Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

DIABETES MELLITUS

PUSKESMAS SUSUKAN I

Penyusun:
dr. DESI MUTIARATI

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I :

LAPORAN KASUS
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6

BAB II :

Identitas
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosa Kerja
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan

TINJAUAN PUSTAKA
II. 1.
II. 2.
II. 3.
II. 4.
II. 5.
II. 6.
II. 7.
II. 8.
II. 9.
II. 10.
II. 11.

BAB III :

Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Patologi
Klasifikasi Diabetes mellitus
Gambaran Klinis
Diagnosis
Komplikasi
Pencegahan
Prognosis
Pengobatan

PEMBAHASAN KASUS

BAB IV : PENUTUP
IV. 1.
IV. 2.

Kesimpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama

: Ny. S

No. Rekam medik

: 94043

Usia

: 49 tahun

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan terakhir

: SLTA

Alamat

: Pakikiran

Tanggal masuk

: 14 Januari 2012

AUTOANAMNESIS
Keluhan utama : sering lemas dan cepat lelah
Keluhan tambahan : gemetaran dan sering kencing
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sering lemas/mudah lelah bila jalan sebentar saja, keluhan ini
dirasakan sudah sejak 1 tahun lalu, tetapi 1 minggu terkhir ini lebih dirasakannya. Dan
pasien juga sering mengalami gemeteran 3 bulan ini, gemeteran biasanya timbul 2-3 hari
sekali. Riwayat sering kencing dirasakan pasien semenjak 1 tahun lalu. Kencing biasanya 30
menit sampai 1 jam sekali, dan ini dirasakan sampai sekarang. Begitu juga dengan rasa haus
yang berlebihan dirasakan sejak 1 tahun lalu. Dan nafsu makan pasien merasakan seperti
meningkat.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat obesitas disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM pada masa kehamilan disangkal
Riwayat keluarga
Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan sama seperti yang diderita pasien.

Riwayat penyakit DM dikeluarga disangkal.


Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat psikososial
Pasien 3x makan/hari.
Riwayat konsumsi rokok dan minuman beralkohol disangkal.
Riwayat alergi
Riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran

: pasien tampak sakit ringan


: Compos Mentis

Tanda vital
Nadi

: 80x/m, pulsasi (kuat angkat), regular.

Suhu

: 36 C

Nafas

: 18 x/menit

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

TB

: 160 m

BB

: 53 kg (IMT : 20.7 normal)

Kepala
Inspeksi :
Rambut warna hitam dan putih uban
Distribusi rambut merata dan lurus
Palpasi :
Rambut tidak rontok
Tidak teraba benjolan
Mata
Inspeksi :
Sklera Ikterik
Konjungtiva Anemis
Refleks Pupil
:
Langsung
: +/+

: -/: -/-

Tidak langsung : +/+


Palpasi: nyeri tekan supraorbita : -/ Hidung
Inspeksi
Deviasi
Sekret
Nafas cuping hidung
Palpasi
Nyeri tekan sinus : -

:::-

Mulut
Inspeksi
Deviasi
Sianosis
Gigi geligi
Lidah kotor
Lidah tremor
Pseudomembran
Ulkus
Faring hiperemis
Tonsil

::: caries dentis (+)


