Anda di halaman 1dari 23

LARING FARING

TRAUMA LARING
Anamnesis :
- Macam trauma
- Arah trauma
- Nyeri leher
- Sesak nafas
- Emfisema subkutis krepitasi
- Hemoptisis
- Disfonia
- Perdarahan
Pemeriksaan penunjang :
- Foto jaringan lunak leher AP/LAT
- Ct-Scan
- Thoraks foto
TRAUMA LARING / LEHER TINDAKAN SEGERA :
- Awasi dan bersihkan jalan nafas
- Hentikan sumber perdarahan
- Infus
- Laringoskopi
1. TRAUMA TUMPUL :
- Dengan sumbatan jalan nafas ( Stridor,sesak nafas, retraksi (+) ) Trakeostomi
- Tanpa sumbatan jalan nafas ( sesak nafas (-) , Nyeri daerah leher (+), Disfoni
pita suara terganggu ) laringoskopi langsung jika terdapat tanda2 akan
terjadi edema laring oleh karena kebocoran di jalan nafas trakeostomi
- Edem laring / hematoma laring observasi bila perlu trakeostomi
- Ruptur kartilago: tiroid, krikoid, avulsi pita suara, dislokasi aritenoid, terlepasnya
kartilago tiroid & krikoid trakeostomi dilanjutkan eksplorasi serta rekonstruksi,
antibiotik, steroid, vocal rest.
2. TRAUMA TAJAM( Luka terbuka, luka iris, luka tembus)
- Eksplorasi
- Rekonstruksi
- Pemasangan silikon tube
3. TRAUMA ENDOGEN trakeostomi ( intubasi lama, trauma waktu intubasi,
trakeostomi )
- Dilatasi
- Eksisi jaringan parut/ granulasi dilanjutkan dengan pemasangan T tube
- Reseksi trakea + reanastomosis ( dilakukan bila striktur < 2-3 cm )
- Laser
4. LUKA BAKAR : laringoskopi sumbatan jalan nafas jika ada
- Trakeostomi, antibiotik , steroid
5. TRAUMA AUTOGEN : (oleh karena vocal abuse ) laringoskopi,steroid, vocal
rest.

TRAKEOSTOMI
Pembuatan lubang di dinding anterior trakea untuk mempertahan kan jalan nafas.
Jenis trakeostomi :
1. Menurut letaknya :
- Letak tinggi : Pada cincing trakea pertama Pada kasus gawat
- Letak tengah : setinggi istmus ( komplikasi paling rendah)
- Letak rendah : dibawah istmus
2. Menurut waktu :
- Darurat ( segera dengan sarana yang kurang )
- Berencana ( persiapan dan sarana cukup dan lege artis)
Indikasi trakeostomi :
- Mengatasi obstruksi laring
- Mengurangi ruang rugi (dead air space ) di saluran nafas ( rongga mulut, sekitar
lidah dan faring ) , sehingga seluruh oksigen akan masuk ke paru.
- Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus pada penderita yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologis ( penderita koma )
- Untuk memasang alat repirator/ alat bantu nafas
- Keperluan anestesi umum
- Pada pasien dengan ETT lebih dari 2 minggu atau pada kasus kasus yang
diperkirakan akan membutuhkan ETT dalam jangka waktu lama
Kontraindikasi :
Pada pasien dengan obstruksi laring oleh tumor ganas, karena memperbesar
kemungkinan kekambuhan pada waktu laringektomi sangat sulit melakukan eksisi luas
pada trakeostomi rendah.
Keuntungan trakeostomi ( dibanding ETT)
- Pasien sulit menelan jika menggunakan ETT
- Membersihkan kanul lebih mudah dibanding ETT
- Mengeluarkan sekret lebih mudah dan kemungkinan terjadinya obstuksi pipa
lebih kecil
- Dengan trakeostomi pasien yang sadar dapat berbicara
- Intubasi lama endolaring menimbulkan ulserasi mukosa yang akhirnya dapat
menjadi granuloma, adhesi dan akhirnya stenosis laring.
- Proteksi terhadap aspirasi
- Memungkinkan pasien menelan tanpa refleks apneu ( penting pada pasien dengan
gangguan pernafasan)
- Untuk pemberian obat-obatan dan humidikasi udara pernafasan ke traktus
trakeobronchial
- Mengurangi kekuatan batuk mencegah pemindahan sekret ke perifer
Jenis pipa / kanul trakeostomi ;
- Kanul perak ukuran standart tipe Hollinger & Jackson
- Kanul silikon / portex ( mengurangi trauma pada dinding trakea )

Kanul silastik rancangan Aberden ( untuk bayi & anak, fleksibel, dapat dipotong,
aliran udara lebih baik karena tidak ada kanul dalam)

Trakeostomi pada bayi & anak kecil


ANATOMI
- Lebih kecil dari laring orang dewasa, istmus relatif lebih kecil terhadap saluran
nafas
- Daerah yang paling sempit adalah infragoltis ( dewasa glotis)
- Tumbuh cepat sampai usia 6 tahun lalu melambat
- Lahir : batas inferior kartilago krikoid setinggi batas atas C4 dan ujung epiglotis
berhadapan dengan vertrebra C1 sehingga epiglotis dapat terlihat dengan mudah
dibalik dorsum lidah
- Kerangka tulang lebih lunak , ligamen penyangga lebih longgar sehingga laring
lebih mudah mengempis pada tekanan negatif dari dalam
- Epiglotis berbentuk omega , cenderung menutup vestibulum bila edema
PERAWATAN TRAKEOSTOMI
Pra tindakan :
Persiapan alat-alat, ijin tindakan dan kanul
Alat :
- Spuit disp. 2,5 cc ( 2buah)
- Pisau skalpel ( no 11 & 18 )
- Pinset anatomis
- Gunting panjang & tumpul
- Sepasang pengait tumpul
- Klem arteri
- Gunting kecil yang tajam
- Lidokain 2%
- Betadine
- Sulfas atropin
- Kasa steril
- Doek steril
- Lampu kepala
- Sarung tangan
- Kanul trakeostomi dengan ukuran yang sesuai serta tali pengikatnya.
Pasca tindakan :
- Pemeriksaan radiologis pasca tindakan untuk evaluasi posisi kanul
- Sekret pada trakea dan kanul harus sering dihisap untuk mencegah obstruksi
karena sekret yang mengental & menumpuk asfiksia
- Penghisapan / kateter hanya boleh masuk selama 15 detik atau kurang karena
penghisapan lama dapat menyebabkan hipoksia dan henti jantung
- Kanul tidak boleh diganti minimal 3 hari sampai terbentuknay saluran yang
permanen , setelah itu kanul dapat diganti / dicuci sewaktu-waktu ( minimal 2
minggu sekali)

