Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara dengan tingkat kejadian
bencana yang tinggi. Sejak bencana Tsunami yang melanda
Asia Tenggara, khususnya Aceh dan P.Nias pada 2004 lalu,
yang

banyak

menelan

korban,

materi

dan

kerusakan

lingkungan yang memperparah kelangsungan kehidupan


pada umumnya. Tidak hanya bencana tsunami saja, bencana
alam lainnya seperti banjir bandang, longsor dan kebakaran
hutan yang sering terjadi khususnya pada pulau Sumatera
dan Kalimantan.
Pulau sumatera adalah salah satu pulau yang ada
diindonesia yang sering terkena dampak bencana alam,
terkhususnya provinsi sumatera barat yang memiliki potensi
yang sangat tinggi seperti gempa bumi, gunung merapi,
longsor, tsunami, banjir dan lainnya. Salah satu bencana
yang cukup dahsyat menimpa masyarakat sumatera barat
adalah gempa yang terjadi pada tahun 2009 yang menelan
banyak korban jiwa, meluluh lantakkan bangunan-bangunan
yang ada. Kota Padang adalah salah satu kota yang terkena
dampak bencana gempa bumi terparah di sumatera barat,
yang membuat segala aktivitas yang ada tak bisa terlaksana,
karena masa pemulihan yang membutuhkan waktu yang
cukup lama.
Sumatera barat khususnya kota Padang sudah memiliki
badan penanggulangan bencana daerah atau yang disingkat
dengan

BPBD.

Dalam

penanganan

bencana,

BPBD

berkolaborasi dengan organisasi relawan, lembaga swadaya


masyarakat, pramuka, Palang Merah Indonesia (PMI) dan tim

kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat dan tim medis


lainnya. Hal ini juga tercantum dalam undang-undang Nomor
24

tahun

peraturan

2007

tentang

pemerintah

penanggulangan

Nomor

21

tahun

bencana
2008

dan

tentang

penyelenggaraan penaggulangan bencana telah diatur hak


dan kewajibannya dalam undang-undang tersebut. Seiring
dengan frekuensi bencana yang meningkat di Indonesia, para
pihak telah ikut berpartisipasi.
Perawat adalah salah satu tenaga profesi kesehatan yang
juga

memiliki

Menurut

Gaffar

peran
(1995)

dalam

penanggulangan

peran perawat

bencana.

adalah segenap

kewenagan yang dimiliki perawat untuk menjalankan tugas


dan fungsinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Peran
perawat disini bisa dikatakan multiple; sebagai bagian dari
penyusun rencana, pendidik, pemberi asuhan keperawatan,
bagian dari tim pengkajian kejadian bencana. Perawat tidak
hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar
keperawatan saja tapi juga memiliki kemampuan tanggap
bencana saat keadaan darurat dan dapat terjun langsung
dalam memberikan pertolongan.
Ketika gempa yang melanda sumatera barat pada tahun
2009 dimana Ketersediaan dokter spesialis, logistik, farmasi
(obat-obatan), mencukupi Namun, terjadi kekurangan tenaga
perawat, hal ini diatasi dengan pengiriman tenaga dari Jawa
Tengah (sumber: dari Posko Terpadu Gempabumi Sumbar.)
Apa penyebab yang terjadi sehingga sumbar kekurangan
tenaga perawat padahal kalau dilihat, sumbar adalah salah
satu provinsi yang memiliki cukup banyak tenaga perawat.
Apakah tidak adanya tenaga perawat yang mampu dalam
tanggap darurat bencana atau hal lainnya.

Saat ini, kenyataan lain yang terjadi dilapangan sangat


berbeda, dimana peran perawat disana tidak terlalu terlihat
karena saat terjadinya bencana, kita lebih banyak melihat
tenagan relawan dari LSM lain yang memberikan pertolongan
pertama terlebih dahulu. Padahal disini peran perawat sangat
diperlukan dalam penanggulangan bencana. Untuk itu disini
kita perlu mengkaji lebih dalam lagi bagaimana peran
perawat dapat terlibat langsung dalam penanganan bencana
atau tidak. Apalagi provinsi sumatera barat khususnya kota
padang yang memiliki potensi bencana sangat tinggi, dan
memiliki tenanga kesehatan yang cukup banyak

seperti

perawat, apakah perawat sudah dapat terjun langsung dalam


penanggulangan bencana.

