Anda di halaman 1dari 5

BELENGGU

Judul roman

: Belenggu

Penulis

: Armijn Pane

Penerbit

: PT Pustaka Rakyat

Tahun terbit

: 1940

Tempat terbit
Halaman

: Jakarta
: 132 halaman

Roman Belenggu merupakan salah satu roman klasik yang kemunculannya menimbulkan
kegemparan. Bahkan sampai ditolak oleh Balai Pustaka dengan alasan isi ceritanya mengandung
banyak kritik sosial dan politik yang bisa memicu konflik dalam masyarakat.
Armijn Pane selaku penulis buku ini membuat sebuah karya yang mampu membawa
pembacanya seolah masuk dalam perasaan emosional para pelakon dalam cerita. Meskipun inti
dari cerita ini hanyalah sebuah cinta segitiga, namun di dalamnya ada beberapa konflik kecil
yang sebenarnya mengandung makna yang sangat mendalam, terutama bagi negara Indonesia
yang saat itu masih dalam suasana pascakemerdekaan.
Cerita ini memiliki tiga tokoh sentral, yaitu Dokter Sukartono (Tono), Sumartini (Tini),
dan Siti Rohayah (Yah). Ketiganya berada dalam konflik cinta segitiga yang rumit yang
dibumbui dengan masalah dan rahasia masing-masing yang semakin memperburuk keadaan.

Analisa tokoh
Sukartono adalah seorang dokter yang mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi. Dia
terkenal dokter yang dermawan dan penolong. Dia termasuk seorang yang sangat mencintai
pekerjaannya. Meskipun begitu Tono tidak pernah benar-benar merasakan cinta dari istrinya
selayaknya sebuah keluarga yang harmonis. Kenikmatan hidup yang bersifat privasi justru dia
rasakan dari wanita lain yang bukan istrinya.
Sumartini perempuan modern yang mempunyai masa lalu yang kelam karena bebas
bergaul. Salah satu kisahnya yang memilukan adalah hubungannya yang gagal dengan
kekasihnya sebelum menikah dengan Tono. Dia selalu merasa kesepian karena kesibukan
suaminya yang tak kenal waktu dalam mengobati orang sakit sehingga melupakan dan
membiarkannya di rumah seorang diri dan mulai bergerak di bidang sosial supaya hidupnya
berarti. Waktu masih mahasiswi, dia sangat populer dan suka berpesta. Pada masa itu, Tini
menyerahkan keperawanannya kepada Hartono. Ketika mengetahui ketidaksetiaan Tono dan

beranggapan bahwa Yah lebih cocok dengan suaminya, Tini meninggalkan Tono dan pindah ke
Surabaya.
Siti Rohayah juga merupakan perempuan yang masa lalunya kelam akibat perceraian.
Namun, perbedaannya dia tidak seberuntung Sumartini dalam masalah ekonomi dan status
sosial. Rohayah menjadi perempuan malam.. Siti Rohayah atau Yah adalah teman Tono
dari Sekolah Rakyat yang kemudian menjadi simpanannya.Setelah Tono, yang lebih tua tiga
tahun, lulus dari Sekolah Rakyat, Yah dipaksakan untuk menikah dengan pria yang lebih tua 20
tahun dan dibawa ke Palembang. Setelah melarikan diri, Yah kembali ke Bandung; akan tetapi,
orang tuanya sudah meninggal. Dia kemudian berpindah ke Batavia dan menjadi seorang pelacur
sekaligus penyanyi keroncong dengan nama samaran Siti Hayati. Ketika mengetahui bahwa
Tono telah menjadi dokter di Batavia, dia menggoda dokter itu. Biarpun mereka saling jatuh
cinta, Yah mengambil langkah untuk pergi sebab dia takut Tono akan diremehkan apabila dia
menikah dengan seorang mantan pelacur.