Kain kasa dibawah kanul harus diganti setiap hari untuk menghindari dermatitis

DEKANULASI
-

Pada ana harus segera dilakukan untuk mencegah trakeobronkitis, ulserasi trakea
stenosis trakea, trakeomalasia dan fistula trakeokutan yang menetap
Segera setelah pasien membaik, kanul diganti dengan yang lebih kecil ukuranya
sampai memungkinkan udara memintas ke saluran nafas atas
Pipa ditutup ( 8-12 jam ) untuk evaluasi jalan nafas yang adekuat, kemampuan
menelan dan mengeluarkan sekret Dekanulasi dan fistel trakeokutan ditutup.

KOMPLIKASI TRAKEOSTOMI
Segera :
1. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan
2. Perdarahan
3. Trauma bedah pada struktur sekitar ( esofagus , N laringeus rekuren, dan kupula
pleura
4. Pneumothoraks dan pneumomediastinum
5. Trauma kartilago krikoid ( trakeostomi letak tinggi)
Menengah :
1. Infeksi Trakeitis dan trakeobronkitis
2. Perdarahan Erosi trakea
3. Hiperkapnia
4. Atelektasis
5. Obstruksi pipa trakeostomi
6. Kanul terlepas
Lanjut :
1. Fistel trakeokutan yang menetap
2. fistel trakeo esofageal
3. Stenosis laring atau trakea
4. Granulasi trakea
5. Trakeomalasia
Patofisiologi
1. Perdarahan :
- Bawaan hemofilia, gangguan pembekuan darah
- Anomali vaskular :
Arkus aorta dekat manubrium sterni
Arteri inominata letaknya lebih keatas
Overlaping dengan trakea diatas a. tiroidea inferior dan a. karotis komunis
Koagulopati
Perdarahan pada late complication :
- Erosi a. inominata oleh kanul
Karena :
- Insisi terlalu rendah di bawah cincin 3
- Kanul terlalu besar dan panjang sehingga menyebabkan erosi dinding trakea
bagian depan
4

- Balon terlalu mengembang menyebabkan iskemi terjadi nekrosis


- Infeksi trakea
- Aberant
Penatalaksanaan :
Eksplorasi, ligasi, strenotomi
2. Masalah kanul :
Ukuran :
- Terlalu pendek : kanul dapat terlepas, menyumbat oleh karena obstruksi pada
dinding posterior trakea
- Terlalu panjang : iritasi dan batuk, dapat masuk bronchus kanan
Jenis kanul :
- Metal
- PVC
- Silikon
- Kombinasi PVC-Silikon
Kanul dapat terlepas bahaya pada 5 hari pertama :
- Ukuran kanul yang sesuai
- Kanul di ikat
- Jahitan pengaman
3. Masuknya udara emfisema subkutis, pneumathoraks
, pneumo mediastinum yang dapat terjadi saat intra operatif early complication
udara masuk antara deep layer dengan superficial layer.
Cara mencegah :
- Jangan mendiseksi jaringan pretrakealis dan jaringan lateral trakea terlalu banyak
- Insisi kulit tidak dijahit karena penutupan luka menyebabkan udara bertekanan
tinggi tidak dapat keluar melalui insisi trakea.
Penatalaksanaan :
- Emfisema subkutis diharapkan dapat diresorbsi
- Pneumothorak WSD , thorakotomi chest tube, drenase
- Pneumomediastinum oleh karena : ruptur trakea, diseksi fasia leher, ruptur
alveoli
4. Infeksi terjadi 24 jam pasca trakeostomi
- Pneumonia
- Trakeitis
5. Jaringan granulasi:
- Supra strenal granulasi terutama jika menggunakan kanul logam
- Trakeal granuloma terutama pada dinding anterior dan superior karena luka tidak
higienis dan kanul terlalu besar.
Terapi laser, kortikosteroid, removal.
6. Gangguan menelan
- Kanul menyebabkan trakea terikat pada otot2 strap, sternohioid, strenotiroid, yang
menyebabkan otot supra hioid tidak bisa begerak sehingga refleks normal dari
laring tidak ada ( partial fixation larynx by the tube) aerofagi dilatasi gaster
Terapi : Ganti tube yang sesuai, pasang NGT untuk dekompresi
7. Aspirasi : hilangnya refleks laring yang normal pakai cuff
5

DIAGNOSIS BENJOLAN DI LEHER


Daerah kelenjar limfa leher:
Menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center Classification
I. Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula
II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar limfe jugular superior,
kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior superior
III. Kelenjar limfa jugularis diantara bifurkasio karotis dan persilangan m. omohioid
dengan m. sternokleidomastoideus dan batas posterior m. sternokleidomastoid
IV. Kelenjar di daerah jugularis inferior dan supra klavikula
V. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal
Setiap benjolan dileher yang tidak nyeri pada orang dewasa harus dipertimbangkan
adanya proses keganasan sampai pemeriksaan histologis menyatakan sebaliknya.
Diagnosis
A. Riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik ( Anamnesis, Inspeksi,
Palpasi )
Anamnesis ;
- Kebiasaan hidup ( merokok, minum alkohol)
- Riwayat kanker dalam keluarga
- Gejala sistemik
- Kemungkinan menderita TBC
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan THT yang lengkap :
Inspeksi :
- Wajah
- Kulit kepala
- Kulit leher
- Seluruh permukaan mukosa : Hidung, telinga, mulut , nasofaring , hipofaring,
dasar lidah, laring.
- Apakah terdapat sikatrik bekas radiasi terdahulu
Palpasi :
- Apakah terfiksasi dengan struktur dibawahnya
- Tunggal/ multiple
- Palpasi pada daerah orofaring dan dasar lidah
- Pemeriksaan kulit kepala dan leher menyingkirkan lesi-lesi kulit seperti
melanoma , karsinoma sel skuamosa
Lokasi :
- Benjolan akibat peradangan atau keganasan biasanya mengikuti pola drenase
limfatik leher lokasi benjolan memberikan kunci letak infeksi atau tumor
primer
- Misalnya : benjolan di daerah supraklavikula berasal dari penyebaran tumor dari
tempat jauh ( paru, payudara) benjolan pada garis tengah biasanya tiroid atau lesi
kongenital