B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apa itu bencana
Untuk mengetahui prinsip-prinsip penaggulangan bencana

Untuk mengetahui Permasalahan Dalam Penanggulangan Bencana

Untuk mengetahui Fase-fase bencana


Untuk mengetahui bagaimana peran

bencana
Untuk mengetahui

peran

perawat

perawat
dalam

dalam

bencana

dilapangan sesuai dengan hasil wawancara dengan PMI


dan PPNI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BENCANA
1. Pengertian
Menurut

Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia

definisi bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu


daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian
kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan

kesehatan

yang

bermakna

memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.

sehingga

Bencana adalah peristiwa atau masyarakat rangkaian


peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
yang dapat menghambat pembangunan nasional.(UU No
24 Thn 2007).
Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam
kehidupan

masyarakat.

Tergantung

pada

cakupannya,

bencana ini bisa merubah pola kehidupan dari kondisi


kehidupan

masyarakat

yang

normal

menjadi

rusak,

menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak


struktur sosial masyarakat, serta menimbulkan lonjakan
kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP). Beberapa kondisi yang
dapat menjadi penyebab terjadinya bencana adalah kondisi
geografis, geologis, hidrologis dan demografis baik yang
disebabkan factor alam atau yang diesebabkan faktor
manusia.
Berdasarkan

beberapa

pengertian

diatas

dapat

disimpulkan bahwa bencana adalah suatu peristiwa atau


kejadian yang disebakan oleh factor alam atau ulah
manusia, yang dapat mengakibatkan adanya kerusakan,
kerugian, dan kehilangan baik materi maupun non materi
yang dapat mengganggu proses kehidupan yang tidak
dapat ditanggulangi tanpa bantuan dari orang lain atau
pihak lain.
2. Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana
Dalam

UU No.24 tahun 2007 pasal 3 ayat 2 ada

beberapa prinsip-prinsip dalam penaggulangan bencana:


5

Cepat dan tepat

Prioritas

Koordinasi dan keterpaduan

Berdaya guna dan berhasil guna

Transparansi dan akuntabilitas

Kemitraan

Pemberdayaan

Nondiskriminatif

Nonproletisi

3. Permasalahan Dalam Penanggulangan Bencana


Secara umum masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah
didaerah memiliki keterbatasan pengetahuan tentang bencana seperti
berikut :
o Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
o Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas
SDA
o Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan
ketidaksiapan
o Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi
ancaman bahaya
4. Fase-Fase Bencana
Menurut Barbara Santamaria (1995), ada 3 fase
dalam terjadinya suatu bencana yaitu:
a. Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal
dari bencana. Informasi didapat dari badan satelit dan
meteorologi cuaca.Seharusnya pada fase inilah segala
persiapan dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga,
dan warga masyarakat.

b. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari


bencana.

Inilah

saat-saat

dimana

manusia

sekuat

tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase


impact ini terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan
bantuan-bantuan darurat dilakukan.
c. Fase postimpact adalah saat dimulainya perbaikan dan
penyembuhan dari fase darurat, juga tahap dimana
masyarakat

mulai

berusaha

kembali

pada

fungsi

komunitas normal. Secara umum dalam fase postimpact


ini para korban akan mengalami tahap respon psikologis
mulai

penolakan,

marah,

tawar-menawar,

depresi

hingga penerimaan.

5. Manajemen Bencana
a. Penanganan bencana di Indonesia
Setiap
manusia

peristiwa
akan

yang

selalu

mengancam

menjadi

kehidupan

perhatian

individu,

kelompok, LSM,Ormas maupun Negara. Begitu pula


setiap kejadian bencana di Indonesia. Pemerintah,
organisasi-organisasi
maupun

luar

negeri,

melakukan upaya
bekerjasama

bantuan
dan

baik

dalam

masyarakat

itu

negeri
sendiri

untuk penaganan bencana secara

dibawah

koordinasi

satuan

pelaksana

penanggulangan bencana dan pengungsian.


Di Indonesia sudah terbentuk struktur lembaga yang
menagani atau bertanggung jawab terjadinya bencana
dari pusat hingga daerah, yaitu BAKORNAS PBP (badan
koordinasi

nasional

pengungsian),

penaggulangan

bencana

dan

SATKORLAK PBP (satuan koordinasi

pelaksana penaggulangan bencana dan pengungsian)


7

pada

tingkat

propinsi,

dan

SATLAK

PBP

(satuan

pelaksana penaggulangan bencana dan pengungsian.)


pada tingkat kabupaten, SATGAS (satuan tugas) pada
tingkat

kecamatan

sipil/kelompok

dan

HANSIP/KMPB

masyarakat

(pertahanan

penaggulangan

bencana

pada tingkat desa /kelurahan.