Sinopsis roman
Kisah ini dimulai dari Dokter Sukartono dengan seorang perempuan berparas ayu, pintar,
serta lincah. Perempuan itu bernama Sumartini atau panggilannya Tini. Sebenarnya Dokter
Sukartono atau Tono tidak mencintai Sumartini. Demikian pula sebaliknya, Tini juga tidak
mencintai Dokter Sukartono. Mereka berdua menikah dengan alasan masing-masing. Dokter
Sukartono menikahi Sumartini karena kecantikan, kecerdasan, serta mendampinginya sebagai
seorang dokter adalah Sumartini. Sedangkan Sumartini menikahi Dokter Sukartono karena
hendak melupakan masa silamnya. Menurutnya dengan menikahi seorang dokter, maka besar
kemungkinan bagi dirinya untuk melupakan masa lalunya yang kelam. Jadi, keduanya tidak
saling mencintai.
Karena keduanya tidak saling mencintai, mereka tidak pernah akur. Mereka tidak saling
berbicara dan saling bertukar pikiran. Masalah yang mereka hadapi tidak pernah dipecahkan
bersama-sama sebagaimana layaknya suami istri. Masing-masing memecahkan masalahnya
sendiri-sendiri. Itulah sebabnya keluarga mereka tampak hambar dan tidak harmonis. Mereka
sering salah paham dan suka bertengakar.
Ketidakharmonisan keluarga mereka semakin menjadi karena Dokter Sukartono sangat
mencintai dan bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Dia bekerja tanpa kenal waktu.
Jam berapa saja ada pasien yang membutuhkannya, dia dengan sigap berusaha membantunya.
Akibatnya, dia melupakan kehidupan rumah tangganya sendiri. Dai sering meninggalkannya
istrinya sendirian dirumah. Dia betul-betul tidak mempunyai waktu lagi bagi istrinya, Tini.
Dokter Sukartono sangat dicintai oleh pasiennya. Dia tidak hanya suka menolong kapan pun
pasien yang membutuhkan pertolongan, tetapi ia juga ridak meminta bayaran kepada pasien yang
tak mampu. Itulah sebabnya, dia dikenal sebagi dokter yang sangat dermawan.
Kesibukan Dokter Sukartono yang tak kenal waktu tersebut semakin memicu
percekcokan dalam rumah tangga. Menurut Suamrtini, Dokter Sukartono sangat egois. Sumartini
merasa telah disepelekan dan merasa bosan karena selalu ditinggalkan suaminya yang selalu
sibuk menolong pasien-pasiennya. Dia merasa dirinya telah dilupakan dan merasa bahwa

