Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

OSTEOARTRITIS &
HIPERTENSI URGENSI

Oleh:
dr. Rizky Aisyah Soraya Wiharja
Pembimbing:
dr. Dheni Pramudia H.

RSUD Kota MalangPENDAHULUAN


Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup
tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7% pada wanita. Degenerasi sendi
yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi
tangan, panggul, kaki, dan tulang belakang (spine) meskipun bisa terjadi pada sendi
sinovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi sinovial ini meningkat dengan
pertambahan usia. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan
aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih
berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas
pasien.
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk stroke
iskemik dan perdarahan, infark miokard, gagal jantung, penyakit ginjal kronis,
penurunan kognitif dan kematian dini. Tekanan diastolik lebih sering meningkat pada
orang yang lebih muda dari usia 50 tahun. Dengan terjadinya penuaan, hipertensi
sistolik menjadi masalah yang lebih besar sebagai akibat dari kaku progresif dan
hilangnya kepatuhan pada arteri yang lebih besar. Setidaknya seperempat dari orang
dewasa (dan lebih dari setengah dari mereka yang lebih tua dari 60) memiliki tekanan
darah tinggi.
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia.
Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan
kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi
yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu,
pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak
tersedia.
Berdasarkan data epidemiologis diatas, yang menarik pada kasus OA maupun
hipertensi adalah keduanya terdapat pada populasi usia lanjut. Diperkirakan 1 sampai
2 juta orang usia lanjut di Indonesia menderita cacat karena OA serta menderita
berbagai macam komplikasi dari hipertensi. Oleh karena itu tantangan terhadap
dampak OA dan hipertensi akan semakin besar karena semakin banyaknya populasi
yang berusia tua.

Dengan banyaknya kasus OA dan hipertensi di Indonesia yang belum


tertangani dengan baik merupakan tanda bahwa masyarakat kurang memperhatikan
tentang kedua penyakit tersebut serta kurangnya motivasi dalam mengontrol penyakit
yang dideritanya. Salah satu cara untuk menekan kasus OA dan hipertensi adalah
mengendalikan
Berdasarkan

faktor-faktor

yang

fenomena-fenomena

mempengaruhi
diatas

yang

kedua

didukung

penyakit

tersebut.

dengan

data-data

epidemiologi, maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus yang berjudul


Osteoartritis dan Hipertensi Urgensi pada pasien di RSUD Kota Malang.

LAPORAN KASUS
A.

DATA ADMINISTRASI

Nama

: Ny. S

Usia

: 60 tahun

No. Register : 11002191

Cara masuk

B.

: sendiri

DATA DEMOGRAFIS

Alamat

: Jl. Tangkil Sari RT 25/RW 06h

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: Petani

Bahasa ibu

: Jawa

Jenis Kelamin : Perempuan

C.

DATA BIOLOGIK

Tinggi badan : 154 cm

Berat badan

: 87 kg

IMT

: 37,53 kg/m2 (Obese Class II)

Habitus

: Bekerja di sawah

D.

DATA KLINIS

ANAMNESIS
a.

Keluhan utama

b.

Anamnesis terfokus :

: Linu pada kedua kaki bawah

Pasien datang dengan keluhan rasa linu pada kedua kaki bawah yang
dirasakan dari bagian lutut hingga pergelangan kaki sejak 2 minggu terakhir
ini. Keluhan tersebut dirasakan semakin memberat dan terutama dirasakan saat
pasien beraktivitas sehingga menimbulkan kesulitan berjalan dan pasien sering
merasa khawatir akan terjatuh saat bekerja disawah serta merasa takut tidak
dapat bekerja lagi. Keluhan tersebut terkadang berkurang bila pasien sedang

beristirahat. Pasien juga mengaku terdapat rasa kaku pada pergelangan kaki
kanan dan kiri serta kedua lutut pada pagi hari setelah bangun tidur. Rasa kaku
tersebut berlangsung selama 5 menit dan menghilang secara perlahan.
Bengkak dan kemerahan pada lutut (-), demam (-), mual (-), nyeri kepala (-),
pandangan kabur (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), BAB kuning
biasa, BAK kuning lancar.
c.

Riwayat Penyakit Sebelumnya:


Riwayat yang sama sebelumnya ada, kurang lebih sejak 1 tahun.
Riwayat mengkonsumsi obat anti nyeri ada, yang di jual di pasar, keluhan

berkurang, tetapi timbul lagi jika tidak mengonsumsi obat tersebut.


Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol, hiperkolesterol/ hiperlipidemia (-),

DM (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal
Riwayat hipertensi (+), hiperkolesterol/ hiperlipidemia (-), DM (-)
e. Riwayat sosial :
Pasien bekerja sebagai petani yang sering berdiri dan berjalan selama berjamf.

jam.
Faktor-faktor Risiko lainnya :
Pola makan: Pola makan sedikit berlebih dengan nasi dan lauk-pauk, namun

jarang mengkonsumsi sayur ataupun buah.


Stress: Pasien kadang-kadang mengalaminya.
Kebiasaan: pasien tidak berolahraga secara teratur

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum

b.

Kesan
Kesadaran
Tensi
Nadi
Suhu
Pernafasan
Berat badan
Tinggi badan
Kepala

: Tampak sakit ringan


: Kompos Mentis
: 210/110 mmHg
: 88 x/menit
: 37,1oC
: 20 x/menit
: 87 kg
: 154 cm

Simetris muka : Simetris kiri dan kanan


Rambut
c.

: Hitam, sukar dicabut

Mata
Konjungtiva

: Anemi (-)

Kornea

: Jernih

Sklera

: Ikterus (-)

Pupil

: Isokor 2,5 mm

d.

Telinga

Pendengaran : Dalam batas normal

Nyeri tekan di prosesus mastoideus: (-)

e. Hidung
Perdarahan

: (-)

Sekret

: (-)

f.

Mulut

Bibir : Kering (-)

Lidah : Kotor (-)

Tonsil : Hiperemi

g.

Leher
Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok

: MT (-), NT (-)

Kaku kuduk

: (-)

Tumor

: (-)

h.

Dada
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Bentuk

: Normochest

Sela iga : Tidak ada pelebaran


i.

Thorax

Palpasi
Fremitus raba : Kiri sama dengan kanan
Nyeri tekan

: (-)

Perkusi
Paru kiri

: Sonor

Paru kanan

: Sonor

Auskultasi
Bunyi pernapasan

: Vesikuler

Bunyi tambahan
j.

: Rh

-/-

Wh -/-

Cor
Inspeksi

: Ictus kordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi

: BJ I/II murni regular

Bunyi tambahan : Bising (-)


k.

Abdomen

Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas

Palpasi

: MT (-), NT (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi
l.

: Peristaltik (+), kesan normal

Ekstremitas
Motorik

Ekstremitas Superior

EKstremitas Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Pergerakan

Kekuatan

Tonus Otot

Bentuk otot

Refleks

Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
Kanan
kiri
kanan
kiri
Fisiologis
+
+
+
+
Patologis
Status lokalis (Regio genu dextra dan sinistra):
Inspeksi : simetris, edema (-), hiperemis (-)
Palpasi : hangat (+), nyeri tekan (+), krepitasi (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIPERLUKAN
Pemeriksaan laboratorium:
- Profil lipid lengkap
- Kadar asam urat
Pemeriksaan radiologi:
- Rontgen genu AP/Lat dextra & sinistra
E. DIAGNOSIS
- Osteoartritis

Alasan diagnosis ini adalah berdasarkan keluhan pasien berupa rasa linu
pada kedua kaki bawah yang dirasakan dari bagian lutut hingga pergelangan
kaki, keluhan tersebut dirasakan semakin memberat dan terutama dirasakan
saat pasien beraktivitas sehingga menimbulkan kesulitan berjala Pasien juga
mengaku terdapat rasa kaku pada pergelangan kaki kanan dan kiri serta kedua
lutut pada pagi hari setelah bangun tidur. Rasa kaku tersebut berlangsung
selama kurang lebih 5 menit dan menghilang secara perlahan. Selain itu pasien
memiliki faktor kebiasaan yang menunjang diagnosis osteoarthritis berupa
aktivitas bekerja disawah yang mengharuskan pasien berdiri dan mencangkul
selama berjam-jam, tidak rutin melakukan olahraga, serta pola makan yang
berlebihan dan kurang sehat.
Disamping itu, berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, pasien
memiliki berat badan berlebih yang tergolong obesitas. Pada status lokalis
region genu sinistra didapatkan perabaan hangat dan nyeri tekan. Kedua hal
tersebut juga menunjang diagnosis osteoartritis
-

Hipertensi urgensi
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah pasien

210/110, namun pasien tidak mengeluhkan keluhan apapun seperti sakit


kepala, pandangan buram, mual, muntah, atau gejala kerusakan organ lainnya.
Pasien mengaku memiliki riwayat tekanan darah tingi namun tidak pernah
mengkonsumsi obat anti-hipertensi apapun sebelumnya.
F. DIAGNOSIS HOLISTIK
Diagnosis klinis :
- Osteoartritis
- Hipertensi urgensi
Diagnosis biologis :
- Obesitas
Diagnosis psikologis :
- Kekhawatiran akan terjadi hal-hal buruk, seperti terjatuh saat bekerja
disawah dan tidak mampu lagi bekerja
Diagnosis sosial :
- Pasien dan anggota keluarga pasien tidak memperhatikan pola makan sehat
dan olahraga teratur
G. PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi :
- Na diklofenak oral 3x50 mg p.c