Dalam

perannya

sebagai

tenanga

kesehatan,

perawat merupakan bagian dari sitem dilembaga


lembaga penanggulangan bencana yang ada, baik pada
tingkat local maupun nasional.

Disamping itu , peran

perawat juga bisa berada dilembaga swasta baik


tergabung dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM)
maupun organisasi masyarkat (Ormas).
b. Kompetensi perawat dalam manajemen bencana
Amelia (2007) menjelaskan, untuk menjadiperawat
bencana harus mempunyai kompetensi khusus sesuai
posisinya. Bila dalam posisi manajer keperawatan,
maka seorang perawat bencana harus mempunyai
kompetensi:
Mampu membuat keputusan cepat dalam rangka
mengatasi masalah bencana, misalnya menentukan
staf

(SDM)

yang

dilibatkan

dalam

penaganan

bencana, memenuhi alat dan obat-obatan yang harus


disiapkan, dan mampu memenuhi kebutuhan logistic

penanganan bencana.
Mampu melakukan koordinasi dengan baik pada saat
terjadi

bencana.

Sedangkan

sebagai

pelaksana

keperawatan, kompetensi yang harus dimiliki adalah,


mampu:

melakukan

triage

melaksanakan penyelamatan

darurat

bencana,

kehidupan dasar dan

lanjutan, melaksanakan tindakan keperawatan gawat,

memenuhi

kebutuhan

klien

gawat

darurat,

melaksanakan pengawasan, membuat dokumentasi


setiap tindakan, menangani kepanikan klien dan
keluarga dan menangani sukarelawan.
Kompetensi tersebut dapat ditngkatkan melalui
pendidikan dan pelatihan khusus secara terencana
dan periodic, baik formal maupun informal.secara
formal kompetensi ini dapat di integrasikan dalam
kurikulum pendidikan keperawatan, sedangkan untuk
informal dapat dilakukan dengan cara melaksanakan
pelatihan-pelatihan

khusus

tentang

tanggap

bencana.
B. PERAN PERAWAT DALAM BENCANA
Keperawatan

bencana

bertujuan

untuk

memastikan

bahwa perawat mampu untuk mengidentifikasi, mengadvokasi


dan merawat dampak dari semua fase bencana termasuk
didalamnya adalah berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan
kesiapsiagaan

bencana.

Perawat

harus

mempunyai

ketrampilan teknis dan pengetahui tentang epidemiologi,


fisiologi, farmakologi, struktur budaya dan social serta masalah
psikososial sehingga dapat membantu dalam kesiapsiagaan
bencana dan selama bencana sampai dengan tahap pemulihan
(ICN,2009).
Perawat bersama dengan dokter merupakan ujung
tombak kesehatan pada saat bencana terjadi selama dalam
kondisi kritis dan gawat darurat (Zarea, dkk.,2014). Perawat
dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
baik yang bersifat kegawat daruratan maupun berkelanjutan
seperti

perawatan

neonatal,

pendidikan

dan

penyuluhan

kepada masyarakat, mengidentifikasi penyakit dan imunisasi


serta intervensi pada saat kesiapsiagaan dan tanggap darurat

bencana (Savage & Kub, 2009).


Peran

perawat

dalam

bencana

dibagi

menjadi

beberapa fase:
1. Peran Perawat Pada Fase Pra Bencana
Siklus penanganan bencana pada fase pra bencana
yaitu Kesiapan Dan Pencegahan dengan peran perawat
pada fase pra bencana :
a. Perawat mengikuti

pendidikan dan

pelatihan bagi

tenaga kesehatan dalam penanggulangan ancaman


bencana untuk setiap fasenya.
b. Perawat

ikut

terlibat

dalam

berbagai

dinas

pemerintahan, organisasi lingkungan, paling merah


nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan
dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan
menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan
untuk

meningkatkan

kesiapan

masyarakat

dalam

menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut:

Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat


tersebut).

Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga


seperti menolong anggota keluarga yang lain.

Pembekalan

informasi

tentang

bagaimana

menyimpan dan membawa persediaan makanan


dan penggunaan air yang aman.

Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat


dan

nomor

telepon

darurat

seperti

kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.


10

dinas

Memberikan informasi tempat-tempat alternatif


penampungan dan posko-posko bencana.

