PENDAHULUAN
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan
banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari
HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkan berbagai krisis secara bersamaan, baik
krisis kesehatan, krisis ekonomi, krisis pembangunan negara, dan juga krisis
kemanusiaan. Sebagai krisis kesehatan, AIDS memerlukan respon dari
masyarakat dan memerlukan layanan pengobatan dan perawatan untuk individu
yang terinfeksi HIV. Dapat disimpulkan, HIV/AIDS menyebabkan krisis
multidimensi. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) sendiri dapat
diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit disebabkan oleh menurunnya
kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus)
yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi
HIV.1
Karakteristik AIDS adalah berupa adanya infeksi HIV pada sel limfosit T
CD4+ dan menurunnya fungsi sel limfosit CD4+.HIV mempengaruhi hampir
semua aspek dalam sistem imun manusia, baik imunitas bawaan maupun
imunitas adaptif yang spesifik, baik selular maupun humoral, sehingga terjadi
disfungsi imun. Respon imun untuk mengeliminasi dan menekan replikasi HIV
ternyata mengakibatkan aktivasi sistem imun yang berkepanjangan karena
kegagalan untuk menghilangkan HIV, baik dari sel maupun dari organ.
Penelitian menunjukkan replikasi HIV sendiri merupakan penyebab utama
keadaan chronic inflammatory state
pengguna narkoba, transfusi komponen darah, dan dari ibu yang terinfeksi HIV
ke bayi yang dilahirkannya (vertikal dari ibu ke janin/bayi lewat infeksi
intrapartum, perinatal, atau air susu ibu). Oleh karena itu, kelompok risiko tinggi
terhadap HIV/AIDS misalnya pada pengguna narkotika, pekerja seks komersil
II.
Infeksi HIV/AIDS saat ini telah mengenai semua golongan masyarakat, baik
kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya ODHA
(orang dengan HIV/AIDS) berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah
terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan
pengguna narkotika semakin meningkat. Beberapa bayi yang terbukti tertular
HIV dari ibunya menunjukkan tahap yang lebih lanjut dari penularan secara
heteroseksual1
Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut lebih
dari 25 juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun
2009, jumlah ODHA diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebangian
besar penderitanya adalah usia produktif , 15,9 juta penderita adalah perempuan
dan 2,5 juta adalah anak-anak. Dengan jumlah kasus baru HIV sebanyak 2.6 juta
jiwa. Dari jumlah kasus baru tersebut, sekitar 370 ribu di antaranya terjadi pada
anak-anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang meninggal karena
AIDS. Peningkatan jumlah orang hidup dengan HIV sungguh mengesankan.
Pada tahun 1990, jumlah ODHA baru berkisar pada angka delapan juta
sedangkan saat ini, jumlahnya sudah mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan
jumlah ini, 67% diantaranya disumbangkan oleh ODHA di kawasan sub Sahara,
Afrika.3
Di Indonesia sendiri, Menurut Ditjen PP & PL Kemenkes RI, pada tahun
2014 Jumlah HIV & AIDS yang dilaporkan adalah 7,335 kasus, sehingga secara
kumulatif HIV & AIDS dari tahun 1987 s.d. September 2014, adalah 150,296
kasus.4
Selanjutnya, menurut, Ditjen PP & PL Kemenkes RI, jumlah HIV & AIDS
yang dilaporkan 1 Januari sampai 31 Maret 2016 yaitu HIV sebanyak 32,711
kasus dan AIDS sebanyak 7,864, sehingga secara kumulatif HIV & AIDS dari
tahun 1987 s.d. Maret 2016 adalah 191,073 kasus dengan jumlah kasus AIDS
sebanyak 77,940. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari tahun 2014 sampai
Maret 2016 terus bertambah.5
Tabel 1.1 Jumlah Kumulatif Berdasarkan Jenis Kelamin
PATOFISIOLOGI
HIV menyerang sel-sel dengan reseptor CD4+, terutama limfosit T dan
monosit/makrofag, namun juga menginfeksi sel lainya, seperti megakariosit,
epidermal langerhans, dendrit perifer, dendrit folikuler, mukosa rektal, mukosa
saluran cerna, sel serviks, mikroglia, astrosit, sel trofoblas, limfosit CD8+, sel
retina dan epitel ginjal.2
HIV memiliki struktur gp 120 yang akan berikatan dengan reseptor CD4+.
