DIABETES MELLITUS
PUSKESMAS SUSUKAN I
Penyusun:
dr. DESI MUTIARATI
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I :
LAPORAN KASUS
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
BAB II :
Identitas
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosa Kerja
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1.
II. 2.
II. 3.
II. 4.
II. 5.
II. 6.
II. 7.
II. 8.
II. 9.
II. 10.
II. 11.
BAB III :
Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Patologi
Klasifikasi Diabetes mellitus
Gambaran Klinis
Diagnosis
Komplikasi
Pencegahan
Prognosis
Pengobatan
PEMBAHASAN KASUS
BAB IV : PENUTUP
IV. 1.
IV. 2.
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Ny. S
: 94043
Usia
: 49 tahun
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan terakhir
: SLTA
Alamat
: Pakikiran
Tanggal masuk
: 14 Januari 2012
AUTOANAMNESIS
Keluhan utama : sering lemas dan cepat lelah
Keluhan tambahan : gemetaran dan sering kencing
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sering lemas/mudah lelah bila jalan sebentar saja, keluhan ini
dirasakan sudah sejak 1 tahun lalu, tetapi 1 minggu terkhir ini lebih dirasakannya. Dan
pasien juga sering mengalami gemeteran 3 bulan ini, gemeteran biasanya timbul 2-3 hari
sekali. Riwayat sering kencing dirasakan pasien semenjak 1 tahun lalu. Kencing biasanya 30
menit sampai 1 jam sekali, dan ini dirasakan sampai sekarang. Begitu juga dengan rasa haus
yang berlebihan dirasakan sejak 1 tahun lalu. Dan nafsu makan pasien merasakan seperti
meningkat.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat obesitas disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM pada masa kehamilan disangkal
Riwayat keluarga
Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan sama seperti yang diderita pasien.
Tanda vital
Nadi
Suhu
: 36 C
Nafas
: 18 x/menit
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
TB
: 160 m
BB
Kepala
Inspeksi :
Rambut warna hitam dan putih uban
Distribusi rambut merata dan lurus
Palpasi :
Rambut tidak rontok
Tidak teraba benjolan
Mata
Inspeksi :
Sklera Ikterik
Konjungtiva Anemis
Refleks Pupil
:
Langsung
: +/+
: -/: -/-
:::-
Mulut
Inspeksi
Deviasi
Sianosis
Gigi geligi
Lidah kotor
Lidah tremor
Pseudomembran
Ulkus
Faring hiperemis
Tonsil
Telinga
Inspeksi
Sekret
Serumen
Palpasi
Pembesaran KGB
Nyeri tekan
Leher
Inspeksi
Deviasi trakea
Tiroid
Palpasi
Pembesaran KGB
Nyeri tekan
Thorax
Inspeksi
Dada simetris
Retraksi
: -/-
Spider nevi
: -/-
Trauma
: -/-
Radang
: -/-
Iktus kordis
: -/-
Palpasi
Dada tertinggal
: -/-
Nyeri tekan
: -/-
Massa
: -/-
Vocal fremitus
: -/-
Perkusi
Paru hepar
Paru jantung
Auskultasi
Wheezing
: -/-
Ronki
: -/-
Suara melemah
: -/-
Abdomen
Inspeksi
Contour abdomen: rata
Skar
:-
Ulkus
:-
Trauma
:-
Radang
:-
Auskultasi
Bising usus
: + normal
Murmur aorta
:-
Hepatic rub
:-
:-
Palpasi
Nyeri tekan
:-
McBurney
:-
Hepar
Lien
Ginjal
Perkusi
Timpani
Asites
: tidak dilakukan
Akral
Akral dingin (-)
Tonus otot
: 5
Reflek fisiologi :
reflek patella
: +/+
reflek achiles
: +/+
:+/+
reflek patologis :
reflek babinski : -/reflek openheim : tidak dilakukan
reflek opentrumer: tidak dilakukan
DIAGNOSIS KERJA
Diabetes Melitus tipe 2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
GDS 295 mg/dl
PENATALAKSANAAN
Metformin 500 mg tab No.X
3 dd 1 sebelum makan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif,
dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja
insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).
Diabetes melitus merupakan kelainan yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan definisi
kerja dan atau sekresi insulin secara absolut atau relatif (Hadisaputro dan Setyawan, 2007).
II.2 Epidemiologi
Diabetes melitus tipe 2 merupakan bentuk diabetes melitus paling umum diseluruh dunia.
Prevalensi DM terus bertambah secara global. Diperkirakan pada tahun 2000, sebanyak 150 juta
orang terkena diabetes melitus, dan akan menjadi dua kali lebih besar pada tahun 2025
(Hadisaputro dan Setyawan, 2007).
Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah
penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi
8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan
pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita, sedangkan dari data
Depkes, jumlah penderita diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati
urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk
dunia menderita diabetes dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang
merupakan 6% dari populasi dewasa. Sehingga secara global WHO memperkirakan PTM
(penyakit tidak menular) telah menyebabkan kematian sekitar 60% dan kesakitan 43% di seluruh
dunia (Depkes, 2005).
tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan
inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini
dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah
lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena
lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan
demikian keadaan ini sama dengan pada diabetes melitus tipe 1, bedanya adalah pada diabetes
melitus tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada
diabetes melitus tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya
kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di
atas, diabetes melitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga
gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal.
Jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid
pada sel beta yang disebut amilin.