Memberikan

informasi

tentang

perlengkapan

yang dapat dibawa seperti pakaian seperlunya,


radio portable, senter beserta baterainya, dan
lainnya.
2. Peran Perawat Pada Fase intra/saat Bencana
Siklus

penanganan

bencana

pada

fase

intra/saat

bencana yaitu Tanggap darurat dengan peran perawat


pada fase intra/saat bencana :
a. Bertindak cepat
b. Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan
apapun dengan pasti, dengan maksud memberikan
harapan yang besar pada para korban selamat.
c. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan.
e. Untuk

jangka

panjang, bersama-sama

pihak

yang

terkait dapat mendiskusikan dan merancang master


plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30
bulan pertama.
3. Peran Perawat Pada Fase post/pasca Bencana
Siklus penanganan bencana pada fase post/pasca
bencana yaitu Rekuntruksi dan rehabilitasi dengan peran
perawat pada fase post/pasca bencana :
a. Bencana

tentu

memberikan

bekas

khusus

keadaaan fisik, sosial, dan psikologis korban.

11

bagi

b. Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang


hingga terjadi post-traumatic stress disorder (PTSD)
yang merupakan sindrom dengan tiga kriteria utama.
Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua,
individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya
melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa
yang memacunya. Ketga, individu akan menunjukkan
gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat
mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah,
dan gangguan memori
c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain
yang terkait bekerja sama dengan unsur lintas sektor
menangani

masalah

kesehatan

masyarakat

pasca-

gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan


menuju keadaan sehat dan aman.

BAB III
LAPORAN STUDI DI PMI DAN PPNI
A. Laporan studi di PMI
Hasil Wawancara:
-

Tanggal

: 23 September 2016

Hari

: Jumat
12

Jam

: 10.30 12.00

Narasumber

Bapak Antoni (Staff bidang posko

logistik & penanganan bencana) dan Bapak Habibi (Staff


Humas)
Palang Merah Indonesia (PMI) adalah salah satu badan yang
sangat berperan penting ketika bencana terjadi di Indonesia. PMI sendiri
terdiri dari berbagai staf yang tergabung dalam berbagai disiplin ilmu masingmasing. Ketika bencana terjadi PMI mempunyai banyak relawan. PMI sendiri
merupakan organisasi yang terhimpun dalam organisasi
internasional IFRC (International Federation of Red Cross and
Red

Cressent)

yang

bergerak

di

bidang

pelayanan

kemanusiaan. Fokus utama organisasi ini adalah pelayanan


baik medis maupun non medis terhadap korban bencana alam
maupun bencana sosial. Kemudian, oerganisasi lainnya yaitu,
ICRC (International Committee Of The Red Cross) yang
bergerak dalam melindungi dan membantu korban konflik
atau gangguan akibat perang, misalnya memberikan bantuan
dalam bentuk layanan maupun barang, khususnya bantuan
gizi dan medis.

Palang Merah Indonesia sangat berperan

penting ketika bencana terjadi.


PMI dalam penanggulangan bencana memiliki SATGANA,
KSR dan TSR. SATGANA adalah satuan atau tim yang khusus
dibentuk dan dibina dalam rangka upaya turut serta dalam
penanggulangan bencana secara keseluruhan. KSR (Korp
SukaRela) adalah Relawan PMI yang terlatih dan sudah
mengikuti

pendidikan

sesuai

dengan

standar

PMI

dan

merupakan tulang punggung PMI dalam setiap gerakan yang


dilakukan di lapangan, berusia 18 s.d 35 tahun. TSR (Tenaga
SukaRela) adalah relawan PMI yang secara pribadi personal
setiap

orang

yang

ingin

mengabdikan

dirinya

untuk

memberikan kontribusi kepada PMI baik itu moril maupun


13

tenaga sesuai dengan keahlian yang dimiliki, berusia 18 s.d


tidak terbatas dan sudah mendapat orientasi terlebih dahulu
selama 8 jam.
Didalam KSR dan TSR perawat ikut terlibat didalam nya.
Buktinya ketika bencana terjadi, PMI mempunyai perawat
yang siap untuk menangani bencana tersebut. Perawat
dimobilisasi ke tempat bencana dengan ada nya pelatihan
yang sudah dilalui terlebih dahulu. Di PMI, memiliki standar
kurikulum untuk bisa terjun kelapangan, untuk dasar itu 30
jam, spesialisasi 70 jam dan PSP selama 60 jam.
Jumlah