Ikatan tersebut diperkuat oleh ikatan dengan koreseptor sel inang, yaitu reseptor
kemokin CCR5 dan reseptor CXCR4. Ikatan dengan koreseptor dibutuhkan
untuk penggabungan virus dengan membran sel agar virus dapat masuk ke
dalam sel inang. Setelah berikatan dengan kuat, terjadilah fusi membran virus
dan seluruh komponen HIV akan masuk kedalam sitoplasma sel inang kecuali
selubungnya.2
Di dalam sel inang, ssRNA virus akan mengalami proses transkripsi dengan
perantara enzim reverse transcriptase hingga terbentuk seuntai cDNA. Setelah
itu, DNA yang terbentuk akan pindah dari sitoplasma ke dalam inti sel inang dan
menyisip ke dalam DNA sel inang dengan bantuan enzim integrase, yang disebut
juga provirus. Provirus tinggal dalam keadaan laten atau dalam keadaan
replikasi yang sangat lambat, tergantung pada aktivitas dan diferensiasi sel inang
yang terinfeksi. Sampai suatu saat, terjadilah suatu stimulasi yang dapat memicu
terjadinya replikasi virus dengan kecepatan tinggi, seperti pengaruh beberapa
sitokin proinflamatorik (IL-1, IL-3, IL-6, TNF- dan , TGF-, IFN- dan ,
IFN-, -macrophage colony stimulating factor.2
Provirus yang terintegrasi dalam DNA sel target akan ikut proses transkripsi
sel inang. Hasil transkripsi tersebut memiliki dua peran, yaitu sebagai RNA
genom yang nantinya tergabung dalam virion, dan sebagai mRNA yang
menyandi protein-protein virus. RNA genom dan protein-protein virus tersebut
akan menjadi virus HIV yang baru.
Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan. Seiring
pertambahan replikasi virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit CD4+
akan terus menurun. Umumnya, jarak sel limfosit CD4+ akan terus menurun.
Umumnya, jarak antara infeksi HIV dan timbulnya gejala klinis pada AIDS
berkisar antara 5-10 tahun.2
Gambar tersebut adalah siklus dari virus HIV 6. Infeksi primer HIV dapat
memicu gejala infeksi akut yang tidak spesifik, seperti demam, nyeri kepala,
faringitis dan nyeri tenggorokan, limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut
tersebut dilanjutkan dengan priode laten yang asimptomatis, tetapi pada fase
inilah terjadi penurunan jumlah sel limfosit CD4+ selama bertahun-tahun hingga
terjadi manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun (berupa infeksi
oportunistik). Berbagai manifestasi klinis lain dapat timbul akibat reaksi
IV.
Perjalanan penyakit infeksi HIV dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu 1)
infeksi akut, 2) infeksi kronik (asimtomatik dan simtomatik), dan 3) AIDS.
Sekitar 60-70% infeksi HIV akan mencapai stadium AIDS dalam waktu rata-rata
10-11 tahun (typical progressor), 10-20% sangat progresif dan berkembang
menjadi AIDS dalam waktu kurang dari 5 tahun (rapid progressor). Sebagian
kecil lainnya antara 5-15% infeksi HIV berjalan sangat lambat, masih belum
mencapai AIDS dalam waktu lebih dari 15 tahun (slow progressor) dan sekitar
1% infeksi dikenal sebagai bagian dari slow progressor yang disebut Long-term
Non Progressor (LTNP). Progresi penyakit ditentukan oleh tiga hal, yakni
aktivitas virus (viral load), jumlah CD4 penderita, dan respon host terhadap
virus7.
Tabel 2.1 GejalaKlinisInfeksi Primer HIV
Kelompok
Umum
Gejala
Demam
Nyeriotot
Nyerisendi
Rasa lemah
Ruamkulit
Ulkus di mulut
Kekerapan (%)
90
54
Mukokutan
70
12
Limfadenopati
74
Neurologi
Nyerikepala
32
Nyeribelakangmata
Fotofobia
Depresi
Meningitis
12
Salurancerna
Anoreksia
Nausea
Diare
32
Jamur di mulut
12
WHO membagi HIV/AIDS menjadiempat stadium klinisyakni stadium I
(asimtomatik), stadium II (sakitringan), stadium III (sakitsedang), dan stadium
IV (sakitberatatau AIDS).Bersamadenganhasilpemeriksaanjumlahsel T CD4,
stadium
klinisinidapatdijadikansebagaipanduanuntukmemulaiterapiprofilaksisinfeksiopor
tunistikdanmemulaiataumengubahterapi ARV7.
