegah kejang.4
Penggunaan magnesium sulfat berhubungan dengan efek samping
minor yang lebih tinggi seperti rasa hangat, flushing, nausea atau muntah,
kelemahan otot, ngantuk, dan iritasi dari lokasi injeksi.Dari uji acak
dilaporkan kejadian efek samping terjadi pada 15 67% kasus. Efek
samping

ini

merupakan

penyebab

utama

wanita

menghentikan

pengobatan.10
Toksisitas terjadi pada 1% wanita yang mendapat magnesium sulfat
dibandingkan 0,5% pada plasebo, namun tidak ada bukti nyata perbedaan
risiko hilangnya atau berkurangnya refleks tendon ((RR 1,00; 95% CI 0,70
- 1,42). Meskipun depresi napas dan masalah pernapasan jarang
ditemukan, risiko relatif meningkat pada kelompok yang diberikan
magnesium sulfat (RR 1,98; 95% CI 1,24 3,15). Seperempat dari wanita
yang mendapat magnesium sulfat memiliki efek samping (RR 5,26; 95%
CI 4,59 6,03), dimana yang terbanyak adalah flushing. Jika mengatasi

13

terjadinya toksisitas, kalsium glukonas 1 g (10 ml) dapat diberikan


perlahan selama 10 menit.
Pemberian antihipertensi1
a) Antihipertensi lini pertama
Nifedipine
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg
dalam 24 jam.Tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat maka hanya boleh diberikan per oral.
b) Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 g i.v./kg/menit, infuse; ditingkatkan 0,25 g
i.v./kg/5 menit.
Diazokside: 30-60 mg mg i.v./5 menit; atau i.v infuse 10 mg/menit dititrasi
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka.Diuretikum yang dipakai adalah
Furosemide.
Manajemen persalinan
Terminasi kehamilan merupakan satu-satunya tatalakasana preeklamsia.
Nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium merupakan petunjuk
bahwa kejang mungkin akan terjadi. Preeklamsia berat memerlukan terapi
antikonvulsan dan antihipertensi dilanjutkan dengan pelahiran.2
Apabila janin masih kurang bulan, cenderung dilakukan penundaan
terminasi kehamilan dengan harapan bahwa beberapa minggu tambahan didalam
rahim akan mengurangi resiko kematian neonatal.2
Pada preeklamsia berat yang tidak membaik setelah perawatan inap,
biasanya

diterminasi kehamilan untuk kesejahteraan baik ibu maupun

janin.Induksi persalinan dilakukan biasanya dengan pematangan serviks pranduksi


menggunakan prostaglandin atau dilator osmotik. Bila induksi gagal, pelahiran
dengan bedah Caesar diindikasikan untuk kasus-kasus yang lebih berat.2

14

Untuk perempuan dengan kehamilan yang mendekati aterm yang memiliki


serviks lunak dan sudah mendatar sebagian bahkan preeklamsia yang ringan
sekalipun mungkin lebih beresiko membahayakan ibu dan janin bayi
dibandingkan induksi persalinan.Setelah ditegakkannya diagnosis preeklamsia
berat, induksi persalinan dan perlahiran per vaginam sudah sejak dulu dianggap
merupakan tatalaksana ideal. Penundaan bila janinbelum matur merupakan
pertimbangan berikutnya.2
Tabel 2.1. Kriteria Terminasi Kehamilan pada Preeklamsia Berat4
Data Maternal
Hipertensi berat yang tidak terkontrol
Gejala preeklampsia berat yang tidak

Data Janin
Usia kehamilan 34 minggu
Pertumbuhan Janin Terhambat

berkurang (nyeri kepala, pandangan


kabur, dsbnya)
Penuruan fungsi ginjal progresif
Trombositopenia persisten atau HELLP

Oligohidramnion
Profil biofisik < 4

Syndrome
Edema paru

Deselerasi variabel dan lambat pada

Eklampsia

NST
Doppler a. umbilikalis: reversed end

Solusio Plasenta
Persalinan atau ketuban pecah

diastolic flow
Kematian Janin

15

Gambar 2.1. Manajemen hipertensi gestasional ringan atau preeklamsia tanpa


gejala berat9

16

Gambar 2.2. Manajemen Preeklamsia Berat pada Kehamilan dibawah 34 Minggu9

Kehamilandenganpreeklamsiatanpagejalaberatdanindikasipersalinandapatd
itanganisecarakonservatifhingga

34

mingguatau

37

minggu.