perawat

yang

dimobilisasi

tergantung

pada

kebutuhan dilapangan. Biasanya dibutuhkan 1 orang dokter, 2


orang perawat, 1 driver dan 1 ambulan. Contoh pada banjir di
50 kota, perawat dimobilisasi untuk terjun kelapangan.
Di Sumatera Barat relawan mencapai seribuan, kata
Narasumber. Relawan dalam PMI terdiri dari berbagai disiplin
ilmu, tidak hanya bagian kesehatan saja, untuk menjadi
relawan banyak pelatihan khusus yang harus dijalani terlebih
dahulu. Dimarkas PMI cabang Sumbar terdapat 17 orang staff
pengurus, dimana jangka waktu pengurusan selama 5 tahun
sekali.
Lebih kompetensi mana perawat atau relawan?? menurut
PMI

sendiri

relawan

dan

perawat

sama-sama

memiliki

kompetensi masing-masing, relawan hanya bertindak pada


saat pertolongan pertama saja, sedangkan untuk pertolongan
lanjutan perawatlah yang berperan didalamnya. Sampai
sekarang memang PMI belum bekerja sama dengan PPNI,
namun ketika bencana terjadi koordinasi PMI dengan perawat
berjalan aktif karena PMI mempunyai beberapa relawan dari

14

latarbelakang perawat, jadi ketika bencana terjadi PMI hanya


menghubungi perawat tersebut
Peran yang harus dilakukan oleh profesi keperawatan
khususnya, dalam mendukung PMI dalam bencana yaitu:
1. Pra bencana: Biasanya 1 titik bencana, ada 1 dokter, 2
perawat, 1 driver, dan 1 ambulance.

Mengikuti pelatihan terkait bencana. Salah satu


contoh pelatihan nya WAS yang terkait sanitasi, mck,
medis dasar.

Mengikuti

diksar

(sukarela)

Tidak

ada

syarat

umur/profesi

Memberikan promosi kesehatan terkait berncana


Secara

umum,

relawan

PMI

termasuk

perawat

mengikuti pelatihan terlebih dahulu. Untuk bulan kemarin,


PMI melatih 24 orang dari setiap kabupaten. Untuk
pendidikan yang diberikan sesuai dengan kurikulumnya.
Diksar selama 30 jam, Spesialisasi: 70 jam dan PSP
(Psikososial Suppoprt Program): 60 jam.
2. Saat bencana: PMI akan memobilisasi perawat untuk
kelapangan dengan aturan : memiliki kompetensi, relawan
PMI. Peran perawat saat bencana mendampingi dokter
dalam memberikan pelayanan kepada korban bencana.
Perawat juga dapat melakukan aktivasi dan assesment
(Pengkajian) dilapangan. Untuk kondisi dilapangan jumlah
perawat yang dibutuhkan juga di koordinasikan dengan
dinas kesehatan.
Biasanya jumlah tenaga kesehatan terutama perawat
mencukupi ketika dilapangan, sesuai dengan kebutuhan
dilapangan nantinya. Jika jumlah perawat yang sudah

15

dilatih PMI tidak mencukupi maka baisanya PMI meminta


beberapa instansi yang terkait. Contoh saat kejadian di
Mentawai PMI minta 2 dokter dan 3 perawat dan perawat
yang akan terjun kelapangan tersebut diberikan orientasi
seputar PMI dengan penugasan atas nama PMI. Perawat
diorientasikan mengenai PMI itu apa dan 7 prinsip PMI
(Kemanusiaan,

kesamaan,

kenetralan,

kemandirian,

kesukarelaan, kesatuan, kesemestaan).


Dalam penanggulangan bencana perawat memiliki
perbedaan tindakan dengan relawan dimana medis dasar
akan dilakukan oleh relawan dan medis lanjutan akan
dilakukan oleh perawat. Medis dasar terkait ilmu yang
dimiliki oleh orang awan terkait penyelamatan nyama.
Contohnya ketika pasien fraktur jadi tindakan nya di
imobilisasi. Dan untuk medis lanjutan bisa dilakukan di
rumah sakit, disini perawat akan melakukan perawatan
terkait kondisi pasien.
Di PMI sendiri, jumlah perawat yang kontribusi dalam
aktivitas PMI saat bencana itu tergantung kebutuhan.
Fakta dilapangan mengenai kontribusi perawat dalam
penanggulangan bencana belum bisa dinilai baik/buruknya.
Berdasarkan bencana yang pernah terjadi di Sumbar, peran
perawat dalam bencana itu sendiri tidak bisa dipersenkan.
Selama yang dibutuhkan, itu terpenuhi. Perawat yang
turun dalam penanggulangan bencana itu merupakan
gabungan dari setiap kabupaten.
Di UKM Universitas Andalas, terdapat KSR PMI
merupakan

bagian

dari

unit

PMI

di

Universitas.

Itu

merupakan kerja sama dari relawan PMI padang.