AIDS merupakanmanifestasilanjutan HIV.Selama stadium individu bias saja
merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit.Pada stadium
lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi
Opportunistik dan mereka terusmenerus menderita penyakit minor dan mayor
Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan7.
Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi.Pada awa lterinfeksi,
memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus.Namun beberapa minggu
kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringanseharihari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampaksehat.Pada tahunke 34 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas.Sesudah tahun ke 5-6 mulai
timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan
di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. Jika
diuraikan tanpa penanganan medis, gejala PMS akanberakibat fatal7.
Infeksi HIV memberikangambaranklinik yang tidakspesifikdengan spectrum
yang
lebar,
mulaidariinfeksitanpagejala
awalsampaidengangejala-gejala
yang
(asimtomatif)
beratpada
pada
stadium
stadium
yang
penderita
mengalami
pembengkakan
kelenjar
lomfe
500/ml.
Infeksi Kronis Simtomatik
Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV.
Berbagai gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini,
tergantung pada tingkat imunitas pemderita; yaitu :
1 Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 500
Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan
misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks. Namun
dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa. Keganasan
juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan
dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga yang disebut
2
AIDS-Related (ARC).
Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200
Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering
mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase ini,
meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi untuk
kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan
kekebalannya.
jelas
Kelainan neurologis: Ensefalopati HIV, limfoma SSP primer, meningitis
Candida
albicans,M.
Herpes simpleks
Neoplasma Sekunder: Sarkoma Kaposi (kulit dan viseral), neoplasma
limfoid
Kelainan lain: Sindrom spesifik organ sebagai manifestasi prmer
penderita TB atau komplikasi
Tabel yang tertera pada halaman selanjutnya akan memperlihatkan infeksiinfeksi oportunistik yang lazim terjadi pada orang-orang dengan HIV/AIDS7:
Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi
yang lain seperti kanker, malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid
yang lama.
Gejala Mayor
10
V.
abnormal
- Diare kronik lebih dari 1bulan
- Demam lebih dari1bulan
Gejala minor
- Limfadenopati generalisata
- Kandidiasis oro-faring
- Infeksi umum yang berulang
- Batuk persisten
- Dermatitis
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes laboratorium diagnostik HIV harus dilakukan secara lengkap.
Pengujian asam nukleat HIV (NAT) untuk mendeteksi RNA HIV atau DNA HIV
dianjurkan untuk menetapkan diagnosis infeksi pada bayi yang lahir dari ibu
yang terinfeksi HIV-1. Dokter harus menggunakan tes antibodi HIV dengan
konfirmasi Western blot atau uji imunofluoresensi secara tidak langsung untuk
menetapkan diagnosis infeksi HIV kronis. Tes skrining antibodi HIV termasuk
enzim immunoassay (ELISA/EIA), chemiluminescent immunoassay (CIAS), dan
Rapid tes.8
11
Pasien dengan hasil tes antibodi HIV negatif, harus melakukan pengulangan tes
selanjutnya pada 3 bulan kemudian.Bagi individu yang pada tes HIV
mempunyai hasil negatif pada 3 bulan tetapi terus terlibat dalam perilaku risiko
tinggi, maka dokter harus mendiskusikan strategi harm reduction yang
berorientasi pada tujuan, termasuk rujukan untuk layanan konseling, dan
pengulangan tes HIV setidaknya setiap 3 bulan.Dokter harus mengevaluasi
pasien infeksi HIV akut, terutama ketika mereka datang dengan demam, flu, atau
seperti penyakit yang tidak dapat dijelaskan. Termasuk mereka yang datang
dengan kriteria dibawah ini:8
1. Mereka yang melaporkan telah melakukan kontak seksual dengan
pasangan yang diketahui terinfeksi HIV atau pasangan yang tidak
diketahui status HIVnya terdahulu.
2. Pria yang melaporkan memiliki hubungan seksual yang tidak aman
dengan pria lain.
3. Mereka yang pernah melakukan penggunaan jarum suntik secara
bergantian.
4. Mereka yang datang dengan infeksi menular seksual yang baru di
diagnosa.