:::::: T1/T1 tidak hiperemis

Telinga
Inspeksi
Sekret
Serumen
Palpasi
Pembesaran KGB
Nyeri tekan

: -/: -/: -/: -/-

Leher
Inspeksi
Deviasi trakea
Tiroid
Palpasi
Pembesaran KGB
Nyeri tekan

:: tidak ada pembesaran


:: -/-

Thorax
Inspeksi
Dada simetris
Retraksi

: -/-

Spider nevi

: -/-

Trauma

: -/-

Radang

: -/-

Iktus kordis

: -/-

Palpasi
Dada tertinggal

: -/-

Nyeri tekan

: -/-

Massa

: -/-

Vocal fremitus

: -/-

Perkusi
Paru hepar

: dalam batas normal

Paru jantung

: dalam batas normal

Auskultasi
Wheezing

: -/-

Ronki

: -/-

Suara melemah

: -/-

Abdomen
Inspeksi
Contour abdomen: rata
Skar

:-

Ulkus

:-

Trauma

:-

Radang

:-

Auskultasi
Bising usus

: + normal

Murmur aorta

:-

Hepatic rub

:-

Spleen friction rub

:-

Palpasi
Nyeri tekan

:-

McBurney

:-

Hepar

: dalam batas normal

Lien

: dalam batas normal

Ginjal

: dalam batas normal

Perkusi
Timpani
Asites

: tidak dilakukan

Akral
Akral dingin (-)
Tonus otot

: 5

Reflek fisiologi :
reflek patella

: +/+

reflek achiles

: +/+

reflek medianus : +/+


reflek ulnaris

:+/+

reflek patologis :
reflek babinski : -/reflek openheim : tidak dilakukan
reflek opentrumer: tidak dilakukan
DIAGNOSIS KERJA
Diabetes Melitus tipe 2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
GDS 295 mg/dl
PENATALAKSANAAN
Metformin 500 mg tab No.X
3 dd 1 sebelum makan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif,
dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja
insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).
Diabetes melitus merupakan kelainan yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan definisi
kerja dan atau sekresi insulin secara absolut atau relatif (Hadisaputro dan Setyawan, 2007).
II.2 Epidemiologi
Diabetes melitus tipe 2 merupakan bentuk diabetes melitus paling umum diseluruh dunia.
Prevalensi DM terus bertambah secara global. Diperkirakan pada tahun 2000, sebanyak 150 juta
orang terkena diabetes melitus, dan akan menjadi dua kali lebih besar pada tahun 2025
(Hadisaputro dan Setyawan, 2007).
Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah
penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi
8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan
pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita, sedangkan dari data
Depkes, jumlah penderita diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati
urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk
dunia menderita diabetes dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang
merupakan 6% dari populasi dewasa. Sehingga secara global WHO memperkirakan PTM
(penyakit tidak menular) telah menyebabkan kematian sekitar 60% dan kesakitan 43% di seluruh
dunia (Depkes, 2005).

Gambar 2-1. Distribusi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia (Suyono, 2006)


II. 3 Etiologi
Etiologi DM bisa bermacam-macam, tetapi pada akhirnya mengarah kepada 2 hal
berikut:
1. Insufisiensi dan resistensi insulin.
2. Determinan genetik.
Penyebab resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas,
tetapi faktor-faktor di bawah ini banyak berperan:
1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3. Kurang gerak badan
4. Faktor keturunan (herediter)
II.4 Patogenesis
Insulin dihasilkan oleh pankreas dan di dalarnnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk
seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang
mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang
dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa
tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa dalam darah

tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan
inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini
dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah
lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena
lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan
demikian keadaan ini sama dengan pada diabetes melitus tipe 1, bedanya adalah pada diabetes
melitus tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada
diabetes melitus tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya
kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di
atas, diabetes melitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga
gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal.
Jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid
pada sel beta yang disebut amilin.
Baik pada diabetes melitus tipe 1 maupun pada diabetes melitus tipe 2 kadar glukosa
darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan
keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini juga disebut penyakit kencing manis
(Suyono, 2005).

Defisiensi/ resistensi Insulin

glukagon

penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

glukoneogenesis
lemak

protein

ketogenesis

BUN

ketonemia

Nitrogen urine

glycosuria
Osmotic Diuresis

Hemokonsentrasi

Asidosis

Kekurangan
volume cairan

Dehidrasi

pH

Mual muntah

Resti Ggn Nutrisi


Kurang dari kebutuhan

hiperglikemia

Trombosis

Koma
Kematian

Aterosklerosis

Makrovaskuler

Jantung
Miokard Infark

Serebral
Stroke

Ggn Integritas Kulit

Mikrovaskuler

Retina

Ginjal

Retinopati
diabetik

Nefropati

Ekstremitas
Gangren

Ggn. Penglihatan

Gagal
Ginjal

Resiko Injury

II.5. Klasifikasi Diabetes Melitus


A. Klasifikasi klinis dari PERKENI dalam konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
melitus tipe 2 tahun 2006 (dalam Soegondo dkk, 2006) :
1. DM tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjerumus ke defisiensi insulin absolut karena
autoimun atau idiopatik.
2. DM tipe 2

Berfariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. Tipe lain
Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang,
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus.
4. Diabetes kehamilan
B. Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2002 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik melalui
proses imunologik atau idiopatik.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Berfariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Defek genetik fungsi sel beta
kromosom 12, kromosom 7, kromosom 20, deoxyribonucleid acid (DNA)
Mitokondria.
Defek genetik kerja insulin
Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-Mendenhall, diabetes
lipoatrofik, lainnya.
Penyakit Eksokrin Pankreas
Pankreatitis,
trauma/pankreatektomi,

Neoplasma,

hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.