Di

sumbar terdapat beberapa Universitas yang memiliki unit

16

KSR PMI termasuk di Unand. Para anggota KSR PMI Unand


di berikan pelatihan dan memang di turunkan pada saat
terjadi bencana. Seperti contoh: gempa batu sangkar, KSR
PMI Unand terlibat dalam evakuasi korban. Yang mana
waktu kerja maksimal yang diberikan kepada mahasiswa
tersebut adalah 14 hari. Jika telah sampai pada hari ke 14
maka koordinator lapangan akan melakukan rolling kepada
anggota sukarelawan tersebut. Contoh lainnya, ketika
terjadi bencana di Padang Panjang di dirikan 2 pos
pelayanan PMI dari perguruan tinggi. Untuk kebutuhan
relawan tergantung dari kebutuhan di lapangan.
3. Pasca Bencana
Disini perawat ikut berperan untuk memperbaiki
kondisi korban, akan dikerahkan perawat yang sudah
mengikuti pelatihan PSP (Psiko-sosial-support programs).
Tidak hanya korban yang akan dilakukan PSP namun juga
tenaga PMI yang bertugas. Contohnya ketika bencana di
Mentawai.
Fenomena yang ditemukan PMI terjadi selama ini di
masyarakat terkait peran perawat saat terjadi bencana,
seperti:

Perawat yang dikirim, kerjanya bagus, namun belum


bisa

berbicara

aktif

atau

berinteraksi

dengan

masyarakat saat melakukan promkes.

Perawat sering terlambat untuk membuat pelaporan


dan rencana pelayanan besok.

Solusinya, Dipulangkan untuk mendapat pembinaan lagi


dengan diberikan pelatihan khusus, dan di ganti dengan

17

relawan yang baru yang bisa mengatasi kekurangan


sebelumnya.
Pada saat terjadi bencana dan menemukan korban
membutuhkan pertolongan pertama sedangkan kita tidak
punya alat apapun. Beberapa tips darurat dari PMI yang
dapat dilakukan untuk menangani korban:

Jangan panik

Arahkan orang-orang sekitar ke posisi dan lokasi


yang aman

Berikan p3k dan bantu korban seadanya

Minta bantuan ke puskesmas/ polisi jika sedang


berada didekat lokasi kejadian dan bisa diminta
bantuan pertolongan

Kumpulkan perawat-perawat yang ada

Peralatan yang dibawa saat bencana oleh PMI hanyalah


bagian dasar saja, seperti Tas P3K (antiseptik, perban
gulung, kassa streril, bidai, tandu, dll) hanya sebats untuk
penanganan luar saja baru. Selama ini, saat bencana
terjadi pernah relawan yang melakukan operasi kecil yaitu
jahit menjahit dan ini tergantung fasilitas medis lapangan.
Harapan PMI kedepan terhadap peran atau keterlibatan
mahasiswa dalam penanggulangan bencana yaitu membuka
hati untuk membantu orang dan meluangkan waktu. Dan PMI
ingin orang-orang dari background perawat, dokter atau
tenaga medis lainnya untuk membuka hati dan meluangkan
waktu untuk kemanusiaan. Semakin banyak pengetahuan
atau adanya pelayanan untuk bencana, itu semakin bagus.
Karena akan meringankan PMI, pemerintah. Apalagi jika ada
kerja sama.

18

PMI

berharap

agar

mahasiswa

keperawatan

lebih

berkontribusi dalam hal kebencanaan dengan baik. Selama ini


tidak

terjadi

kontribusi

yang

baik

antara

PMI

dengan

Mahasiswa mungkin di sebabkan oleh 3 hal


o kurangnya pengetahuan mahasiswa tentang bencana
o tidak adanya dukungan dari pihak universitas masing
masing
o kurangnya penggalakan informasi yang disampaikan
oleh PMI sendiri

ke universitas yang ada di kota

padang khususnya, dan sumbar pada umumnya.

B. Laporan studi di PPNI


Hasil Wawancara:
-

Tanggal

: 26 September 2016

Hari

: Senin

Jam

:12.00 13.00 wib

Narasumber

: Bapak Tasman (Staff PPNI Padang)

PPNI adalah singkatan dari persatuan perawat nasional


Indonesia.