Kecepatan tumbuh :
- Benjolan yang cepat tumbuh dalam periode hari biasanya merupakan radang
- Benjolan yang tumbuh beberapa minggu perlu dicurigai suatu neoplasma
Konsistensi :
- Benjolan lunak dileher biasanya suatu lesi kistik kongenital atau lesi jinak
lipoma atau hemangioma
- Benjolan keras biasanya lesi ganas
Mobilitas :
- Benjolan jinak / radang biasanya tidak terfiksir
- Benjolan yang terfiksir biasanya mengarah kekeganasan
Nyeri :
- Benjolan yang nyeri berhubungan dengan infeksi sistemik yang biasanya
berhubungan dengan pradangan
- Masa tumor dapat nyeri jika terdapat nekrosis sentral/ infeksi sekunder
B. Pemeriksaan penujang
1. LED Meningkat pada infeksi sistemik atau pada tumor, SGOT/SGPT, Ueum /
kreatinin
2. Pemeriksaan serologis mendiagnosa titer Epstein Barr virus
3. Tes Mantoux, Bakteri tahan asam , pulasan sputum TBC
4. Tes VDRL
5. Sialografi membedakan lesi kelenjar liur
6. Radiologi
- Thoraks foto : untuk curiga lesi paru
- Leher lateral : kecurigaan massa tiroid atau infeksi leher dalam
- Tomografi komputer : mengetahiu ukuran , perluasan benjolan secara akurat,
dapat melihat masa tumor di dasar lidah, hipofaring, atau faring
7. Endoskopi : diinspeksi secara langsung umumnya panendoskopi
8. MRI
9. FNAB : jika hasil evaluasi diatas dan laboratorium gagal
10. USG : untuk kasus-kasus tertentu
11. Biopsi terbuka : diindikasikan bila seluruh pemeriksaan tersebut diatas telah
dilakukan dan asal/ penyebab tidak diketahui
Benjolan leher pada anak-anak
-

Biasanya akibat kelainan kongenital atau akibat inflamasi


2% keganasan
Adenitis pada anak biasanya terjadi akibat infeksi dileher berhubungan dengan
Streptokokus B Hemolitikus kelompok A dan Staphillokokus Aureus
Infeksi Micobakterium tuberkulosa jarang pada anakbiasanya berhubungan
dengan infeksi paru
Infeksi pernafasan paling sering mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe di
leher biasanya mengecil dalam waktu 7-14 hari, bila bertahan s/d 4-6 hari
biasanya infeksi mononukleosis
Benjolan di garis tengah kista dermoid/ lipoma
7

Benjolan didaerah segitiga anterior leher sering ditemukan nonlimfoid kista


celah brachial
Limfoma malignum merupakan keganasan yang paling sering menyebabkan
pembesaran kelenjar limfe servikaladenopati pada anak
Rhabdomiasarkoma merupakan sarkoma yang paling sering ditemukan pada
anak
Kistik higroma

Diagnosis banding benjolan dileher :


Kelainan bawaan :
- Limfangioma
- Kista dermoid
- Kista duktus tiroglosus
- Kista brachial
- Faringokel
Peradangan :
1. Non spesifik :
- Gigi, tonsil,dll
- Ruang daerah leher : parafaring, retrofaring, submandibula
- Mononukleosis
2. Spesifik : TBC, Sarkoidosis
Tumor Primer :
- Asal serabut saraf Neurofriboma
- Limfoma : Hodgkin, NonHodgkin
Metastasis :
- Nasofaring
- Tonsil
- Hidung dan sinus maksila
- Laring
- Tiroid
- Paru
- Tak diketahui
IMUNOLOGI PADA TONSIL
Pada dasarnya system imun adalah pengenalan antigen asing dan menjaga tubuh dari
serangan benda asing tersebut
Suatu makromoekul bukan berasal dari tubuh masuk kedalam tubuh (antigen ) akan
merangsang system imun sebabkan reaksi imun
Imun juga dapat merugikan tubuh , misalnya pada transplantasi atau adanya reaksi imun
terhadap sel yang dihasilkan oleh tubuh sendiri (penyakit autoimun) , selain itu system
imun dapat mengenal dan memusnahkan sel ganas yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
Sistem imun terbagi 2 :
1.Kekebalan seluler yang di perankan oleh sel limfosit T
2.Kekebalan seluler yang diperankan oleh limfosit B