5. Mereka yang datang dengan meningitis aseptik.
6. Pasien hamil atau menyusui.
Jika diduga infeksi HIV akut, maka dilakukan tes skrining serologis HIV yaitu
tes HIV RNA plasma assay. Tes RNA plasma assay dilakukan jika tes skrining
serologis adalah negatif. Dilakukan tes kombinasi generasi keempat yang
merupakan tes skrining serologis, jika:8
1. Deteksi HIV RNA atau tidak adanya antibodi HIV harus dianggap
sebagai hasil positif awal, tes HIV RNA dari spesimen baru harus diulang
segera untuk mengkonfirmasi adanya HIV RNA.
2. Tes HIV RNA harus diulang untuk menyingkirkan hasil positif palsu
ketika hasil kuantitatif memberikan hasil yang rendah (<5.000 kopi / mL)
dari tes HIV RNA dilaporkan tidak adanya bukti serologis infeksi HIV.
12
13
menurunsecara
bertahap
selama
perjalanan
penyakit.
Kecepatan
dapat
menyebabkan
amplifikasi
produk
yang
dapat
bernilai positif memerlukan konfirmasi dengan tes PCR DNA kedua pada
spesimen terpisah. Saat ini, penggunaan diagnostik PCR DNA HIV-1 hanya
direkomendasikan untuk mendeteksi infeksi pada bayi yang lahir dari ibu
yang terinfeksi HIV-1.8
b) Tes HIV RNA Plasma
14
Merupakan tes viral load HIV yang harus digunakan bersamaan dengan
tes antibodi HIV-1, tes ini berguna untuk mendiagnosis infeksi HIV akut atau
primer. Riwayat alami terinfeksi HIV akut dapat beraneka ragam sehingga
antibodi mungkin tidak terbentuk pada saat timbulnya gejala (2 sampai 6
minggu setelah paparan). Tes antibodi dari pasien ini akan sering
memberikan hasil negatif lemah atau positif lemah pada pemeriksaan ELISA
dan negatif pada pemeriksaan Western Blot. Namun, tingkat viral load yang
sangat tinggi selama infeksi akut, biasanya mulai dari 100.000 sampai lebih
dari 10 juta kopi / mL, dan terdeteksi sekitar 2 minggu sebelum
VI.
serokonversi.8
PENATALAKSANAAN
HIV/AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara total.Namun
Pengobatan suportif yaitu makanan yang memiliki nilai gizi baik dan
dukungan psikososial dan agama.8,9
TERAPI ANTIRETROVIRAL
Berbagai pengobatan telah diterapkan untuk penyembuhan AIDS. Yang
banyak dipraktikkan sampai saat ini adalah pengobatan dengan obat kimia
(chemotherapy).Obat-obat ini biasanya adalah inhibitor enzim yang diperlukan
untuk replikasi virus, seperti inhibitor reverse transcriptase dan protease. 8,9
Zidovudin-lebih dikenal dengan AZT-adalah obat AIDS yang pertama kali
digunakan. Obat yang merupakan inhibitor enzim reverse transciptase ini mulai
digunakan sejak tahun 1987. Setelah itu dikembangkan inhibitor protease seperti
indinavir, ritonavir, dan nelfinavir.Sampai saat ini Food and Drug Administration
(FDA) Amerika telah mengizinkan penggunaan sekitar 20 jenis obat-obatan. 8,9
15
Pada umumnya, pemakaian obat-obat ini adalah dengan kombinasi satu sama
lainnya karena pemakaian obat tunggal tidak menyembuhkan dan bisa memicu
munculnya virus yang resisten terhadap obat tersebut. 8,9
Inisiasi ARV pada pasien remaja dan dewasa menurut WHO 2014:9
i.
Seluruh individu dengan infeksi HIV derajat berat (severe) atau tahap lanjut
ii.
iii.
iv.