Dimana PPNI merupakan tempat bernaungnya

seluruh perawat di Indonesia. Narasumber kali ini adalah bapak


Tasman yang merupakan salah satu staf dari PPNI. Menurut
beliau di Indonesia untuk standar yang baku dalam pelayanan
keperawatan bencana itu sendiri belum ada. Di dalam UU dan
Permenkes juga belum ada di jelaskan secara khusus bagaimana
peran

perawat

dalam

menanggulangi

bencana,

baik

pra

bencana, saat bencana, dan pasca bencana. sejauh ini peran


perawat masih terfokus pada standar pelayanan keperawatan
secara umum.

19

Pada prinsipnya kata narasumber,

perawat harus mampu

melakukan pelayanan keperawatan pada saat bencana. Semua


perawat harus mampu atau mempunyai keterampilan dasar yang
sama dalam hal bagaimana penanggulangan bencana meskipun
pengalaman klinisnya adalah perawat jiwa, perawat KMB atau
yang lainnya sebab ketika terjadinya bencana, perawat yang
berada dalam lingkungan tersebut dituntut mampu langsung
turun

tangan

sebagai

orang

yang

mampu

memberikan

pertolongan pertama pada korban bencana.


Untuk mengembangkan kemampuan perawat yang untuk
menghadapi

bencana

sudah

ada

himpunan

perawat

gawatdarurat dan bencana, himpunan inilah yang menyusun


bagaimana

standar

pelayanan

kegawatdaruratan

dan

kebencanaan.
Saat ini semua perawat dan himpunan perawat gawatdarurat
dan bencana ini sudah menyiapkan diri dengan melakukan
berbagai pelatihan-pelatihan. Standar minimal untuk perawat itu
harus memiliki sertifikat kegawatdaruratan, seperti sertifikat
BTCLS, ATCLS. Setiap pelatihan-pelatihan pengembangan yang
berhubungan tentang bencana itu nantinya akan bekerjasama
dengan dinas kesehatan, BASARNAS, dan BPBN.
Pada saat pra bencana promosi kesehatan yang paling
penting diberikan kepada masyarakat adalah bagaimana caranya
menciptakan ketahanan bagi keluarga. Setiap keluarga atau
rumah tangga harus dibiasakan punya cadangan kebutuhan
dirumah

yang

sesuai

dengan

yang

dibutuhkan,

untuk

menghindari kekosongan kebutuhan sandang dan pangan saat


bencana itu terjadi.
Pada saat terjadinya bencana promosi kesehatan yang
paling dilakukan adalah edukasi agar masyarakat tidak panik,

20

pada saat ini yang paling penting adalah bagaimana cara


masyarakat itu dapat menyelamatkan dirinya (live saving).
Pada saat terjadinya bencana tidak ada dikategorikan
secara khusus perawat mana yang paling banyak berperan saat
bencana,

siapapun

penanggulangan

perawat

bencana,

yang

berarti

bisa

dilibatkan

dalam

tersebut

sudah

perawat

terlibat. Siapa perawat yang terdekat dengan lokasi yg masih


selamat dari bencana, perawat tersebut dapat melakukan live
saving

pada

dengannya.

dirinya

Prinsipnya

sendiri
adalah

serta

orang

perawatan

yang

terdekat

basic/dasar

yang

dilakukan saat di lokasi bencana atau sebelum di bawa ke rumah


sakit terdekat untuk penanganan selanjutnya. Harus siap siaga
dengan alasan alat tdk ada, belajar komunikasi saat bencana
Asuhan keperawatan saat bencana memiliki porsi yang
berbeda pada setiap tahapnya dibandingkan pada situasi klinis,
lebih tergantung pada kondisi. Pada pengkajian, dilakukan lebih
singkat dan tepat sasaran sesuai keluhan pasien saat itu
(focusing assessment).
Ketika bencana terjadi, tidak hanya profesi perawat yang
memberikan

pertolongan

collaboration

sangat

pada

dibutuhkan

korban,
saat

interprofesional
itu.

Mahasiswa

keperawatan pun diharapkan mampu membantu ketika dalam


kondisi emergency, sehingga pengkayaan wawasan pertolongan
pertama pada bencana memang sesuatu yang diwajibkan
terutama bagi mahasiswa kesehatan. Mahasiswa dapat berdaya
dengan bekerja sama Bassarnas, BPBD dan Dinas Kesehatan
untuk menyelenggarakan pelatihan terkait bencana. Untuk itu
mahasiswa