Tonsil mempunyai peran imunitas local dan imunologik tubuh lokasi tonsil dan
adenoid yang merupakan bagian dari jaringan limfoid cicin Waldeyers memungkinkan
selalu kontak dengan agen dari luar seperti mikroorganisme pathogen
Sistem imunologi terbagi 2 :
1. Kekebalan seluler sel T maturasi oleh kelenjar timus
2. Kekebalan humoral sel B menghasilkan antibody bila dirangsang
oleh antigen lalu sel B memperbanyak diri dan sebagian besar menjadi sel
plasma yang dapat mensintesis antibody terhadap antigen tersebut
maturasi di sumsum tulang lalu bermigrasi ke jaringan limfatik perifer.
Keduanya berasal dari stem sel kemudian bermigrasi ke jaringan limfoid perifer
Tonsil dan adenoid merupakan jaringan limfoid mukosa (MALT=mucosa associated
lymphoid tissue) dan mempunyai hubungan langsung dengan pertahanan setempat.
Menurut Cantani: Level Ig A anak lebih turun daripada orang dewasa berangsur-angsur
meningkat sampai puncak usia 10-20 th
Tonsil dan adenoid dilibatkan dalam memproses antigen melalui Antigen Processing
Cells didaerah ekstra folikel, selanjutnya didaerah pusat germ antigen mendapat respon
dari sel B yang menghasilkan antibody. Pengaturan respon imunologi merupakan fungsi
dari sel limfosit T yang terdiri dari T helper dan T supresor
Kontak tonsil dengan antigen :
- Sel membrane
Mediator release interleukin limfokin I
- Antigen presenting cells
(IL-I)
- Sel makrofag
Mengaktifkan sel T interleukin limfokin II merangsang sel B membentuk
immunoglobulin( IgM,IgA, IgG)
Imunoglobulin G
Merupakan komponen utama immunoglobulin serum. IgG dan komplemen bekerja sama
sebagai opsonin yang dalam bahasa Yunani artinya disiapkan untuk dimakan. IgG
ditemukan banyak dalam darah ,LCS,dan peritoneal (Kadar IgG dalam serum dewasa
normal 700-1900/100ml atau 75% immunoglobulin serum)
Imunoglobulin A
Sekretori IgA adalah immunoglobulin yang predominan pada cairan eksokrin tubuh dan
mempunyai peranan yang penting pada resistensi immunoglobulin. IgA sangat sedikit
ditemukan dalam serum. IgA dalam serum dapat mengaglutinasi dan mengganggu
mobilitas kuman, sehingga memudahkan fagositosis. IgA mempunyai peran sebagai
pertahanan permukaan mukosa (Kadar dalam serum dewasa normal 10% atau 0.52mg/ml)
Imunoglobulin M
Dibentuk paling dahulu pada respons imun primer disbanding dengan IgG, oleh karena
itu adanya kadar IgM yang tinggi menunjukan adanya infeksi dini. Kebanyakan antibody
lamia seperti isoglutinin, golongan darah AB, dan antibodi heterofil adalah IgM.
Fungsinya mencegah gerakan organisme pathogen, memudahkan fagositosis dan
merupakan aglutinator kuat terhadap antigen. IgM juga menguatkan antibody yang dapat
mengaktifkan komplemen dengan kuat. (Kadar 10% atau 0.5-2mg/ml)
Imunoglobulin D
Kadar sangat rendah dalam darah , mungkin karena tidak dilepas dalam plasma dan
sangat rentan terhadap degradasi oleh proses proteolitik. ( Kadar 1% /0.4mg/ml)
9

Imunoglobulin E
Merupakan immunoglobulin yang paling sedikit dalam serum. IgE merupakan
immunoglobulin yang menyebabkan reaksi alergi . Kadare IgE tinggi pada reaksi alergi
dan infeksi parasit. IgE mudah diikat oleh mastosit , basofil, dan eosinofil yang
permukaannya mempunyai reseptor fraksi Fc dari IgE. IgE dibentuk oleh sel plasma
selaput saluran nafas dan cerna, dari beberapa penelitian diketahui jaringan tonsil
mengandung sel limfosit B penghasil IgE terbanyak dibanding limfiod lain.
TONSILEKTOMI
Indikasi absolut :
- Timbulnya cor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang lama
- Hipertropi tonsil dan adenoid dengan OSAS
- Hipertropi tonsil yang mengakibatkan disfagia dan penurunan berat badan
- Biopsi eksisional tersangka keganasan
- Abses peritonsil yang berulang/ abses yang meluas ke jaringan sekitarnya
- Tonsilitis kronis
- Tonsilitis dengan kejang demam dan karier difteri
Indikasi relatif / pada anak-anak :
- Tonsilitis berulang
- Tonsilitis dengan karier Streptokokus terutama Bhemolitikus
- Hiperplasia tonsil dengan gangguan menelan
- Hiperplasia tonsil dengan obstruksi 6 bulan pasca infeksi mononukeosis
- Tonsilitis kronis dengan riwayat demam rematik dan kelainan jantung
- Tonsilitis kronis yang tidak respon dengan medikamentosa
- Hipertropi tonsil dengan kelainan orofasial atau gigi yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas
- Infeksi tenggorok dan atau saluran nafas berulang
Kontraindikasi :
Absolut :
- Kelainan darah hemofilia, leukemia, anemia aplastik
- Penyakit sistemik tak terkontrol DM, Penyakit jantung, hipertensi, gangguan
ginjal
Relatif :
- Infeksi sitemik/ infeksi akut atau kronis
- Asma
- TBC aktif
- Demamyang tidak diketahui penyebabnya
- Pembesaran tonsil tanpa gejala obstruksi
- Celah palatum
- Epidemi poliomielitis
- Menstruasi
- Umur kurang 3 tahun
- Pengguna aspirin dalam 2 minggu terakhir

10

Persiapan operasi :
Jelaskan prosedur dan standart opersi pada pasien dan keluarga
Jelaskan tujuan operasi
Pemeriksaan : DPL, BT-CT, PT APTT, ASTO, SGOT/ SGPT, UR/CREAT,
Urinalisa, EKG, rontgent dada
- Surat ijin tindakan
- Evaluasi indikasi dan kontraindikasi operasi
- Konsul : anestesi
- Pemberian sedatif ( valium/ dazepam 0,5-1mg) pre op untuk anestesi umum
- Puasa
Komplikasi operasi :
Durante operasi
Post operasi (8 jam I )
1. Trauma pada : bibir, gigi, 1.Perdarahan :
lidah, tuba eusta.
- Ikatan pembuluh darah
yang terlepas
- Tekanan darah yang
meningkat
- Hilangnya vasokonstriktor
adrenalin
- Bekuan darah terlepas
- Peningkatan tekanan vena
karena batuk
2.Dislokasi sendi rahang 2.Sumbatan jalan nafas
Kesalahan
memasang karena terkumpulnya darah
di sal. Nafas
mouth gag
3.Trauma
vertebra 3.Spasme
laring
servikalis

terlalu ekstubasi terlalu cepat


hiperekstensi
4.Perdarahan :
4.Shock hipovolemik
- Jaringan tonsil yang
tertinggal
- Baru saja infeksi/ ada
kelainan darah
- Riwayat abses peritonsil
sebelumnya
- Terdapat pembuluh darah
yang terbuka
5.Sumbatan jalan nafas
darah terkumpul di daerah
faring
sehingga
menyebabkan
sumbatan
jalan nafas