Golongan Obat
Nucleoside
reverse
Efek Obat
Menghambat perubahan genetic HIV
transcriptase
inhibitor
(NRTI)
Non-nucleoside
transcriptase
DNA
reverse
inhibitor
(NNRTI)
Nama Obat
Lamivudine (3TC)
Abacavir (ABC)
Zidovudine (AZT/ZDV)
Stavudine (D4T)
Didanosine (DDI)
Emtricabine (FTC)
Tenofovir (TDF)
Delaviridine (DLV)
Evavirens (EFV)
Etravirine (ETV)
Nevirapine (NVP)
Rilpivirine (RPV)
Atazanavir (ATV)
Darunavir (DRV)
Fosamprenavir (FPV)
Indinavir (IDV)
Opinavir (LPV)
Nelfinavir (NFV)
Ritonavir (RTV)
16
Entry inhibitor
Integrase inhibitor
Saquinavir (SQV)
Tipranavir (TPV)
Enfuvirtide (T-20)
Maraviroc (MVC)
Raltegravir (RGV)
Elvitegravir (EGV)
Nevirapine)
(Tenofovir + Lamivudine (atau Emtricitabine) +
Efavirenz)
terapi
3TC + FTC
secara dini
Seringnya kegagalan virologi secara dini
Perbedaan Antara Pedoman Nasional Terapi ARV Tahun 2007 dan 2011 (Kemenkes,
2011)10:
17
mempunyai
manifestasi
dalam
bentuk
penyakit
infeksi
maupun
non
18
klinis atau perburukan infeksi yang ada sebagai akibat perbaikan respons imun spesifik
patogen pada ODHA yang berespons baik terhadap ARV.
Mekanisme SPI belum diketahui dengan jelas, diperkirakan hal ini merupakan
respon imun berlebihan dari pulihnya sistem imun terhadap rangsangan antigen tertentu
setelah pemberian ARV. 9,10
Insidens sindrom pulih imun secara keseluruhan berdasarkan meta analisis
adalah 16.1%. Namun, insidens ini juga berbeda pada tiap tempat, tergantung pada
rendahnya derajat sistem imun dan prevalensi infeksi oportunistik dan koinfeksi dengan
patogen lain. 9,10
Pada saat ini dikenal dua jenis SPI yang sering tumpang tindih, yaitu sindrom
pulih imun unmasking (unmasking IRD) dan sindrom pulih imun paradoksikal.Jenis
unmasking terjadi pada pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat terapi untuk
infeksi oportunistiknya dan langsung mendapatkan terapi ARV-nya.Pada jenis
paradoksikal, pasien telah mendapatkan ARV, terjadi perburukan klinis dari penyakit
infeksinya tersebut. 9,10
Manifestasi klinis yang muncul sangat bervariasi dan tergantung dari bahan
infeksi atau non-infeksi yang terlibat, sehingga diagnosis menjadi tidak mudah.Pada
waktu menegakkan diagnosis SPI perlu dicantumkan penyakit infeksi atau non infeksi
yang menjadi penyebabnya (misal IRIS TB, IRIS Toxoplasmosis). 9,10
International Network Study of HIV-associated IRIS (INSHI) membuat konsensus untuk
kriteria diagnosis sindrom pulih imun sebagai berikut. 9,10
1.
2.
Perburukan gejala klinis infeksi atau timbul reaksi inflamasi yang terkait dengan inisiasi
3.
terapi
ARV
Gejala klinis tersebut bukan disebabkan oleh:
a. Gejala klinis dari infeksi yang diketahui sebelumnya yang telah berhasil
disembuhkan (Expected clinical course of a previously recognized and successfully
treated infection)
19
dari
kegagalan
imunologis
adalah
gagal
mencapai
dan
Kriteria klinis untuk gagal terapi yang timbul dalam 6 bulan pertama pengobatan
tidak dapat dijadikan dasar untuk mengatakan gagal terapi. Perlu dilihat
kemungkinan penyebab lain timbulnya keadaan klinis tersebut, misal IRIS. 9,10
20
Penatalaksanaan kepatuhan
Pemeriksaan ulang VL
VL <5000 kopi/ml
VL <5000 kopi/ml
Jangan pindah ke
lini kedua
Pindah ke lini
kedua
21
Apabila pada lini pertama menggunakan TDF maka gunakan AZT + 3TC
sebagai dasar NRTI sebagai dasar NRTI pada paduan lini kedua. 9,10