Endokrinopati
Akromegali,
sindroma
cushing,
feokromositoma,

Cystic

fibrosis,

hipertiroidisme,

somatostatinoma, aldosteronoma.
Karena Obat/Zat kimia
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin,
interferon alfa, diazoxide, agonis -adrenergic.
Infeksi
Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).
Imunologi (jarang)
antibodi anti reseptor insulin, sindrom Stiff-man.
Sindroma genetik lain
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom Prader Willi,
ataksia friedreichs, sindrom laurence-Moon-Biedl.
4. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan).

II.6. Gambaran Klinis


Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari
oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian dalam Soegondo
dkk (2002) ialah :
a. Keluhan Klasik
Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah tanpa sebab yang jelas
Banyak kencing (poliuria)
Banyak minum (polidipsia)
Banyak makan (polifagia)
b. Keluhan Lain
Gangguan saraf tepi / kesemutan
Gangguan penglihatan (kabur)
Gatal / bisul yang hilang timbul
Gangguan Ereksi
Keputihan
Gatal daerah genital
Infeksi sulit sembuh
Cepat Lelah
Mudah mengantuk
II.7. Diagnosis
Penyakit ini mudah diketahui dengan cara memeriksakan kadar glukosa darah. Yang sulit
adalah bila tidak ada gejala. Diagnosis diabetes dalam Soegondo dkk (2006) dipastikan bila :
a. Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) disertai dengan satu nilai pemeriksaan glukosa
darah tidak normal (glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126
mg/dl).
b. Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas (lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan dua nilai
pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu 200 mg/dl danlatau
glukosa darah puasa 126 mg/dl yang diperiksa pada hari yang sarna atau pada hari yang
berbeda).
Tabel 2-2. Pentuan diagnosis diabetes melitus menggunakan kadar gula darah
Bukan

Belum
Pasti DM

DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Plasma vena


Kadar glukosa darah puasa (mg/dL)

< 100

100-199

200

Darah Kapiler

< 90

90-99

200

Plasma vena

<100

100-125

126

Darah Kapiler

< 90

90-99

100

Dari tabel diatas untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,
dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor
resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Kriteria diagnostik WHO :
Kriteria Diagnosis:
1) Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir.
2) Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam.
3) Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan
dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan.


Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan

dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.


Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai.


Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.

- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl.

II.8. Komplikasi
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa
organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai
organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):
a. Komplikasi metabolik akut : ketoasidosis dan hipoglikemia.
b. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang :
Mikroangiopati

retinopati, nefropati, neuropati.

Makroangiopati

klaudikasio

miokardium dan angina.

intermitten,

gangren,

infark

II.9. Pencegahan
A. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan
kelompok intoleransi glukosa.
Individu resiko tinggi :
1) Berumur lebih dari 40 tahun
2) Gemuk
3) Hipertensi
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat melahirkan bayi > 4 kg
6) Riwayat DM pada saat kehamilan
7) Dislipidemia
B. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup
dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM.

C. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan
secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
II.10. Prognosis
baik bila patuh berobat dan selalu di kontrol.
II.11. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengurangi resiko untuk komplikasi penyakit mikrovaskuler
dan makrovaskuler, untuk memperbaiki gejala, mengurangi kematian dan meningkatkan kualitas
hidup (Dipiro dkk., 2005).
1) Terapi Non Farmakologi
1) Diet