Persalinandapatdimajukansebelum 34 minggusetelahdiskusidengantim neonatal


dananestesidanpemberiankortikosteroidjika
refraktifterhadapterapi,

2)

adaindikasi

didokumentasikanolehkonsultan
hematologis,

danklinis

Wanitadenganpreeklamsiaberat,
mingguataulebihdandengankondisi

1)

Hipertensiberat

maternal

obstetric

atau

fetal

yang
yang

mengenaiperubahanbiokimiawi,

maternal

danambangbatasjanin.

padausiakehamilan
maternal

atau

fetal

yang

34
tidakstabil,

tanpamempedulikanusiakehamilandisarankanpersalinansegerasetelahstabilisasikea
daanibu.

Wanitadenganpreeklamsiaberatdenganusiakehamilankurangdari

minggudengankeadaanibudan

fetal

34
yang

stabildirekomendasikanmelanjutkankehamilanhanya
padafasilitasdengansumberdayaperawatanintensifibudan neonatal yang adekuat.
Direkomendasikanpersalinanpadawanitadenganpreeklamsiadenganhipertensiberat

17

setelah

34

mingguketikatekanandarahtelahterkontroldanpemberiankortikosteroidtelahdiseles
aikan.

Padawanitadenganpreeklamsiaberatdansebelumviabilitas

disarankanterminasisetelahstabilisasi
dantidakdisarankanmanajemenekspektatif.9

BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS IBU HAMIL
Anamnesa Pribadi
No. RM

: 01.01.64.95

Nama

: Sri Ulina Tarigan

Umur

: 24 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

fetal
maternal

18

Alamat

: Dusun V

Pendidikan terakhir

: SMA

Agama

: Islam

Suku

: Batak

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah

Tanggal masuk

: 07 Desember 2016

Anamnesa Penyakit
Ny.S, 24 tahun, G1P0A0, Batak, Islam, SMA, IRT i/d Tn.M, 33 tahun, Jawa,
Islam, SMA, supir, datang dengan
Keluhan utama

: Tekanan darah tinggi

Telaah

: Pasien baru mengetahui hal ini sejak 3 hari yang lalu. Riwayat
kejang (-).Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil
(-).Riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan muda
(-).Riwayat kepala pusing (-), pandangan kabur (+), nyeri ulu
hati (+).Riwayat keluar lendir darah (-).Riwayat mules-mules
mau melahirkan (-).Riwayat keluar air-air dari kemaluan
(-).Pasien merupakan rujukan dari RSUD Kisaran dengan
diagnosa gravida + PEB.BAK (+) via kateter, BAB (+)
normal.

RPT

:-

RPO

:-

RIWAYAT HAID
HPHT

: ?- Maret 2016

TTP

: ? Desember 2016

ANC

: Bidan 8x

RIWAYAT PERSALINAN

19

1. Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Sens

: compos mentis

Anemis

:-

TD

: 170/110 mmHg

Ikterik

:-

HR

: 88x/i

Sianosis

:-

RR

: 20x/i

Dyspnoe

:-

: 36,70C

Oedema

:-

STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen

: Membesar asimetris

TFU

: 3 jari bawah proc. xyphoideus

Teregang

: Kanan

Terbawah

: Kepala

Gerak

:+

His

:-

DJJ

: 144 x/i, reguler (+)

STATUS GINEKOLOGI
VT

: Setelah MgSO4 masuk, cx tertutup

USG TAS :

Janin Tunggal, Intrauterin

Fetal Movement (+), Fetal Heart Rate (+)

Biparietal Diameter

92,0 mm

Abdomen Cavitty

29,8 mm

Air Ketuban

(+) cukup.

Estimated fetal/baby weight

2591 gr

Plasenta

Corpus Posterior grade III

20

Kesan

IUP (36-37) mgg +PK+AH

LABORATORIUM (7 Desember 2016)


Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit

Hasil
12 mg/dl
36 %
3,9 10^6 l
11.700 l
151.000 /ml

Pemeriksaan
SGOT/SGPT
D-Dimer
Fibrinogen
Proteinuria

Hasil
19/16 u/l
920
671 mg/
++

DIAGNOSA SEMENTARA
PEB + Maternal Distress + PG + KDR (36-38) minggu + PK + AH
TERAPI
1.
2.
3.
4.

Pasang infus
Pasang Kateter dan pantau UOP
Loading dose MgSO4 20% (10cc) bolus perlahan (selama 15 menit)
Maintenance dose MgSo4 1gr/jam 40 % (15cc) dalam 500 cc RL 28 gtt/i selama 6
jam.