Pos operasi 5-10 hari


1.Perdarahan sekunder :
- Peradangan
- Selaput fibrin yang
menutupi
fosa tonsilaris
terlalu cepat lepas
- Idem dengan post op 8
jam

2.Nyeri alih ke telinga


gangguan tuba Eust.
3.OMA
4.Edem palatum mole dan
uvula
kerusakan
pembuluh
darah
dapat
terjadi nekrosis

5. Sepsis lokal

11

6.Komplikasi paru :
Krn aspirasi darah / debris
- Pneumonia
- Abses paru
7.Komplikasi
jantung
endokarditis bakterialis
Late komplikasi :
- Terbentuk jaringan parut pada tuba eustachius OME
- Terbentuk jaringan parut dan pemendekan pada palatum molle Rinolalia aperta
- Terdapat sisa jaringan tonsil yang dapat mengakibatkan terjadinya eksaserbasi
infeksi atau abses
PERDARAHAN PADA T-TA :
Menurut jenis tindakan yang diambil, dibagi menjadi :
3. Tipe I : Perdarahan ringan yang dapat berhenti spontan tanpa memerlukan
tindakan
4. Tipe II : Perdarahan yang memerlukan tindakan ringan ( tampon,
pengikatan, kauterisasi )
5. Tipe III : Perdarahan yang memerlukan tindakan lebih lanjut, misalnya
pengikatan pembuluh darah dalam narkose atau tranfusi
Menurut terjadinya perdarahan
PERDARAHAN PRIMER
- Terjadi dalam 24 jam pasca operasi
( umum pada jam ke 8) sangat
berbahaya krn terjadi pada saat pasien
belum sadar refleks batuk belum
sempurna darah dapat tertelan
sumbatan jalan nafas asfiksia/shock
hipovolemik
1.Baringkan penderita tanpa bantal pada
satu sisi
2.Awasi tekanan darah dan nadi secara
teratur
3.awasi gerakan menelan Pasien dapat
menelan bekuan darah tanpa sadar
sumbatan jalan nafas

PERDARAHAN SEKUNDER
Terjadi setelah 24 jam pasca operasi,
biasanya hari ke 5-7
Penyebab tersering infeksi, trauma
makanan, jaringan granulasi terlalu cepat
lepas sebelum luka sembuh pembuluh
darah dibawahnya terbuka
1.Terapi antibiotik adekuat, sedatif,
menghisap es
2.Bila gagal dilakukan penanganan yang
sama dengan perdarahan primer
3.Bila masih berdarah dilakukan
pemasangan tampon pada fosa tonsil lalu
pilar anterior dijahit dengan pilar
posterior--. Evaluasi 1-2X24 jam

4.Nafas berbunyi menunjukan adanya


bekuan darah di tenggorokan suction
5.Dugaan perdarahan difosa tonsil
evaluasi dgn cermat bekuan diangkat
seringkali
menyebabkan
jaringan
berkontraksi Perdarahan berhenti

12

spontan
6.Perdarahan diatas menetap tampon
adrenalin 1:1000 menit masih
berdarah :
- Injeksi pada fosa tonsil lidokain 1% dan
adrenalin 1: 100.000 5-7cc
- Beri bubuk asam tanin
- Kauter kimia / elektrik
Apabila masih berdarah narkose
ulang pengikatan pembuluh darah ulang
atau jika perlu ligasi arteri karotis eksterna

Jumlah perdarahan :
Anak : Adenoidektomi ; +/- 49 cc
Tonsilektomi : 65 cc
TA
: 70 cc
Dewasa : 100-300cc Dbn
Menurut literatur lain :
Bayi : 10% dari total volume : 80-85ml/kgbb
Anak : 10-15% total vol. 70-75cc/kgbb
DWS : 20% dari total vol. 60-65cc/kgbb
LIGASI ARTERI KAROTIS EKSTERNA :
Indikasi perdarahan yang tidak terkontrol dari :
1. Mulut & lidah
2. Tonsil
3. 2/3 bawah kavum nasi dan sinus maksila
4. Hipofaring dan laring
Posisi kepala ekstensi dan diputar pada sisi yang berlawanan dengan sisi yang akan
diligasi :
Operasi :
1. 3 jari dibawah ramus mandibula , lalu dilakukan insisi sejajar dgn m.
sternokleidomastoid insisi dilanjutkan platisma , fasia servikal dalam
2. Mencari karotid sheath Fasia servikal dalam dipisahkan dengan tumpul
dengan m.sternokleidomastoid pulsasi diraba V.fascialis dipisahkan dan
diikat.
3. Indikasi a. karotis eksterna :
- Karotis sheath dibuka tampak a.karotis eksterna dan v.jugularis serta n.vagus
dibelakang
- A.karotis komunis bercabang menjadi 2 : a.karotis eksterna dan interna setinggi
sisi atas kartilago tiroid
- M. digastrikus posterior dan stylohyoid diidentifikasi kemudian ditarik untuk
membuka bulbus karotis
13

- Tampak a. karotis eksterna atau percabangan nya kemudian dilakukan ligasi


4. Penutupan luka
KOMPLIKASI MENETAP PASCA TA
1. Velofaringeal insufisiensi :
Terjadi jaringan parut di palatum mole Hal ini menyebabkan pergerakan palatum mole
terbatas, akibat retraksi otot palatofaringeal apabila hebat terjadi rinolalia aperta&
nasal speech
Th/
- Observasi beberapa minggu bisa normal
- Speech terapi
Bila dalam 1 tahun tidak ada perubahan pharingoplasti
2. Stenosis tuba eustachius :
Terjadinya trauma pada torus tubarius oleh adenotom sehingga orifisium tuba timbul
jaringan parut stenosis orifisium tuba ggn fungsi tuba OME/OMSK
3. Discomfort ditenggorokan sisa tonsil meradang tonsilitis berulang abses
peritonsil
4. Amputasi uvula : Kuretase terlalu keras & jaringan terlalu banyak yang terangkat
jaringan parut yang hebat stenosis nasofaring
5. Trauma psikologis
6.Infeksi otot servikal atlanto oksipital subluksasio
7. Kematian.
TRISMUS
Kesukaran membuka mulut kurang atau sama dengan 3 cm diukur dari gigi incisivus atas
dan bawah
Penyebab terjadinya trismus
1. Infeksi sistemik : tetanus
2. Lokal : Abses disekitar mulut dan leher dalam
3. Trauma : radiasi mengenai otot dan sendi temporomandibular
4. Keganasan : iritasi dan infiltrasi
Trismus dapat terjadi jika mengenai :
1. Otot:
- M.Pterigo interna
- M. Maseter
- M.Temporal
2. Sendi temporomandibular oleh karena :
- Radiasi
- Artritis
- Trauma
Patofisiologi & penanganan:
Tetanus : Eksotoksin yang dihasilkan kuman tetanus diserap oleh aliran darah
sistemik dan serabut saraf perifer menyebabkan keadaan hipereksitasi dan
menyebabkan kejang tonik pada otot2 skeletal dan wajah ( m. maseter)

