Oleh:
dr. Dewi Arin Setiowati
Pendamping:
dr. Jekti Wibowo
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karnia-Nya yang telah diberikan sehingga penyusun dapat
menyelesaikan portofolio Ilmu Penyakit Orthopaedi.
Portofolio ini disusun untuk memenuhi kewajiban dalam menjalani masa
internsip di bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Nganjuk.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada
para pemberi materi, petugas - petugas RSUD Nganjuk, serta pihak - pihak lain
yang telah banyak membantu penyusunan portofolio ini.
Penyusun menyadari bahwa portofolio ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi memperbaiki kekurangan
dan kekeliruan yang ada.
Harapan penyusun semoga portofolio ini bermanfaat bagi rekan - rekan
doketr khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penyusun
(dr. Dewi Arin Setiowati)
DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................2
Daftar isi.............................................................................................................3
Bab I...................................................................................................................4
Pendahuluan.......................................................................................................4
Bab II.................................................................................................................6
Status Penderita..................................................................................................6
Identitas Penderita..............................................................................................6
Anamnesis..........................................................................................................6
Pemeriksaan Fisik..............................................................................................7
Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................9
Resume...............................................................................................................11
Diagnosis............................................................................................................12
Differential Diagnosis........................................................................................12
Penatalaksanaan.................................................................................................12
Bab III................................................................................................................14
Pembahasan Penyakit.........................................................................................14
Definisi...............................................................................................................14
Klasifikasi..........................................................................................................14
Pemeriksaan Klinis............................................................................................21
Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................24
Prinsip Penatalaksanaan.....................................................................................25
Komplikasi.........................................................................................................31
Daftar Pustaka....................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
yang lebih dari 200 mili detik. Dapat mengakibatkan terjadinya keretakan tulang,
fraktur multiple, atau kominutiva tengkorak atau dasar tulang tengkorak. Biasanya
koma atau defisit neurologik yang khas belum muncul, kecuali bila deformasi
tengkorak hebat sekali sehingga menimbulkan kompresi dan distorsi jaringan
otak, serta selanjutnya mengalami kerusakan yang fatal.
Mekanisme ruda paksa yang lebih umum adalah akibat beban dinamik,
dimana peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat ( kurang dari
200 mili detik). Beban ini dibagi menjadi beban guncangan dan beban benturan.
Komplikasi kejadian ini dapat berupa hematoma intrakranial, yang dapat
menjadikan penderita cedera kepala derajat ringan dalam waktu yang singkat
masuk dalam suatu keadan yang gawat dan mengancam jiwanya.
Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang
datang kerumah sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak frekuensi
hematom ini terdapat pada 75 % kasus yang datang sadar dan keluar meninggal .
BAB II
STATUS PENDERITA
A.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny.S
Umur
: 56 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Tanjung anom
Pekerjaan
Tanggal periksa
: 25 Juni 2016
: 159xxxxx
B.
ANAMNESIS
: sendiri
1.Keluhan Utama
: orang lain
: Penurunan Kesadaran
4.
5.
Riwayat Pengobatan:
Belum sempat diobati di lain tempat.
C.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Pasien tidak sadar, kesadaran menurun GCS 125, status gizi kesan
baik.
2. Tanda Vital
Tensi
: 190/100 mmHg
Nadi
: 92 x / menit
Pernafasan
: 18 x /menit
Suhu
: 36,9 oC
BB
: 50 kg
3. Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider
nevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, atrofi m.
temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), mimik wajah (dbn).
Hematom regio parietal sinistra 5x5cm.
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
3mm/3mm RC +/+
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)., snoring +
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-). Sekret (-)
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),
spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kanan atas
:ICS VI MCLSinistra
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
12. Abdomen
Inspeksi
: Normal
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
13. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
akral hangat
Oedem
+ +
- + +
- 14. Sistem genetalia: dalam batas normal.
15. Status Neurologis
MMT: SDE
RP: BABINSKI:-/CHADDOCK:-/HOFFMANN:-/TROMNER:-/RF:BPR +2/+2
TPR +2/+2
KPR+2/+2
APR+2/+2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
10
11
D.