dituntut

awareness,

disamping

diharapkan

untuk

lebih
itu

meningkatkan
ketika

profession

21

turun

branding

kepedulian

dan

kelapangan

juga

dengan

membawa

identitas profesi untuk membuktikan perawat mampu sebagai


frontline dalam situasi emergency.
Sedangkan

peran

perawat

pasca

bencana,

sangat

dibutuhkan perawat yang memiliki ketrampilan trauma healing


meskipun diutamakan yang memiliki background keperawatan
jiwa.
Kendala pada saat ini bagi perawat bencana adalah masih
belum adanya standar dalam pelayanan keperawatan bencana
sehingga tidak ada tolak ukur bagi perawat untuk bekerja
optimal dalam melayani, namun yang harus digaris bawahi bagi
perawat meskipun tanpa standar, perawat harus memiliki jiwa
care provider agent sehinggamemiliki kemauan untuk melayani
dengan maksimal. Namun sebagai acuan, standar pelayanan
kesehatan

saat

bencana

kesehatan

meskipun

sudah

bukan

tersedia

berlaku

dari

hanya

kementrian

pada

profesi

keperawatan.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
PMI adalah

salah

satu

badan

penanggulangan

bencana yang berkontribusi cukup banyak ketika bencana


terjadi. Didalam PMI tergabung relawan dari berbagai
disiplin

ilmu

termasuk

tenaga

perawat.

Saat

terjadi

bencana relawan yang memiliki latarbelakang perawat


sangat

dibutuhkan

seperti

memberikan

baik

pra-saat-dan

pelayanan

kesehatan.
22

medis

pasca

bencana

dan

promosi

PPNI

adalah

singkatan

dari

persatuan

perawat

nasional Indonesia. PPNI merupakan tempat bernaungnya


seluruh profesi perawat di Indonesia, termasuk bagi
perawat bencana. Meskipun standar yang baku dalam
pelayanan

keperawatan

bencana

Indonesia

untuk

itu

sendiri belum ada.


Perawat

harus

mampu

melakukan

pelayanan

keperawatan pada pre, saat dan pasca bencana. Semua


perawat harus mampu atau mempunyai keterampilan
dasar yang sama dalam hal bagaimana penanggulangan
bencana meskipun pengalaman klinisnya adalah perawat
jiwa,

perawat

KMB

terjadinya

bencana,

lingkungan

tersebut

tangan

sebagai

atau

yang

perawat
dituntut

orang

lainnya
yang

mampu

yang

sebab

ketika

berada

dalam

langsung

turun

mampu

memberikan

pertolongan pertama pada korban bencana.

B. Saran
Mahasiswa keperawatan diharapkan mampu membantu
ketika

bencana,

sehingga

pengkayaan

wawasan

pertolongan pertama pada bencana memang sesuatu


yang diwajibkan terutama bagi mahasiswa kesehatan.
Mahasiswa

dapat

Bassarnas,

BPBD

berdaya
dan

menyelenggarakan

dengan

Dinas

pelatihan

bekerja

Kesehatan
terkait

sama
untuk

bencana.

Mahasiswa juga dituntut lebih meningkatkan kepedulian


dan awareness, disamping itu ketika turun kelapangan
juga diharapkan untuk profession branding dengan
membawa
perawat

identitas
mampu

profesi

sebagai

emergency.

23

untuk

frontline

membuktikan
dalam

situasi

Untuk meningkatkan peran perawat dalam bencana,


diperlukan adanya percepatan perancangan standar
asuhan keperawatan bencana, selain agar adanya
motivasi dalam pelayanan bencana, standar tersebut
akan melindungi dan memperjelas tanggung jawab
perawat ketika terjadinya bencana.

DAFTAR PUSTAKA

24

Efendi, Ferry Makhfudli, 2009. Keperawatan Kesehtan Komunitas:


Teori dan Praktik Dalam Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika.
International Council Nursing (ICN), Center of Excellence (COE);
Nursing

Emergency

Preparedness

(NEPEC)

Statement.

Position

Preparedness.

Education

Nurses

Available

and

at

Coalition
Disaster

www.icn.ch/

psdisasterprep01.htm. Accessed 07 March 2009


Savage, C., & Kub, J. (2009). Public health and nursing: A natural
partnership.

International

Journal

of

Environmental

Research and Public Health, 6, 2843-2848.


Zarea, K., S. Beiranvand, et al. (2014). "Disaster Nursing in Iran :
Challenges and Opportunities." Elsevier: 7.

LAMPIRAN DOKUMENTASI
A. Foto struktur PMI

25

B. Foto perawat terlibat dalam penanganan bencana


Pelayanan Kesehatan

26

Promosi Kesehatan (Hygien Promotion)

27

28


C. Foto saat diskusi dengan bapak Antoni

29

30

D. Foto bersama setelah diskusi dengan bapak antoni dan bg


habibi

31

32

33

Anda mungkin juga menyukai