14

Th/
- Fenobarbital 5mg/kgbb/hari dibagi 6 dosis
- Diazepam 4mg/kgbb/hari 6 dosis
- ATS 20.000 iu 5hari
- Fokus infeksi antibiotik Penicillin procain 50.000 U/kgbb/hari
Abses :
Proses peradangan menyebabkan iritasi pada M. Pterigoid interna
Th/
- AB.Dosis tinggi
- Dekompresi
Keganasan :
Massa yang menginfiltrasi dan mengiritasi ketegangan m. Pterigoid interna
Th/
- Sesuia protokol tumor
Trauma :
Akibat radiasi iritasi dan reaksi inflamasi pada otot Pterigoid interna, m .Maseter ,
m.temporal
Th/
- AB. Analgetik , Antiinflamasi
OBSTRUKSI JALAN NAFAS DAN GRADE NYA
Dapat disebabkan oleh
1. Radang akut
2. Benda asing
3. Trauma akibat kecelakaan
4. Trauma akibat tindakan medik
5. Tumor laring baik jinak maupun ganas
6. Kelumpuhan N.rekuren bilateral
Tanda-tanda :
1. Suara serak dari disfonia s/d afonia
2. Sesak nafas
3. Stridor inspirasi
4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di:
- Suprasternal
- Epigastrium
- Intercostal
Supraklavikula
5. Gelisah karena pasien haus udara
6. Warna kulit muka pucat dan terakhir menjadi sianosis
Grade :
Stadium I :
- Pasien masih tenang

15

- Stridor inspirasi
- Retraksi suprasternal
Stadium II :
- Pasien mulai gelisah
- Retraksi suprastrernal makin dalam
- Retraksi epigastrium
- Stridor inspirasi
Stadium III :
- Retraksi suprasternal, epigastrium, supraklavikula
- Stridor inspirasi&ekspirasi
- Pasien sangat gelisah
Stadium IV :
- Retraksi bertambah jelas
- Sianosis
- Pasien sangat ketakutan
- Jika berlangsung terus pusat pernafasan akan paralitik karena hiperkapnea
- Pasien lemah tertidur meninggal
N.REKUREN
N.Vagus bercabang menjadi :
- N.Rekuren sinistra Menyilang arkus aorta
- N.Rekuren dekstra menyilang bawah a. subklavia kanan
N. rekuren berlanjut berlanjut menjadi N. laringis inferior setelah memberi cabang
menjadi ramus kardia inferior
N. berjalan diantara cabang a. tiroidea inferior melalui media dorsal galndula tiroid
sampai permukaan medial m. krikofaring diposterior sendi krikoaritenoid bercabang
menjadi :
- Ramus anterior otot2 intrinsik lateral
- Ramus posterior otot intrinsik superior
N. Vagus bercabang menjadi N. laringis superior dan rekuren
N. laringis superior :
Masuk ke gangglion servikalis superior bercabang menjadi :
- Ramus eksternus Pada permukaan luar m. konstriktor faring inferior menuju
m. krikofaring dan krikotiroid mempersarafi bagian bawah pita suara
- Ramus Internus : Menembus membran milohioid bersama a. laring superior--.
Memberi sensasi mukosa laring diatas pita suara.
PENATALAKSANAAN KARSINOMA LARING
1. Pembedahan stadium II/ III
2. Radiasi stadium I
3. sitostatika atau kombinasi daripadanya stadium IV kombinasi operasi dan
radiasi atau sitostatika
Laringektomi partial

16

Indikasi Ca Laring Stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi dan tumor
stadium II
Tindakan ini dapat berupa :
1. Kordektomi
Ca laring terbatas pada satu sisi pita suara belum
2. Laringektomi partial frontal
mencapai komisura anterior / Ca laring supra
3. Laringektomi partial lateral
glotis stad. I
4. Laringektomi partial frontolateral mengenai komisura ant./pita suara kontra lat.
Tanpa fiksasi
5. Laringektomi partial frontolateral diperluas tumor sudah meluas ke subglotis
tidak lebih dari 2-3 mm / ke salah satu prosesis vokalis kartilago aritenoid
Komplikasi
1. Breathy voice
2. Stenosis laring
3. Fistula
4. Aspirasi
5. Dislokasi
6. Edema terutama pada penggunaan tandur mukosa sinus piriformis--. Diatasi
dengan laser
7. Emfisema subkutis pemasangan salir
Laringektomi partial horizontal :
Tindakan ini dapat berupa ;
1. Epigoltektomi pd. Tumor terbatas hanya epiglotis
2. Laringektomi partial supraglotis tumor glotis dan supraglotis blm mengenai
komisura anterior
3. Laringektomi partial supraglotis diperluas dilakukan pada tumor :
- Ca glotis bilateral stadium T1 dgn / tanpa keterlibatan komisura anterior
- Ca glotis unilateral stadium T1 dengan keterlibatan komisura anterior
- Ca glotis unilateral atau bilateral stadium T2 dengan atau tanpa ganguan
pergerakan pita suara asli
Kontraindikasi :
1. Fiksasi kartilago aritenoid ipsilateral
2. Perluasan tumor ke subglotis
3. Pasien pasca radiasi
4. Gangguan pernafasan preoperasi
Komplikasi :
1. Aspirasi
2. fistula
3. Sulit dalam evaluasi penyembuhan
4. Kondritis kartilago krikoid
5. Disfagia
Laringektomi total : Pengangkatan seluruh struktur laring dari batas atas (epiglotis dan os
hioid) sampai batas bawah ( cincin trakea) tindakan ini dilakukan pada tumor laring