Pilihan
paduan
ARV
pengganti
yang
direkomendasikan
(termasuk Bila menggunakan TDF +3TC atau FTC + LPV/r
perempuan hamil)
pertama
Bila menggunakan TDF sebagai lini pertama
Ko-infeksi TB/HIV
dengan
LPV/r,
evaluasi
fungsi
hati
ketat
jika
Ko-infeksi HIV/HBV
efek
anti-HBV
dan
untuk
Efek samping
Supressi sum sum tulang
Substitusi
Jika digunakan pada terapi lini pertama,
Intoleransi
gastrointertinal,
sakit
laktat
dengan
steatosis
22
Stavudin
hepatic
Pancreatitis,
asidosis
Lamivudin
neuropati
laktat
denga
perifer,
steatosis
hepatitis (jarang)
Reaksi hipersensitivitas (dapat fatal),
Demam,
ruam
kelelahan,
mul
pernapasan
(sakit
tenggorok, batuk)
Asidosis
Tenofovir
laktat
dengan
steatosis
hepatitis (jarang)
Asthenia, sakit kepala, diare, mual
muntah,
sering
buang
angin,
Osteomalasia
telah gagal
Jika
kemungkinan
dipertimbangkan
Ritonavir
Lopinavir
Sindroma steven-johnson
Ruam
NNRTI
Toksisitas hepar
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia
Intoleransi gastrointertinal,
pancreatitis,
mual,
hiperglikemial,
lipid
Reaksi
hipersensitivitas
sindroma
NVP
23
steven-johnson
Ruam
Toksisitas hepar
Toksisitas sisterm saraf pusat yang
berat dan persisten (depresi dan
pusing)
Hiperlipidemia
Ginekomastia (pada laki-laki)
Kemungkinan efek teratogenik (pada
kehamilan trimester pertama atau
wanita
yang
tidak
mengganggu
VII. EDUKASI
1. Safety first(mencegah penularan dengan proteksi diri dari ODHA)
2. Kepatuhan minum obat
3. Dukungan dari keluarga, teman, dan meciptakan lingkungan yang kondusif.
VIII. KOMPLIKASI
INFEKSI OPORTUNISTIK (IO)
Organisme penyebab IO adalah organisme yang merupakan flora normal,
maupun organisme patogen yang terdapat secara laten dalam tubuh yang kemudian
mengalami reaktivasi. Spektrum IO pada defisiensi imun akibat HIV secara umum
mempunyai pola tertentu dibandingkan IO pada defisiensi imun lainnya.Namun ada
gambaran IO yang spesifik untuk beberapa daerah tertentu.Semakin menurun
jumlah limfosit CD4 semakin berat manifestasi IO dan semakin sulit mengobati,
bahkan sering mengakibatkan kematian.Pengobatan dengan antiretroviral (ARV)
dapat menekan replikasi HIV, sehingga jumlah limfosit CD4 relatif stabil dalam
jangka waktu panjang, dan keadaan ini mencegah timbulnya infeksi oportunistik.
Organisme yang sering menyebabkan IO terdapat di lingkungan hidup kita yang
terdekat, seperti air, tanah, atau organisme tersebut memang berada dalam tubuh kita
pada keadaan normal, atau tinggal secara laten lalu mengalami reaktivasi.8,10
24
Apabila pada ODHA dengan IO, obat IO diberikan terlebih dahulu selama 2
minggu kemudian terapi ARV dapat dimulai.10
Infeksi
Oportunistik
Pneumoniaa
Pneumocystis
jiroveci (PCP)
Tampilan
Klinis
Batuk kering
Sesak nafas
Demam
Keringat
malam
Subakut
sampai 1 2
bulan
Diagnosis
Kelainan
pada foto
toraks
dengan
infiltrat
intersisial
bilateral
Terapi
Terapi pilihan:
Kotrimoksasol (TMP 15 mg +
SMZ 75 mg/kg/ hari) dibagi
dalam 4 dosis atau
Kotrimoksasol 480 mg, 2
tablet 4 kali sehari untuk BB
< 40 kg
dan 3 tablet 4 kali sehari
untuk BB > 40 kg selama 21
hari
Terapi alternatif
Klindamisin 600 mg IV atau
25
2.
Kandidasis
Kandidiasis
oral:
Bercak putih
di selaput
mukosa
disertai
eritema di
rongga mulut
Kandidiasis
esofageal:
Disfagi
Disertai rasa
nyeri
terbakar di
dada
3.