Terapi pengobatan nutrisi adalah direkomendasikan untuk semua pasien diabetes


mellitus, terpenting dari keseluruhan terapi nutrisi adalah hasil yang dicapai untuk hasil
metabolik optimal dan pemecahan serta terapi dalam komplikasi. Individu dengan diabetes
mellitus tipe 1 fokus dalam pengaturan administrasi insulin dengan diet seimbang. Diabetes
membutuhkan porsi makan dengan karbohidrat yang sedang dan rendah lemak, dengan fokus
pada keseimbangan makanan. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 sering memerlukan
pembatasan kalori untuk penurunan berat badan (Dipiro dkk., 2005).
2) Aktivitas
Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan kontrol gula pada mayoritas individu
dan mengurangi resiko kardiovaskuler kontribusi untuk turunnya berat badan atau pemeliharaan
(Dipiro dkk., 2005).
2) Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan terapi
non farmakologi.
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1. Sulfonilurea
Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice)
untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak
pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya
tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Absorpsi senyawasenyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral.
Senyawa sulfonilurea dibagi menjadi dua golongan atau generasi senyawa. Golongan
pertama senyawa sulfonilurea mencakup tolbutamida, asetoheksamida, tolazamida, dan
klorpropamida. Sedangkan generasi kedua meliputi glibenklamida (gliburida), glipizida,
glikazida,dan glimepirida. Obat-obat generasi kedua lebih kuat dibandingkan senyawa
sebelumnya (Gilman, 2008).
2. Biguanid
Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat
ini adalah metformin. Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama

dipakai pada penderita diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien


dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien
dengan kecenderungan hipoksemia (penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal
jantung).
3. Glinid
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid dan nateglinid. Umumnya
dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik lainnya (Anonin,2005b).
4. Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas l-lV karena
dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien
yang menggunakan tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal (Anonim,
2006a).
5. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia (Anonim, 2006).
Indikasi pemakaian Obat Hipoglikemik Oral :
a.
b.
c.
d.

Diabetes sesudah umur 40 tahun.


Diabetes kurang dari 5 tahun.
Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari.
Diabetes mellitus tipe 2, berat normal atau lebih (Soegondo, 2005).

3) Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes mellitus tipe1. Pada
diabetes mellitus tipe 1, sel-sel langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga
tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes
mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita
diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan
insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Insulin diperlukan pada keadaan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Penurunan berat badan yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan terapi

gizi medis
9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
4) Terapi Kombinasi
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi
dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok
yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
dapat diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau
kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi
tiga Obat Hipoglikemik Oral, seperti pada gambar

Evaluasi berkala :

Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan sesuai

dengan kebutuhan.
Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
Setiap 1 (satu) tahun dilakukan pemeriksaan:
Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin / globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida
EKG
Foto sinar-X dada
Funduskopi

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Pada kasus diatas, didiagnosa sebagai diabetes mellitus tipe 2 berdasarakan sesuai anamnesa
gejala, klasifikasi DM, riwayat penyakit, kriteria tipe DM dan pemeriksaan labolatorium :
Berdasarkan gejala, terdapat gejala khas/klasik :
poliuria
polidipsia
polifagia
gejala tidak khas :
kesemutan
cepat lelah
berdasarkan interpretasi laboratorium :
GDS : 295 mg/dl
Dan pada diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada pasien diatas 40 tahun, pada pasien ini terdapat
gejala klasik dan tidak khas. Maka pada pasien ini sebaiknya diterapi dengan terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis menggunakan obat oral (OHO) karena dengan terapi salah
satu saja kurang maksimal.
1. Terapi non farmakologis
Diet dan olahraga yang sesuai
2. Obat yang sesuai dengan terapi farmakologis diatas sudah tepat.
Metformin 500 mg tab No.X
3 dd 1 sebelum makan

BAB IV
PENUTUP

IV. 1.

Kesimpulan

jumlah pasien DM dalam kurun waktu 25-30 tahun mendatang akan sangat meningkat akibat
perubahan pola hidup, urbanisasi, perubahan pola demografi, dll. Pencegahan baik primer,
sekunder, maupun tersier merupakan upaya paling tepat dalam mengantisipasi penyakit DM.

IV. 2.

Saran

Semoga laporan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA
PB PERKENI.2006. consensus pengolahan dan pencegahan DM tipe 2 jurnal.
Noer, Sjaefullah dkk. 1996. Ilmu penyakit dalam jili 1. Jakarta : FKUI.

American Diabetes Association. Medical Management of Type 2 Diabetes. ADA Clinical Series.
American Diabetes Association. 1998.
Asdie AH. Patogenesis dan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2. Medika FK UGM, Yogyakarta.
2000.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia,
PB. PERKENI. Jakarta 1998.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.
PB PERKENI Jakarta. Editor: S. Soegondo, P.Soewondo, I. Subekti dkk. PB. PERKENI.
Jakarta 2002.

Anda mungkin juga menyukai