RESUME
Subyektif :
Obyektif :
Pemeriksaan fisik yang mendukung didapatkan pada pasien ini:
-
Tensi
Snoring +
DIAGNOSIS
COB+EDH+SAH+HT Stage 2
F.
DIFFERENTIAL DIAGNOSA
CVA
G.
PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
-
Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa terdapat cedera otak berat
dan perdarahan otak
12
2. Medikamentosa
Advis dr.Heru S, Sp.B
-
Head up 30 derajat
Inf.PZ 10tpm
Inj.Citicholin 3x250mg
Inj.Ceftriaxone 2x1g
Inj. Vit.K2x1
Inj.Ranitidin 2x50mg
Pasang kateter
13
BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT
3.1 Definisi
Cedera kranioserebral adalah cedera kepala dimana terjadi kerusakan
kompleks pada kulit kepala, tulang tengkorak, selaput pembungkus otak dan
jaringan otak yang disebabkan oleh kematian fisik dari luar.
3.2 Klasifikai
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan :
(1). Mekanisme
(2). Beratnya.
(3). Morfologi
(1). Mekanisme Cedera Kepala
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala
tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan mobil/motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala
tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput dura
menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
14
berat,
sedang,
ringan
cukup
jelas
apabila
dinilai
dengan
menggunakan GCS.
Ringan
: GCS 14-15
Sedang
: GCS 9-13
Berat
: GCS 3-8
Berdasarkan derajat kesadaran cedera kepala
Kategori
SKG
Gambaran klinis
Ringan
Sedang
13 15
9 12
Berat
3-8
Jenis pemeriksaan
Nilai
15
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
Berorientasi baik
Berbicara mengacau (bingung)
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tidak ada
5
4
3
2
1
A. FRAKTUR KRANIUM
Dapat terjadi pada atap (kalvarium) dan dasar tengkorak (basis cranii).
1. Fraktur batok tengkorak/ kalvarium :
Terdiri dari : Fraktur linier/stelatum; depresi/nondepresi;
kominutiva; terbuka/tertutup.
2. Fraktur basis tengkorak :
Fraktur longitudinal, transversa dan sirkuler, dengan/tanpa kebocoran cairan
serebrospinal.
Fraktur basis kranii terdiri dari :
A. Fraktur basis kranii anterior
Gejala : Brill Hematoma, Rhinorrhea
B. Fraktur basis kranii media
Gejala : Otorrhea, Battle sign (ekimosis retroaurikuler)
C. Fraktur basis kranii posterior
Gejala : Brittle sign = combat sign
Fraktur pada basis Cranii sering menyebabkan paresis nervus VII (fasialis) yang
dapat terjadi segera atau timbul beberapa hari kemudian.
16
B. LESI INTRAKRANIAL
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi fokal dan lesi difus walupun kedua jenis lesi
ini sering terjadi secara bersamaan. Termasuk dalam lesi fokal yaitu perdarahan
epidural, perdarahan subdural dan kontusio (perdarahan intracerebral). Lesi difus
umumnya menunjukkan gambaran CT-SCAN yang normal namun keadaan klinis
neurologist penderita sangat buruk bahkan penderita dapat berada dalam kodisi
koma. Lesi difus dikelompokkan menurut komosio ringan, komosio klasik dan
cedera Aksonal Difus (Difus Aksonal Injury).
1. LESI FOKAL
-Perdarahan Epidural (epidural hematom/EDH)
Hematoma epidural terjadi pecah/robeknya arteri-arteri meningea yang
terletak pada ruang epidural. Arteri-arteri meningea tersebut terletak antara
dumater dan tabula interna dari tulang tengkorak. Paling sering disebabkan karena
robeknya arteri meningea media yang terletak pada lobus temporalis (fossa
media). Tetapi hematoma epidural bisa juga disebabkan karena robeknya sinus
venosus pada regio parietooksipital dan pada fosa posterior. Pada pemeriksaan
CT-scan hematoma epidural berbentuk bikonveks atu menyerupai lensa cembung.
Gejala klinik pada EDH berupa : (Trias symptom)
Hemiplegi
17
Disamping itu juga terdapat gejala nyeri kepala hebat, tanda-tanda TIK
meningkat dan adanya ganguan neurologis seperti : penurunan kesadaran, afasia
sensorik motorik, refleks patologis.