5. Nifedipine tab 4 x 10 mg (apabila TD 160/110 mmHg, diberikan 10 mg setiap


setengah jam dan dosis maksimal 120 mg/24 jam)
RENCANA
-

SC Cito

Konsul Anastesi

Konsul Perinatologi

Inj. Ceftriaxone 2gr - Profilaksis (Skin Test)

LAPORAN SECTIO CAESARIA


Tanggal Operasi
Diagnosa Pra bedah

: 7 Desember 2016, pukul 22.30 WIB


:PEB + Maternal Distress + PG + KDR (36-37) minggu +
PK + AH

Diagnosa Pasca Bedah : Post SC pada PEB + Maternal Distress


Tindakan
: Seksio sesarea

21

Uraian Pembedahan
Bayi lahir , BBL 2500 gr, PB 47 cm, Apgar Score 7/8, Anus (+)
1. Dibawah spinal anasthesi, ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus
dan kateter terpasang dengan baik.
2. Dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik pada lapangan operasi dengan
betadine dan alkohol 70%, lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan
operasi.
3. Dilakukan insisi pfannensteil mulai dari kutis dan subkutis sepanjang 10cm
4. Dengan menyisipkan pinset anatomis di bawahnya, fasia digunting ke kiri dan
kanan kemudian otot dikuakkan secara tumpul.
5. Peritoneum diklem dan dijepit diantaranya kemudian digunting dan dilebarkan
ke atas dan ke bawah, dipasang hack blast.
6. Tampak uterus gravidarum sesuia usia kehamilan, identifikasi SBR dan
ligamentum rotundum.
7. Kemudian plika vesiko uterina digunting ke kiri dan ke kanan dibebaskan ke
bawah ke arah blast secukupnya.
8. Selanjutnya dinding uterus diinsisi secara konkaf sampai menembus subendometrium kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar
sesuai arah sayatan.
9. Dengan meluksir kepala, lahir bayi laki-laki dengan BB 2500 gr, PB 47 cm, AS
7/8, dan anus (+).
10. Tali pusat diklem di dua tempat dan digunting di antaranya.
11. Plasenta dilahirkan secara PTT, kesan : lengkap.
12. Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem
kemudian kavum uteri dibersihkan dengan kassa steril hingga bersih.
13. Kemudian lapisan abdomen dijahit lapis demi lapis mulai dari uterus,
peritoneum, otot, fascia, subkutis, dan kutis.
14. Luka operasi ditutup dengan supratule, kassa steril, dan hipafix.
15. Liang vagina dibersihkan sampai bersih.

22

16. Keadaan umum ibu post SC stabil.

TERAPI POST SC
1. IVFD RL + oksitosin 10-10-5-5 20 gtt/i
2. IVFD RL + MgSO4 40% (15cc) 28 gtt/i
3. Nifedipine 4x10mg (apabila TD 160/110 mmHg, diberikan 10 mg setiap
setengah jam dan dosis maksimal 120 mg).
4. Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
5. Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
6. Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam

RENCANA
1. Awasi KALA IV : vital sign, kontraksi, dan tanda-tanda perdarahan.
2. Cek darah lengkap 2 jam post operasi.
Pemantauan Post SC
Jam (WIB)

06.00

06.15

06.30

07.00

07.30

Nadi permenit

85

90

90

88

85

TD (mmHg )

150/90

150/90

160/90

160/90

160/100

Pernafasan

24

24

20

22

22

Perdarahan

10 cc

10 cc

10 cc

10 cc

10 cc

Kontraksi

Kuat

Kuat

Kuat

Kuat

Kuat

23

FOLLOW UP PASIEN
8 Desember 2016
Hasil Laboratorium 2 jam Post SC

S
O

Hb

: 11,7 gr/dl gr/dl

Erytrocyte

: 3.820.000 / mm3

Leukocyte

: 15.740/ mm3

Hematocrit

: 35.2 %

Trombocyte
Post Operative Care
Status Present :

: 108.000 / mm3

Sensorium

: Compos Mentis

Anemis

:-

24

TD

: 150 / 110 mmHg

Dyspnoe

:-

HR

: 88 x/i

Oedem

:-

RR

: 20 x/i

Ikterik

:-

: 36,7oC

Sianosis

:-

Status Lokalisata :
Kepala : Normosefali
Mata

: Conj. palpebra inferior anemis -/-

T/H/M

: dalam batas normal

Thorax

: SP: vesikuler, ST: (-)

Abdomen

: Soepel ,Peristaltik (+) N

TFU

: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+)