Kriptokokosis
Nyeri kepala
belakang,
tanda
meningeal,
fotofobia,
kaku kuduk
atau tekanan
intrakranial
meningkat
Demam
Perubahan
kesadaran
Tampilan
klinis yang
khas pada
pemeriksaa
n fisik
Pada
sediaan
KOH
mikroskopis
ditemukan
pseudohifa
Tampilan
klinis khas
dan
memberika
n respon
baik setelah
di terapi
Bila
memungkin
kan dapat
dilakukan
endoskopi
Peningkatan
tekanan
intrakranial
pada punksi
lumbal
Protein di
cairan
serebrospin
al
Dapat
ditemukan
organisme
Terapi pilihan
Amfoterisin B IV (0,7 mg/
kg/ hari) selama 2 minggu
diikuti dengan flukonasol 400
mg perhari selama 8-10
minggu. Hati- hati akan efek
samping nefrotoksik
amfoterisin.
Terapi alternatif
Flukonasol 400-800 mg per
hari selama 8 12 minggu
Terapi rumatan:
26
4.
Toksoplasmosi
s serebral
5.
Herpes
simpleks
6.
Herpes zoster
Penyakit
yang
diseminasi
memberi kan
tanda lesi
papulonekroti
k menyerupai
moluskum
kontagi-osum
disertai
demam dan
infiltrat di
paru
Sakit kepala
Pusing
Demam
Defisit
nerologis
fokal
Kejang
Sekelompok
vesikel berair
biasanya di
daerah
genital atau
sekitar mulut
Dapat
menjadi
sistemik
seperti
esofagitis,
ensefalitis
Sekelompok
vesikel berair
terasa sangat
nyeri di
sepanjang
dermatom.
Dapat
menyerang
mata
dalam
CSP atau
lesi kulit
dengan
sediaan
pengecatan
tinta India
di bawah
mikroskop
Defisit
nerologis
fokal
CT scan
kepala
Respon
terhadap
terapi
presumtif
dapat
menyokong
diagnosis
Gambaran
klinis khas
Terapi pilihan
Pirimetamin dosis awal: 100
mg, diikuti dengan 50 mg
perhari + klindamisin 4 X
600 mg
Asam folinat 15 mg setiap 2
hari bila tersedia
Terapi selama 6 minggu
Terapi rumatan
Pirimetamin 25 mg / hari +
klindamisin600mg
Gambaran
klinis khas
27
7.
Tuberkulosis
TB Paru
Batuk,
demam, berat
badan
berkurang,
cepat lelah
8.
Mycobacteriu
m Avium
Complex
(MAC)
Demam
berulang kali,
berat badan
menurun,
cepat lelah
9.
Kriptosporidio
sis
Diare kronis
Kram perut
dan muntah
Nyri perut
kanan atas
Pemeriksaa
n dahak
SPS untuk
mencari
BTA
Foto toraks:
Gambaran
paru yang
klasik:
Kavitasi di
lobus atas
Gambaran
paru yang
atipik:
Infiltrat
intersisial
bilateral
Efusi
pleura:
periksa
BTA pada
punksi
pleura
Isolasi
organisme
dari darah
atau tempat
lain
Anemia
yang tidak
diketahui
sebabnya
Sediaan
feses
dengan
pengecatan
BTA
Terapi pilihan
Azitromisin 1 X 500 mg atau
Klaritromisin 2 X 500 mgi +
etambutol 15 mg/kg/ hari.
Bila infeksi berat dapat
ditambah obat ketiga seperti
levofloxacin 1 X 500 mg
(atau Ciprofloxacin 2 X 500
mg)
Keadaan akan membaik
dengan terapi ARV
Terapi rumatan
Klaritromisin 2 X 500 mg
atau azitromisin 1 X 500 mg
+ etambutol 15 mg/kg/ hari
Terapi ARV
IX. PROGNOSIS
28
HIV/AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara total.Namun dengan
obat anti HIV (antiretroviral) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini
akibat infeksi HIV.
Faktor-faktor berikut mempengaruhi harapan hidup orang dengan HIV :
1. Jumlah CD4. Hal ini memberikan panduan kasar untuk ketahanan sistem kekebalan
tubuh
2. Viral load. Jumlah virus HIV dalam darah
3. Usia
4. Stadium klinis HIV sebelum pengobatan HIV dimulai
5. Infeksi virus hepatitis B atau virus hepatitis C
6. Penggunaan narkoba suntikan
7. Kondisi kesehatan lainnya, yang tidak terkait dengan HIV, memiliki peran penting,
terutama karena usia orang. Ini termasuk kondisi seperti penyakit jantung, kanker
dan penyakit hati.
29
DAFTAR PUSTAKA
1
3
4
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar
IlmuPenyakitDalam.
6th
ed.
Jakarta:
PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalam FKUI.
8
30