- Ranitidin oral 2x150 mg a.c


- Captopril oral 12,5 mg (saat di UGD)
- Captopril oral 2x12,5 mg
Non-farmakologi :
- Menjelaskan tentang penyakit pasien (osteoartritis dan hipertensi) serta
bahaya dan komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi apabila tidak
-

menjalani pengobatan secara teratur.


Menganjurkan untuk meminum obat analgetik (na diklofenak) bila keluhan

muncul dan berhenti konsumsi obat ketika keluhan sudah tidak dirasakan.
Menganjurkan pasien untuk menurunkan berat badan agar keluhannya

dapat membaik dengan pola makan sehat dan olahraga teratur.


Menganjurkan untuk meminum obat anti-hipertensi (captopril) setiap hari

sampai obat habis lalu datang kembali untuk kontrol tekanan darah.
Selain konsumsi obat, pasien dianjurkan untuk mengontrol tekanan darah
dengan modifikasi gaya hidup, antara lain:
1. Membatasi asupan garam tidak lebih dari - sendok teh (6
gram/hari)
2. Menurunkan berat badan
3. Menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol
4. Olah raga dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25
menit dengan frekuensi 3-5 x per minggu.
5. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress

Ada pun makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:


1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit,
crackers, keripik dan makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran
serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan
asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber
protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah
(sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal,
tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung
garam natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Osteoartritis
Definisi
Osteoartritis (OA) disebut juga penyakit sendi degenaratif, merupakan
gangguan sendi yang tersering kelainan ini sering dianggap sebagai proses penuaan
dan merupakan penyebab cacat fisik pada seseorang dengan usia di atas 65 th.
Gambaran mendasar dari oestoartritis adalah degenarasi tulang rawan sendi, namun
sebagian besar penyakit ini kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya
dengan penyakit sisitemik maupun proses perubahan lokal pada sendi yang jelas
sehingga disebut OA primer, atau OA iodiopatik sedangkan oestoartritis sekunder
adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan herediter, endokrin, metabolik,
pertumbuhan dan jejas mikro maupun makro serta imobilisasi yang terlalu lama.1
Epidemiologi
a. Epidemiologi berdasarkan distribusi orang:1,3,4
1) Umur
Insidens osteoarthritis (OA) meningkat seiring dengan proses penuaan dan
terutama ditemukan pada usia di atas 50 tahun, tetapi dapat juga ditemukan
pada usia muda akibat kerusakan tulang rawan sendi. Penelitian
epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa orang dewasa
dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22%.
2) Berat Badan
Makin tinggi berat badan seseorang makin besar kemungkina seseorang
untuk menderita osteoarthritis, hal ini dikarenakan beban yang dikenakan
pada sendi makin besar.
3) Jenis Kelamin
Wanita memiliki kecenderungan menderita osteoartritis lebih besar dari
pria, dan belum diketahui mengapa.
b. Epidemiologi berdasarkan distribusi tempat
Insiden terjadinya Osteoartritis ditemukan di hampir semua benua.
c. Epidemiologi berdasarkan distribusi waktu
Insiden terjadinya Osteoartritis ditemukan di hampir semua benua.
Etiologi & Patogenesis
Tulang rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan degenaratif pada
oestoartritis. Tulang rawan sendi memiliki letak strategis yaitu di ujung-ujung tulang
untuk melaksanakan 2 fungsi yaitu menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan di
dalam sendi berkat cairan sinovium dan di sendi sebagai penerima beban.

Menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi sehingga tulang dibawahnya dapat


menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan, ke dua fungsi ini
mengharuskan tulang rawan elastis yaitu memperoleh kembali arsitektur normalnya
setelah tertekan dan memiliki daya regang yang tinggi.1,2
Kedua ciri ini dihasilkan dua kompenen utama tulang rawan yaitu tipe khusus
kolagen (tipe II) dan proteoglikan dan keduanya dikeluarkan oleh kondrsosit seperti
pada tulang dewasa, tulang rawan sendi tidak statis, mengalami pertukaran,
komponen matriks tulang yang aus diuraikan dan diganti. Keseimbangan ini
dipertahankan dan diseimbangkan oleh kondrosit dan kemampuan sel ini memelihara
sifat esensial matriks tulang rawan menentukan integritas sendi.1,2
Pada osteoarthritis ini, proses ini terganggu oleh beberapa sebab. Mungkin
pengaruh yang terpenting adalah efek penuaan dan efek mekanis, meskipun
osteoarthritis bukan suatu proses wear and tear (aus karena sering digunakan), tidak
diragukan lagi bahwa stress mekanis pada sendi berperan penting dalam
pembentukannya. Bukti yang mendukung antara lain meningkatnya frekuensi
osteoarthritis sering dengan bertambahnya usia, timbulnya di sendi penahan beban
dan meningkatnya frekuensi penyakit pada kondisi yang menimbulkan stress mekanis
abnormal, seperti obesitas dan riwayat deformitas sendi.1,3
Faktor Risiko
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:1
1. Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya
umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya
berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2. Pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan
sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi
karena bahan yang harus dikandungnya.
3. Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat
badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis
mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah
kegemukan.
4. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang

menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi


tersebut.
5. Keturunan
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis,
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6. Akibat penyakit radang sendi lain (artritis rematoid; infeksi akut, infeksi
kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak
matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
7. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan
sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang
sehingga mempercepat proses degenerasi.
8. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan
yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat
fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus,
glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
Gambaran klinis
Gambaran klinis Osteoarthritis diantaranya:1.2
1. Rasa nyeri pada sendi
Hal ini merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan
bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15-30 menit dan timbul setelah istirahat atau
saat memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan.
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam
ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai
sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan
akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan
keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.
Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar,
misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong

sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin,
akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
Hal ini merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam
ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas
Bisa disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan pemeriksaan
radiologik.

Gambaran

radiografi

sendi

yang

menyokong

diagnosis

Osteoarthritis adalah:1
1. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris
2. Peningkatan densitas tulang subkondral
3. Kista tulang
4. Oestofit pada pinggir sendi
5. Perubahan struktur anatomi sendi
Penatalaksanaan
a. Terapi non-farmakologis1,3

Penurunan berat badan


Berat badan yang berlebihan merupakan salah satu faktor yang akan
memperberat penyakit OA. Berat badan harus diusahakan untuk harus
selalu dijaga

Penjelasan mengenai penyakit


Agar pasien mengetahui sedikit seluk beluk tentang penyakitnya,
bagaimana

agar

penyakitnya

tidak

bertambah

parah

serta

persendiaanya tetap dapat dipakai

Terapi Fisik dan rehabilitasi


Terapi ini melatih pasien untuk selalu menjaga persendiannya dan
melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit

b. Terapi farmakologis1,2

Analgesik Oral non opiat


Pada umumunya pasien telah mencoba mengobati sendiri penyakitnya,
terutama dalam hal mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Banyak

sekali obat-obatan yang dijual bebas yang mampu mengurangi rasa


sakit.

Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)


Aktivitas anti inflmasi OAINS diperantai terutama melalui inhibisi
biosintesis

prostaglandin.

kemungkinan

mekanisme

Berbagai
kerja

macam

tambahan

OAINS
termasuk

memiliki
inhibisi

kemotaksis, penurunan produksi IL-1, penurunan produksi radikal


bebas dan superoksida dan gangguan dengan kejadian intrasel yang
diperantarai kalsium. OAINS menurunkan sensitivitas pembuluh darah
terhadap bradikinin dan histamine mempengaruhi produksi limfokin
dan limfosit T dan memulihkan vasodilatasi akibat peradangan. Semua
OAINS terbaru pada derajat yang berbeda bersifat analgesic,
antiinflamasi dan antipiretik, sedangkan OAINS non selektif dapat
menghambat agrerasi trombosit. Semua OAINS dapat mengiritasi
lambung, menimbulkan nefrotoksisitas dan hepatotoksisitas jika
digunakan secara bersamaan. Nefrotoksisitas sebagian disebabkan oleh
ganguan autoregulasi ginjal yang dimodulasi oleh prostaglandin.5
Dalam pemberian OAINS harus sangat di perhatikan karena
kebanyakan pendeita Osteoartritis adalah orang yang berusia lanjut.
Harus dipilih obat-obat yang memiliki efek samping sangat sedikit, dan
juga harus dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya
efek samping.