L/O

: tertutup verban kesan kering

P/V
BAK
A
P

: (+) lochia (+) rubra


: (+) via kateter, UOP 50 cc/jam, kuning

BAB
: (-) flatus (+)
Post SC a/i PEB + NH0
Th/
IVFD RL + MgSO4 30 cc 14 gtt/i (24 Jam)
IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr /12jam
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
Inj. Asam Transamin 500 mg / 8 jam (24 Jam)
Nifedipin 4x10 mg
R/
Awasi Vital Sign, Kontraksi, UOP dan tanda - tanda
perdarahan
Terapi lanjut

25

Mobilisasi
9 Desember 2016
S
O

Post Operative Care


Status Present :
Sensorium

: Compos Mentis

Anemis

:-

TD

: 150 / 90 mmHg

Dyspnoe

:-

HR

: 80 x/i

Oedem

:-

RR

: 20 x/i

Ikterik

:-

: 36,7oC

Sianosis

:-

Status Lokalisata :
Kepala : Normocephal
Mata

: Conj. palpebra inferior anemis -/-

T/H/M

: dalam batas normal

Thorax

: SP: vesikuler, ST: (-)

Abdomen

: Soepel ,Peristaltik (+) N

TFU

A
P

: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+)

L/O

: tertutup verban kesan kering

P/V

: (+) lochia (+) rubra

BAK

: (+) via kateter, UOP 50 cc/jam, kuning

BAB
: (-) flatus (+)
Post SC a/i PEB + Maternal Distress + NH1
Th/
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr /12jam
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
Nifedipin 4x10 mg
R/

26

Terapi lanjut
Mobilisasi
Aff kateter
ACC pindah ruangan

10 Desember 2016
S
O

Status Present :
Sensorium

: Compos Mentis

Anemis

:-

TD

: 120 / 80 mmHg

Dyspnoe

:-

HR

: 78 x/i

Oedem

:-

RR

: 22 x/i

Ikterik

:-

: 36,6oC

Sianosis

:-

Status Lokalisata :
Kepala : Normosefali

A
P

Mata

: palpebral inferior anemis -/-

T/H/M

: dbn/nasal kanul terpasang/dbn

Thorax

: SP: vesikuler, ST: (-)

Abdomen

: Lihat status obstetri

Ekstremitas

: Akral Hangat, CRT <3dt ,Oedem pretibial (-)

Abdomen

: Soepel ,Peristaltik (+) N

TFU

: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+)

L/O

: tertutup verban kesan kering

P/V

: (+) lochia (+) rubra

BAK

: (+) spontan

BAB
: (-) flatus (+)
Post SC a/i PEB +Maternal Distress + NH2
Th/
Cefadroxil 2x500mg

27

Asam Mefenamat 3 X 500 mg


Vitamin B Complex 2 X 1
Nifedipin 4x10 mg
R/
Aff infus
Terapi oral

11 Desember 2016
S
O

Status Present :
Sensorium

: Compos Mentis

Anemis

:-

TD

: 120 / 80 mmHg

Dyspnoe

:-

HR

: 76 x/i

Oedem

:-

RR

: 20 x/i

Ikterik

:-

: 36,6oC

Sianosis

:-

Status Lokalisata :
Kepala : Normocephal
Mata

: palpebral inferior anemis -/-

T/H/M

: dalam batas normal

Thorax

: SP: vesikuler, ST: (-)

Abdomen

: Lihat status obstetri

28

Ekstremitas

A
P

: Akral Hangat, CRT <3dt ,Oedem pretibial (-)

Abdomen

: Soepel ,Peristaltik (+) N

TFU

: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+)

L/O

: tertutup verban kesan kering

P/V

: lochia (+) rubra

BAK

: (+) normal

BAB
: (-) flatus (+)
Post SC a/i PEB + Maternal Distress + NH3
Th/
Cefadroxil 2x500mg
Asam Mefenamat 3 X 500 mg
Vitamin B Complex 2 X 1
Nifedipin 4x10 mg
R/ PBJ

BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang wanita, Ny.S, usia 24 tahun, datang ke RSUPM dengan keluhan
tekanan darah tinggi.Hal ini dialami os 8 hari SMRS. Riwayat mulas-mulas mau
melahirkan (-), riwayat keluar lendir darah (-), riwayat keluar air-air dari
kemaluan (-), riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan (-), riwayat
tekanan darah tinggi selama kehamilan (+), riwayat kejang (-), riwayat pandangan
mata kabur (+) , riwayat kepala pusing (+), riwayat nyeri ulu hati (+), BAK (+) N,
BAB (+) N.
Pasien datang ke IGD dengan tekanan darah 170/110mmHg. Setelah
dilakukan SC, lahir bayi laki-laki, BB 2500 gr, PB 47 cm . A/S : 7/8, anus (+).
DISKUSI KASUS

TEORI
Preeklampsia didefinisikan sebagai

Pada

KASUS
kasus ini

ditemukan

29

hipertensi yang baru terjadi pada

tekanan darah pasien saat masuk

kehamilan/di atas usia kehamilan

yaitu 170/110 mmHg pada usia

20

kehamilan 36-38 minggu.

minggu

disertai

adanya

gangguan organ.