17

stadium III/IV dan I/II yang residif atau kegagalan terapi radiasi bila diperlukan dpt
dilakukan dengan RND
Yang perlu diperhatikan :
1. Jangan mematahkan kartilago tiroid
2. Reseksi paling tidak meliputisetengah dari os hioid dan epiglotis
3. Memasuki daerah hipofaring melewati sisi kontralateral tumor
4. Pada tumor2 dibawah kartilago krikoid , perlu dilakukan tindakan esofagoskopi
pre-operasi untuk mengetahui perluasan tumor
Komplikasi :
1. Fistula dan infeksi luka operasi
2. Tracheostomal recurrence
3. Hipotiroidism dan hipoparatiroidisme
4. stenosis faringoesofageal
5. Trakeitis
6. Hematom dan empiema
7. Aspirasi pneumonia
8. Emboli paru dan otak persiapan pre operasi yang optimal
9. infark jantung
10. Ulkus peptikum
11. Komplikasi lambat :
1. Striktur penutupan jahitan daerah faring jangan terlalu kencang
2. Stenosis stoma pencegahan jangan sampai trakea tertarik kedalam dada
dengan cara trakea dipotong beveled dan penggunaan kanul
3. Hipotiroid
Pencegahan stoma rekuren :
- Waktu antara trakeostomi dengan laringektomi sebaiknya tidak lebih dari 48 jam
- Jika lokasi tumor lebih dekat ke lubang trakeostomi (subglotik) kemungkinan
terjadinya stoma rekuren lebih besar setelah op radioterapi
- Kuran tumor T3-T4 memiliki resiko lebih besar post op di radiotherapy
- Jika terdapat keterlibatan kel limfe para trakeal diseksi radioterapi
Pencegahan fistel :
- Perawatan dan pnggunaan NGT atau gastrotomi sampai 10-14 hari post op.
- Jangan menelan ludah selama 14 hari
- Status nutrisi yang baik untuk proses penyembuhan lika
Hematom dan empiema :
- Tehnik operasi yang cermat
- Penggunaan drenase yang baik
- Memeriksa leher 2 kali sehari terutama 24 jam I pasca bedah
Aspirasi pneumonia :
- Tehnik operasi yang cermat
- Pemakaian antibiotic

18

REHABILITASI MEDIK PASCA LARINGEKTOMI


Masalah yang dapat dihadapi adalah :
1. Gangguan wicara :
Beberapa pilihan untuk wicara pasca laringektomi :
a. Wicara esophagus : pasien dilatih memindahkan udara dari mulut dan
faring ke esophagus, menahan udara tersebut lalu melkepaskan kembali
secara terkendali ke segmen faringoesofagus
b. Protesis eksternal : a. elektrolaring, b. pipa eksternal pneumatic
c. Trakeoesofageal puncture : Provox
2. Trakeostoma
a. Perlu diberikan edukasi pada pasien
- Penyesuaian udara kering ke paru tanpa humidikasi kadang perlu penutup stoma
yang basah dan pelembab (humidikasi) untuk mencegah pengerasan (crusting)
dan pembentukan sumbatan lender (plug)
- Perlu pembungkus leher dan filter stoma yang bersih
- Hindari kemungkinan kemasuksn air
- Bersihkan stoma
- Bila timbul jaringan / bintil distoma segera berobat
- Bila stoma tampak mengecil pasang kanul dan pertahankan selama satu bulan
- Bila dahak kental dan susah dibatukan teteskan Nacl sambil dilakukan suction
3. Disfagia
Kesulitan waktu menelan yang dapat terjadi karena berbagai kondisi medis. Kesulitan
dapat berupa tersumbat atau terhambatnya aliran makan dari mulut , faring maupun
esophagus. Penyebab disfagia pasca laringektomi :
a. Otot krikofaring yaitu otot tunggal terletak pada daerah transisi antara faring dan
esophagus dipersarafi N. vagus dan berfungsi sebagai sfingter esophagus otot
krikofaring tonus menurun tonus otot hilang gagal merangsang otot
konstriktor dibawahnya sehingga menyebabkan faringeal pseudo divertikulum
yang merupakan sumber regurgitasi.
b. Trismus, fibrotik ..ect
c. Hiperventilasi menekan esophagus disfagia
d. Efek samping radiasi
4. Kekakuan otot (terutama otot leher)
a. Dengan alat tongue blade
b. Gerakan pasif berkesinambungan
T-TUBE
Montgomerey safe T_TUBE
Indikasi :
a. acute laringotracheal injuries
b. Support intratracheal stenosis
c. To support rekonsructed trachea
Kontraindikasi :

19

a. Adanya aspirasi
b. Keadaan yang memerlukan positive pressure breathing
Lama pemakaian disarankan 6 bulan diganti Sebagian besar alat dilepas setelah
stenosis membaik

RADIKAL NECK DISSECTION


Squamous cell carcinoma rongga mulut LI,II,III
Tumor orofaring, hipofaring, dan laring LII,III,IV
Ocipital triangle dan parietoocipital LV
1. Radical neck dissection :
Pengangkatan KGB secara enbloc yang terletak antara margoinferior mandibula
dikranial dan batas kaudal adalah klavikula : garis tengah di medial hingga tepi
anterior m.trapezius dilateral dgn menyertakan :
- m.sternokleidomastoideus
- m.Omohioid
- vena jugularis interna /eksterna
- kelenjar liver sub mandibula
- pool bawah parotis
Indikasi :
- KGB secara klinis (+) pada keganasan leher kepala yang tumor primernya
terkontrol
- KGB leher klinis (+) setelah radiasi leher
- KGB leher tadinya terfiksir (N#) menjadi mobile setelah mendapat radiasi atau
kemoterapi
- KGB leher (+) dimana operasi hanya satu2nya terapi
Kontraindikasi :
- Tumor primer tidak terkontrol
- Adanya metastasis jauh
- KGB terfiksir N3 tidak berubah setelah pemberian radiasi
- Multiple nodul di kulit
- Invasi ke vertrebra servikal atau dasar otak
- Kontraindikasi medik
- Harapan hidup kurang dari 6 minggu
2. Modified RND : suatu teknik RND dengan preservasi satu atau lebih
struktur non limfatik
d. Functional neck dissection ;
Mempertahankan fungsi leher dan kosmetik tanpa mengurangi radikalitas
operasi. operasi ini dapat mencegah carotid blow out karena ada m.
sternokleidomastoid yang menutupi yang diselamatkan :
- m.sternokleidomastoideus
- v.Jugularis interna
- N.accesorius (XI)