derajatnya sebagai seorang perempuan telah diinjak-injak sebagai seorang istri. Karena suaminya
tidak mampu memenuhi hak sebagai seorang istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi hak
tersebut, maka Sumartini sering bertengkat. Hampir setiap hari mereka bertengkat. Masingmasing tidak mau mengalah dan merasa paling benar.
Suatu hari Dokter Sukartono mendapat panggilan dari seorang wanita yang mengaku
dirinya sedang sakit keras. Wanita itu meminta Dokter Sukartono datang kehotel tempat dia
menginap. Dokter Sukartono pun datang ke hotel tersebut. Setibanya dihotel, dia merasa terkejut
sebab pasien yang memanggilnya adalah Yah atau Rohayah, wanita yang telah dikenalnya sejak
kecil. Sewaktu masih bersekolah di Sekolah Rakyat, Yah adalah teman sekelasnya.
Pada saat itu Yah sudah menjadi janda. Dia korban kawin paksa. Karena tidak tahan
hidup dengan suami pilihan orang tuanya, dia melarikan diri ke Jakarta dia terjun kedunia nista
dan menjadi wanita panggilan. Yah sebenarnya secara diam-diam sudah lama mencintai Dokter
Sukartono. Dia sering menghayalkan Dokter Suartono sebagai suaminya. Itulah sebabnya, dia
mencari alamat Dokter Sukartono. Setelah menemukannya, dia menghubungi Dokter Sukartono
dengan berpura-pura sakit.
Karena sangat merindukan Dokter Sukartono, pada saat itu juga, Yah menggodanya. Dia
sangat mahir dalam hal merayu laki-laki karena pekerjaan itulah yang dilakukannya selama di
Jakarta. Pada awalnya Dokter Sukartono tidak tergoda akan rayuannya, namun karena Yah sering
meminta dia untuk mengobatinya, lama kelamaan Dokter Sukartono mulai tergoda akan
rayuannya, namun karena Yah sering meminta dia untuk mengobatinya, lama-kelamaan Dokter
Sukartono mulai tergoda. Yah dapat memberikan banyak kasih sayang yang sangat dibutuhkan
oleh Dokter Sukartono yang selama ini tidak diperoleh dari istrinya. Karena Dokter Sukartono
tidak pernah merasakan ketentraman dan selalu bertengkar dengan istrinya, dia sering
mengunjungi Yah. Dia mulai merasakan hotel tempat Yah menginap sebagai rumahnya yang
kedua.
Lama-kelamaan hubungan Yah dengan Tono diketahui oleh Sumartini. Betapa panas
hatinya ketika mengetehui hubungan gelap suaminya dengan wanita bernama Yah. Dia ingin
melabrak wanita tersebut. Secara diam-diam Sumartini pergi ke hotel tempat Yah menginap. Dia
berniat hendak memaki Yah sebab telah mengambil dan menggangu suaminya. Akan tetapi,
setelah bertatap muka dengan Yah, perasaan dendamnya menjadi luluh. Kebencian dan nafsu
amarahnya tiba-tiba lenyap. Yah yang sebelumnya dianggap sebagai wanita jalang, ternyata
merupakan seorang wanita yang lembut dan ramah. Tini merasa malu pada Yah. Dia merasa
bahwa selama ini dia bersalah pada suaminya. Dia tidak dapat berlaku seperti Yah yang sangat
didambakan oleh suaminya.
Sepulang dari pertemuan dengan Yah, Tini mulai berintropeksi terhadap dirinya. Dia
merasa malu dan bersalah kepada suaminya. Dia merasa dirinya belum pernah memberi kasih
sayang yang tulus pada suaminya. Selama ini dia selalu kasar pada suaminya. Dia merasa telah
gagal menjadi Istri. Akhirnya, dia mutuskan untuk berpisah dengan suaminya.
Permintaan tersebut dengan berat hati dipenuhi oleh Dokter Sukartono. Bagaimanapun,
dia tidak mengharapkan terjadinya perceraian. Dokter Sukartono meminta maaf pada istrinya dan

berjanji untuk mengubah sikapnya. Namun, keputusan istrinya sudah bulat. Dokter Sukartono tak
mampu menahannya. Akhirnya mereka bercerai.
Betapa sedih hati Dokter Sukartono akibat perceraian tersebut. Hatinya bertambah sedih
saat Yah juga pergi. Yah hanya meninggalkan sepucuk surat yang mengabarkan jika dia
mencintai Dokter Sukartono. Dia akan meninggalkan tanah air selama-lamanya dan pergi ke
Calidonia. Dokter Sukartono merasa sedih dalam kesendiriannya. Sumartini telah pergi ke
Surabaya. Dia mengabdi pada sebuah panti asuhan yatim piatu, sedangkan Yah pergi ke negeri
Calidonia.