Pemeriksaan :
-Funduskopi : papil edema
-Lumbal pungsi : LCS jernih, TIK meningkat
-Foto rontgen kepala
-Angiografi serebral tampak pergeseran A. Serebri anterior dan daerah
avaskuler (posisi AP) dan pergeseran A. Serebri Media (posisi lateral).
-CT Scan
18
-KONTUSIO SEREBRI
Kontusio serebri yang terdapat langsung (coup) atau contrecoup
dapat terbatas pada korteks superfisial atau dapat juga disertai perdarahan
ke dalam otak yang berada dibawahnya. Kehilangan kesadaran dalam
19
waktu > 10 menit akibat otak membentang batang otak terlampau kuat,
dan terdapat defisit neurologis, seperti Refleks babinski, kelumpuhan
U.M.N, parese saraf cranial, sering timbul kejang. Tekanan darah menjadi
rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah sampai
syok. Nafas sukar dan dalam, lebih dalam lagi dan cepat sampai ngorok,
akibat adanya asidosis, waspada akan bahaya kematian. Asidosis
menyebabkan kerusakan blood brain barier, dan timbullah edema otak.
LCS berdarah dan tekanannya meningkat. Karena pusat vegetatif ikut
terlibat, maka timbul rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan.
Penderita dengan kontusio bisa memperlihatkan sindrom metabolik lain,
sebagai manifestasi ikut terkenanya hipotalamus. Kontusio cerebri dalam
waktu beberapa jam atau hari dapat mengalami evolusi membentuk
perdarahan intracerebral (ICH) yang ditandai dengan:
Kejang fokal
2. LESI DIFUS
20
mencakup
pemeriksaan
21
neurologis
yang
lengkap,
sedangkan
pada
penderita
yang
kesadarannya
menurun
Tingkat kesadaran
kesadaran
(dengan
dinilai
dengan
urutan komposmentis,
dua
cara,
yaitu
apatis, somnolen,
dan mata
penderita.
dipergunakan
untuk
monitoring
kondisi
22
dan
paralisis
respons
cahaya.
Hippus
adalah
suatu
indirek
dengan
asumsi
intaknya
saraf
otak
II
atau
fisiologis
jaras
simpatis
yang
turun
dari
23
Skor
Kontraksi
otot
Gerakan
sendi
Melawan
gaya
gravitasi
5
4
3
2
1
0
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
Jenis
tahanan
yang dapat
dilawan
Penuh
Ringan
(-)
(-)
(-)
(-)
hanya
sedikit
informasi
yang
didapat
yang
dapat
24
Massa
supratentorial
biasanya
menampilkan
serebri
tampak
sebagai
area
hiperdens
25
menjadi terbatas).
Hematom subdural cenderung lebih difus dibandingkan
hematom epidural dan tampil dalam batas konkav sesuai dengan
permukaan otak.
Hematom intraserebral traumatika biasanya berlokasi di
frontal dan lobus temporal anterior (dapat juga terjadi di lokasi
lain). Kebanyakan hematom berkembang segera setelah cedera,
tetapi ada juga yang baru timbul kemudian (sampai 1 minggu).
Tampil sebagai lesi hiperdens dikelilingi oleh zona hipodens
(edema).
Perdarahan intraventrikular sering kali dikaitkan dengan
perdarahan parenkimal. Perderahan ini relatif cepat menjadi
isodens dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.
Hidrosefalus obstruktif dapat terjadi akibat hematom fosa
posterior yang menimbulkan obstruksi saluran ventrikel.
Infark iskhemik tampak sebagai daerah hipodens dan
biasanya terdeteksi dalam 24 jam pertama setelah onzet.
26
Pedoman penatalaksanaan
1. Pada semua pasien cedera kepala dan atau leher, lakukan foto tulang
belakang servikal (AP, lateral), colar servikal baru dilepas setelah
dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7 normal.
2. Pada semua pasien CKS dan CKB, lakukan prosedur berikut :
a.
27
Elevasi kepala 30
b.
c.
Berikan manitol 20% 1g/kg IV dalam 20-30 menit. Dosis ulangan dapat
diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar dosis semula setiap 6 jam sampai
maksimal 48 jam pertama.
d.
e.