20

Indikasi :
- KGB secara klinis (-) tetapi secara persentase bermakna mengandung metastasis
(.25%)
- KGB N1 pada oral cancer
- Ca tiroid berdeferensiasi baik yang klinis multiple metastasis leher
Kontraindikasi :
- KGB (+) positif dan bedah merupakan satu2nya modalitas terapi
- KGB (+) setelah mendapat radiasi leher
- Klinis KGB (+) setelah sebelumnya dilakukan modified atau regional diseksi
leher
- KGB (+) tumor primernya melanoma
- Operator tidak berpengalaman
3. Selective neck dissection : Diseksi leher hanya pada satu atau dua grup KGB
leher lebih bersifat staging prosedur terdiri atas :
- Supraomohioid neck dissection
Yang diangkat KGB : LI, LII, LIII
- Posterolateral neck dissection
Mengangkat KGB subocipital dan retroaurikular + LII, III, IV, V
- Lateral neck dissection
Mengangkat LII, III, IV
- Anterior kompartemen neck dissection
Mengangkat pretrakeal, paratrakeal, peritiroid, prekrikoid
4. Extended RND
Komplikasi RND :
Waktu Operasi :
1. Perdarahan akibat cedera pembuluh darah/ hemostasis yang tidak
sempurna
2. Emboli udara : akibat perlukaan vena
3. Cedera duktus torasikus
4. Cedera persarafan :
- N. Frenicus
: Kelumpuhan diagpraghma
- N.Rekuren
: Kelumpuhan pita suara
- N.Fasialis cab. Mandibula : Otot sekitar mulut lumpuh
- N.Spinalis asesorius
: drop shoulder
- N.Vagus
5. Perangsangan carotid body tek. Darah menurun mendadak hindari
teteskan procain 1% pd carotid body
Komplikasi segera setelah operasi :
1. Hematoma : Sumbatan jalan nafas
2. Infeksi AB.
3. Tracheomalacia
4. falp yang nekrosis
5. Ruptur arteri karotis 12-24 jam cegah dengan menutup a.karotis dengan
flap otot levator scapulae

21

Komplikasi lama :
1. Drop shoulder
2. ganguan sensoris leher
3. Kosmetik
4. Edema yang menetap didaerah muka , submandibula, submental.
SUARA SERAK
Anamnesis :
1. Infeksi : Akut
Kronik spesifik/nonspesifik
2. Trauma :
Internal ; vocal abuse, iatrogenik
Eksternal : tajam , tumpul
3. Paralisis : Unilateral/bilateral
4. Tumor : Jinak / Ganas
5. Alergi
Pemeriksaan fisik :
1. Hidung/sinus: Infeksi/PND
2. Faring
3. Leher : kel. Tiroid, KGB
4. Penelaahan suara : Subjektif/Objektif dengan komputer
LARINGOSKOPI TAK LANGSUNG /TELE-VIDEO-LARINGOSKOPI :
Jika dapat dilakukan Hasil :
Kelainan (+) :
1. Infeksi : Akut/ Kronik spesifik,nonspesifik
- Rontgen thoraks
- Istirahat suara
- Antibiotik yang tepat guna
- Follow up 3 minggu jika baik selesai
2. Pada kelainan bukan infeksi seperti :
- Nodul pita suara
- Trauma
- Fiksasi
- Paralise/parese
3. Setelah dilakukan tele-video-laringoskopi dengan hasil (-)
4. Kelainan infeksi setelah 3 minggu tidak membaik
Point 2,3,4 dilakukan pemeriksaan lanjutan :
LARINGOSKOPI LANGSUNG/MIKROLARINGOSKOPI
LARINGOSKOPI LANGSUNG/ MIKROLARINGOSKOPI
1. Nodul / polip : Dilakukan ekstirpasi PA
Jika hasil neoplasma (-) terapi suara selesai
Jika hasil neoplasma (+) tindakan sesuai protokol tumor
2. Hematoma/ edema : Antibiotik dan anti inflamasi, istirahat suara
22

3. Kelainan struktur : CT-Scan kalau perlu , rekonstruksi


4. Tumor : jika terdapat sumbatatn jalan nafas dilakukan trakeostomi
Dilakukan biopsi :
Hasil PA ganas CT-Scan dan staging th/sesuai protokol ca laring dan
rehabilitasinya
Hasil PA jinak Ekstirpasi , terapi suara, Selesai
5. Fiksasi : Artritis,fibrosis, sikatrik
Antiinflamasi
Fisioterapi,terapi suara
Jika memungkinkan rekonstruksi
6. Parese/paralise pita suara :
Bilateral : Kelainan N. laringeus superior dan N.Rekurens
- CT-Scan ,foto basis kranii,arteriografi
- Konsul bagian saraf
Abduktor paralise :
- Trakeostomi
- Reseksi aritenoid
- Reseksi /lateralisasi pita suara
Unilateral :
Kelumpuhan N.Rekurens pemeriksaan tiroid,CT-Scan leher, Ro thoraks
Hasil :
- Tbc
- Kardio-vokal sindrom
- Tumor mediastinum
Th/ sesuai kelainan
Hasil :
- Normal
Th/ voice terapi & neurotonika follow up 6 s/d kompensasi jika tidak terjadi
kompensasi operasi bidang THT phonosurgery
Kelumpuhan N. Laringikus superior :
Pemeriksaan :
CT-Scan , foto basis kranii, arteriografi
Hasil :
Kelainan (-) voice terapi, neurotonika & follow up 6 bulan
Jika kompensasi (-) konsul neurologi

23

Anda mungkin juga menyukai