Baik pada diabetes melitus tipe 1 maupun pada diabetes melitus tipe 2 kadar glukosa
darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan
keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini juga disebut penyakit kencing manis
(Suyono, 2005).
glukagon
penurunan pemakaian
glukosa oleh sel
glukoneogenesis
lemak
protein
ketogenesis
BUN
ketonemia
Nitrogen urine
glycosuria
Osmotic Diuresis
Hemokonsentrasi
Asidosis
Kekurangan
volume cairan
Dehidrasi
pH
Mual muntah
hiperglikemia
Trombosis
Koma
Kematian
Aterosklerosis
Makrovaskuler
Jantung
Miokard Infark
Serebral
Stroke
Mikrovaskuler
Retina
Ginjal
Retinopati
diabetik
Nefropati
Ekstremitas
Gangren
Ggn. Penglihatan
Gagal
Ginjal
Resiko Injury
Berfariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. Tipe lain
Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang,
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus.
4. Diabetes kehamilan
B. Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2002 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik melalui
proses imunologik atau idiopatik.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Berfariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Defek genetik fungsi sel beta
kromosom 12, kromosom 7, kromosom 20, deoxyribonucleid acid (DNA)
Mitokondria.
Defek genetik kerja insulin
Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-Mendenhall, diabetes
lipoatrofik, lainnya.
Penyakit Eksokrin Pankreas
Pankreatitis,
trauma/pankreatektomi,
Neoplasma,
Cystic
fibrosis,
hipertiroidisme,
somatostatinoma, aldosteronoma.
Karena Obat/Zat kimia
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin,
interferon alfa, diazoxide, agonis -adrenergic.
Infeksi
Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).
Imunologi (jarang)
antibodi anti reseptor insulin, sindrom Stiff-man.
Sindroma genetik lain
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom Prader Willi,
ataksia friedreichs, sindrom laurence-Moon-Biedl.
4. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan).
Belum
Pasti DM
DM
DM
< 100
100-199
200
Darah Kapiler
< 90
90-99
200
Plasma vena
<100
100-125
126
Darah Kapiler
< 90
90-99
100
Dari tabel diatas untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,
dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor
resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Kriteria diagnostik WHO :
Kriteria Diagnosis:
1) Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir.
2) Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam.
3) Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan
dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl.
II.8. Komplikasi
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa
organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai
organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):
a. Komplikasi metabolik akut : ketoasidosis dan hipoglikemia.
b. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang :
Mikroangiopati
Makroangiopati
klaudikasio
intermitten,
gangren,
infark
II.9. Pencegahan
A. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan
kelompok intoleransi glukosa.
Individu resiko tinggi :
1) Berumur lebih dari 40 tahun
2) Gemuk
3) Hipertensi
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat melahirkan bayi > 4 kg
6) Riwayat DM pada saat kehamilan
7) Dislipidemia
B. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup
dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM.
C. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan
secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
II.10. Prognosis
baik bila patuh berobat dan selalu di kontrol.
II.11. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengurangi resiko untuk komplikasi penyakit mikrovaskuler
dan makrovaskuler, untuk memperbaiki gejala, mengurangi kematian dan meningkatkan kualitas
hidup (Dipiro dkk., 2005).
1) Terapi Non Farmakologi
1) Diet
3) Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes mellitus tipe1. Pada
diabetes mellitus tipe 1, sel-sel langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga
tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes
mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita
diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan
insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Insulin diperlukan pada keadaan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
gizi medis
9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
4) Terapi Kombinasi
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi
dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok
yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
dapat diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau
kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi
tiga Obat Hipoglikemik Oral, seperti pada gambar
Evaluasi berkala :
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan sesuai
dengan kebutuhan.
Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
Setiap 1 (satu) tahun dilakukan pemeriksaan:
Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin / globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida
EKG
Foto sinar-X dada
Funduskopi
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus diatas, didiagnosa sebagai diabetes mellitus tipe 2 berdasarakan sesuai anamnesa
gejala, klasifikasi DM, riwayat penyakit, kriteria tipe DM dan pemeriksaan labolatorium :
Berdasarkan gejala, terdapat gejala khas/klasik :
poliuria
polidipsia
polifagia
gejala tidak khas :
kesemutan
cepat lelah
berdasarkan interpretasi laboratorium :
GDS : 295 mg/dl
Dan pada diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada pasien diatas 40 tahun, pada pasien ini terdapat
gejala klasik dan tidak khas. Maka pada pasien ini sebaiknya diterapi dengan terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis menggunakan obat oral (OHO) karena dengan terapi salah
satu saja kurang maksimal.
1. Terapi non farmakologis
Diet dan olahraga yang sesuai
2. Obat yang sesuai dengan terapi farmakologis diatas sudah tepat.
Metformin 500 mg tab No.X
3 dd 1 sebelum makan
BAB IV
PENUTUP
IV. 1.
Kesimpulan
jumlah pasien DM dalam kurun waktu 25-30 tahun mendatang akan sangat meningkat akibat
perubahan pola hidup, urbanisasi, perubahan pola demografi, dll. Pencegahan baik primer,
sekunder, maupun tersier merupakan upaya paling tepat dalam mengantisipasi penyakit DM.
IV. 2.
Saran
Semoga laporan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
PB PERKENI.2006. consensus pengolahan dan pencegahan DM tipe 2 jurnal.
Noer, Sjaefullah dkk. 1996. Ilmu penyakit dalam jili 1. Jakarta : FKUI.
American Diabetes Association. Medical Management of Type 2 Diabetes. ADA Clinical Series.
American Diabetes Association. 1998.
Asdie AH. Patogenesis dan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2. Medika FK UGM, Yogyakarta.
2000.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia,
PB. PERKENI. Jakarta 1998.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.
PB PERKENI Jakarta. Editor: S. Soegondo, P.Soewondo, I. Subekti dkk. PB. PERKENI.
Jakarta 2002.