Keunggulan dan kelemahan roman


Beberapa konflik yang muncul bisa menimbulkan opini dalam masyarakat, bahwa
apabila sebuah kehidupan rumah tangga yang lahir dibangun dari tiadanya rasa saling cinta
antara suami-istri, maka keluarga tersebut tidak harmonis dan bahkan bisa terjadi perceraian. Hal
inilah yang ditakutkan dalam kehidupan seseorang, manakala membangun rumah tangga tanpa
didasari cinta antara suami isteri.
Penggunaan gaya bahasa kuno dan masih bercampur dengan bahasa Belanda (negara
yang kolonialisme di Indonesia) menambah estetika dari roman ini. Maka tak heran banyak
perbendaharaan kata yang terdengar asing jika diucapkan saat ini, seperti prognose, rouge,
realiteit, dll. Bagi yang tidak memahami kosakata seperti bisa dipastikan akan sulit juga untuk
memahami beberapa bagian ceritanya.
Dalam Roman ini bisa dilihat bahwa hubungan antara Tono dan Tini bukanlah selayaknya
pasangan suami istri pada umumnya. Terkesan hanya menjalani sebuah hidup dengan status
sosial semata, sementara masalah hati tidak diabaikan dalam bahtera rumah tangga mereka.
Sehingga Tono pun lari dalam pelukan Rohayah.
Roman ini juga mengandung kritik sosial kepada para perempuan yang masih saja
memandang seseorang hanya dari status sosialnya, seperti sikap Tini saat bertemu dengan
Rohayah. Selain itu sindiran juga terlihat pada bagian Tini yang sedang digosipkan oleh temanteman wanitanya. Seolah ingin menunjukan bahwa masih banyak wanita yang hobi bergunjing.
Keunikan dari Roman ini adalah adanya kritik tentang keadaan politik beberapa tahun
sebelumnya. Contohnya seperti awal berdirinya Boedi Oetomo yang para anggotanya berasal
dari kalangan ningrat dari suku Jawa. Secara gamblang, Armijn Pane melancarkan kritik bahwa
tujuan Boedi Oetomo ketika itu bukanlah kemerdekaan secara menyeluruh, tetapi menjaga agar
budaya Jawa tidak dipengaruhi oleh budaya Belanda. Maka secara tersirat Armijn Pane tidak
menyetujui bahwa Boedi Oetomo disebut sebagai tonggak kebangkitan bangsa.
Selain itu, ada juga gambaran bahwa orang yang berjuang demi kepentingan bangsa
justru tidak dianggap sebagai suatu pekerjaan yang mulia. Tetapi justru dianggap menyusahkan
dan tidak berguna selama tidak menghasilkan uang. Seperti pada tokoh Hartono yang sebenarnya
bukan tokoh sentral, tetapi kisahnya mengandung sebuah makna yang mendalam. Hartono yang
rela meninggalkan kuliah dan kekasihnya demi perjuangannya bersama tokoh revolusioner Ir.
Soekarno dan mengabdi pada bangsa justru mengalami banyak cacian dari orang-orang di

sekelilingnya karena dianggap tidak menguntungkan. Karena pandangan seseorang yang sukses
hanya dilihat dari materi semata.
Roman Belenggu menyimpan banyak makna yang mendalam di setiap konflik yang
dimuculkan. Kritik sosial yang tajam dalam kisah ini bisa menjadi sebuah pembelajaran bagi
para generasi muda dalam menjalani kehidupan yang terhegemoni oleh sebuah sistem yang
menindas. Dan semua itu berlaku terhadap semua orang, baik itu tua-muda, kaya-miskin, dan
juga pria-wanita.

Kesimpulan dan saran


Setelah kita membaca Roman Belenggu, karangan Armijn Pane ini, akan diperoleh
pengalaman-pengalaman yang akan berdampak bagi kejiwaan seseorang dan dapat sebagai
bahan pembelajaran bagi pembaca karya sastra ini. Satu hal pengaruh dari membaca Roman
Belenggu ini akan melahirkan sebuah opini di masyarakat, bahwa apabila sebuah kehidupan
rumah tangga yang lahir dibangun dari tiadanya rasa saling cinta antara suami-istri, maka
keluarga tersebut tidak harmonis dan bahkan bisa terjadi perceraian.
Hal inilah yang ditakutkan dalam kehidupan sesorang, manakala membangun rumah
tangga tanpa didasari cinta antara suami isteri. Karena tidak saling mencintai, mereka tidak
pernah akur, tidak saling berbicara dan bertukar pikiran. Masalah yang mereka hadapi tidak
pernah dipecahkan bersama sama sebagaimana layaknya suami istri. Masing masing
memecahkan masalahnya sendiri-sendiri, sering salah paham dan sukar bertengkar.
Itulah sebabnya, banyak di masyarakat untuk menghidari kawin paksa, kawin karena
dijodohkan dan kawin tanpa dasar cinta. Karena kalau perkawinan tanpa dasar cinta akan
membentuk keluarga yang tidak harmonis dan tidak bahagia. Dan orang akan menghindari hal
ini sejauh-jauhnya

Anda mungkin juga menyukai