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma yang besar,
hematoma subdural, cedera kepala terbuka dan fraktur impresi >1 diploe).
Penatalaksanaan khusus
1. Cedera kepala ringan (GCS: 14-15)
Lakukan pemeriksaan fisik umum, perawatan luka, buat foto kepala, istirahat
baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien, disertai terapi
simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai
kemungkinan adanya hematoma intrakranial misalnya ada riwayat lucid interval,
sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, gejala-gejala lateralisasi (pupil
28
anisokor, refleks patologis positif), jika diperlukan buat CT Scan. Penderita tidak
perlu dirawat jika :
a. Orientasi (waktu dan tempat) baik.
b. Tidak ada gejala fokalneurologik
c. Tidak ada muntah atau sakit kepala
d. Tidak ada fraktur tulang kepala
e. Ada yang bisa mengawasi dengan baik dirumah selama 24 jam pertama.
f. Tempat tinggal dalam kota
29
a. Menjaga suhu tubuh tetap normal ( < 37,5 0). Dapat diberikan kombinasi
acetaminophen, selimut dingin, dan lavage air es.
b. Tinggikan kepala 300, aksis tubuh netral.
c. Hiperventilasi ringan pertahankan Pa CO2 28-32 mmHg.
30
dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol < 20 mmHg selama 24-48
jam, dosis
31
Terapi cairan pada saat awal cedera kepala dibatasi untuk mencegah
bertambahnya edema serebri, kecuali jika ada tanda-tanda shok hemorgik. Jumlah
cairan diberikan
hiperglikemi
dapat
menambah
edema
serebri.
ml/jam.
Nutrisi
Kebutuhan energi pada cedera kepala meningkat rata-rata 40%, protein
nutrisi peroral mulai diberikan pada hari ke 2 dengan memasang pipa nasogastrik
sebanyak 2000-3000 kalori.
Neuroproteksi
Antibiotik
32
3.6 KOMPLIKASI
1. Infeksi : profilaksis antibiotika diberikan bila ada fraktur terbuka, fraktur
basis kranii, luka luar yang memberikan resiko tinggi untuk terjadinya
infeksi.
2. Kebocoran LCS, terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala
tertutup.kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah
beberapa hari pada 85% pasien. Otore atau rinore yang menetap atau
meningitis berulang merupakan indikasi untuk operasi reparative.
3. Kejang : dapat timbul segera (dalam 24 jam pertama), early epilepsy
(minggu pertama) atau late epilepsy (setelah satu minggu). Lebih sering
timbul pada anak-anak pada orang dewasa jarang terjadi kecuali jika ada
fraktur impresi, atau hematoma intrakranial. Kejang dini menunjukkan
resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus
dipertahankan dengan antikonvulsan. Insiden keseluruhan epilepsy
pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cedera kepala
tertutup adalah 5%, resiko mendekati 20% pada penderita perdarahan
intraserebral atau impresi fraktur.
Pengobatan :
Kejang pertama : fenitoin 200 mg oral, dilanjutkan 3-4 x 100 mg per hari. Status
epileptikus : diazepam 10 mg iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cenderung
berulang 50-100 mg/500 ml NaCl 0,9%. Jika tidak berhasil ganti obat lain yaitu
fenitoin dengan dosis 18 mg/KgBB iv pelan-pelan paling cepat 50 mg/menit.
Dilanjutkan dengan 200-500 mg/hari iv atau oral
4. Perdarahan lambung : insiden 10-14% berikan terapi antasida atau
bersama dengan H2 reseptor bloker.
5. Diabetes insipidus : karena rusaknya kelenjar hipofise sehingga tidak
terjadi sekresi hormon antidiuretik timbul poliuria, hipernatremi, dehidrasi.
Terapi pitressin (arginine vasopressin) 5-10 u iv/im/se tiap 4-6 jam atau
desmopressin aseta (DDAVP) se atau iv 2-4 g tiap 12 jam. Ini diberikan
untuk menjaga volume urine < 200 ml/jam. Beri cairan hipotonik 0,25%
atau 0,45% NaCl tergantung beratnya hipernatremia.
33
DAFTAR PUSTAKA
Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314
Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis
Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259 dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-sitifatima-53952-07.bab-r.pdf
34
35