Chondroprotective Agent
Yang dimaksud dengan Chondroprotective Agent adalah obat-obat
yang menjaga dan merangsang perbaikan tulang rawan sendi pada
pasien OA. sampai saat ini yang temasuk golongan obat ini adalah
tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan,
vitamin C, superoxide dismutase dan sebagainya.1

c. Terapi Bedah
Terapi ini diberikan jika terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas

sendi

yang

menggangu

aktivitas

Malalligment, osteotomy, atroplasti sendi total.

sehari-hari.

seperti

B. Krisis Hipertensi
Definisi
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang
mendadak (sistol 180 mmHg dan atau diastole 120 mmHg), pada penderita
hipertensi yang membutuh kan penanganan segera.5
Klasifikasi
Hipertensi emergensi
Kenaikan tekanan darah mendadak yang disertai kerusakan organ target yang
progresif disebut hipertensi emergensi. Pada keadaan ini diperlukan tindakan
penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit/jam.5
Hipertensi urgensi
Kenaikan tekanan darah mendadak yang tidak disertai kerusakan organ target
disebut hipertensi urgensi. Penurunan tekanan darah pada keadaan ini harus
dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam.5
Manifestasi klinis
Bidang neurologi5
Sakit kepala, hilang/kabur penglihatan, kejang, gangguan kesadaran
(somnolen, spoor, koma).
Bidang mata5
Funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.
Bidang kardiovaskular5
Nyeri dada, edema paru
Bidang ginjal5
Azotemia, proteinuria, oliguria
Faktor Risiko 5
Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat anti hipertensi
tidak teratur.
Kehamilan
Penggunaan NAPZA
Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka berat,
phaeochromocytoma, penyakit olagen, penyakit vascular, trauma kepala.
Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
Tatalaksana Hipertensi Emergensi5
Penanggulangan hipertensi emergensi harus dilakukan di rumah sakit dengan
fasilitas pemantauan yang memadai
Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infuse sesegera mungkin
Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan
langkah sebagai berikut:
- 5 menit s/d 120 menit pertama tekanan darah rata-rata diturunkan 20-25%
- 2 s/d 6 jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai 160/100 mmHg

6-24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90 mmHg bila tidak ada
gejala iskemia organ

Obat-obatan yang digunakan pada Hipertensi Emergensi


Clonidin (Catapres) IV (150 mcg/ampul)5
- Clonidin 900 mcg dimasukkan ke dalam cairan infuse glukosa 5% 500 cc
dan diberikan dengan mikrodrip 12 tetes/menit, setiap 15 menit dapat
-

dinaikkan 4 tetes sampai tekanan darah yang diharapkan tercapai.


Bila tekanan target darah tercapai pasien diobservasi selama 4 jam

kemudian diganti dengan tablet clonidin oral sesuai kebutuhan.


Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan perlahanlahan oleh karena bahaya rebound fenomena, dimana tekanan darah naik

secara cepat bila obat dihentikan.


Diltiazem (Herbesser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)5
- Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan
-

dengan infuse 50 mg/jam selama 20 menit.


Bila tekanan darah telah turun > 20% dari awal, dosis diberikan 30 mg/jam

sampai target tercapai


Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4
jam kemudian diganti dengan tablet oral.

Nicardipin (Perdipin) IV (2 mg dan 10 mg/ampul)5


- Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB bolus
- Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit

sampai target tekanan darah tercapai.


Labetolol (Normodyne) IV5
- Labetolol diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau dapat

diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 2 mg/menit.


Nitroprusside (Nitropress, Nipride) IV5
- Nitroprusside diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 0,25-10.00
mcg/kg/menit.

Tatalaksana hipertensi urgensi :


Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD
diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat
dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam
menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan:

1. Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).Buccal (onset


5 10 menit),oral (onset 15-20 menit), duration 5 15 menit secara
sublingual/buccal). Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi,
flushing, hoyong.
2. Clonidine : Pemberian secara oral dengan onset 30 60 menit Duration of
Action 8-12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d
0,7mg.Efek samping : sedasi, mulut kering. Hindari pemakaian pada 2nd
degree atau 3rd degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome. Over dosis
dapat diobati dengan tolazoline.
3. Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang
setiap 30 menit sesuai kebutuhan.Efek samping : angio neurotik oedema, rash,
gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal arteri sinosis.
4. Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila
perlu. Efek samping : syncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikardi, sakit
kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP
sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama
digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine.
Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat
menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas
hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi). Dikenal adanya first dose effek
dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine
dapat menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke. Dengan pengaturan titrasi
dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan
mencapai batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih
sensitif terhadap penambahan terapi. Untuk penderita ini dan pada penderita dengan
riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien
dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus
dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun
untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila TD
penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid
III Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2010.
2. Darmodjo, Boedhi. Geriatri. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2011
3. Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis dan proses
proses penyakit Volume II edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2007
4. Katzung G Betram. Famakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2011
5. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the
JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):256072.

Anda mungkin juga menyukai