Diagnosis

preeklamsia

berat

Pada pasien ditemukan keluhan

ditegakkan apabila dijumpai salah

nyeri kepala, pandangan kabur

satu dari:

serta nyeri ulu hati

a.

Tekanan

darah

sekurang-

kurangnya 160 mmHg sistolik atau


110 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
b. Trombositopenia : trombosit <
100.000 / mikroliter.
c. Gangguan ginjal : kreatinin serum
>1,1

mg/dL

atau

didapatkan

peningkatan kadar kreatinin serum


pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya.
d.
Gangguan liver : peningkatan
konsentrasi

transaminase

kali

normal dan atau adanya nyeri di


daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen.
e. Edema Paru
f.
Didapatkan gejala neurologis :
stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
g.

Gangguan

menjadi

tanda

pertumbuhan
gangguan

janin

sirkulasi

uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal


Growth

Restriction

(FGR)

atau

30

didapatkan Absent or Reversed end


Diastolic Velocity (ARDV)

Cara pemberian magnesium


sulfat regimen:

Pada pasien ini telah dilakukan


pemasangan

kateter

dan

Loading dose : initial dose4 gram

pemberian

medikamentosa

MgSO4 intravena, (40 % dalam 10

berupa loading dose inj. MgSO4

cc) selama 15 menit.

40% 4gr 10cc (bolus lambat)

Maintenance dose :Diberikan infus

dan maintenance dose IVFD RL

6 gram dalam larutan Ringer/6

+ MgSO4 40% 30cc (12 g) 14

jam; atau diberikan 4 atau 5 gram

gtt/i

i.m. Selanjutnya maintenance dose


diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam.

Kriteria

terminasi

kehamian Pada pasien dijumpai hipertensi berat

pada preeklamsia berat adalah

yang tidak terkontrol, pandangan

hipertensi

kabur, dan usia kehamilan 36-38

berat

yang

tidak

terkontrol, usia kehamilan 34

minggu.

minggu, gejala preeklampsia

dilakukan dengan operasi sectio

berat yang tidak berkurang

caesarea.

(nyeri kepala, pandangan kabur,


dsbnya),
terhambat,

pertumbuhan

janin

penuruan

fungsi

ginjal

progresif,

oligohidramnion

persisten,

trombositopenia persisten atau


HELLP

Syndrome,

profil

biofisik < 4, edema paru,


deselerasi variabel dan lambat
pada NST, eklampsia, doppler
a. umbilikalis: reversed end
diastolic flow, solusio plasenta,

Terminasi

kehamilan

31

kematian janin, persalinan atau


ketuban pecah.
PERMASALAHAN
1)

Apakah penanganan untuk pasien ini sudah tepat?

2)

Sebagai dokter umum di level puskesmas, apabila menemukan kasus


seperti ini apa yang harus dilakukan?

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
2. Cunningham C, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
2014. Obstetri Williams. Ed 23. Jakarta: EGC.
3. Benson RC, Pernoll ML. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta:EGC.
4. POGI. 2016. Diagnosis dan Tata Laksana Preeklamsia. Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal
5. Indriani

N.Analisis

Faktor-faktor

yang

Berhubungan

dengan

Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah


Kardinah Kota Tegal. 2011.
6. World Health Organization. WHO recommendations for Prevention and
treatment

of

pre-eclampsia

and

eclampsia.

2011.

Available

at

http://www.hse.ie/eng/about/Who/clinical/natclinprog/obsandgynaeprogram
me/guideeclamspsia.pdf [Accesed 23 December 2016]

32

7. Gant

NF,

Cunningham

FG.

2011.

Dasar-dasar

Ginekologi

Obstetri.Jakarta:EGC
8. Mochtar,Rustam.2015. Sinopsis Obstetri. Ed 3. Jakarta: EGC
9.

ACOG. 2013. Hypertension in Pregnancy. The American College of


Obstetrician and Gynaecologist. Page 32-37

dan

33

Anda mungkin juga menyukai